Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bumi sebagai tempat tinggal makhluk hidup merupakan salah satu planet di
tata surya. Keistimewaan bumi dibanding planet-planet lain di tata surya adalah
mampu menyokong kehidupan yang beraneka ragam. Keistimewaan tersebut
diantaranya adalah suhu yang optimal, kadar oksigen yang baik, dan yang tidak
kalah penting adalah terdapatnya air di bumi sebagai sumber kehidupan.
Bumi sebagai planet yang dihuni bumi ini memiliki beberapa lapisan yang
bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia, yakni atmosfer, litosfer, hidrosfer,
dan biosfer. Atmosfer terdiri atas bermacam-macam unsur gas dan di dalamnya
terjadi proses pembentukan dan perubahan cuaca dan iklim. Atmosfer melindungi
manusia dari sinar matahari yang berlebihan dan meteor-meteor yang ada. Adanya
litosfer memungkinkan manusia untuk berpijak dan melangsungkan kehidupan.
Keberadaan litosfer ini menyimpan sumber daya alam seperti halnya panas bumi, batu
bara, dan mineral berharga dimana sumber daya tersebut berguna bagi sendi-sendi
kehidupan manusia. Tidak cukup sampai disitu, lapisan hidrosfer tak kalah
menyumbang peran strategis. Dengan adanya siklus hidrologi, maka pemenuhan
kebutuhan manusia akan sumber daya air akan terpenuhi. Lapisan biosfer juga tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Lapisan biosfer inilah tempat terjadinya
interaksi manusia dengan mahluk hidup lain yang membuat adanya kehidupan di planet
bumi ini.
Lebih lanjut, manusia semakin hari semakin tidak karu-karuan tingkahnya dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Banyaknya degradasi lingkungan yang terjadi akhir-
akhir ini disebabkan oleh ulah tangan manusia. Degradasi lingkungan juga terjadi secara
berterusan tanpa diimbangi solusi yang preventif. Salah satu penyebabnya adalah
kurangnya pengetahuan manusia mengenai dampak aktivitas yang mereka timbulkan
dan khazanah dalam menemukan solusi. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas
tentang bentuk-bentuk degradasi lingkungan dan solusi preventif menghadapinya.

1
2

B. Rumusan Masalah
Latar belakang di atas memberikan dasar bagi penulis untuk merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana contoh dari degradasi atmosfer, degradasi litosfer, degradasi hidrosfer,
dan degradasi biosfer?
2. Bagaimana solusi preventif dari degradasi atmosfer, degradasi litosfer, degradasi
hidrosfer, dan degradasi biosfer?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Diketahuinya contoh dari degradasi atmosfer, degradasi litosfer, degradasi hidrosfer,
dan degradasi biosfer.
2. Diketahuinya solusi preventif dari degradasi atmosfer, degradasi litosfer, degradasi
hidrosfer, dan degradasi biosfer?

D. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bidang akademik, digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran ilmu
lingkungan.
2. Bidang ilmu lingkungan, digunakan sebagai acuan dalam menemukan solusi
menghadapi degradasi lingkungan.
BAB II
ISI

A. Atmosfer
1. Definisi
Atmosfer merupakan campuran berbagai gas yang tidak berwarna, tidak terlihat,
tidak berbau. Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti
permukaan padat dan cair pada bumi. Selubung ini membentang ke atas sejauh
beratus-ratus kilometer, dan akhirnya bertemu dengan medium antar planet yang
berkerapatan rendah dalam sistem tata surya. Atmosfer terdapat dari ketinggian 0
km di atas permukaan tanah sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan bumi.
Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih terkenal dengan nama
udara dan menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan
komposisi dari atmosfer bumi. Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan,
samudera, sungai, danau, es, dan permukaan salju. Gas pembentuk atmosfer disebut
udara. Udara adalah campuran berbagai unsur dan senyawa kimia sehingga udara
menjadi beragam. Keberagaman terjadi biasanya karena kandungan uap air dan
susunan masing-masing bagian dari sisa udara (disebut udara kering). Atmosfer
Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon
(0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.

2. Bentuk Kerusakan Atmosfer


Bentuk kerusakan akibat manusia adalah sebagai berikut.
1. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara sebagai dampak
adanya kawasan industri.
2. Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air
dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakanhutan.
3. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.

3. Studi Kasus Kerusakan Atmosfer


Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di
Provinsi Riau berdampak buruk pada kualitas udara. Indeks Standar Pencemar Udara

3
(ISPU) yang terpantau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sabtu
14 September dilihatkan

4
5

kualitas udara terburuk terjadi di wilayah Pekanbaru, Riau. Data menunjukkan kualitas
udara di provinsi lain, seperti Jambi (123), Kepulauan Riau (89), Sumatera Selatan (51),
Sumatera Barat (46) dan Aceh (14). Kualitas udara yang diukur dengan ISPU memiliki
kategori baik (0-0), sedang (51-100), tidak sehat (101-199), sangat tidak sehat (200-
299), dan berbahaya (lebih dari 300). Oleh karenanya, untuk menangani Karhutla
tersebut, BNPB mengerahkan tujuh helikopter untuk pengeboman air dan patroli
dikerahkan untuk wilayah Provinsi Riau. “Terhitung dari 19 Februari 2019 hingga 31
Oktober lalu, lebih dari 124 juta liter air digelontorkan untuk pengemboman air dan
lebih dari 159 garam untuk operasi hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca
(TMC),” ucap Agus. Agus menyebut, luas lahan terbakar akibat karhutla di
wilayah Riau menurut catatan BNPB mencapai 49.266 hektare. Terdiri dari 40.553
hektare lahan gambut dan 8.713 hektare lahan mineral. “Karhutla yang masih terus
berlangsung ini mengakibatkan dampak yang luas selain kerusakan lingkungan dan
kesehatan, juga aktivitas kehidupan warga masyarakat,” ujar Agus.
 
4. Solusi
Dalam uraian poin solusi ini, penulis membagi dua subpoin yang dipaparkan, yakni
solusi dari pemerintah dan solusi dari penulis. Berikut adalah penjabarannya.
a. Solusi dari Pemerintah
Beberapa cara yang telah dan masih diupayakan oleh pemerintah hingga saat ini
adalah sebagai berikut.
1) Menurunkan Pasukan
Plh. Kapusdatin Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo
menyebut pihaknya menurunkan lebih dari 9.000 personel untuk membantu
memadamkan api di kebakaran hutan, baik yang ada di Sumatera maupun Kalimantan.
Masing-masing provinsi yang banyak terjadi karhutla diterjunkan 1.512 personel, yakni
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan.

2) Water Bombing
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan water bombing atau
menjatuhkan bom air dari ketinggian menggunakan heli khusus. Berdasarkan laporan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tanggal 14 September 2019
6

terdapat 32 heli yang dioperasikan untuk mengguyurkan air di titik-titik api. Wilayah
pengoperasian di antaranya Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Untuk upaya water bombing ini, kurang lebih
menggunakan air sebanyak 259.594.494 liter.

3) Modifikasi Cuaca
Sebagai upaya terakhir, pemerintah melalui instansi terkait juga telah
mengupayakan hujan buatan atau Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan
menyemai awan menggunakan garam. Masih dari laporan yang sama, sebanyak 160.816
kilogram garam digunakan untuk menyemai awan dan menurunkan hujan. Akan tetapi,
upaya ini gagal akibat minimnya awan di atas lokasi kebakaran hutan dan lahan,
padahal paling tidak dibutuhkan awan minimal 80 persen.

4) Penggunaan Kalsium Oksida


Tidak menyerah, pemerintah melalui kerja sama BNPB, BMKG, dan BPPT pun
kemudian menggunakan bahan lain untuk mengurangi asap, yakni menggunakan
Kalsium Oksida atau kapur tohor aktif (CaO). Kapur ini akan ditaburkan dari udara
menggunakan pesawat Cassa 212, CN 295, dan pesawat Hercules C 130. Setelah asap
dapat diminimalisasi, diharapkan radiasi matahari dapat menembus permukaan bumi
dan memungkinkan terbentuknya awan yang lebih banyak di atas area karhutla. Setelah
asap dapat ditekan, upaya penyemaian awan akan kembali dilakukan.

b. Solusi dari Penulis


Upaya yang dapat penulis lakukan adalah melakukan reboisasi terhadap lahan yang
telah hangus Reboisasi dimaksudkan agar distribusi oksigen dapat terjadi secara
merata, sehingga udara sekitar lingkungan menjadi segar

B. Litosfer
1. Definisi
Litosfer adalah lapisan kulit bumi yang paling luar yang tersusun atas batuan dan
mineral. Batuan penyusun litosfer adalah batuan beku, batuan sedimen, dan batuan
metamorf. Induk dari segala batuan ini adalah magma. Lapisan kerak bumi terbagi
menjadi dua macam yaitu lapisan sial di bagian atas dan lapisan sima dibagian bawah.
7

Lapisan sial merupakan kerak bagian atas yang terdiri dari dua macam kerak yaitu kerak
samudra dan kerak benua.
Litosfer sebagai lapisan paling atas memiliki relief yang berbeda-beda, ada yang
berupa cekungan seperti lembah dan ada yang berupa tonjolan seperti gunung.
Perbedaan bentuk litosfer ini mempengaruhi kehidupan mahluk hidup terutama
manusia. Penduduk yang hidup di pinggir pantai akan berbeda keadaannya dengan
penduduk yang hidup di dataran rendah atau pegunungan. Mata pencaharian, makanan,
bentuk rumah dan pakaian yang mereka kenakan akan berbeda. Misalnya saja dari segi
mata pencaharian, penduduk yang berada di daerah pantai kebanyakan bermata
pencaharian sebagai nelayan, sedangkan penduduk yang berada di daerah pegunungan
kebanyakan bermata pencahaian sebagai petani. Hal ini tentunya disesuaikan dengan
kadaan alam dan lingkungan yang ada di daerah tersebut. Adapun komposisi kimia
bumi menurut F. W. Clarke's dalam sebuah tabel kerak oksida dalah sebagai berikut.
Senyawa Formula Komposisi
silika SiO2 59,71%
alumina Al2O3 15,41%
kapur CaO 4,90%
Magnesia MgO 4,36%
sodium oxide Na2O 3,55%
iron(II) oxide FeO 3,52%
potasium oxida K2O 2,80%
besi(III) oxida Fe2O3 2,63%
air H2O 1,52%
titanium dioxida TiO2 0,60%
phosphorus pentoxida P2O5 0,22%
Total 99,22%

2. Bentuk Kerusakan Litosfer


Degradasi lahan berkaitan dengan degradasi tanah untuk memproduksi biomassa
yang disebabkan oleh tindakan pengelolaan tanah yang semena-mena, penggunaan
pupuk kimia yang berlebihan, dan penggunaan pestisida dan herbisida yang terus-
menerus dengan dosis yang melebihi takaran. Lima proses utama yang terjadi akibat
timbulnya tanah yang mengalami degradasi, yaitu: menurunnya kandungan bahan
organik pada tanah, perpindahan tanah liat, memburuknya struktur dan pemadatan
tanah, erosi tanah, Depkes, dan pencucian unsur hara. Khusus untuk tanah-tanah tropika
basah terdapat tiga proses penting yang menyebabkan terjadinya degradasi tanah, yaitu:
8

a. Degradasi fisik yang berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga


memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat.
b. Degradasi kimia yang berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S, dan
unsur-unsur lainnya.
c. Degradasi biologi yang berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas
bahan organik pada tanah, aktivitas biotik, dan keragaman spesies fauna tanah yang
juga ikut menurun.

3. Studi Kasus Kerusakan Litosfer


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah menyatakan beberapa
proyek tol di Jawa Tengah akan mempercepat kerusakan lingkungan. Sebab, proyek
tersebut akan mengalihfungsikan lahan-lahan hijau menjadi jalan raya. "Ini yang
bahaya karena kerusakan lingkungan akan menimbulkan bencana-bencana," kata
Direktur Walhi Jawa Tengah Arif Zayyin kepada Tempo, (13/7). Lahan itu terutama
kawasan hutan yang diterabas habis untuk jalan tol. Lahan hutan yang dilalui proyek
tol Semarang -Solo untuk seksi I antara Semarang-Ungaran mencapai 22,2 hektar
yang ada di kawasan hutan Penggaron. Sedangkan untuk pembangunan proyek tol
Semarang-Batang akan memakan lahan hutan seluas 64 hektar. Hutan yang dilewati
proyek tersebut kebanyakan terdapat di lahan hutan Mijen Semarang dan Boja Kendal.
Selanjutnya, alihfungsi hutan akan mengakibatkan erosi sehingga tanah bisa mudah
longsor. "Muara ini semua akan bisa menimbulkan bencana," ujarnya. Arif
menyatakan sejak awal Walhi sudah menolak proyek tol yang memakan lahan hutan.
Dulu, kata Arif, Walhi meminta agar infrastuktur transportasi dibuat dengan jenis
kereta api saja. Selain tidak butuh lahan banyak juga bisa lebih efektif. "Namun, itu
ditolak," kata Arif.

4. Solusi
9

Dalam uraian poin solusi ini, penulis membagi dua subpoin yang dipaparkan, yakni
solusi dari pemerintah dan solusi dari penulis. Berikut adalah penjabarannya.
a. Solusi dari Pemerintah
Beberapa cara yang telah dan masih diupayakan oleh pemerintah hingga saat ini
adalah menanam tumbuhan vetifer. Tanaman vetiver ditanam di beberapa titik kawasan
rawan bencana. Selain mencegah bencana tanah longsor, tanaman tersebut juga dinilai
bisa mencegah banjir, erosi, dan sedimentasi. Di bidang peternakan, daun vetiver juga
bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan tanamannya mampu menjernihkan air.
Bahkan vetiver juga dinilai bisa mengurangi emisi karbon. Di era global warming,
penanaman vetiver seluas 44 Ha dapat mengurangi emisi karbon dari 100.000 mobil
yang menempuh jarak 30.000 km per tahun. Sementara itu, Hendra, pengurus Karang
Taruna Tunas Bangsa mengatakan, salah satu dusun yang paling rawan bencana tanah
longsor adalah Kalisari. Selama 10 tahun lebih, ada area perkebunan yang tanahnya
selalu bergerak hingga saat ini. Semakin lama, tanah tergerus dan material tanahnya
terbawa arus sungai kecil di bawahnya.

b. Solusi dari Penulis


Salah satu solusi untuk menanggulangi degradasi tersebut adalah melakukan
rehabiitas lahan yang terkena dampak erosi. Rehabilitasi ini menjadi upaya yang baik
untuk mengembalikan lingkungan fisik untuk bisa difungsikan lagi. Tanggung jawab
yang dari rehabilitasi ini adalah pemerintah yang sudah melakukan proyek tol.

C. Hidrosfer
1. Definisi
Hidrosfer merupakan daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang
bulat. Hidrosfer berasal dari kata hidros yang berarti ’air’ dan sphere yang berarti
’daerah’ atau ‘bulatan’. Daerah perairan ini meliputi samudra, laut, danau, sungai,
gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di atmosfer. Hidrosfer menempati
sebagian besar muka bumi karena 75% muka bumi tertutup oleh air. Jumlah air
yang tetap dan selalu bergerak dalam satu lingkaran peredaran membentuk suatu
siklus yang dinamakan siklus hidrologi, siklus air, atau daur hidrologi. Penguapan air
yang terjadi di permukaan bumi terutama samudra dan laut disebabkan oleh panas
matahari.
10

2. Bentuk Kerusakan Hitosfer


Tanpa lewat pengolahan yang baik limbah yang berasal dari industri atau pabrik
dibuang begitu saja ke sungai. Ekosistem sungai bisa terganggu karena senyawa toksik
yang ada pada limbah tersebut, berbahaya sekali. Sungai yang menjadi media untuk
membuang sampah. Ikan yang ada di laut yang ditangkap dengan menggunakan bahan
peledak. Jelas sangat berbahaya karena bisa membuat ekosistem laut dan biota yang ada
di dalam laut terganggu keseimbangannya. Ikan, makhluk hidup lainnya seperti terumbu
karang yang hidup di bawah laut bisa rusak kondisinya, bahkan yang lebih parah lagi
banyak yang mati. Limbah rumah tangga (sampah yang dibuang dari rumah tangga
yang tidak disortir terlebih dahulu), limbah nuklir dan minyak yang tumpah di tengah
laut merupakan contoh yang lainnya lagi dari pencemaran air.

3. Studi Kasus Kerusakan Hidrosfer


Lautan sampah limbah rumah tangga menumpuk di kawasan Teluk Jakarta, Muara
Angke, Jakarta Utara. Air laut dan ekosistemnya pun jadi tercemar. Saat dimintai
konfirmasi, Wakil Wali Kota Jakarta Utara Junaedi mengiyakan hal ini. Banyaknya
sampah ini, menurutnya, juga tidak lepas dari ulah warga yang masih sering membuang
sampah ke sungai. Dijelaskan Junaedi, ada 13 sungai di Jakarta Utara yang bermuara ke
laut. Kebiasaan warga membuang sampah ke sungai, diakuinya, ikut mengakibatkan
kawasan Teluk Jakarta tercemar "Jangan membuang sampah sembarangan karena
berdampak kepada pencemaran air laut, sehingga ekosistem yang ada di laut, ikan apa
ya tercemar. Konsumsi ikan itu ya jadi agak ragu dengan pencemaran air dari limbah
sampah," ucapnya saat dihubungi detikcom lewat telepon, Jumat (16/3/2018). Menurut
Junaedi, pihaknya sudah terus-menerus berupaya mengedukasi warga. Sanksi denda pun
diterapkan. Meski demikian, menurutnya, langkah-langkah tersebut belum efektif.
"Harus diakui, susah juga melakukan tangkap tangan untuk menindak warga yang
membuang sampah ke sungai meski itu kita tetap lakukan," ujarnya.
11

4. Solusi
Dalam uraian poin solusi ini, penulis membagi dua subpoin yang dipaparkan, yakni
solusi dari pemerintah dan solusi dari penulis. Berikut adalah penjabarannya.
a. Solusi dari Pemerintah
Pada tahun 2003, Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Keputusan No.
14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi
Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003. Dalam keputusan tersebut dinyatakan
bahwa hasil studi AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi akan menimbulkan
berbagai dampak lingkungan.

b. Solusi dari Penulis


Kiat preventif yang dilakukan adalah menyelenggarakan sosialisasi kepada
masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

D. Biosfer
1. Definisi
Biosfer adalah bagian luar dari planet Bumi, mencakup udara, daratan, dan
air, yang memungkinkan kehidupan dan proses biotik berlangsung. Dalam pengertian
luas menurut geofisiologi, biosfer adalah sistem ekologis global yang menyatukan
seluruh makhluk hidup dan hubungan antarmereka, termasuk interaksinya dengan
unsur litosfer (batuan), hidrosfer (air), dan atmosfer (udara) Bumi. Bumi hingga
sekarang adalah satu-satunya tempat yang diketahui yang mendukung kehidupan.
Biosfer dianggap telah berlangsung selama sekitar 3,5 miliar tahun dari 4,5 miliar
tahun usia Bumi.

2. Bentuk Kerusakan Biosfer


a. Kerusakan Flora Dan Fauna
Tidak mengherankan jika beberapa tahun belakangan ini kerusakan flora maupun
fauna semakin meningkat. Seperti contoh, perburuan gading gajah yang mengakibatkan
semakin berkurangannya populasi gajah di dunia saat ini. Tidak hanya itu saja, sampah
– sampah yang ada di lautan juga ikut berperan dalam merusak flora dan fauna di laut.
Penggunaan bom dan pukat berakibat rusaknya terumbu karang. Seperti yang kita
12

ketahui jika terumbu karang merupakan tempat tinggal bagi berbagai macam jenis ikan.
Tidak hanya itu saja, kerusakan flora dan fauna bisa menjadi awal kepunahan bagi
beberapa flora dan fauna yang ada. Kepunahan tersebut bisa disebabkan sebagai berikut.
a. luas lahan yang terus berkurang
b. lahan yang rusak
c. eksploitasi besar – besaran
d. penggunaan teknologi yang tidak sesuai dengan kondisi alam atau lingkungan
e. penggunaan pestisida secara berlebihan
f. perburuan liar yang tidak terkendali
g. pencemaran lingkungan (sampah dan limbah industri)
Jika hal tersebut terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi
kehidupan manusia nanti. Bisa dibayangkan jika seandainya manusia kekurangan bahan
pangan.\

b. Berkurangnya Luas Lahan Dan Menjadi Sempit


Di pedesaan mungkin kita masih bisa melihat lahan – lahan terbentang cukup luas.
Namun, jika kita pergi ke perkotaan, akan sangat sulit menemukan lahan di sana. Jika
pun ada ukurannya cukup kecil dan sempit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
luas lahan, yakni sebagai berikut.
1. Pemukiman penduduk yang semakin luas, hal ini berdampak pada kurangnya
ketersediaan lahan untuk ditanamai tanaman. Tidak hanya itu saja, hewan pun ikut
terkena dampaknya dan terancam kehilangan tempat tinggal.
2. Jumlah populasi manusia yang terus meningkat. Setiap tahun angka kelahiran di
dunia ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini berdampak pada
ketersediaan lahan yang ada. Semakin tinggi jumlah populasi manusia, akan
semakin berkurangnya lahan kosong yang tersedia.
3. Pembangunan bangunan dan pabrik. Seiring bertambahnya populasi manusia,
memaksa mereka berpikir untuk meningkatkan taraf hidupnya. Salah satunya
dengan membangun pabrik dan bangunan. Hanya saja pembangunan tersebut
biasanya memanfaatkan lahan pertanian yang luas. Sehingga, tidak jarang banyak
tanaman dan hewan yang berada di lahan tersebut ikut hilang dan musnah.
A. Studi Kasus Kerusakan Biosfer
13

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI, pada 2017 mencatat 86 persen rukun warga (RW)
di DKI Jakarta masuk kategori kumuh. Jumlah ini didapat dari pendataan yang
dilakukan pada 521 RW. Permukiman kumuh didata berdasarkan evaluasi RW Kumuh
BPS 2013 (223 RW), RW kumuh rekomendasi program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku)
milik pemerintah pusat (21 RW), dan usulan RW kumuh yang muncul dari persepsi
kelurahan (277 RW). Dari hasil pendataan dinyatakan 445 RW kumuh dalam berbagai
tingkatan. Kantong kawasan kumuh tersebar di empat penjuru mata angin: timur ke
barat, utara ke selatan. Mulai dari Kampung Pulo-Melayu, Palmerah-Tambora,
Cilincing-Penjaringan, hingga Tebet.

B. Solusi
Dalam uraian poin solusi ini, penulis membagi dua subpoin yang dipaparkan, yakni
solusi dari pemerintah dan solusi dari penulis. Berikut adalah penjabarannya.
a. Solusi dari Pemerintah
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum berperan dalam
menangani kawasan kumuh dengan melakukan penataan lingkungan maupun
penyediaan rumah layak huni dan berkelanjutan. Ditjen Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum menyebutnya dengan Key Performance Indicators 100-0-100. Upaya
sederhana tersebut merupakan aktualisasi visi Cipta Karya untuk mewujudkan
permukiman yang layak huni dan berkelanjutan pada lima tahun ke depan. Menjawab
tantangan tersebut, Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman
tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat
sejak perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan insfrastruktur, salah satu
program yang diinisiasi oleh pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut adalah
Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK).

b. Solusi dari Penulis


Upaya yang dapat digalakan adalah melakukan pemberdayaan pada masyarakat
tersebut dalam menumbuhkan kesadaran pribadi terhadap kebersihan lingkungan dan
menata kampungnya sendiri. Pemberdayaan ini harus ada campur tangan pemerintah
secara langsung, seperti halnya mendirikan fasilitas-fasilitas umum pada kawasan
kumuh tersebut dengan melibatkan warganya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Simpulan yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut.
1. Contoh degradasi atmosfer yang terjadi adalah kebakaran hutan di Riau yang
mengakibatkan kabut asap. Upaya preventif yang bisa dilakukan adalah melakukan
reboisasi.
2. Contoh degradasi litosfer yang terjadi adalah erosi tanah akibat pembangunan tol di
Jawa Tengah. Upaya preventif yang bisa dilakukan adalah
3. Contoh degradasi hidrosfer yang terjadi adalah lautan sampah yang menumpuk di
kawasan Teluk Jakarta. Upaya preventif yang bisa dilakukan adalah
menyelenggarakan sosialisasi.
4. Contoh degradasi biosfer yang terjadi adalah munculnya lahan kumuh di kawasan
DKI Jakarta. Upaya preventif yang bisa dilakukan adalah

B. Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini, penulis menyumbangkan saran, yaitu
memaksimalkan dalam pemberian studi kasus dan solusi yang lebih relevan dalam
menyikapinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Atmosfer. Diakses pada 14 Januari 2020 pukul 13:50 WIB di
https://aas07.files.wordpress.com/2009/05/atmosfer-bumi1.pdf

Anonim. 2013. Hidrosfer. Diakses pada 14 Januari 2020 pukul 13:50 WIB di
https://materi78.files.wordpress.com/2013/06/hidro_geo1_3.pdf

Anonim. 2018. Biosfer. Diakses pada 14 Januari 2020 pukul 13:50 WIB di
https://docplayer.info/30186651-Materi-biosfer-1-pengertian-biosfer.html

Djunijanto. 2008. Litosfer. Diakses pada 14 Januari 2020 pukul 13:50 WIB di
https://djunijanto.files.wordpress.com/2008/11/litosfer.pdf

iv

Anda mungkin juga menyukai