Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi, Promosi Kesehatan, Epidemiologi
(KPE)

Disusun oleh :
Andhika Mahardhika (P13374341180
Monita Teviningrum (P13374341180
Titan Melinia Putri (P1337434118051)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


PRODI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Epidemiologi” Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Komunikasi, Promosi Kesehatan, Epidemiologi (KPE).

Penyusun menyadari, makalah ini dapat terselesaikan bukan hanya karena kemampuan dan
usaha penyusun sendiri tetapi juga bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Penyusun juga
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan. Akhirnya, harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Semarang, Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Epidemiologi secara komprehensif merupakan ilmu yang mempelajari distribusi dan


determinan-determinan frekuensi penyakit dan status kesehatan pada populasi manusia. Definisi
tersebut mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya adalah ilmu empirik kuantitatif,
yang banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit
dan sejumlah faktor-faktor yang dipelajari berhubungan dengan penyakit. Kebutuhan akan
analisis kuantitatif, mulai dari perhitungan yang paling sederhana hingga analisis yang paling
canggih, menyebabkan epidemiologi berhubungan erat dengan sebuah ilmu yang disebut
biostatistik (Murti, 2013).

Salah satu unsur pokok penting dalam epidemiologi adalah pengukuran kejadian
penyakit. Terdapat beberapa ukuran yang dipakai dalam mengukur kejadian penyakit dan ukuran
yang dipakai tergantung tujuan dari pengukuran. Pengukuran kejadian penyakit dapat dilakukan
dari hasil penemuan masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Secara umum, tujuan
pengukuran kejadian penyakit digunakan untuk menilai keadaan kesehatan, mengetahui potensi-
potensi untuk menanggulangi masalah kesehatan, dan mendeteksi kelompok mana yang berisiko
terkena penyakit. Hal yang perlu dipertimbangkan  dalam pengukuran kejadian penyakit antara
lain: ketepatan pengukuran, sensitivitas, spesivitas, dan isu etika (Hasmi, 2011).

B.     Tujuan:
1.      Mengetahui ukuran dasar epidemiologi
2.      Mengetahui ukuran frekuensi epidemiologi
3.      Mengetahui ukuran kekuatan hubungan
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Ukuran Dasar Epidemiologi

Data kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan kementerian


kesehatan secara khusus untuk menyusun setiap program kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan. Berbagai indikator kesehatan yang dipakai untuk mengevaluasi program kesehatan
antara lain rate, rasio, dan proporsi (Djaja, 2012).

1.      Rate

Nilai rate dalam epidemiologi menunjukkan besarnya peristiwa yang terjadi terhadap


jumlah keseluruhan penduduk dan peristiwa tersebut berlangsung dalam suatu batas waktu
tertentu. Ada tiga unsur utama dalam penentuan nilai rate, yaitu: jumlah mereka yang terkena
peristiwa, kelompok penduduk tempat peristiwa tersebut terjadi, dan batas waktu tertentu yang
berkaitan dengan kejadian tersebut (Noor, 2008).

Rate merupakan konsep yang lebih komplek dibandingkan dengan dua bentuk


pecahan.Rate yang sesungguhnya merupakan kemampuan berubah suatu kuantitas lain.
Kuantitas lain yang digunakan sebagai patokan ini biasanya adalah kuantitas waktu. Bentuk
ukuran ini sering dicampur adukkan dengan proporsi (Saepudin, 2011).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Rate (Rr) adalah angka yang menyatakan hubungan
(relasio). Jumlah berapa kali (frekuensi) suatu kejadian (penyakit) tertentu itu terjadi di antara
sejumlah orang yang mempunyai peluang terekpos dalam suatu waktu tertentu.

Rr = 

Perbandingan suatu peristiwa dengan populasi yang mempunyai risiko berkaitan dengan
peristiwa dimaksud. Hal-hal yang termasuk dalam kelompok rate adalah sebagai berikut:

a.         Insidens


b.        Prevalens
c.         Attack Rate (AR)
d.        Case Fatality Rate (CFR)
e.         Crude Birth Rate (CBR)
f.         Crude Death Rate (CDR)
g.        Infant Mortality Rate (IMR)
h.        Maternal Mortality Rate (MMR)
2.      Proporsi
Proporsi merupakan perbandingan yang mengukur kemungkinan terjadinya peristiwa tertentu,
dimana membandingkan suatu peristiwa dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena
peristiwa yang dimaksud dalam waktu yang sama yang dinyatakan dalam persen atau permil
(Hasmi, 2011).
Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Proporsi (P) adalah jumlah orang (dengan sifat kualitatif
tertentu) dibandingkan dengan sejumlah populasi seluruhnya.

P= 

Keterangan:

a.       X merupakan bagian dari Y, di mana Y= 100%

b.       merupakan bagian dari 100%

c.       sering dinyatakan dalam persentase (%)

Contoh: pada suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang penderita dan 12
diantaranya adalah anak-anak maka proporsi anak terhadap orang dewasa adalah  = 0,375

3.      Rasio

Rasio merupakan tipe ukuran lainnya yang secara spesifik harus mencakup konsep waktu di
dalam ukuran. Rasio menggambarkan jumlah kasus yang terjadi dibagi dengan populasi berisiko
(Magnus, 2007).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Rasio (R) adalah jumlah orang (dengan sifat kualitatif
tertentu) dibandingkan dengan sejumlah orang lain (dengan sifat kualitatif lain pula).

R= 

Keterangan:

a.       X tidak mempunyai keterkaitan dengan Y

b.       harus merupakan bilangan yang lebih kecil atau sama dengan satu

c.        tidak dinyatakan dalam prosentasi, melainkan sebagai suatu pecahan di mana y harus lebih
besar daripada x (suatu angka pecahan) atau sama.

Contoh: pada suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang penderita dan 12
diantaranya adalah anak-anak maka rasio anak terhadap orang dewasa adalah   = 0,6

Perbandingan pengertian Rasio, Proporsi dan Rate menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Pengertian Rasio, Proporsi dan Rate

Rasio = R Proporsi = P Rate = Rr

R=  P=  Rr= 

X tidak mempunyai X merupakan bagian dari Y. X mempunyai keterkaitan


keterkaitan dengan Y secara tidak langsung dengan
Y= 100% Y

Y= 100% (total populasi)

X harus merupakan Y,  = ≤ 1 atau ≤ 100%  = ≤ 100%


perbandingan ≤ 1

Tidak dinyatakan dalam Bisa/ boleh dinyatakan dalam Dinyatakan dalam persentase,
persentase persentase permil, atau per 100 ribu
populasi

B.     Ukuran Frekuensi Epidemiologi

1.      Insidensi

Insidensi adalah kejadian atau kasus penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam riwayat
alamiah penyakit. Ukuran frekuensi insidensi penyakit dapat dibedakan menjadi insidensi
kumulatif dan laju insidensi (Murti, 2013).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Insidens (Incidence Rate) adalah indicator yang paling
banyak digunakan di dalam epidemiologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam kurun
waktu tertentu. Insidens dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

IR= 

Angka insidens dapat digunakan untuk penyakit akut menular berjangka pendek. Di samping
untuk memantau penyakit akut, dapat juga untuk penyakit-penyakit kronis berjangka panjang.

a.       Insidensi kumulatif (cumulative incidence)

Menurut Rajab (2009) Cumulative Incidence (CI) adalah probabilitas dari seseorang yang tidak
sakit selama periode waktu tertentu, dengan syarat orang tersebut tidak mati oleh karena
penyebab lain. Risiko ini biasanya digunakan untuk mengukur serangan penyakit yang pertama
pada orang sehat tersebut.
CI = 

Baik pembilang maupun penyebut dalam perhitungan ini adalah individu yang tidak sakit pada
permulaan periode pengamatan, sehingga mempunyai risiko untuk terserang. Ciri
dari cumulative incidence ini adalah:

1)      Berbentuk proporsi

2)      Tidak memiliki satuan

3)      Besarnya berkisar antara 0 dan 1

4)      Lamanya periode pengamatan harus selalu diikutsertakan

Menurut Murti (2013) kegunaan insidensi kumulatif adalah:

1)      Sebagai ukuran alternative laju insidensi (ID) dalam mempelajari etiologi penyakit,

2)      Mengetahui risiko populasi untuk mengalami prognosis (akibat lanjut penyakit),

3)      Mengetahui kelompok-kelompok dalam populasi yang memerlukan intervensi kesehatan.

b.      Densitas insidens (Incidence Density)

Incidence density adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan
dalam persen atau permil (Saepudin, 2011).

Menurut Lapau (2009) yang diukur incidence density adalah jumlah individu yang bergerak dari
bebas penyakit menjadi status penyakit selama periode waktu tertentu, sebagai hasil dari 3
faktor:

1)      Besar populasi

2)      Lama periode waktu (waktu mempengaruhi kejadian penyakit)

3)      Kekuatan yang menyebabkan penyakit

Menurut Rajab (2009) Incidence Density (ID) adalah potensi perubahan status penyakit per
satuan waktu relative terhadap besarnya populasi individu yang sehat pada waktu itu.

ID= 

Jumlah orang-waktu merupakan jumlah dari waktu saat individu masih belum terserang
penyakit.
2.      Prevalens

Noor (2008) menyatakan bahwa Prevalens merupakan angka kejadian penyakit pada populasi
tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Perbedaannya adalah pada pembilangnya yang
meliputi jumah semua orang yang baru sakit dan juga orang telah sakit sebelum masa jeda
tersebut dan masih sakit (kasus lama). Perbedaan yang lain pada penyebutnya meliputi seluruh
populasi tempat kejadian/ penyakit tetapi tidak hanya terbatas pada mereka yang terancam.

Budiarto dan Anggraeni (2003) menyatakan bahwa terdapat dua ukuran dalam prevalens,
yaitu point of prevence (prevalens sesaat) dan periode prevalence (prevalens periode). Magnus
(2007) menyatakan Denominator pada kedua prevalens tersebut adalah jumlah orang di dalam
populasi selama periode waktu yang sama.

a.       Point of prevalence

Point of prevalence adalah jumlah penderita lama dan baru pada suatu saat dibagi dengan jumlah
penduduk pada saat itu dalam persen atau permil (Saepudin, 2011).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Pada point of prevalence, denominatornya adalah jumlah
penduduk total yang diperiksa/diteliti saat itu, dengan rumus sebagai berikut:

Point of Prevalens = 

b.      Periode of prevalence

Prevalensi periode merupakan perpaduan prevalensi titik dan insidensi. Prevalensi periode
adalah probabilitas individu dari populasi untuk terkena penyakit pada saat dimulainya
pengamatan, atau selama jangka waktu pengamatan (Murti, 2013).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Pada period prevalence, denominatornya adalah seluruh
penduduk selama kurun waktu tertentu, dengan rumus sebagai berikut:

PP= 

Menurut Budiarto dan Anggraeni (2003) ukuran prevalensi suatu penyakit dapat digunakan
untuk:

1)      Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantasan penyakit

2)      Penyusun perencanaan pelayanan kesehatan, misalnya penyediaan sarana obat-obatan,


tenaga, dan ruangan

3)      Menyatakan banyaknya kasus yang dapat didiagnosis


Salah satu karakteristik prevalens dan insidens adalah hubungan mereka dapat dikuantifikasi dan
intuitif (Magnus, 2007). Menurut Budiarto dan Anggraeni (2003) angka prevalensi dipengaruhi
tingginya insidensi dan lamanya sakit. Lamanya sakit adalah periode mulai didiagnosanya
penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu sembuh, mati, kronis. Hubungan antara
prevalensi, insidensi, dan lamanya sakit dapat dinyatakan dengan rumus:

P=IxD

Keterangan:

P = prevalensi

I = insidensi

D = lamanya sakit

Tabel 2.2 Perbedaan Insidens dan Prevalens

Insidens Prevalens

Hanya menghitung kasus baru Menghitung kasus yang ada (baru


dan lama)

Tingkat tidak tergantung durasi rata- Tergantung pada rata-rata lama


rata penyakit (durasi) sakit

Dapat diukur sebagai rate atau Selalu diukur sebagai proporsi


proporsi

Merefleksikan kemungkinan Merefleksikan kemungkinan terjadi


menjadi penyakit sepanjang waktu penyakit pada satu waktu tertentu

Sering digunakan bila melakukan Sering digunakan bila melakukan


studi etiologi penyakit studi utilisasi pelayanan kesehatan

3.      Attack Rate

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Attack rate analog dengan Point of Prevalens Rate.


Bila point of prevalens rate digunakan pada penyakit-penyakit yang berlangsung tidak akut
(lama), maka Attack rate justru digunakan pada kejadian akut, yaitu pada letupan atau kejadian
luar biasa (KLB).

Rumus Attack Rate dapat dinyatakan sebagai berikut:

Attack Rate = 
4.      Mortalitas

Bustan (2006) menyatakan bahwa angka kematian adalah suatu ukuran frekuensi terjadinya
kematian dalam suatu populasi tertentu selama suatu waktu tertentu. Angka mortalitas sering
digunakan sebagai salah satu indikator dari tingkat keparahan dan kesakitan (Smink, 2012).
Status derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin dari angka kematian, kesakitan, dan status
gizi. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih cukup
tinggi (Tazkiah dkk, 2013).

Menurut Noor (2008) Beberapa angka kematian yang sering digunakan adalah:

Tabel 2.3 Angka Kematian

Angka kematian Pembilang Penyebut

Angka kematian Jumlah seluruh kematian dalam Jumlah penduduk pertengahan


umum (CDR) setahun tahun

Angka kematian bayi Jumlah kematian bayi (umur<1 Jumlah kelahiran hidup pada
(AKB/IMR) tahun) dalam 1 tahun tahun yang sama

Angka kematian Jumlah kematian neonatal Jumlah kelahiran hidup pada


neonatal (NMR) (umur<29 hari) dalam 1 tahun tahun yang sama

Angka kematian Pembilang Penyebut

Angka kematian Jumlah kematian perinatal (janin Jumlah seluruh kelahiran pada
perinatal (PMR) dalam kandungan usia 28 minggu tahun yang sama
sampai bayi usia 1 minggu) dalam 1
tahun

Angka kematian ibu Jumlah kematian ibu karena proses Jumlah kelahiran hidup tahun
(AKI/MMR) reproduksi dalam 1 tahun yang sama

Angka kematian sebab Jumlah kematian karena satu sebab Jumlah penduduk pertengahan
khusus (SCDR) tertentu dalam satu tahun tahun

Angka kematian pada Jumlah kematian karena penyakit Jumlah penderita penyakit
penyakit tertentu tertentu tersebut pada periode yang
(CFR) sama

C.     Ukuran Kekuatan Hubungan

1.      Relative risk

Salah satu kegunaan epidemiologi adalah mencari penyebab kejadian yang berkaitan dengan
kesehatan suatu populasi. Hubungan sebab akibat tidak hanya membutuhkan adanya hubungan
statistik, namun mempunyai beberapa persyaratan yang salah satunya adalah bukti tentang
keeratan hubungan antara faktor yang dicurigai sebagai akibat faktor tersebut. Keeratan ini
tercermin dari besarnya incidence (risiko) orang-orang yang terpapar dengan faktor itu
dibandingkan dengan incidence di kalangan orang yang tidak terpapar (Saepudin, 2011).

Relative Risk (RR) sesungguhnya adalah rumus asosiasi antara atribut/ karakteristik kelompok
(atau populasi) dengan penyakit tertentu. Relative Risk adalah rasio angka insidensi penyakit
karena pajanan dibandingkan dengan angka insidensi penyakit yang sama tanpa pajanan, dengan
rumus sebagai berikut:

Relative Risk= 

Relative risk digunakan hanya sebagai pengukur peluang (probabilitas). Dengan probabilitas ini
dapat dipertanyakan berapa probabilitas sebagian kelompok menjadi sakit kalau mereka terpajan
dan berapa probabilitas yang tidak kena sakit kalau tidak terpajan (Ryadi dan Wijayanti, 2014).

Contoh soal Relative Risk dalam Ryadi dan Wijayanti (2014):

Suatu bahan cat tertentu bila digunakan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan kanker
kulit. Untuk mewaspadai sifat karsinogenik kini diadakan studi Kohort. Pada penelitian diambil
sampel 1.000 pegawai di perusahaan cat tersebut yang sehari-harinya mengalami kontak
langsung terhadap bahan yang dicurigai sebagai kelompok terpapar. Sebagai kelompok control
adalah mereka yang dianggap tidak terpapar, diambil 2.000 pegawai perusahaan (yang sehari-
harinya tidak mengalami kontak dnegan bahan cat tersebut). Dari kelompok terpapar ternyata
100 di antaranya setelah 10 tahun mengalami kanker kulit. Sebaliknya dalam jangka waktu yang
sama pada kelompok tidak terpapar hanya terdapat 25 orang yang mengalami tanda-tanda kanker
kulit.

Tabel 2.4 Pengaruh bahan zat X terhadap kanker kulit

Kanker Kulit Eksposur (Bahan X) Total

(+) (-)
(+) 100 25 125

(-) 900 1.975 2.875

Total 1.000 2.000 3.000

a.       Kelompok terpapar =  = 0,1

b.      Kelompok tidak terpapar =  = 0,0125

c.       RR=  = 8 kali

d.      Hal ini berarti bahwa mereka yang mengalami kontak langsung dengan bahan cat tersebut
cenderung memiliki peluang 8 kali lebih besar untuk mendapatkan kanker kulit daripada yang
tidak mengalami kontak

2.      Odds ratio

Odds ratio adalah ukuran yang digunakan untuk menjelaskan asosiasi yang didapatkan dalam
penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini menggunakan table 2x2 dengan notasi yang sama untuk
menjelaskannya (Magnus, 2007).

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Dalam penelitian case-control study, apabila tidak terdapat
data insidensi, melainkan data prevalensi, maka rumus RR yang digunakan adalah rumus RR
yang disebut Odds Ratio (OR) sebagai nama sesungguhnya pada case control study.

OR= 

Contoh soal Odds Ratio:

Di suatu RW terjadi wabah demam berdarah yang ditandai dengan panas tinggi 3-5 hari. Diduga
kuat bahwa penyebab DHF ini dimungkinkan karena adanya container di rumah-rumah
penduduk yang tidak higienis. Peristiwa ini baru satu bulan kemudian sempat dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Tingkat II. Untuk ini Dinas Kesehatan mengadakan penelitian dengan
mengambil sampel di lapangan. Dari 240 soma yang anggotanya pernah menderita panas
ternyata 200 soma yang memiliki container yang berserakan. Sebaliknya pada 220 soma yang
tidak mengalami keluhan pada anggota keluarganya ternyata hanya 20 soma yang memiliki
container yang tidak dikuras.

Tabel 2.5 Hubungan Kontainer dan Timbulnya DHF

Pemilikan Kontainer dalam Penyakit DHF (keluhan panas 3-5 hari) Total
Soma (+) (-)

(+) 200 20 220

(-) 40 200 240

Total 240 220 460

Rasio (angka) DHF pada kelompok:

a.       Terekspos = 

b.      Non terekspos = 

c.       Rasio ODDS =  = 50 kali

d.      Dengan diketemukan ODDS 50 kali berarti bahwa rumah tangga (soma) yang memelihara
container mempunyai kesempatan 50 kali untuk dijangkiti DHF pada anggota keluarganya

3.      Ukuran dampak potensial

a.       Attribute fraction (exposed)

Bila suatu faktor menjadi penyebab penyakit, pasti ada penderita yang dapat dihindarkan bila
faktor tersebut dihilangkan dari populasi. Proporsi penderita yang dapat dihilangkan adalah
sebesar (incidence yang terpapar-incidence tak terpapar) atau attribute
risk dibagi incidence terpapar, atau dapat dituliskan:

Attribute fraction exposed = 

Ukuran ini sangat berguna dalam menentukan prioritas masalah dalam program kesehatan
masyarakat, maka faktor attribute fraction yang besar yang mendapat prioritas lebih tinggi dalam
penanggulangan (Saepudin, 2011).

b.      Population attribute risk

Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Population attribute risk merupakanattribute


risk keseluruhan penduduk dalam daerah penelitian yang terekspos. Besarnya Population
attribute risk (P.AR) sama dengan attribute risk dikalikan dengan proporsi kasus mereka
terekspos terhadap total kasus (baik terekspos maupun non-terekspos), yang kemudian hasilnya
dibagi oleh insidens total penderita-tahun.
P.AR = 

Contoh soal Attribute Fraction dan Population Attribute Risk dalam Ryadi dan Wijayanti (2014):

Tabel 2.6 Hubungan merokok dengan insiden stroke pada penelitian Kohort terhadap 118.530
wanita

Kategori merokok Jumlah Jumlah orang- Insiden stroke


kasus tahun pada (rate) per
stroke pengamatan (8 100.000
tahun) orang/tahun

1.      Tidak pernah 70 395.594 17.7


merokok

2.      Eks- perokok 65 232.712 27.9


(pernah merokok)

3.      Perokok 139 280.141 49.6

Total 274 908.447 30.2

1)      Attribute Risk = 49,6-17,7 = 31,9 kasus per 100.000 penduduk

2)      Attribute Fraction =  x 100% = 64%

3)      Population Attribute Risk = 

=  x 100%

= 53%

4)      Kesimpulannya adalah kurang lebih 53% dari semua kasus stroke di dalam masyarakat
dapat dicegah bila perokok (eksposur) dihentikan seluruhnya
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ukuran dalam epidemiologi digunakan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam


mengolah data-data. Hasil dari pengolahan data-data dapat membantu dalam mengidentifikasi
wabah, menghitung kebutuhan pelayanan kesehatan, masalah keterjangkauan, perubahan
diagnosis, dan mengamati perubahan dalam pengobatan. Beberapa ukuran dalam epidemiologi
yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masayarakat antara lain ukuran dasar
epidemiologi, ukuran frekuensi epidemiologi, dan ukuran kekuatan hubungan dimana ketiganya
memiliki karakteristik yang berbeda.
B.     Saran

Hasil dari data yang telah diolah menggunakan ukuran dalam epidemiologi seharusnya
digunakan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Petugas kesehatan bersama pemerintah sebaiknya juga mengevaluasi program
kesehatan yang sudah berjalan dan merencanakan progam berkelanjutan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pengambilan data yang akurat memerlukan kerjasama dari semua
pihak baik masyarakat, petugas kesehatan, maupun pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko, dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

Djaja, Sarimawar. 2012.”Transisi Epidemiologi di Indonesia dalam Dua Dekade Terakhir dan
Implikasi Pemeliharaan Kesehatan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga, Suskernas,
Riskesdas (1986-2007)”.Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Nomor 142.

Hasmi. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta: Trans Info Media.

Lapau, Buchari. 2009. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Magnus, Manya. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


Murti, Bhisma. 2013. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi: Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

Ryadi, A.L. Slamet dan Wijayanti, T. 2014. Dasar-dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika

Saepudin, Malik. 2011. Prinsip-Prinsip Epidemiologi. Jakarta: Trans Info Media.

Smink, Frederique R.E, Daphne van Hoeken, dan Hans W. Hoek. 2012. “Epidemiology of
Eating Disorders: Incidence, Prevalens and Mortality Rates. Springer Current Psychiatry. Nomor
14(4): 406-414.

Tazkiah, dkk. 2013. “Determinan Epidemiologi Kejadian BBLR pada Daerah Endemis Malaria
di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan”. Epidemiological Determinants Low

Anda mungkin juga menyukai