Anda di halaman 1dari 3

Neuroplastisitas

1. Pendahuluan

Otak manusia adalah sebuah jaringan neuron (sel-sel yang menerima dan
meneruskan sinyal – sinyal elektrokimiawi) yang luar biasa rumit. Terdapat 100
miliar neuron yang tersusun secara kompleks, dengan 100 triliun hubungan yang di
duga terlibat di dalamnya, dan dengan alur – jalur sinyal neural yang jumlahnya
hampir tak terhingga, yang membuatnya luar biasa sulit dipahami secara
komprehensif. Selama dua decade terakhir ini penelitian dengan jelas menunjukkan
bahwa otak manusia bukanlah sebuah jaringan neuron yang statis – tidak dapat
berubah, tetapi sebuah organ yang plastis (dapat berubah) yang terus tumbuh dan
berubah selama merespons berbagai program genetic dan pengalaman.
Secara fisiologis plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak
melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas
merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi
terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf
(neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive) , perubahan struktur neuron saraf
dan organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan
kematangan sistem saraf. Penemuan neuroplastisitas ini, disebut-sebut sebagai salah
satu penemuan paling berpengaruh di bidang neurosains modern terutama dalam
pengembangan terapi dan rehabilitasi pasien-pasien dengan kerusakan otak akibat
penyakit yang menyerang otak maupun trauma pada kepala.

Manusia tidak lepas dari sifatnya yang selalu ingin tahu mengenai berbagai hal. Rasa
ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar terkadang bersifat
sederhana dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari
dengan rasa ingin tahu tentang apa, sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat
kompleks meliputi kelanjutan pemikiran tentang bagaimana peristiwa tersebut dapat
terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi, serta manfaat apa yang didapat dari
mempelajari peristiwa tersebut. Ketiga hal diatas merupakan aspek utama dari
filsafat ilmu
Sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, perlu suatu tinjauan sederhana dari sudut
pandang filsafat ilmu yang membahas mengenai neuroplastisitas. Tinjauan ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang hakikat, perkembangan dan tujuan
serta manfaat neuroplastisitas bagi masyarakat.

- Neuroplastisitas
- Peranan neuroplastisitas dlm kehidupan
- Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep,
sangka wacana, dan postulat mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar
keempirisan, kerasionalan, dan pragmatisan.
Dalam filsafat ilmu, suatu disiplin ilmu dapat dinya- takan sebagai
pengetahuan, jika memenuhi landasan on- tology yang mencakup
apa/hakikat ilmu/kebenaran/ Ilmiah, epistemology mencakup metode dan
paradigma serta aksiologi mencakup tujuan/nilai-nilai imperatif/sikap

(attitude).12 Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. (Suriasumantri, 1982).
Sama halnya ketika meninjau neuroplastisitas sebagai pengetahuan dan
membedakannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan melalui cara
lain. Neuroplastisitas memang masih kurang familiar di Indonesia karena kajian
penelitian mengenai hal ini masih sangat terbatas di Indonesia. Namun sebagai suatu
ilmu yang telah diakui secara luas, neuroplastisitas berkembang seiring kompleksitas
permasalahan yang ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah
dan perlahan menunjukkan eksistensi ilmu ini ke arah kemapanan.

- Ontologi
Ontologi didefinisikan sebagai studi tentang konsep realitas yang dijelaskan
oleh suatu disiplin ilmu. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang
menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri esensial obyek yang berlaku umum. Ontologis
ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh indera manusia. Jadi
kajian ontologis masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau obyeknya bersifat
empiris dapat berupa material, seperti ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan
dan manusia itu sendiri (Supriyanto, 2003).

Plastisitak otak atau neuroplastisitas diartikan sebagai kemampuan otak untuk


berubah, melakukan remodeling, dan reorganisasi dengan tujuan untuk
mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi
baru. Kemampuan otak ini berlangsung disepanjang kehidupan suatu individu.

obyek yang ditelaah pada neuroplastisitas merupakan remodeling atau reorganisasi saraf di otak
untuk beradaptasi terhadap situasi baru. Hal dapat dilihat pada berbagai tingkat analisis mulai
dari perilaku sampai tingkat molekular

dan seksual manusia terutama permasalahan-permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan
indera, dan penyakit ataupun gangguan yang mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi
wujud dari obyek tersebut haruslah dapat dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit, dan
bagaimana pengaruhnya pada produktifitas individu manusia secara keseluruhan. Gangguan apa
yang terjadi pada sistem reproduksi maupun seksual. Solusi kongkrit apa saja, guna
menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas manusia yang bersangkutan.

Sedangkan hubungan wujud obyek telaah ilmu kedokteran reproduksi dengan daya tangkap
manusia adalah bersifat sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi bisa memperburuk fungsi organ
reproduksi dan seksual, seperti terjadinya proses penuaan, perilaku yang beresiko, munculnya
keganasan sel, kriminalitas biologi, ketimpangan gender, buruknya higienis pribadi dan
rendahnya sanitasi lingkungan dan lainnya. Sebaliknya dengan menerapkan pola hidup yang
bersih dan sehat, menghindari penyebaran infeksi, menjaga kebugaran tubuh, memperbaiki
higienis dan sanitasi, serta menghormati hak asasi bisa menjadi pilihan ampuh untuk kondisi
kesehatan yang lebih baik.

Plastisitas otak dapat dilihat pada berbagai tingkat analisis mulai dari perilaku
sampai tingkat molekular.

Anda mungkin juga menyukai