Anda di halaman 1dari 3

“Susah Berkarya, Plagiasi Solusinya.” Benarkah?

Oleh

Isma Aliyah Rahmawati

Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unesa

Dunia memang sudah sangat modern. Tidak perlu susah memikirkan kata-kata yang
bagus untuk merayu pasangan. Cukup dengan Googling saja, semua sudah tersedia. Begitupun
juga saat mengerjakan tugas dari Dosen, tidak sedikit dari para mahasiswa yang mengandalkan
“Mbah Google” sebagai acuan atau referensi. Namun, dengan mengatasnamakan referensi
mereka tanpa sadar telah melakukan plagiasi. Banyak plagiator yang tidak menyadari
perbuatannya, sebab itulah plagiarisme sudah mendarah daging di Indonesia Khususnya di
kalangan mahasiswa.

Menurut Dr. Anas Ahmadi M.Pd, Plagiasi pada hakikatnya yaitu mengambil tulisan
orang lain (dalam bentuk ide, kata, kalimat, paragraf atau utuh) tanpa mencantumkan nama
penulis asli dan mengakuinya sebagai tulisannya sendiri. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, plagiasi adalah pengambilan karangan atau pendapat orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan atau pendapat sendiri, misalnyaa menerbitkan karya tulis
orang lain atas nama dirinya sendiri;jiplakan. Plagiarisme merupakan sebuah fakta yang sering
terjadi di kalangan akademis. Ternyata bukan hanya mahasiswa dan dosen saja, guru besarpun
ternyata juga pernah melakukan plagiasi. Bahkan banyak dosen dan guru besar dibeberapa
Universitas yang ada di indonesia terjerat kasus Plagiasi. Hal tersebut ramai diberitakan di
media elektronik beberapa waktu lalu.

Plagiasi atau plagiarisme secara tidak langsung dapat diartikan sebagai pencurian karya.
Banyak orang diluar sana bersusah payah menuangkan ide dan pikirannya dalam tulisan dengan
tujuan salah satunya yaitu supaya bisa bermanfaat bagi setiap orang. Namun bermanfaat dalam
hal ini bukan berarti mereka menyerahkan karyanya begitu saja untuk kita salin kedalam karya
kita. Apalagi saat ini zaman semakin modern, semua orang bisa menuangkan ide dan pikirannya
di media sosial. Kita sebagai penikmat akan sangat mudah mengakses dan membaca karya-
karya mereka hanya melalui media elektronik. Tidak hanya itu, kita juga bisa memanfaatkan
karya mereka dalam mengerjakan tugas. Tapi, bukan berarti kita menyalin tulisannya begitu
saja. Kita harus menyertakan nama penulisnya, agar kita tidak tergolong plagiator/mencuri
karya orang lain.

Namun, tidak semua tulisan yang menyalin adalah plagiasi, karena jika menyalin
informasi yang bersifat umum atau dikenal dengan istilah common knowledge bukan termasuk
jenis plagiasi. Pengetahuan umum yang telah diketahui oleh masyarakat banyak tidak perlu
dikutip dalam tulisan akademik, karena informasi itu sudah diketahui oleh banyak orang dan
bersifat umum. Selain mengetahui jenis bukan plagiasi, seorang akademik juga harus
mengetahui jenis-jenis plagiasi, agar tidak terjerat dalam kasus plagiarisme, karena jika sudah
terjerat kasus plagiasi maka tidak akan jauh dari kata sanksi. Sanksi yang akan didapatkan jika
melakukan plagiasi bermacam-macam, ada yang berat, ringan dan sedang. Selain sanksi pidana,
ada juga sanksi denda yang harus dibayar. Hal tersebut sesuai dengan tulisan yang dijelaskan
oleh Creutz (2010) bahwa plagiasi adalah tindakan kriminal. Karena itulah ada hukuman
pidananya. Tidak hanya itu, dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 25 ayat 2 berbunyi “Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupkan jiplakan dicabut gelarnya”
dan dalam pasal 70 yang berbunyi “Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat
(2) terbukti merupakan jiplakan pidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau
pidana denda paling banyak 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Plagiasi yang dilakukan
dengan unsur sengaja lebiih banyak terjadi di kalangan masyarakat, daripada plagiasi karena
unsur ketidaksengajaan. Namun, banyak dari para plagiator yang pura-pura tidak sengaja
melakukan plagiasi.

Untuk itu kita sebagai akademisi seharusnya mengetahui etika dalam menulis dan
berkarya agar kita tidak terjerat dalam kasus plagiarisme. Jika kita sudah mengetahui etika
dalam menulis, maka kita bisa menulis secara sehat dan aman. Dan jika kita sudah mencapai
batas kemampuan berpikir dalam berkarya, seharusnya kita berhenti dulu dan mencari referensi
untuk bahan tulisan kita, sampai menemukan titik nyaman dan termotivasi untuk melanjutkn
tulisan kembali. Jangan sampai kita berhenti berusaha dan memilih untuk mencuri karya orang
lain, karena itu adalah hal yang tidak diperbolehkan dalam akademis maupun non akademis.
Terkadang, orang yang memiliki intelektualitas tinggi yang menghasilkan penjahatan akademis
(plagiasi) tingkat tinggi. jika seseorang berkeinginan untuk terkenal dan malas berpikir, mereka
terkadang memilih untuk mencuri karya orang lain. Padahal hal tersebut bukanlah hal yang
benar. Banyak orang yang ingin berkarya dan terkenal di dunia maya maupun nyata. Namun,
terkadang mereka tidak mempedulikan konsekuensi yang akan ia dapatkan. Jika kalian susah
dan lelah dalam berkarya, istirahatlah. Jangan pernah menyerah apalagi mencuri karya. Karena
hal dampak positifnya tidak seberapa dibandingkan dampak negatif yang akan kita terima.

Sumber :

Ahmadi, Anas. 2009. Buku Ajar : Seni Menulis Nonfiksi dan Fiksi. Surabaya : Tankali.

Creutz, Robert. 2010. Plagiarism Punishment. http://www.ithenticate.com/plagiarism-detection-


blog/bid/52974/Plagiarsm-Punishment#.W6BWqOgzbIU(online), diakses tanggal 15 September
2018

Anda mungkin juga menyukai