Anda di halaman 1dari 3

Budidaya Ikan Lele Dengan Menerapkan

Sistem Bioflok
Berita Pertanian , Iptek
Budidaya Ikan Lele Dengan Menerapkan Sistem Bioflok - Inovasi dan modifikasi teknologi
manjadi suatu hal yang wajib untuk meningkatkan mutu dan kwantitas produksi, demi
pemenuhan kebutuhan pasar yang semakin meningkat. Demikian juga yang terjadi pada sektor
Perikanan. Semakin sempitnya lahan, pencapaian target laba dan permintaan pasar yang terus
meningkat adalah faktor-faktor yang menuntut para ilmuwan dan pakar di bidang masing masing
untuk melakukan penelitian untuk mencari inovasi baru yang lebih baik.

Contohnya adalah Paguyuban Mina Pantura (Pantai Utara), di kawasan Pantura Pemalang–
Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka melakukan pembesaran lele super intensif dengan aplikasi
teknologi bioflok, manajemen pakan yang baik, pemilihan strain ikan yang tepat dan pemilihan
probiotik yang handal.
Hasilnya,dengan luas tanah tidak lebih dari 100 m2 mampu diproduksi lele konsumsi sebanyak 4
ton per bulan. Keuntungan kotor mencapai Rp 8–10juta. Berikut adalah kiat-kiatnya.

Teknologi Bioflok

Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein
tinggi dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas.  Kegiatan tersebut cukup
berisiko jikakurang tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam
jumlah besar yang memacu peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta
perkembangan bakteri patogen. Limbah organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun
padatan (suspended) tersebut juga berpotensi menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan
organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola dengan baik.

Limbah cair akuakultur memiliki kandungan unsur nitrogen terlarut sangat tinggi, dalam bentuk
amonia, nitrit,dan nitrat. Jika dibuang langsung ke perairan umum atau digunakan kembali ke
kolam budidaya bisa menyebabkan kematian ikan serta eutrofikasi yang menyebabkan gangguan
ekosistem.
Di sisi lain, nutrien yang terkandung tersebut berpotensi sebagai media bagi pengembangan
pakan alami yang bisa menambah nilai ekonomis limbah tersebut. Selain itu, populasi
mikroorganisme yang ada dalam limbah cair merupakan potensi besar karena bisamenjadi
makanan alami bagi sejumlah spesies ikan budidaya seperti nila, udang vannamei, dan udang
galah. Dan ternyata, lele pun memakan bioflok sehingga kebutuhan pakan bisa ditekan.

Terkait hal ini beberapa hal yang perlu dipahami mengenai konsep teknologi bioflok adalah
sebagai berikut. :

1. Pemberian pakan berprotein tinggi mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N) organik,
seperti amonia dan nitrit, karena hanya 20–25% protein pakan yang terkonversi menjadi protein
ikan,

2. amonia dan nitrit toksik bagi ikan sehingga menghambat pertumbuhan dan menyebabkan
kematian,

3. penambahan sumber karbon (C) organik, dalam bentuk molase (tetes tebu), tepung tapioka,
tepung terigu, meningkatkan rasio C:N diatas 10 sehingga bakteri heterotrof berkembang,
4. bakteri heterotrof lebih efektif mengkonversi N di air media menjadi biomassa sel
dibandingkan fitoplankton,

5. densitas bakteri heterotrof yang tinggi membentuk flok “bioflok” yang bisadimanfaatkan
sejumlah spesies ikan sebagai sumber pakan tambahan,

6. agar sistem bioflok berjalan baik maka suplai oksigen (minimum 5 mg/L) dan pengadukan
harus dilakukan.

Selain itu, pemilihan jenis bakteri sangat utama terhadap keberhasilan sistem bioflok, karena
tidak semua bakteri mampu membentuk flok.  Bakteri positif—yangselama ini dikenal sebagai
probiotik—merupakanpilihan tepat dalam penerapan budidaya sistem bioflok, satu di antaranya
Bacillus subtillis.
Download Ebook Budidaya Lele Sangkuriang klik : DISINI

Budidaya Ikan Lele Mina Pantura

Pemilihan jenis bakteri.Mikroba dengan kemampuan remediasi tinggi merupakan kunci utama
keberhasilan penerapan sistem bioflok.  Dengan waktu pembelahan diri yang cepat (generation
time 10–12jam) maka populasi bakteri heterotrof akan sangat cepat.

Bakteri yang dikenal handal sebagai remediator bahan organik adalah Bacillus sp.  Tanpa
mengkultuskan jenis probotik yang dipakan (gambar 4), namun berdasarkan komposisi bakteri
penyusunnya maka sangat logis kalau produk tersebut efektif digunakan sebagai agensia
perombaklimbah organik dalam sistem bioflok.
Manajemen pakan. Selain pemilihan jenis pakan yang tepat, ada teknik tertentudalam
pengolahan pakan sebelum digunakan. Yaitu melalui penerapan sistem fermentasi pakan
sehingga nilai kecernaan pakan meningkat.

Fermentasi dilakukan dengan menambahkan probiotik sebanyak 4 ml/Kg pakan, dibiarkan


selama 2–7hari dalam tempat oksigen terbatas (an aerob).  Pada hari ke-3 fermentasi,ternyata
pakan sudah ditumbuhi mikroba sehingga berwarna keputihan.

Berdasarkan pengalaman, pakan yang telah difermentasi tersebut memberikan hasil positif,
berupa ikan yang sehat. Kebalikannya pemberian pakan tanpa difermentasi berakibat pada
banyaknya ikan yang luka. Alhasilterciptalah sistem budidaya lele hemat pakan, karena FCR-nya
0,7 – 0,8.

Untuk menghemat biaya pakan dilakukan beberapa langkah khusus. Yaitu 1) penggunaan pakan
dengan kadar protein tinggi (28–31) dihentikan dan diganti dengan pakan dengan kadar protein
rendah, 22–24 setelah flok terbentuk dan 2) pemuasaan sehari tiap minggu setelah flok terbentuk
(kandungan flok 150 mL/L media).

Manajemen air.  Sistem bioflok bukan berarti tanpa ganti air, karena jikadensitas flok terlalu
tinggi berbahaya bagi keseimbangan sistem, khususnya kadar oksigen terlarut akan sangat
rendah, sehingga ikan rawan stres dan kematian.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada beberapa bak pemeliharaan ikan lele, diketahui
bahwa sistem tersebut cukup ideal, dengan level pH 8,0 – 8,1; oksigen terlarut 1,8 mg/L (bagian
atas) dan 2,1 mg/L (bagian tengah); kadar nitrit 0 mg/L, dan kadar nitrat 0 mg/L.
Sumber : Majalah Trobos

Anda mungkin juga menyukai