Anda di halaman 1dari 32

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan yang sangat sentral dalam meningkatkan kualitas


daya manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), misalnya
menunjukkan akan peran strategis pendidikan dalam pembentukan SDM yang
berkualitas. Karakter manusia Indonesia yang diharapkan menurut undang-undang
tersebut adalah manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, maju, cerdas, kreatif, trampil, disiplin, profesional, bertanggung
jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Upaya efektif untuk membentuk
karakter manusia seperti ini dapat dilakukan peningkatan kualitas pendidikan.

Pada era informasi global seperti sekarang ini, semua pihak memungkinkan
mendapatkan informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber
dan berbagai penjuru dunia. Untuk itu, manusia dituntut memiliki kemampuan
dalam memperoleh, memilih, mengelola, dan menindaklanjuti informasi itu untuk
dimanfaatkan dalam kehidupan yang dinamis, syarat tantangan, dan penuh
kompetisi. Ini semua menuntut kita memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif,
logis, dan sistematis. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran matematika karena tujuan pembelajaran matematika disekolah
menurut Depdiknas (2004) adalah (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan, (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen,
orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3)
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan (4) mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi dan kurikulum pendidikan dasar,
memainkan peranan strategis dalam pengingkatan kualitas SDM Indonesia.
2

Mengingat peranannya yang sangat penting dalam proses peningkatan SDM,


maka upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika memerlukan perhatian
yang serius. Upaya ini menjadi sangat penting mengingat beberpa penilitian yang
menerangkan bahwa hasil pembelajaran matematika di sekolah belum
menunjukan hasil yang memuaskan (Djazuli, 1999). Rendahnya hasil yang
dicapai dalam evaluasi nasional matematika ini, menunjukkan bahwa kualitas
pemahaman siswa dalam matematika masih relatif rendah. Pemahaman dalam
matematika sudah sejak lama menjadi isu penting. Tidak sedkit hasil riset dan
pengkajian dalam pembelajaran matematika berkonsentrasi dan berupaya
menggapai pemahaman, namun sudah diyakini oleh kebanyakan bahwa untuk
mencapai pemahaman dan pemaknaan matematika tidak segampang membalik
telapak tangan.

Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa menurut


hasil survey IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung adalah karena dalam proses
pembelajaran guru masih memakai pembelajaran konvensional yang bercirikan
berpusat pada guru dan juga guru menjelaskan matematika melalui metode
ceramah, sehingga siswa menjadi pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul,
berorientasi pada satu jawaban yang benar, dan aktivitas kelas yang sering
dilakukan adalah mencatat dan menyalin. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak
mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah,
penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis atau hal ini biasa disebut sebagai
berpikir matematis. Kemampuan berpikir matematis merupakan kemampuan
dalam menalarkan suatu masalah, kemampuan untuk menemukan metode yang
harus digunakan, kemampuan menggunakan metode tersebut dan mendapatkan
kesimpulan yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan ini
berhubungan dengan daya matematis yaitu kemampuan seseorang untuk mampu
menghubungkan fakta dan bukti sehingga memungkinkan sampai pada suatu
kesimpulan yang tepat.Oleh karena kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan
hanya mendorong siswa untuk berpikir pada tataran tingkat rendah, maka
kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sangatlah lemah. Menyikapi
permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan penulis diatas, maka
3

kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi ini sangatlah diperlukan dalam


meningkatkan prestasi belajar dan praktek pembelajaran siswa dikelas.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi


modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan
daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.  Untuk
menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini. Mengingat pentingnya peranan matematika ini,
upaya untuk meningkatkan sistem pengajaran matematika selalu menjadi
perhatian,khususnya bagi pemerintah dan ahli pendidikan matematika. Salah satu
upaya nyata yang telah dilakukan pemerintah terlihat pada penyempurnaan
kurikulum matematika.Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun
2007 tentang Standar Nasional Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem
dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum.

Menurut Rohana (2011:111) Dalam memahami konsep matematika diperlukan


kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Sedangkan saat ini
penguasaan peserta didik terhadap materi konsep – konsep matematika masih
lemah bahkan dipahami dengan keliru. Sebagaimana yang dikemukakan
Ruseffendi (2006:156) bahwa terdapat banyak peserta didik yang setelah belajar
matematika, tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana
sekalipun, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika
dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan sulit.

Padahal pemahaman konsep merupakan bagian yang paling penting dalam


pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan Zulkardi (2003:7) bahwa ”mata
pelajaran matematika menekankan pada konsep”. Artinya dalam mempelajari
matematika peserta didik harus memahami konsep matematika terlebih dahulu
agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran
4

tersebut di dunia nyata.Konsep-konsep dalam matematika terorganisasikan secara


sistematis, logis, dan hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling
kompleks. Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan dasar
untuk belajar matematika secara bermakna.

B. Rumusan Masalah

Adapaun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :


1. Apakah definisi dari berpikir?
2. Apakah definisi dari berpikir matematis?
3. Apakah definisi berpikir matematis tingkat tinggi?
4. Apa definisi kemampuan pemahaman konsep matematis?
5. Mengapa kemampuan pemahaman konsep matematis sangatlah penting ?
6. Bagaimana mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis ?
7. Apa saja indikator kemampuan pemahaman konsep matematis ?
8. Bagaimana implementasinya dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui definisi berpikir.
2. Untuk mengetahui definisi berpikir matematis.
3. Untuk mengetahui definisi berpikir matematis tingkat tinggi.
4. Untuk mengetahui definisi kemampuan pemahaman konsep matematis.
5. Untuk mengetahui pentingnya kemampuan pemahaman konsep matematis.
6. Untuk mengetahui cara mengembangkan kemampuan pemahaman konsep
matematis.
7. Untuk mengetahui indikator kemampuan pemahaman konsep matematis.
8. Untuk mengetahui implementasinya dalam pembelajaran matematika.
5

II. PEMBAHASAN

A. Berpikir

Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian berpikir baik secara umum


maupun khusus. Soemanto (2006: 31) mendefinisikan bahwa berpikir mempunyai
arti yaitu meletakkan hubungan antarbagian pengetahuan yang diperoleh manusia.
Adapun yang dimaksud pengetahuan disini mencakup segala konsep, gagasan,
dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh manusia. Berpikir merupakan
proses yang dinamis yang menempuh tiga langkah berpikir yaitu, pembentukan
pengertian, pembentukan pendapat dan pembentukan keputusan. Berdasarkan
definisi tersebut, berpikir dapat diartikan sebagai pengetahuan awal yang dapat
diperoleh dengan cara menghubungkan antara satu dengan yang lainnya baik
berupa konsep, gagasan, ataupun pengertian sehingga baru terbentuk suatu
kesimpulan.

Dalyono (2007: 224) mengemukakan berpikir termasuk aktivitas belajar, dengan


berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu
tentang hubungan antar sesuatu. Menurut Dalyono (2007: 224) dengan berpikir
diharapkan seorang siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari permasalahan
yang diberikan oleh guru dengan begitu diharapkan siswa akan lebih jauh
mengerti dan memahami materi yang diberikan oleh guru. Selain itu pendapat
menurut para ahli mengenai berpikir itu bermacam-macam, misalnya dari ahli
psikologi asosiasi yang menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan
tanggapan-tanggapan dimana subyek yang berpikir pasif. Pengertian dari subjek
yang berpikir pasif adalah siswa, sehingga dalam pembelajaran diharapkan guru
yang aktif, siswa hanya menyimpulkan dari semua penjelasan materi yang telah
diberikan oleh guru. Sehubungan dengan pendapat Plato dalam Suryabrata (2001:
6

54), mengatakan bahwa berpikir adalah aktivitas ideasional. Kemudian Plato juga
beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam hati. Berdasarkan
pendapat terakhir dari Plato dikemukakan dua kenyataan yaitu,
(1)Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subyek yang berpikir aktif.
(2)Bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris atau motoris,
walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir itu mempergunakan
abstraksi-abstraksi atau “ideas”.

Berdasarkan pendapat Plato dalam Suryabrata (2001: 54) yaitu agar guru lebih
menekankan kepada siswa untuk lebih banyak melakukan aktivitas pada saat
pembelajaran misalnya praktikum. Dalam menjelaskan materi diikuti dengan
melakukan praktikum yang diaplikasikan langsung dalam kehidupan sehari- hari
diharapkan siswa atau subyek dapat berpikir aktif serta lebih memahami materi
yang diberikan. Sehingga dapat disimpulkan berpikir adalah suatu proses yang
dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.

Berdasarkan pendapat Dewey dalam Nasution (2008: 71) berpikir yaitu “sebagai
proses relektif yang pada dasarnya tak berbeda dengan berpikir ilmiah”. Maksud
dari berpikir relektif yaitu menggabungkan antara proses induktif dan proses
deduktif. Berpikir induktif yaitu pengumpulan data sedangkan proses deduktif
yaitu mencari, menganalisis, dan menguji hipotesis. Perbedaan antara berpikir
ilmiah dengan berpikir relektif yaitu berpikir relektif dapat digunakan untuk
memecahan berbagai macam masalah termasuk masalah sosial. Adapun langkah-
langkah pemecahan masalah menurut Dewey dalam Nasution (2008: 71) yaitu
sebagai berikut.
(1) Mengenal dan merumuskan masalah.
(2) Merumuskan hipotesis itu yaitu memungkinkan jawaban dalam bentuk
generalisasi yang ditemukan sendiri yang harus diuji kebenarannya.
(3) Menyelidiki implikasi hipotesis dengan mengumpulkan data atau
pengetahuan.
(4) Mengetes hipotesis dengan menguji implikasi atau konsekuensi hipotesis
berdasarkan data atau pengalaman.
(5) Mengambil kesimpulan yaitu menerima hipotesis, menolaknya,
7

memodifikasinya, atau menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada belum


dapat diambil kesimpulan.

Apabila seorang siswa telah berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan


yang dihadapi, maka pada diri siswa tersebut terjadi suatu proses berpikir yang
menurut Suryabrata (2001: 54-55) “melalui tiga tahap yaitu pembentukan
pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan”. Seorang siswa
dalam berpikir dan saat memecahkan suatu permasalahan maka siswa akan
melalui tiga tahapan sebelum terbentuknya suatu kesimpulan yaitu diawali dengan
pembentukan pengertian, pembentukan pendapat barulah terbentuk suatu
keputusan atau kesimpulan. Selanjutnya tugas dari seorang guru yaitu dituntut
untuk mampu mengembangkan kemampuan berpikir setiap siswanya, dengan
harapan siswanya akan mampu memecahkan masalah dan dapat memberikan
pendapat sehingga terbentuklah suatu kesimpulan. Seorang siswa yang mampu
memecahkan suatu permasalahan serta dapat menyelesaikannya baik maka dapat
dikatakan kemampuan berpikir dan kerja pikir siswa tersebut baik yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Beberapa Macam Tingkat Berpikir


Tingkat Nama tingkat berpikir Macam kerja yang diajarkan
5 Evaluasi Berpikir kreatif atau berpikir
memecahkan masalah.
4 Analisis dan sintesis Berpikir mengursikan dan
menggabungkan
3 Aplikasi Berpikir menerapkan

2 Komprehensi Berpikir dengan konsep

1 Pengetahuan Belajar reseptif dan menerima

Berdasarkan Tabel 2.1 seorang siswa dalam hal tingkat berpikir dimulai dari
tingkat yang paling rendah terlebih dahulu yaitu dari pengetahuan dimana siswa
menerima konsep kemudian siswa mampu mengenal konsep, menerapkan konsep,
menggabungkan beberapa konsep selanjutnya pada tingkat terakhir siswa telah
dapat memecahkan masalah.
8

Proses berpikir akan terjadi dalam diri siswa jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menggunakan kemampuan berpikirnnya dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada siswa yang bertujuan untuk mampu merangsang
kemampuan berpikir siswa. Kemampuan siswa dapat ditingkatkan salah satunya
dengan guru memberikan pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir. Salah satu aspek guru yang
menunjang untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Carin (1997: 102) yaitu “kemampuan guru mengajukan
pertanyaan dapat merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa”. Selain
itu Carin (1997: 2) juga menyatakan bahwa “kita belajar dengan berpikir, hanya
dengan berpikir kita menjadi kreatif, jika diberi kesempatan untuk menjadi
kreatif”.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Carin agar terjadinya suatu proses
berpikir dalam diri seorang siswa, seorang guru juga harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan pikirannya dengan memberikan
pertanyaan kepada siswa yang bertujuan siswa tersebut dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya. Mengetahui berkembangannya kemampuan berpikir
yang dimiliki seseorang seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2008: 23) yang
menyatakan “…pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan
kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi, … pelajaran
yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi yang
tinggi.” Berdasarkan penjelasan di atas untuk mengembangkan kemampuan
intelektual atau berpikir siswa dapat dilihat dari hasil pelajaran eksak yaitu
matematika, fisika, kimia, dan biologi karena pelajaran ini dianggap siswa
termasuk pelajaran yang sulit disebabkan siswa memerlukan intelegensi yang
tinggi untuk dapat mengerti, memahami, dan memecahkan masalah pada pelajaran
tersebut.

Selain siswa diajak untuk menggunakan kemampuan berpikirnya dengan


memberikan suatu permasalahan, seorang guru juga sangat berpengaruh terhadap
berkembangnya kemampuan berpikir setiap siswanya. Karena suatu pembelajaran
9

dapat dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang diperoleh siswa diperoleh
secara maksimal. Sehingga seorang siswa dituntut untuk dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya dalam memecahkan suatu permasalahan dan mampu
menyelesaikannya dengan baik, maka siswa tersebut dapat dikatakan memiliki
kemampuan berpikir yang baik.

Sebenarnya kemampuan berpikir seorang siswa dapat dilatih sejak usia dini sesuai
dengan pendapat Nasution (2008: 24) “kemampuan berpikir adalah sekumpulan
ketrampilan yang kompleks yang dapat dilatih sejak usia dini”. Tetapi banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan berpikir siswa, Kemampuan
berpikir seorang siswa sebenarnya dapat ditingkatkan, salah satunya dengan
memberikan pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan serta
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

B. Berpikir Matematis

Schoenfeld (Fajri, 2017) menyatakan bahwa berpikir matematis merupakan proses


konmengembangkan sudut pandang matematis-menghargai proses matematisasi
serta memiliki keinginan kuat untuk menerapkannya, dan mengembangkan
kompetensi dan melengkapi diri dengan segenap perangkap, lalu pada saat yang
sama menggunakan perangkat tersebut untuk memahami struktur pemahaman
matematika. Berdasarkan asumsi tersebut, konsep matematis menjadi suatu hal
yang bersifat praktis dalam proses pembelajarannya melalui keinginan untuk
menerapkannya. Konsep-konsep matematis yang dipelajari divisualisasikan secara
kontekstual untuk dapat menjembatani pengetahuan siswa dalam memahami hal-
hal abstrak secara konkrit dalam pembelajarannya. Dengan demikian kompetensi
matematis yang diharapkan untuk dapat dikuasai siswa dalam dipelajari dengan
mudah dan dengan cara yang familiar dengan kehidupan siswa sehari-hari.

Dalam hal proses berpikir matematis ini, Sumarno (2006) memiliki 4 konsep yang
berkaitan dengan berpikir matematis (mathematical thinking), yaitu:
1) kemampuan matematik (mathematical abilities);
2) keterampilan matematik (mathematical skill);
3) melaksanakan proses matematik (doings mathematics);
10

4) tugas matematika (mathematical task).


Dari keempatnya, dapat diidentifikasi masing-masing bahwa berpikir matematika
dapat diasumsikan sebagai implementasi dalam melaksanakan kegiatan atau
proses matematika (doing math) atau tugas matematik (mathematical task). onsep
matematis secara teoretis perlu dipelajari juga oleh siswa sebagai kecakapan
matematis yang dipelajari dalam konteks pembelajaran praksis di kelas.

C. Berpikir Matematis Tingkat Tinggi

Sastrawati, dkk.,(2011) berfikir merupakan keterampilan kognitif untuk


memperoleh pengetahuan. Keterampilan berfikir selalu berkembang dan dapat
dipelajari. Dalam dunia pendidikan berfikir merupakan bagian dari ranah kognitif,
dimana dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkat- tingkatan. Bloom
mengklasifikasikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan; (1) pengetahuan
(knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4)
menganalisis (analysis), (5) mensintesiskan (synthesis), (6) menilai (evaluation).
Menurut Bloom keterampilan berfikir tingkat tinggi merupakan keterampilan
yang paling abstrak dalam domain kognitif, yaitu meliputi analisis (C4), sintesis
(C5), dan evaluasi (C6).

Menurut Resnick dalam Sastrawati, dkk., (2011) proses ini berkaitan dengan
abstraksi dan penemuan prinsip-prinsip yang mendasar dari sesuatu, yang berbeda
dengan mengingat hal-hal yang kongkrit mengenai fakta dan pengetahuan atau
hal-hal lain yang lebih spesifik. Berfikir tingkat tinggi adalah proses yang
melibatkan operasi-operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan
penalaran. Proses berfikir tingkat tinggi seringkali dihadapkan dengan banyak
ketidakpastian dan juga menuntut beragam aplikasi yang terkadang bertentangan
dengan kriteria yang telah ditemukan dalam proses evaluasi. Namun yang lebih
penting dalam proses berfikir ini terjadi pengkonstruksian dan tuntutan
pemahaman dan pemaknaan yang strukturnya ditemukan siswa tidak teratur.

Al’Azzy dan Budiono (2013) berpikir tingkat tinggi adalah suatu kemampuan
berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun
membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir
11

kreatif dan kritis. Haruslah diakui bahwa kemampuan atau keterampilan berpikir
tingkat tinggi (high order thinking skill) tersebut jauh lebih dibutuhkan di masa
kini daripada di masa-masa sebelumnya. Kemampuan berpikir khusus, seperti
kemampuan berpikir logis, rasional, kritis, imaginatif, dan kreatif, kemampuan
berpikir seperti itulah yang menjadi dasar kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berarti dalam menggunakan keterampilan berfikir tingkat tinggi seseorang harus
berfikir lebih dari sekedar mengingat, memahami dan mengaplikasikan rumus
saja. Dalam suatu proses pembelajaran matematika jika seseorang menggunakan
keterampilan berfikir tingkat tingginya maka pembelajaran tersebut akan menjadi
pembelajaran yang bermakna. Karena anak tidak hanya harus mengingat dan
menghafal rumus yang banyak ditemui pada pelajaran ini, tetapi anak juga harus
mampu memecahkan suatu masalah dengan menggunakan rumus-rumus tersebut.
Secara langsung maupun tidak langsung anak akan lebih paham kegunaan dari
rumus tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, hal inilah yang membuat
pelajaran menjadi lebih bermakna. Jadi, anak juga tidak akan mudah lupa terhadap
rumus dan konsep matematika.

D. Kemampuan Pemahaman Konsep

1. Definisi Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan dalam memahami dan


mengerti suatu ide abstrak atau prinsip dasar dari suatu objek matematika, dimana
tidak hanya sekedar dan mengingat dan mengetahui apa yang dipelajari tetapi juga
mampu mengungkapkan dalam bentuk lain yang mudah dimengerti dan
mengaplikasikannya dalam menyelesaikan suatu masalah matematika (Astrani
(2017 : 3)). Pemahaman konsep matematis siswa merupakan kemampuan siswa
dalam penguasaan materi pelajaran, yaitu bukan hanya sekedar menghafal atau
mengingat suatu konsep yang dipelajari tetapi mampu menyatakan ulang suatu
konsep dalam bentuk lain yang mudah dimengerti (Nurohman, 2016).
Pemahaman konsep merupakan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep,
yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika (Heruman,
2007).
12

2. Pentingnya Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman konsep matematis siswa penting karena pemahaman konsep


matematika di Indonesia relatif rendah, Hal tersebut sejalan dengan hasil riset
Programme for International Student Assesment (PISA) yang ditemukan fakta
bahwa peringkat literasi matematika siswa di Indonesia pada tahun 2015 berada
pada peringkat ke 62 dari 70 negara. Skor rata-rata literasi matematika Indonesia
di dalam PISA pada tahun 2015 sebesar 387. Sedangkan skor literasi secara
internasional sebesar 490. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pendidikan
matematika di Indonesia masih rendah dari rata-rata internasional. Sejalan dengan
hasil survey studi The Trends International Mathematics and Science Study
(TIMSS) ada tahun 2015 mengenai kemampuan matematis siswa Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Hasil riset PISA tersebut mengukur
literasi matematika pada aspek identifikasi, pemahaman, dan penggunaan dasar-
dasar matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,
siswa Indonesia pada umumnya memiliki kemampuan identifikasi, pemahaman
dan penerapan yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara yang
menjadi peserta lainnya. Zulkardi (Murizal, 2012: 20) menyatakan bahwa mata
pelajaran matematika menekankan pada konsep. Pemahaman konsep penting
dimiliki oleh siswa, dengan memahami konsep siswa dapat mengembangkan
kemampuannya dalam setiap materi pelajaran, selain itu dengan memahami
konsep siswa akan lebih mudah untuk menyelesaikan permasalahan. Apabila
siswa tidak dapat memahami konsep dalam belajar, maka siswa akan kesulitan
ketika memecahkan masalah matematis. Oleh karena itu, pemahaman konsep
merupakan kemampuan yang penting dimiliki oleh siswa. Dahar (2011)
menyebutkan, “Jika diibaratkan, konsep-konsep merupakan batu-batu
pembangunan dalam berpikir”. Akan sangat sulit bagi siswa untuk menuju ke
proses pembelajaran yang lebih tinggi jika belum memahami konsep. Oleh karena
itu, kemampuan pemahaman konsep matematis adalah salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran matematika.
13

3. Cara Mengembangkan Pemahaman Konsep

Agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal, berikut ini adalah
beberapa tahap dalam mengembangkan pemanahan konsep siswa (Depdiknas,
2003 : 4) :

1. Siswa akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai motivasi.


Implikasi pandangan ini bagi guru adalah: (1) menyediakan kegiatan yang
menyenangkan, (2) memperhatikan keinginan siswa. (3) membangun
pengertian melalui apa yang diketahui oleh siswa, (4) menciptakan suasana
kelas yang mendukung kegiatan belajar, (5) memberikan kegiatan belajar yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran, (6) memberikan kegiatan yang menantang,
(7) memberikan kegiatan yang memberikan harapan keberhasilan, dan (8)
menghargai setiap pencapaian siswa.
2. Siswa mempelajari matematika dengan caranya sendiri. Implikasi pandangan
ini adalah: (1) siswa belajar dengan cara yang berbeda dan dengan kecepatan
yang berbeda, (2) tiap siswa memerlukan pengalaman tersendiri yang
terhubung dengan pengalamannya diwaktu lampau, (3) tiap siswa mempunyai
latar belakang social-ekonomi-budaya yang berbeda. Oleh karena itu guru
perlu: (1) mengetahui kelebihan dan kekurangan para siswanya, (2)
merencanakan kegiatan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, (3)
membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa, baik yang dia peroleh di
sekolah maupun di rumah, (4) menggunakan catatan kemajuan siswa
(assessment).
3. Siswa mempelajari matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja
sama dengan temannya. Implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah: (1)
memberikan kesempatan belajar dalam kelompok untuk melatih kerjasama, (2)
memberikan kesempatan belajar secara klasikal untuk memberi kesempatan
saling bertukar gagasan, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan kegiatannya secara mandiri., (4) melibatkan siswa dalam
pengambilan keputusan tentang kegiatan yang akan dilakukannya, dan (5)
mengajarkan bagaimana cara mempelajari matematika.
14

Berdasarkan hal diatas, dalam mengembangkan kemampuan pemahaman konsep


pendidik harus menyesuaikan pembelajaran dikelas dengan strategi dan metode
pembelajaran yang akan di sampaikan saat kegiatan belajar berlangsung, dengan
tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran meliputi :
1. Kegiatan pembelajaran dilakukandalam 3 tahap yaitu, tahap awal, tahapinti,
dan tahap akhir. Aktifitas-aktifitaspengajar dari masing-masing tahapanadalah
sebagai berikut:
a. Tahap awal
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Menggali pengetahuan
3. Menyampaikan aturan kegiatanpembelajaran
4. Melakukan pengecekan ketersiapan siswa
b. Tahap inti
(1) Memberikan kesempatan kepadasiswa untuk membacadan memahami
pembelajaran yang disampaikan
(2) Memantau kelompok kegiatan kelompok
(3) Memberikan bantuan
(4) Setelah menyelesaikan tugas yang diberikan, berikutnya menugaskan
perwakilan kelompokuntuk mempresentasikanhasil kerjanya
danmendiskusikan dengan semuakelompok.
(5) Mengatur proses pertanyaan
(6) Memberikan evaluasi kelompok yang mempresentasikan hasil kerja
diskusinya.
c. Tahap Akhir
(1) Memberikan review terhadapkegiatan pembelajaran termasukdi
dalamnya kegiatanpresentasi.
(2) Memberi kesimpulan terhadapkegiatan pembelajaran
yangtelahdilaksanakan.
(3) Mengingatkan materi yangakan dipelajari pada pertemuanberikutnya.

Hasil observasi digunakan untuk mengukur kesesuaian antara perencanaan


terhadap pelaksanaan pembelajaran dan mengetahui persoalan-persoalan apa saja
15

yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran, jika pada hasil observasi awal
menunjukan hasil yang cukup, maka pendidik dapat melakukan kegiatan
observasi selanjutnya dengan siklus berikutnya untuk membandingkan hasil yang
didapat pada observasi pertama hingga mendapatakan hasil yang dikategorikan
baik atau sangat baik.

Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan


metode dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dampak lain adalah rendahnya kemampuanbernalar siswa dalam pembelajaran
matematika. Hal ini disebabkan karenadalam proses siswa kurang dilibatkan
dalam situasi optimal untuk belajar,pembelajaran cenderung berpusat pada guru
dan klasikal.Selain itu siswa kurang dilatih untuk menganalisis permasalahan
matematika, jarang sekali siswa menyampaikan ide untuk menjawab
pertanyaanbagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan guru. Oleh sebab
itu, belajar untuk pengembangan pemahaman konsep matematika tidak dapat
dilepaskan dari model perubahan konseptual.

4. Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Flavell dalam Syaiful Sagala (2010: 72) menyatakan bahwa pemahaman konsep
terdiri dari beberapa indikator, yaitu:
a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut berbeda, contoh-contoh konsep
harus mempunyai atribut-atribut yang relevan.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu.
c. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-
konsep itu tersendiri dari konsep-konsep lain.
d. Generalisasi atau keumuman yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep
dapat berbeda dalam posisinya.
e. Ketepatan yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan atau
aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh suatu
konsep.
f. Kekuatan (power) yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang
setuju bahwa konsep itu penting.
16

Menurut Skemp (Kuncorowati dkk, 2017) indikator pemahaman konsep ada 7


yaitu :
1) Siswa mampu mengklasifikasi objek berdasarkan kebutuhan konsep
2) Siswa mampu mengaplikasikan algoritma konsep
3) Siswa mampu memberikan contoh dan non contoh suatu konsep
4) Siswa mampu menyatakan ulang suatu konsep
5) Siswa mampu menyajikan beberapa konsep
6) Siswa mampu memberikan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep
7) Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan menghubungkan satu
konsep dengan konsep lainnya

Indikator di atas tersebut sejalan dengan Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor


506/C/Kep/PP/2004. Indikator siswa memahami konsep matematika adalah
mampu:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep;
2. Mengklasifikasikan objek menurut tertentu sesuai dengan konsepnya;
3. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep;
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi;
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep;
6. Menggunakan, memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu;
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.

Indikator pemahaman konsep menurut Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014.


1. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari;
2. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut;
3. Mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep;
4. Menerapkan konsep secara logis;
5. Memberikan contoh atau contoh kontra;
6. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis
(tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model matematika, atau cara lainnya);
7. Mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun diluar matematika;
mengembangkan syarat perlu dan atau syarat cukup suatu konsep.
17

Berikut adalah pedoman penskoran, contoh soal mengukur pemahaman konsep,


kunci jawaban dan cara mengoreksi tes pemahaman konsep.

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Indikator Pemahaman Konsep Keterangan Poin


Menyatakan ulang sebuah konsep Dapat menuliskan yang diketahui 3
dan yang ditanyakan dari soal
dengan benar
Ada jawaban tetapi tidak 2
sesuai dengan prosedur
Dapat menuliskan yang diketahui 1
dan
yan ditanyakan dari soal tetapi salah
Tidak ada jawaban untuk menjawab 0
Soal
Mengklasifikasi objek-objek menurut Dapat mengklasifikasikan objek- 3
sifat-sifat tertentu (sesuai dengan objek menurut sifat-sifat tertentu
konsepnya) dengan benar dan tepat
Dapat mengklasifikasikan objek- 2
Objek menurut sifat-sifat tertentu
tetapi masih melakukan kesalahan
Ada jawaban tetapi tidak sesuai 1
dengan objek-objek menurut sifat-
Sifatnya
Tidak ada jawaban untuk menjawab 0
Soal
Memberi contoh dan non contoh dari Dapat mengidentifikasi dan 3
konsepnya membuat contoh dan bukan contoh
dengan benar
Dapat mengidentifikasi dan 2
membuat contoh dan bukan contoh
tetapi masih melakukan kesalahan
Ada jawaban tetapi tidak sesuai 1
dengan contoh dan bukan contoh
Tidak ada jawaban untuk menjawab 0
Soal
Menggunakan, memanfaatkan dan Dapat menggunakan dan memilih 3
memilih prosedur atau operasi prosedur atau operasi tertentu
tertentu dengan benar
Dapat menggunakan dan memilih 2
prosedur atau operasi tertentu tetapi
masih ada kesalahan
Ada jawaban tetapi tidak sesuai 1
dengan prosedur operasi tertentu
Tidak ada jawaban untuk menjawab 0
soal
Mengaplikasikan konsep atau Menggunakan algoritma dalam 3
algoritma pada pemecahan masalah pemecahan masalah dengan tepat
18

Indikator Pemahaman Konsep Keterangan Poin


Menggunakan algoritma dalam 2
pemecahan masalah tetapi salah
Ada jawaban tetapi tidak sesuai 1
dengan algoritma pemecahan
masalah
Tidak menggunakan algoritma 0
dalam pemecahan masalah

TES PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Bandarlampung

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : VIII/Ganjil

Bentuk Soal : Uraian

Alokasi Waktu : 60 menit

1. Perhatikan gambar dibawah ini.

A O B
108°

Diketahui besar <AOC= 108 ° dan garis AC = 24 cm, Panjang garis lengkung

yang berada pada lingkaran O selain AC sama dengan..


19

2. Perhatikan gambar berikut ini.


D

A
B C

Jika diketahui besar <DBC = 110° dan perbandingan besar sudut antara <BAE :

<AED = 4 : 5, maka besar <BDE adalah …

3. Dua buah lingkaran memiliki jari-jari masing-masing 6 cm dan 3 cm. Jika

jarak kedua pusat lingkaran tersebut adalah 10 cm, maka kedudukan dua

lingkaran tersebut adalah…

4. Jelaskan perbedaan dari tali busur lingkaran dan busur lingkaran!


20

KUNCI JAWABAN DAN PEDOMAN PENSKORAN PEMAHAMAN


KONSEP MATEMATIS

No. Soal Jawaban Sko


r
Perhatikan gambar dibawah ini. Sudut AOC dan BOC 15
merupakan sudut
berpelurus sehingga
jumlah keduanya adalah
A 180° .
B
O <AOC + <BOC = 180°
108° 108° + <BOC = 180°
<BOC = 72°
C
AC ¿ AOC
Diketahui besar <AOC= 108 ° dan garis AC =
BC ¿ BOC
= 24 cm, Panjang garis lengkung yang berada BC = 16 cm
pada lingkaran O selain AC sama dengan..

Skor total 15
1. Perhatikan gambar berikut ini. Berdasarkan sifat 15
segiempat tali busur,
C D maka pada gambar
disamping berlaku:
<AED = <DBC
<AED = 110°
A
B C
Besar <BAE dapat
diperoleh dari:
<BAE : <AED = 4 : 5
4
Jika diketahui besar <DBC = 110° dan <BAE = × <AED
5
perbandingan besar sudut antara <BAE : <BAE = 88°
<AED = 4 : 5, maka besar <BDE adalah …

Skor total 15
2. Dua buah lingkaran memiliki jari-jari Ra + Rb = 6 + 3 15
Ra + Rb = 9 < 10 cm
masing-masing 6 cm dan 3 cm. Jika jarak Ra + Rb < AB
AB > Ra + Rb
kedua pusat lingkaran tersebut adalah 10
Karena AB > Ra + Rb
cm, maka kedudukan dua lingkaran maka kedua lingkaran
tersebut tidak
tersebut adalah… berpotongan maupun
21

bersinggungan
Skor total 15
Jelaskan perbedaan dari tali busur lingkaran Tali busur lingkaran 15
dan busur lingkaran! merupakan garis lurus
yang ditarik dari salah
satu titik lengkung
lingkaran menuju titik
lengkung lingkaran
lainnya dan tidak melalui
titik lingkaran,

Sedangkan busur
lingkaran merupakan
garis lengkung yang
berada pada lingkaran
Skor total 15
60
Total Skor= ×100
60

5. Implementasi dalam Pembelajaran Matematika

Implementasi pemahaman konsep terhadap salah satu model pembelajaran ,


misalkan dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran
reciprocal reaching siswa belajar melalui pengalaman bukan hafalan.
Pembelajaran Reciprocal Teaching menurut Suyitno (2001) merupakan salah satu
model pembelajaran yang memiliki manfaat agar tujuan pembelajaran tercapai
melalui kegiatan belajar mandiri dan siswa mampu menjelaskan temuannya
kepada pihak lain. Dengan demikian, proses pembelajaran merupakan suatu
proses aktif siswa yang sedang belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri,
sedangkan guru berperan menyediakan suasana/kondisi belajar yang mendukung
proses konstruksi pengetahuan pada diri siswa. Pada model pembelajaran ini
siswa berperan sebagai guru untuk menyampaikan materi kepada teman-
temannya, sementara itu guru lebih berperan sebagai fasilitator dan yang
melakukan bimbingan secara bertahap atau scaffolding. Astriani (2017)
melakukan penelitian eksperimen tentang mengembangkan Siswa yang belajar
melalui pembelajaran Reciprocal Teaching mempunyai kemampuan pemahaman
konsep matematika yang lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional. Akan tetapi terdapat interaksi model pembelajaran dan kemampuan
awal matematika terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
22

dipengaruhi oleh model pembelajaran dan kemampuan awal matematika. Siswa


yang mempunyai kemampuan awal matematika tinggi lebih tepat belajar melalui
pembelajaran Reciprocal Teaching. Sementara siswa yang mempunyai
kemampuan awal matematika rendah lebih tepat belajar melalui pembelajaran
konvensional.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir merupakan proses yang dinamis yang menempuh tiga langkah


berpikir yaitu, pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan
pembentukan keputusan. Berdasarkan definisi tersebut, berpikir dapat
diartikan sebagai pengetahuan awal yang dapat diperoleh dengan cara
menghubungkan antara satu dengan yang lainnya baik berupa konsep,
gagasan, ataupun pengertian sehingga baru terbentuk suatu kesimpulan.
2. Berpikir matematis merupakan proses mengembangkan sudut pandang
matematis-menghargai proses matematisasi serta memiliki keinginan kuat
untuk menerapkannya, dan mengembangkan kompetensi dan melengkapi
diri dengan segenap perangkap, lalu pada saat yang sama menggunakan
perangkat tersebut untuk memahami struktur pemahaman matematika.
Kemampuan berpikir matematis merupakan bentuk akumulasi dari konsep
23

berpikir secara matematis yang mengindikasikan adanya pengembangan


kemampuan pemahaman matematika, pemecahan masalah matematik,
penalaran matematik, koneksi matematik, dan komunikasi matematik.
3. Berpikir matematis tingkat tinggi adalah proses yang melibatkan operasi-
operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Dalam
dunia pendidikan berfikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana
dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkat- tingkatan. Bloom
mengklasifikasikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan; (1)
pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan
(application), (4) menganalisis (analysis), (5) mensintesiskan (synthesis),
(6) menilai (evaluation). Menurut Bloom keterampilan berfikir tingkat
tinggi merupakan keterampilan yang paling abstrak dalam domain kognitif,
yaitu meliputi analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Mencermati
pentingnya mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika, maka perlu adanya upaya
inovatif untuk dapat memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu solusi
yang dipandang mampu menyelesaikan permasalahan tersebut ialah
mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir matematika
tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika yaitu melakukan perubahan
dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. pendekatan pembelajaran
yang dapat dilakukan misalnya pendekatan induktif, deduktif dan induktif-
deduktif. Ketiga pendekatan tersebut menggunakan proses berfikir dengan
harapan kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi siswa dapat lebih
baik, pendekatan-pendekatan tersebut mempunyai asumsi yaitu: proses
berfikir dapat dipelajari, proses berfikir adalah suatu transaksi aktif antara
individu dan data, mengembangkan proses berfikir sesuai dengan aturan.
Implementasi dari pembelajaran ini adalah tumbuhnya semangat untuk
menemukan, adanya kesadaran akan hakikat pengetahuan, dan
berkembangnya berfikir logis.
4. Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan dalam memahami dan
mengerti suatu ide abstrak atau prinsip dasar dari suatu objek matematika,
dimana tidak hanya sekedar dan mengingat dan mengetahui apa yang
24

dipelajari tetapi juga mampu mengungkapkan dalam bentuk lain yang


mudah dimengerti dan mengaplikasikannya dalam menyelesaikan suatu
masalah matematika (Astrani (2017 : 3)). Pemahaman konsep matematis
siswa merupakan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran,
yaitu bukan hanya sekedar menghafal atau mengingat suatu konsep yang
dipelajari tetapi mampu menyatakan ulang suatu konsep dalam bentuk lain
yang mudah dimengerti (Nurohman, 2016). Pemahaman konsep merupakan
pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa
lebih memahami suatu konsep matematika (Heruman, 2007).
5. Pemahaman konsep matematis siswa penting karena pemahaman konsep
matematika di Indonesia relatif rendah, Hal tersebut sejalan dengan hasil
riset Programme for International Student Assesment (PISA) dan juga hasil
survey studi The Trends International Mathematics and Science Study
(TIMSS) ada tahun 2015 mengenai kemampuan matematis siswa Indonesia
yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Hasil riset PISA tersebut
mengukur literasi matematika pada aspek identifikasi, pemahaman, dan
penggunaan dasar-dasar matematika yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, siswa Indonesia pada umumnya memiliki
kemampuan identifikasi, pemahaman dan penerapan yang relatif rendah
dibandingkan dengan negara-negara yang menjadi peserta lainnya. Zulkardi
(Murizal, 2012: 20) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika
menekankan pada konsep. Pemahaman konsep penting dimiliki oleh siswa,
dengan memahami konsep siswa dapat mengembangkan kemampuannya
dalam setiap materi pelajaran, selain itu dengan memahami konsep siswa
akan lebih mudah untuk menyelesaikan permasalahan. Apabila siswa tidak
dapat memahami konsep dalam belajar, maka siswa akan kesulitan ketika
memecahkan masalah matematis. Oleh karena itu, pemahaman konsep
merupakan kemampuan yang penting dimiliki oleh siswa. Dahar (2011)
menyebutkan, “Jika diibaratkan, konsep-konsep merupakan batu-batu
pembangunan dalam berpikir”. Akan sangat sulit bagi siswa untuk menuju
ke proses pembelajaran yang lebih tinggi jika belum memahami konsep.
25

Oleh karena itu, kemampuan pemahaman konsep matematis adalah salah


satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika.
6. Agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal, berikut ini adalah
beberapa tahap dalam mengembangkan pemahaman konsep siswa
(Depdiknas, 2003 : 4) dalam mengembangkan kemampuan pemahaman
konsep pendidik harus menyesuaikan pembelajaran dikelas dengan strategi
dan metode pembelajaran yang akan di sampaikan saat kegiatan belajar
berlangsung. Hasil observasi digunakan untuk mengukur kesesuaian antara
perencanaan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan mengetahui persoalan-
persoalan apa saja yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran, jika pada
hasil observasi awal menunjukan hasil yang cukup, maka pendidik dapat
melakukan kegiatan observasi selanjutnya dengan siklus berikutnya untuk
membandingkan hasil yang didapat pada observasi pertama hingga
mendapatakan hasil yang dikategorikan baik atau sangat baik. Proses
pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan
metode dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dampak lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa dalam
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses siswa
kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran
cenderung berpusat pada guru dan klasikal. Selain itu siswa kurang dilatih
untuk menganalisis permasalahan matematika, jarang sekali siswa
menyampaikan ide untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses
penyelesaian soal yang dilontarkan guru. Oleh sebab itu, belajar untuk
pengembangan pemahaman konsep matematika tidak dapat dilepaskan dari
model perubahan konseptual.
7. Flavell dalam Syaiful Sagala (2010: 72) menyatakan bahwa pemahaman
konsep terdiri dari beberapa indikator, yaitu:
a. Atribut
b. Struktur
c. Keabstrakan
d. Generalisasi atau keumuman
e. Ketepatan
26

f. Kekuatan (power) yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana


orang setuju bahwa konsep itu penting.
Menurut Skemp (Kuncorowati dkk, 2017) indikator pemahaman konsep ada 7
yaitu :
a. Siswa mampu mengklasifikasi objek berdasarkan kebutuhan konsep
b. Siswa mampu mengaplikasikan algoritma konsep
c. Siswa mampu memberikan contoh dan non contoh suatu konsep
d. Siswa mampu menyatakan ulang suatu konsep
e. Siswa mampu menyajikan beberapa konsep
f. Siswa mampu memberikan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep
g. Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan menghubungkan satu
konsep dengan konsep lainnya

Indikator di atas tersebut sejalan dengan Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor


506/C/Kep/PP/2004. Indikator siswa memahami konsep matematika adalah
mampu:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep;
2. Mengklasifikasikan objek menurut tertentu sesuai dengan konsepnya;
3. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep;
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi;
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep;
6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi
tertentu;
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.

Indikator pemahaman konsep menurut Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014.


1. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari;
2. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya
persyaratan yang membentuk konsep tersebut;
3. Mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep;
4. Menerapkan konsep secara logis;
5. Memberikan contoh atau contoh kontra;
6. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi
27

matematis (tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, model matematika,


atau cara lainnya);
7. Mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun diluar
matematika; mengembangkan syarat perlu dan atau syarat cukup suatu
konsep
8. Implementasi pemahaman konsep terhadap salah satu model pembelajaran ,
misalkan dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran
reciprocal reaching siswa belajar melalui pengalaman bukan hafalan.
Pembelajaran Reciprocal Teaching menurut Suyitno (2001) merupakan salah
satu model pembelajaran yang memiliki manfaat agar tujuan pembelajaran
tercapai melalui kegiatan belajar mandiri dan siswa mampu menjelaskan
temuannya kepada pihak lain. Dengan demikian, proses pembelajaran
merupakan suatu proses aktif siswa yang sedang belajar untuk membangun
pengetahuannya sendiri, sedangkan guru berperan menyediakan
suasana/kondisi belajar yang mendukung proses konstruksi pengetahuan pada
diri siswa. Pada model pembelajaran ini siswa berperan sebagai guru untuk
menyampaikan materi kepada teman-temannya, sementara itu guru lebih
berperan sebagai fasilitator dan yang melakukan bimbingan secara bertahap
atau scaffolding. Astriani (2017) melakukan penelitian eksperimen tentang
mengembangkan Siswa yang belajar melalui pembelajaran Reciprocal
Teaching mempunyai kemampuan pemahaman konsep matematika yang
lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Akan
tetapi terdapat interaksi model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
dipengaruhi oleh model pembelajaran dan kemampuan awal matematika.
Siswa yang mempunyai kemampuan awal matematika tinggi lebih tepat
belajar melalui pembelajaran Reciprocal Teaching. Sementara siswa yang
mempunyai kemampuan awal matematika rendah lebih tepat belajar melalui
pembelajaran konvensional.
28

DAFTAR PUSTAKA

Astriani, Linda. Pengaruh Pembelajaran Reciprocal Teaching Terhadap


Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau Dari Kemampuan
Awal Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika
Vol 3 No. 1 Tahun 2017. [online]. Tersedia:
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/edumat/article/view/2292. Diakses
pada 9 Desember 2019.

Carin, A.A. 1997. Teaching Modern Science. New Jersey: Prentice Hall. Inc

Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Dalyono, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Depdikbud. 2014. Permendikbud No. 58 Tahun 2004 tentang Kurikulum 2013


Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis


Kompetensi SMP. Jakarta: Depdiknas.
29

________. 2004. Peraturan Tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP


No. 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004. Ditjen Dikdasmen
Depdiknas. Jakarta.

________. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006


tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas, Jakarta.

Fajri, Muhammad. 2017. Kemampuan Berpikir Matematis dalam Konteks


Pembelajaran Abad 21 di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia:
http://media.neliti.com/media/publications. Volume 3. 11 Halaman. [9
Desember 2019]

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di SD. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Kuncorowati, R H, Mardiyana dan Saputro. 2017. The Analysis Of Student’s


Difficulties Based on Skemp’s Understanding Theorem at Grade VII in
Quadrilateral Topic. International Journal Of Science and applied Science
Conference Series. Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sebelas
Maret. Surakarta

Murizal, Angga, Yarman, Yerizon. 2012. Pemahaman Konsep Matematis Dan


Model Pembelajaran Quantum Teaching. Jurnal Pendidikan Matematika, 1
(1) 19-23.

Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta. Bumi Aksara.

Nurohman, Rahmad Abi. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Two Stay Two
Stray Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sagala, Syaiful. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.


ALFABETA.

Sastrawati, Eka, dkk. 2011. “Problem-Based Learning, Strategi Metakognisi, dan


Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa”. Jurnal Pedagogi Vol. 1 No. 2,
hal. 6.

Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin


Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Sumarno. 2006. Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir


Matematik, Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, FPMIPA UPI

Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Raja Grafindo Persada.


30

LAMPIRAN
31
32

Anda mungkin juga menyukai