Anda di halaman 1dari 4

Metode –Metode Membaca Menulis Permulaan (MMP) di Sekolah Dasar

Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa terampil berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari,
kegiatan berbahasa tercermin dalam empat aspek keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Pemerolehan keempat keterampilan berbahasa tersebut bersifat
hirarkhis. Artinya pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya.
Ada dua kategori keterampilan berbahasa, yakni pertama adalah menyimak dan berbicara diperoleh
seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Dua keterampilan berbahasa berikutnya yakni
membaca dan menulis diperoleh seseorang setelah mereka memasuki sekolah. Menurut Supriyadi 1995,
kategori keterampilan berbahasa yang kedua ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama
bagi murid-murid sekolah dasar kelas awal. Selanjutnya, kategori keterampilan berbahasa ini dikemas
dalam satu paket pembelajaran yang dikenal dengan paket MMP (Membaca Menulis Permulaan). Adapun
metode-metode yang digunakan bervariasi diantaranya adalah metode Eja, Bunyi, Suku Kata, Global, dan
SAS (Struktur Analitik Sintetik). Penjelasan berikutnya dapat dicermati pada uraian berikut.

MetodeEja

Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan
memperkenalkan huruf-huruf alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan peserta didik
sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh:
A a, B b, C c, D d, E e, F f, G g,
Dilafalkan sebagai: a, be, ce, de, e, ef, ge, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara
merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya
Misalnya: b, a,  ba (dibaca  be, a  ba)
d, u  du (dibaca de, u  du)
ba – du dilafalkan badu
b, u, k, u menjadi:
b, u  bu (dibaca be, u  bu)
k, u  ku (dibaca ke, u ku)

Proses ini seiring dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis huruf-huruf lepas. Setelah
itu dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Proses pembelajaran
selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana, misalnya huruf menjadi suku kata, suku kata
menjadi kata, dan kata menjadi kalimat yang diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan
komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran
MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju pada hal yang abstrak, yaitu dari hal-hal yang
mudah, akrab, familiar dengan kehidupan peserta didik menuju hal-hal yang sulit, dan mungkin
merupakan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Berdasarkan pengamatan, metode ini memiliki
kelemahan-kelemahan antara lain kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang berupa suku
kata atau pun kata. Kelemahan lain dalam metode ini adalah dalam kesulitan pelafalan diftong dan fonem
– fonem rangkap, seperti ng, ny, kh, au, oi, dan sebagainya.
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, proses pembelajaran melalui sistem tubian dan hafalan akan
mendominasi proses pembelajaran MMP jenis ini, padahal pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA)
merupakan ciri utama dari pelaksanaan kurikulum SD yang saat ini prinsipnya masih berlaku.

b.Metode bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan pada sistem pelafalan abjad atau huruf dengan metode bunyi
adalah:
b dilafalkan /eb/
d dilaflakan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata; benar, keras, pedas, lemah dan
sebagainya
c dilafalkan /ec/
g dilafalkan /eg/
p dilafalkan /ep/ dan sebagainya

Dengan demikian, kata “nani” dieja menjadi:


en,a  na
en, i  ni  dibaca  na-ni

Dari penjelasan metode di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran MMP melalui metode bunyi
adalah bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode
eja/abjad di atas. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya, perbedaannya terletak hanya pada
cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad.

c.Metode Suku Kata dan Metode Kata

Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti
ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co,
da, di, du, de, do, ka, ki, ku, ke, ko

Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar
suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna untuk
bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya:
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi - bi ci - ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh
perangkaian kata menjadi kalimat seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka – ki ku – da
ba – ca bu – ku
cu – ci ka – ki

Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti
dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil
di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran
MMP yang melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode
Rangkai-kupas.
Jika kita simpulkan langkah-langkah pembelajaran dengan metode suku kata adalah:
(1) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
(2) tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
(3) tahap ketiga perangkaian kata menjadi kalimat sederhana;
(4) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan;
(kalimat ---------> kata-kata ---------> suku-suku kata)
Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran
yang disebut dengan metode Iqra. Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan ke dalam
langkah-langkah di atas, dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai
contoh pembelajaran diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu, kemudian kata ini dijadikan
lembaga tertentu sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan
atau dikupas menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya dilanjutkan proses
perangkaian huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain hasil pengupasan tadi
dikembalikaan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

d.Metode Global

Metode ini disebut juga sebagai “Metode Kalimat” karena alur proses pembelajaran MMP yang
diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. Untuk membantu
pengenalan kalimat dimaksud biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar tersebut ditulis sebuah
kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang
diperkenalkan berbunyi ‘ini nani”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar
seorang anak perempuan.
Setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-
mula guru mengambil sebuah kalimat dari beberapa kalimat yang diperkenalkan kepada anak pertama
kali tadi. Kalimat ini dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses degloblalisasi
selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.

e.Metode SAS

Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan menampilkan dan
memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna
lengkap, yakni struktur kalimat yang bertujuan membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak.
Selanjutnya melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang
dijadikan tonggak dasar diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata.
Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa
terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian proses penguraian dan
penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi;
1) kalimat menjadi kata-kata
2) kata menjadi suku-suku kata; dan
3) suku kata menjadi huruf-huruf
Pada tahap berikutnya anak-anak didorong melakukan kerja sintetis (menyimpulkan). Satuan bahasa yang
telah terurai dikembalikan lagi kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, dari
suku kata menjadi kata, dari kata menjadi kalimat lengkap. Dengan demikian, melalui proses sintesis ini,
anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat utuh. Melihat
prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode-metode membaca permulaan seperti yang telah
kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-
sekolah kita di tingkat sekolah dasar pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh
pemerintah. Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan metode ini diantaranya sebagai berikut:
1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil
yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di
bawahnya, yakni kata, suku kata dan huruf.
2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih
bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan
memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.
3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu
berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu anak akan merasa lebih percaya diri atas
kemampuannya sendiri.
Penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini tampak dapat diamati
dalam contoh berikut:

ini mama
ini mama
i ni ma ma
i n i m a m a
i ni ma ma
ini mama
ini mama

Anda mungkin juga menyukai