Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRESENTASI KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Pembimbing :
dr. Shelvi Herwati , Sp.A

Disusun oleh :
Rania Merriane Devina
1102012224

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang
Periode Juli-Oktober 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul “sindrom
nefrotik”. Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama
kepada dr. Shelvi Herwati, Sp.A yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah
kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Serang, Agustus 2016

Penulis

1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. NF

Umur : 2 tahun 11 bulan

BB/TB : 13 kg/91 cm

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : ISLAM

Alamat : Jidol, Kel. Lebakwana, Kec. Kramatwatu, Serang,


Banten.

Masuk RS : 13 Agustus 2016

Tgl.Pemeriksaan : 13 Agustus 2016

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien. (Tanggal 13 Agustus 2016)

A. KELUHAN UTAMA

Bengkak pada tubuh

B. KELUHAN TAMBAHAN

Batuk

2
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Seorang pasien anak perempuan datang dari poliklinik pada tanggal 13


Agustus 2016 dengan keluhan bengkak. Bengkak terjadi kurang lebih 2 bulan
sebelum masuk Rumah Sakit. Bengkak dirasakan dibagian mata, tungkai, dan perut.
Bengkak pertama kali muncul dibagian kelopak mata, kemudian muncul ditungkai,
dan setelah itu muncul di perut, dan dirasakan semakin membesar. Tidak ada nyeri
pada bengkak, dan bengkak tersebut menetap (tidak berpindah-pindah).
Sebelum masuk rumah sakit pasien sudah berobat ke dokter oleh dokter diberi
obat (Ibu lupa nama obat) untuk menurunkan bengkak. Bengkak sempat hilang,
namun saat obat habis bengkak timbul kembali.
Ibu pasien mengatakan bahwa dirumah pasien sering susah buang air kecil,
saat ingin buang air kecil (BAK) pasien harus mengedan terlebih dahulu. BAK yang
dikeluarkan jumlahnya sedikit-sedikit. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK. Tidak ada
kelainan pada air seni seperti darah, maupun busa.
Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak (+) 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien juga mengalami mencret 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
mencret cair, ampas (+), lender (-), darah (-).
Pasien tidak ada demam (-), mual(-), muntah (-), sakit tenggorokan (-).
Pasien mengalami perubahan pada berat badan, yakni berat bertambah dari
11,5 kg sebelum masuk rumah sakit, hingga 13 kg saat masuk rumah sakit.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Pasien pernah menderita campak


 Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
 Penyakit lain (-)
 Riwayat alergi obat- obatan (-)
 Riwayat alergi (-)

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

3
Tidak ada

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah

Penolong Dukun
persalinan

Cara persalinan Normal

Masa gestasi Aterm

Keadaan bayi o Berat lahir :


3200 gr
o Panjang :-
Cm
o Lingkar kepala : -
Cm
o Langsung menangis :
G.
Ya
o Kelainan bawaan :
-

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

o Pertumbuhan gigi I : usia 7 bulan

o Psikomotor

 Berguling : 6 bulan
 Duduk : 8 bulan
 Merangkak : 8 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Bicara pertama kali : 9 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan baik.

H. RIWAYAT IMUNISASI DASAR


Imunisasi dilakukan di Puskesmas

4
 Lahir : Hepatitis B (HB) 0

 1 Bulan : BCG, Polio 1

 2 Bulan : DPT/HB 1, Polio 2

 3 Bulan : DPT/HB 2, Polio 3

 4 Bulan : DPT/HB 3, Polio 4

 9 Bulan : Campak
Kesan : Imunisasi dilakukan dengan lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Nadi : 102 x/menit

Frekuensi napas : 26 x/menit

Suhu : 35,3 0C

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Pupil bulat isokor, edema palpebra


(+/+)

Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik


-/-

Telinga : Bentuk normal, sekret (-)

Hidung :Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-),


septum deviasi (-)

5
Mulut : gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak
(-)

Bibir : Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)

Lidah : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

Tenggorokan : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher : Trakea terletak ditengah, pembesaran KGB (-),


kel. tiroid tidak teraba membesar

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis
sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 normal reguler, murmur (-)
gallop (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Palpasi : fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis dan


dinamis

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing


(-/-).

Abdomen

Inspeksi : Abdomen terlihat cembung kesan asites (Lingkar


perut 51 cm)

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar


dan lien tidak teraba

6
membesar, shifting dullness +/+

Perkusi : Redup di seluruh regio abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral hangat, pitting edema pretibial +/+

STATUS GIZI

Antropometris:

Berat Badan (BB) : 13 kg

Panjang Badan : 91 cm

Lingkar kepala : 51 cm

Status Gizi : Gizi Baik (-2 <SD<0)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 14/08/ Satuan Nilai


laboratorium 16 normal

Hematologi

Hemoglobin 11,9 gr/dl 10,80-


12,80

Hematokrit 32,99 % 35-43

Leukosit 8.010 /UL 5.500-


15.500

Trombosit 463.00 /UL 150-440


0

Kimia Darah 15/08/ 18/08/


16 16

7
Albumin 0,50 0,90 g/dl 3,2-5,2

Kolesterol 625 mg/dl <200

Protein Total 4,10 g/dl 5,6-7,5

Globulin 3,6 g/dl 2,5-5,0

Ureum 15 mg/dl 6-46

Creatinin 0,30 mg/dl 0,3-1,3

Urinalisa 15/08/2016

Nilai
  Hasil Rujukan
URINALISA    
Urin Lengkap    
Makroskopis    
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin    
Berat jenis 1.010 1.015 - 1.025
pH 7,0 4,5 - 8
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif
     
Sedimen    
Leukosit 2-3 /LPB
Eritrosit Negatif 0-1/LPB
Silinder Positif/ + Negatif
Tidak
Jenis 0-1 hyalin ditemukan
Epitel Positif/+ Positif
Kristal Negatif  Negatif
Bakteria Positif/+ Negatif
lain-lain Negatif  

V. RESUME

8
Pasien terdapat edema pada palpebra (+/+), abdomen dan pretibial(+/+) 2 bulan
SMRS. Susah buang air kecil, pasien harus mengedan terlebih dahulu. Volume BAK yang
dikeluarkan jumlahnya sedikit-sedikit. Tidak ada keluhan nyeri, darah (-), busa (-).

Pasien batuk dengan dahak (+) 1 minggu SMRS, mencret 1 hari SMRS, cair, ampas
(+), lendir (-), darah (-). Tidak ada demam (-), mual(-), muntah (-), sakit tenggorokan (-).
Pasien mengalami penambahan berat badan, dari 11,5 kg sampai 13 kg

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

Nadi : 102 x/menit

Frekuensi napas : 26 x/menit

Suhu : 35,3 0C

Status Generalis

o Kepala : Normocephale
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra (+/+)
o Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-)
o Mulut : Bibir kering (-) perioral sianosis (-)
o Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
o Thorak : Simetris, retraksi –
o Cor : Bunyi jantung I & II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
o Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
o Abdomen : BU (+), cembung, kesan asites, pembesaran hepar dan lien (-), redup
di keempat region abdomen, shifting dullness (+/+)
o Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Akral sianosis -/- -/-

9
Edema -/- +/+

Capillary Refill < 2 Detik < 2 Detik

Pemeriksaan laboratorium

Kimia Darah 15/08/ 18/08/


16 16

Albumin 0,50 0,90 g/dl 3,2-5,2

Kolesterol 625 mg/dl <200

Protein Total 4,10 g/dl 5,6-7,5

Globulin 3,6 g/dl 2,5-5,0

Ureum 15 mg/dl 6-46

Creatinin 0,30 mg/dl 0,3-1,3

Urinalisa 15/08/2016

Nilai
  Hasil Rujukan
URINALISA    
Urin Lengkap    
Makroskopis    
Warna Kuning Kuning

10
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin    
Berat jenis 1.010 1.015 - 1.025
pH 7,0 4,5 - 8
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif
     
Sedimen    
Leukosit 2-3 /LPB
Eritrosit Negatif 0-1/LPB
Silinder Positif/ + Negatif
Tidak
Jenis 0-1 hyalin ditemukan
Epitel Positif/+ Positif
Kristal Negatif  Negatif
Bakteria Positif/+ Negatif
lain-lain Negatif  

Foto Thorax PA (AP) (15/08/2016)


Foto asimetris
Cor tidak membesar
Sinuses dan Diafragma normal

Pulmo :
Hilus kanan menebal, kiri normal
Coracan bronkhovaskular bertambah
Tampak infiltrate di medial kedua paru terutama kanan

VI. DIAGNOSA KERJA

Sindroma nefrotik responsive steroid

VII. DIAGNOSA BANDING


Sindrom nefrotik dependent steroid

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


USG ginjal

IX. PENATALAKSANAAN
 Prednisone 3x2 tab

11
 Mucos 3x1/2 cth
 Cefixim 2x1/2 cth
 Transfusi Albumin 20 % 50 cc/4 jam
 Furosemid 14 mg iv

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungtionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

XI. FOLLOW UP
Pemeriksaan Tanggal
15/08/16 16/08/16 18/08/16 19/08/16 20/8/2016
S Kelopak mata, Kelopak mata, Batuk (+) Batuk (+), Batuk (+) mencret (-)
perut, dan perut dan tungkai mencret 2x
Keluhan
tungkai bengkak
bengkak
O KU Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
Tanda HR 102x/m HR 108x/m HR 112x/m HR 128x/m HR 115x/m
Vital RR 26x/m RR 29x/m RR 28x/m RR 28x/m RR 26x/m
Suhu 35,6 C Suhu 36,2 C Suhu 37,2 C Suhu 36,4 C Suhu 36,2 C
Kepala Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale Normochepale
Mata SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/-
edema edema palpebra +/ edema palpebra +/ edema edema palpebra +/+
palpebra +/+ + + palpebra +/+ (berkurang)
(berkurang) (berkurang)
THT POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH -
Thorax SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, retraksi -

Cor S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 reguler,
Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/- Murmur -/-
Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/- Gallop -/-
Pulmo Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler -/-
Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/-
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Abdomen BU +, BU +, cembung BU +, cembung BU +, BU +, cembung
cembung, Perkusi : redup Perkusi : redup cembung Perkusi : redup
Perkusi : Shifting dullness Lingkar perut : 45 Perkusi : Lingkar perut : 45 cm
redup (+/+) cm redup
Shifting Lingkar perut : 56 Lingkar perut :
dullness (+/+) cm 45 cm
Lingkar perut :
52 cm
Extremitas Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat
CRT <2, CRT <2, edema CRT <2, edema CRT <2, CRT <2, edema
edema pretibial +/+ pretibial +/+ edema pretibial +/+

12
pretibial +/+ (berkurang) pretibial +/+ (berkurang)
(berkurang)
BB : 12 kg BB : 13,5 kg BB : 12 kg BB : 12 kg BB : 12 kg

A Sindrom Sindrom Nefrotik Sindrom Nefrotik Sindrom Sindrom Nefrotik


Nefrotik Nefrotik
P -Bed Rest -Bed Rest -Bed Rest -Bedrest -Bed Rest
-Prednison -Prednisone Stop -Prednisone 3x2 Prednisone -Prednisone 3x2 tab
3x2 tab -Albumin 20 % tab 3x2 tab - Mucos 2x1/2 cth
50 cc/4 jam - Mucos 3x1/2 cth - Mucos 2x1/2 -Cefixim 2x1/2 cth
-Furosemid 14 mg -Cefixim 2x1/2 cth -Zink 1x1 tab
Inj cth -Cefixim
Nacl 3 tpm -Transfusi 2x1/2 cth
albumin 20 % 50 -Resomal 50
cc/4 jam cc/ bab
Furosemid 14 mg mencret
Inj -Zink 1x1 tab

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa yang
ditegakkan pada pasien ini ialah : Sindrom Nefrotik
1. Anamnesa
 Bengkak pada palpebra, perut, dan tungkai
2. Pemeriksaan Fisik
 Ditemukan adanya edema palpebra (+/+) , edema pretibial (+/+), dan asites pada
abdomen, perkusi abdomen : redup, shifting dullness (+/+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan penurunan pada albumin, penurunan
protein total, peningkatan kolesterol total pada darah dan proteinuria masiv (+++)
pada urin
Kimia Darah 15/08/ 18/08/
16 16

Albumin 0,50 0,90 g/dl 3,2-5,2

Kolesterol 625 mg/dl <200

Protein Total 4,10 g/dl 5,6-7,5

Nilai
  Hasil Rujukan

13
URINALISA    
Urin Lengkap    
Makroskopis    
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin    
Berat jenis 1.010 1.015 - 1.025
pH 7,0 4,5 - 8
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif

SINDROMA NEFROTIK

Definisi

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering


dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang
terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta
sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan
proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain
gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia

Epidemiologi

Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut


sindroma nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak.
Apabila ini timbul sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau
berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik
sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun
tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka
prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insidens di Indonesia
diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.

14
Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari
luar negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur
kurang dari 5 tahun.

Pasien syndrome nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam


tiga kelompok :

1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk congenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya.
Umumnya kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang
diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsive steroid sebagian
besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik kelainan minimal
(SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten
steroid terdiri atas anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut
sindroma nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit
sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll. Sindroma nefrotik
dapat timbul dan besrsifat sementara pada tiap penyakit glomerolus
dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup
lama.

Etiologi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan


sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah
satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia
di bawah 1 tahun.

15
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971). 2 

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom


nefrotik primer3
            Kelainan minimal (KM)
            Glomerulosklerosis (GS)
                        Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
                        Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
            Glomerulonefritis kresentik (GNK)
            Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
                        GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
                        GNMP tipe II dengan deposit intramembran
                        GNMP tipe III dengan deposit
transmembran/subepitelial
            Glomerulopati membranosa (GM)
            Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H,
Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar
Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp.
381-426.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya


berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan
pada anak-anak.4

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak


berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya 5
menemukan hanya
44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik
primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6
di Surabaya mendapatkan 39.7%

16
tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit


sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti
misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,


sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid,
racun serangga, bisa ular.
d.  Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus
sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama


terjadinya sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap
sebagai manifestasi sekunder. Penyebab terjadinya proteinuria belum
diketahui benar, salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah
hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel
kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat
utama dari  proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya
kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.7 proteinuria dinyatakan ”berat” untuk membedakan dengan
proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindroma nefrotik.
Ekskresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m 2 luas permukaan
badan, dianggap proteinuria berat.

17
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai
pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-
glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum
kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.8

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid


plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi
cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang
interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan
natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang
pada akhirnya  mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang


memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan
akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi
berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan
teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin
plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi
ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena
tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan
peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan
kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori
overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi
sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori
overfill ini dapat menerangkan  volume plasma yang meningkat dengan
kadar renin plasma dan aldosteron  rendah sebagai akibat hipervolemia.

18
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu
proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill
berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang
sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu
kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3

Teori Underfilled Teori Overfilled


Kelainan
Kelainan Glomerolus Glomerolus

Albuminuria Retensi Na renal


primer

Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>

Tek.Onkotik koloid
plasma <<<

Volume Plasma >>> Edema

Retensi Na renal
sekunder >>>

Edema

Manifestasi Klinis

Dimasa lalu orang tua menganggap penyakit SN ini adalah edema.


Nafsu makan yang kurang, mudah terangsang, adanya gangguan
gastrointestinal dan sering terkena infeksi berat merupakan keadaan yang
sangat erat hubungannya dengan beratnya edema, sehingga dianggap
gejala-gejala ini sebagai akibat edema. Namun dengan pengobatan,
kortikosteroid telah mengubah perjalanan klinik SN secara drastis dan
dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua atau dokter SN bukan

19
lagi merupakan masalah edema, tapi masalah salah satu efek samping
obat terutama bagi anak-anak yang tidak responsive terhadap
pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan SN menderita
SNKM dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema dan proteinuria
dalam 4 minggu sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid

Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar


95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara
lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada
fase awal sembab sering bersifat intermiten;  biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).9

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai


sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi
bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat
lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita
dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.
Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan
pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena
proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.9

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit


sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang
disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa
pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan
terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada
pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.9

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura


atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang

20
menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus
albumin dan diuretik.9

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada


penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik
terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan
dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada
orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan
orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi klinik
yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95%
penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah
periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan
pitting.  Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.


Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC)
menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik
lebih dari 90th persentil umur.2

Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu >
40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10
gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih
besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.9

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin


serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom
nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum.
Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol
HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi
sempurna dari proteinuria.

21
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom
nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan
berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat
awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan
kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik
yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom


nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya
efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat
sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering
pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun
kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal

Komplikasi

Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri


atau sebagai akibat pengobatan.

1. Kelainan koagulasi dan timbulnya thrombosis


Kelainan ini timbul dari dua mekanisme yang berbeda :
a. Peningkatan permeabilitas glomerolus mengakibatkan :
i. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam
urin seperti antirombin III, protein S bebas, plasminogen dan
alfa antiplasmin
ii. Hipoalbuminemia, menimbulkan aktivasi trombosit melalui
tromboksan A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan
karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis
b. Aktivasi sistem homeostatic di dalam ginjal dirangsang oleh
factor jaringan monosit dan oleh papran matriks subendotelial
pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan
pembentukkan fibrin dan agregasi trombosit
2. Perubahan hormon dan mineral

22
Kelainan ini timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam
urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada
beberapa pasien SN dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan
dengan beratnya proteinuria
3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
4. Infeksi
Penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah :
a. Kadar immunoglobulin yang rendah
b. Defisiensi protein secara umum
c. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri
d. Hipofungsi limfa
e. Akibat pengobatan imunosupresif
5. Peritonitis
6. Infeksi Kulit
7. Anemia
8. Gangguan tubulus renal

Penatalaksanaan

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya


janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi
spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala
menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

            Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak


dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada
tabel berikut :

           

Tabel 2.  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada


anak dengan sindrom nefrotik

23
   

Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4


mg/m2/jam selama
     3 hari berturut-turut.

Kambuh Proteinuria  2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam


selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya
 Kambuh tidak pernah mengalami remisi.
sering
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam
  periode 12 bulan.

Kambuh sering Kambuh  2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons


awal,  atau   4 kali kambuh pada setiap periode 12
 Responsif-steroid bulan.

Dependen-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

  Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa


tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari
Resisten-steroid setelah terapi steroid dihentikan.

 Responder Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi


lambat prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

 Nonresponder Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60


awal mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Nonresponder Resisten-steroid sejak terapi awal.


lambat
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya
responsif-steroid.
 
 

PROTOKOL PENGOBATAN

            International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)


menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi)
sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4
minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.10

A.     Sindrom nefrotik serangan pertama

24
1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

a.   Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.


Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

b.  Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi


plasma atau albumin konsentrat.

c.   Berantas infeksi.

d.   Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

e.   Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada


edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau
mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.

1. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14


hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk
memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau
tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison
tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang
terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa
menunggu waktu  14 hari.

B.     Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis


relapse ditegakkan.

Perbaiki keadaan umum penderita.

a.      Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau
< 4 kali dalam masa 12 bulan.

25
1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80


mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan


selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.

b.     Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau >
4 kali dalam masa 12 bulan.

1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80


mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan


selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m 2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m 2/48 jam
selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis
nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan
awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid,  atau untuk biopsi ginjal

26
Siklofosfamid atau klorambusil
8-12 minggu

Relaps Tidak Relaps

Prednison selang sehari


dosis efektif minimal

Toleransi Efek samping Siklosporin (CyA)


baik

Relaps Tidak Relaps

Pengobatan Dikurangi bertahap sampai


simtomatik dosis efektif minimal

Tabel 3. Cara pengobatan yang diusulkan terhadap pasien SNKM dengan


relaps frekuen atau dependen steroid

Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai


berikut :

27
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di
atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer


memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% 
tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin


Pediatr  11 : 158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic
syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int  13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease :
Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors.
Comprehensive Clinical Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi
anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi.
Jakarta : Universitas Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo
E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK
Universitas Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children,
1981. The primary nephrotic syndrome in children : Identification of
patients with minimal change nephrotic syndrome from initial
response to prednison. J Pediatr  98 : 561.

28
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In :
Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4 th edition.
Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3
[2002 Mar 18] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September
16, 2002 at 08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome
in children. Up To Date   2000; 8.

29

Anda mungkin juga menyukai