Anda di halaman 1dari 2

Merangkakkan diri menuju esok hari

Aku tidak menghiraukan masalah pendidikan lanjutanku nantinya. Hidup kami berjalan sesuai
dengan bergulirnya waktu. Jika ia kekanan maka kamipun kekanan, tak jarang puasa hanya gara-
gara tidak bisa membeli bahan makanan. Itu sudah biasa.

Tapi bagi ayah dan ibuku, belajar itu penting. Pendidikan itu wajib, katanya. Aku yang sewaktu
itu masih belum mengerti apapun hanya bisa tersenyum seolah mimik wajah mengertiku. Hingga
suatu hari, wali muridku di panggil menghadap kepala sekolah dasarku waktu itu. Hingga sebuah
berita mengejutkan datang dari kepala sekolah pada masanya, bahwa aku menjadi salah satu
penerima beasiswa se-kecamatan. Aku kaget bukan main, aku senang bisa membantu biaya
pendidikanku sendiri. Kalian tau, tidak mudah bertahan di sekolah swasta yang golongan ‘sedikit
tidak murah’ ini.

Disini semua orang berteman karena ekonomi, dan sejenis kasta golongan. Aku tau mereka tak
mau berteman denganku, aku tahu mereka semua mencariku diam-diam, bahkan akupun tahu
jika mereka membicarakan penampilanku saat itu.

Hingga kami percaya bahwa pendidikan bisa perlahan megangkat derajat kami sekeluarga.

Aku berjuang keras demi pendidikanku, sejak duduk di bangku madrasah ibtidaiyah pun aku
sering membayangakan sebuah gelar dinamaku, membayangkan bagaimana peranku nanti di
instansi, apa seragam yang akan ku kenakan, hmm ayolah Qir, you are too small to think about
that.

Tidak sia-sia, terhitung sejak duduk di bangku kelas 5 MI. Biaya sekolah sudah bukan menjadi
tanggung jawab orang tuaku. Sudah menjadi sebuah hadiah atas kebaikan akademikku berupa
sebuah kwitansi pembayaran sekolahku secara percuma. Aku begitu sangat senang mendengar
ini.

Ini terjadi hingga aku duduk di bangku sekolah menengah pertama negri di daerahku. Sama
seperti 2 tahun terakhir di MI, akupun jarang membayar uang sekolah. Bukan karna uang ku
gelapkan, tapi memang sekolah dan tuhan memberi jalan.
Keadaan berbeda ketika aku menduduki Sekolah Menengah Kejuruan setempat. Memang
beasiswa tidak serta-merta diturunkan dari sekolah seperti sebelumnya. Kalian harus faham, aku
rela montang-manting cari sebuah jalan agar biaya sekolahku ringan. Hingga akhirnya aku
berhasil melakukan permohonan beasiswa dan lolos. Selama 1 tahun aku ringan SPP dari
sekolahku waktu itu, sangat membantu ibuk dan bapakku pada saat itu, semoga saja haha.

Ini adalah awal dari perjuanganku, kelulusan bukanlah segalanya. Masih ada hari setelah lulus
diamana kalian akan mendapati suatu masalah bukan lagi perkara pecahan x atau y. tapi ini
tentang sebuah realita kehidupan.

Setelah ujian nasional di akhiri, tidak ada waktu bagiku untuk sekedar bersenang-senang, santai
atau bahkan rebahan seharian. Oh tidak sesantai itu, aku langsung terjun ke dunia kerja, walau
hanya sebagai tukang fotocopy aku menikmatinya. Setelah tiga tahun ku tempuh untuk menjalani
berbagai teori dan praktek kejuruan, aku dinyatakan lulus dari sekolahku, Alhamdulillah! Sesaat
aku terlena dengan jumlah uang yang digajikan di pabrik teman-temanku, tapi tetap semua itu
tak menyurutkan niatku melanjutkan pendidikanku. Tidak berselang lama, aku mendapat sebuah
titik terang. Kuliah dengan beasiswa bidikmisi di STKIP PGRI Jombang. Dengan penuh tekat
langsung ku-iyakan panggilan dari guru konseling di SMKku.

Aku diantar dan dibimbing secara langsung oleh beliau. Banyak test yang ku lalui, mulai dari
wawancara bidikmisi, TKDA, dan wawancara program study. Tentu semua itu tidak mudah
dilakukan oleh seorang yang kurang pandai sepertiku. Aku hanya mencoba, jika ini rezekyku
maka akan berpihak kepadaku. Jika bukan maka memang belum waktunya di gariskan untukku.

Do’a orang tua, guru pendamping, saudara semua terjawab hari ini. Tepat subuh malam lailtul
qodar aku melihat jelas namaku ada di deretan mahasiswa yang berhak menerima bantuan biaya
pendidikan bidikmisi tahun 2017. Allah, ini jalanmu, ini rezekymu, terimakasih karena
meringankan jalanku untuk membanggakan orang tuaku.

Anda mungkin juga menyukai