Anda di halaman 1dari 14

SK 4 Langkah 3

M Adam Fauzan (1102019128)

LO 1. Zoonosis

1.1 Definisi
1.2 Bentuk infektif parasite
1.3 Cara penularan
1.4 Siklus hidup parasite zoonosis ( Fasciola hepatica, Taenia saginata, Taenia solium)
1.5 Pencegahan penularan penyakit zoonosis

LO 2. Antraks

2.1 Definisi

2.2 Etiologi

2.3 Patogenesis

2.4 Manifestasi

2.5 Cara diagnosis

2.6 Tata laksana

2.7 Pencegahan

2.8 Penularan

LO 3 One health

3.1 Definisi

3.2 Tujuan

3.3 Sejarah

3.4 Ruang lingkup

3.5 Hubungan zoonosis dengan one health

LO 4 Hewan kurban

4.1 Ayat dan hadist

4.2 Syarat-syarat sah hewan kurban


1.1 Definisi

 Zoonosis berasal dari bahasa Perancis "zoonotic" yang artinya penyakit yang bersumber dari
hewan dan dapat ditularkan kepada manusia yang nantinya akan berkembang menjadi wabah.
 Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di
antara hewan vertebrata dan manusia. Zoonosis merupakan ancaman baru
bagi kesehatan manusia.
 Zoonosis merupakan penyakit hewan yang dapat ditularkan secara alamiah kepada manusia.
(Dorland,2015)

1.2 Bentuk infektif parasit

 Taenia Solium
Bentuk: infektif telur
 Taenia Saginata
Bentuk infektif:Larva cacing (cysticercus bovis)
 Fasciola hepatica
Bentuk infektif: stadium infektif (kista metaserkaria)

1.3 Cara penularan

 Taenia Solium
Telur cacing yang ke luar tubuh manusia bersama tinja jika dimakan babi, di dalam usus babi
dinding telur akan pecah, dan onkosfer akan terlepas.
Infeksi pada manusia terjadi karena makan daging babi mentah atau kurang masak, yang
mengandung larva sistiserkus.
 Taenia Saginata
Manusia merupakan hospes definitif Taenia saginata sedangkan yang bertindak selaku hospes
perantara adalah sapi atau kerbau. Infeksi pada manusia terjadi jika makan daging sapi atau
daging kerbau yang masih mentah atau kurang matang memasaknya sehingga cysticercus bovis
yang terdapat di dalam daging masih infektif.
 Fasciola hepatica
manusia termakan stadium infektif (kista metaserkaria) yang terdapat pada tumbuhan air, di
dalam duodenum metaserkaria akan lepas dari jaringan tanaman air, melakukan migrasi melalui
dinding usus dan mencapai hati melalui aliran darah.

1.4 Siklus hidup zoonosis

Taenia solium

Taenia solium termasuk parasit zoonosis, yang dapat ditularkan dari babi ke manusia dan sebaliknya
Manusia bertindak selaku hospes definitif yang menjadi tempat hidup cacing dewasa, sedangkan larva
cacing ( cysticercus cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan dan organ babi yang
bertindak sebagai hospes perantara.

Cacing dewasa melepaskan segmen-segmen gravid yang paling ujung dalam bentuk rantai, yang
pecah di dalam usus sehingga telur cacing dapat dijumpai pada tinja penderita. Telur cacing yang ke luar
tubuh manusia bersama tinja jika dimakan babi, di dalam usus babi dinding telur akan pecah, dan
onkosfer akan terlepas. Karena mempunyai kait, onkosfer dapat menembus dinding usus lalu masuk ke
dalam aliran darah. Onkosfer akan menyebar ke jaringan dan organ-organ tubuh babi, terutama otot
lidah, leher, otot jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60-70 hari pasca infeksi, onkosfer akan berubah
menjadi larva sistiserkus (cysticercus cellulosae).

Infeksi pada manusia terjadi karena makan daging babi mentah atau kurang masak, yang mengandung
larva sistiserkus. Di dalam usus manusia, skoleks akan mengadakan eksvaginasi dan melekatkan diri
dengan alat isapnya pada dinding usus. Skoleks lalu tumbuh menjadi cacing dewasa dan kemudian
membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan cacing telah tumbuh menjadi cacing dewasa yang telah
mampu memproduksi telur untuk meneruskan daur hidupnya.

Taenia Saginata

Manusia merupakan hospes definitif Taenia saginata sedangkan yang bertindak selaku hospes perantara
adalah sapi atau kerbau. Infeksi pada manusia terjadi jika makan daging sapi atau daging kerbau yang
masih mentah atau kurang matang memasaknya sehingga cysticercus bovis yang terdapat di dalam
daging masih infektif.

Fasciola Hepatica

Hospes definitif cacing ini adalah manusia dan herbivora, sedangkan siput air tawar Lymnea bertindak
sebagai hospes perantara utama. Hospes perantara yang kedua adalah tanaman air atau rumput, yang
menjadi tempat berkembangnya kista metaserkaria (metacercarial cyst) yang merupakan stadium
infektif cacing ini. Jika telur cacing yang ke luar bersama tinja penderita masuk ke dalam air, dalam
waktu 9 sampai 15 hari di dalam telur akan terjadi pertumbuhan mirasidium. Setelah menetas
mirasidium akan berenang mencari siput yang menjadi hospes perantara pertama.

Di dalam tubuh siput mirasidium tumbuh menjadi sporokista, redia, dan selanjutnya
berkembang menjadi serkaria (cercaria). Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan berenang untuk
mencari tumbuhan air atau rumput dan berubah menjadi kista metaserkaria yang infektif.
Gambar 103. Daur hidup Fasciola hepatica

Jika manusia termakan stadium infektif (kista metaserkaria) yang terdapat pada tumbuhan air, di dalam
duodenum metaserkaria akan lepas dari jaringan tanaman air, melakukan migrasi melalui dinding usus
dan mencapai hati melalui aliran darah. Sebagian besar metaserkaria akan mencapai saluran empedu
dan kandung empedu, kemudian akan berkembang menjadi cacing dewasa.

1.5 Pencegahan penularan penyakit zoonosis

Taenia Solium

Untuk mencegah terjadinya penularan taeniasis solium, harus dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :

1. Pengobatan penderita untuk menghilangkan sumber infeksi dan mencegah terjadinya


autoinfeksi dengan larva cacing.
2. Dilakukan pengawasan pada daging babi yang dijual, agar daging babi yang dijual tidak
mengandung larva cacing (sistiserkus).
3. Memasak daging babi sampai di atas 50 0 Celcius selama 30 menit, untuk membunuh kista
larva cacing yang terdapat di dalam daging.
4. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak menggunakan tinja manusia sebagai makanan
babi.

Taenia Saginata

Tindakan pencegahan taeniasis saginata pada prinsipnya sesuai dengan upaya pencegahan terhadap
taeniasis solium, yaitu dengan jalan mengobati penderita, mengawasi daging sapi yang dikonsumsi atau
daging kerbau yang dijual, memasak daging sapi dan daging kerbau sampai matang, serta menjaga
kebersihan makanan yang diberikan pada sapi dan kerbau agar tidak tercemar tinja manusia.

Fasciola Hepatica

Penularan fasioliasis dapat dicegah dengan mengobati setiap penderita dengan baik. Daur hidup parasit
dapat diputuskan dengan memberantas siput yang menjadi hospes perantara pertama. Larva infektif
yaitu metaserkaria dapat dibasmi dengan memasak dengan baik sayuran yang akan dimakan. Penyakit
halzoun dapat dicegah dengan tidak makan organ hati dalam keadaan mentah, tetapi harus dimasak
lebih dahulu.

2. Antraks

2.1 Definisi

 Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan
termasuk salah satu penyakit zoonosis.
 Antraks merupakan penyakit pada binatang pemamah biak yang menular dan sering berakibat
fatal, disebabkan oleh ingesti spora Bacillus anthracis di tanah; didapat oleh manusia melalui
kontak dengan wol atau produk binatang lain yang terkontaminasi atau melalui inhalasi spora
yang ada di udara. (Dorland, 2015)
2.2 Etiologi

Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yaitu bakteri berbentuk batang, dengan ujung
berbentuk persegi dan sudutsudut yang tampak jelas, tersusun berderet sehingga tampak seperti ruas-
ruas bambu. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang mempunyai ukuran 1-1,2 um X 3-5 um
serta dapat membentuk spora, non motil dan kapsul.

Klasifikasi:

 Kingdom : Bacteria
 Fillum : Firmicutes
 Kelas : Bacilli
 Ordo : Bacillales
 Famili : Bacilliceae
 Genus : Bacillus
 Spesies : Bacillus anthracis

Siklus Hidup

Siklus hidup anthrax terdiri dari dua fase, yaitu fase vegetative dan fase spora.

1. Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1.5 mikrometer. Jika spora anthrax
memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingungan yang
memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetative, kemudian masuk ke fase
berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetative bakteri anthrax
memenuhi darah. Bentuk vegetative biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan mulut,
hidung, anus, atau perdarahan lainnya. Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah
bentuk vegetative tersebut memasuki fase tertidur ( dorman/ tidak aktif). Jika kemudian dalam fase
itu berkontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri anthrax membentuk spora (sporulasi). Bentuk
vegetative juga dapat terbawa oleh nyamuk atau serangga penghisap darah yang menggigit korban
yang berada pada fase akhir. Bisa juga terbawa oleh serangga pemakan bangkai korban. Serangga ini
kemudian dapat menularkan bakteri itu ke inang lainnya, hingga menyebabkan anthrax kulit.
2. Fase spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1.5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan
tidak aktif(dorman), menunggu hingga dpaat berubah kembali menjadi bentuk vegetative dan
memasuki inangnya. Hal ini dapat terjadi karena daya taha spora anthrax yang lebih tinggi untuk
melewati kondisi tak ramah; termasuk panas, radiasi ultraviolet, ionisasi, tekanan tinggi, dan
sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadi karena spora menempel pada kulit inang yang
terluka, termakan, atau karena ukurannya yang sangat kecil sehingga terhirup. Begitu spora
anthraks memasuki tubuh inang, spora itu akan berubah menjadi bentuk vegetative.

Virulensi

Kapsul dan toksin merupakan dua faktor virulen penting yang dimiliki oleh bakteri Bacillus
anthracis. Toksin bakteri akan merusak sel tubuh jika telah berada di dalamnya. Toksin ini terdiri dari:
Protective antigen (PA)/Antigen pelindung; Edema factor (EF)/Faktor edema dan Lethal factor
(LF)/Faktor letal. Kapsul akan menyebabkan gangguan pada proses fagositosis sedangkan exotoksin
komplex berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan. Protective Antigen akan mengikat receptor yang
selanjutnya diikuti masuknya Lethal Factor dan Edema Factor ke dalam sel. Sinergi antara PA dengan EF
akan menyebabkan edema sedangkan sinergi antara PA dengan LF akan menyebabkan kematian.6,8
Pada hewan, penularan terjadi dengan menelan, menghirup spora atau masuk melalui lesi kulit.
Herbivora biasanya terinfeksi saat menelan cukup banyak spora di tanah atau pada tanaman di padang
rumput. Wabah anthrax sering dikaitkan dengan hujan deras, banjir atau kekeringan. Hewan karnivora
biasanya terinfeksi

2.3 Patogenesis

Infeksi dimulai dengan masuknya endospora ke dalam tubuh. Endospora dapat masuk melalui abrasi
kulit, tertelan atau terhirup udara pernapasan. Pada antraks kulit dan saluran cerna, sebagian kecil spora
berubah menjadi bentuk vegetatif di jaringan subkutan dan mukosa usus. Bentuk vegetatif selanjutnya
membelah, mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya edema dan nekrosis setempat.
Endospora yang di fagositosis makrofag, akan berubah jadi bentuk vegetatif dan dibawa ke kelenjar
getah bening regional tempat kuman akan membelah, memproduksi toksin, dan menimbulkan
limfadenitis hemorhagik, seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:
Kuman selanjutnya menyebar secara hematogen dan limfogen dan menyebabkan septikemia dan
toksemia. Dalam darah, kuman dapat mencapai sepuluh sampai seratus juta per millimeter darah.
Sebagian kecil bisa mencapai selaput otak menyebabkan meningitis. Pada antraks pulmonal, terjadi
edema paru akibat terhalangnya aliran limfe pulmonal karena terjadinya limfadenitis hemorhagik
peribronkhial. Kematian biasanya akibat septikemia, toksemia, dan komplikasi paru dan umumnya
terjadi dalam kurun waktu satu sampai sepuluh hari pasca paparan. Reaksi peradangan hebat terjadi
terutama akibat toksin letal. Toksin letal kuman menyebabkan pelepasan oksigen antara reaktif (reactive
oxygen intermediates) dan pelepasan tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin1 (Jawetz,2010)

2.4 Manifestasi

1. Antraks Kulit

Lesi pertama terjadi dalam waktu tiga sampai lima hari pasca inokulasi spora dan umumnya terdapat
pada daerah ekstremitas, kepala dan leher (daerah terbuka). Lesi berwarna kemerahan, gatal dan tak
sakit. Dalam kurun waktu 24-36 jam lesi berubah membentuk vesikel berisi cairan jernih. Karena bagian
tengah vesikel nekrotik maka setelah vesikel pecah, akan terbentuk keropeng berwarna hitam (eschar)
di bagian tengahnya. Di sekitar lesi tampak edema kemerahan hebat dan vesikel-vesikel kecil. Istilah
pustula malignan sebenarnya salah, karena lesi kulit antraks tidak purulen dan tidak sakit. Ditemukannya
lesi purulen dan sakit biasanya menunjukkan infeksi sekunder oleh kuman lain seperti stafilokokus dan
streptokokus (Dixon, 1999).

2. Anthraks Intestinal

Keluhan penderita biasanya berupa demam, nyeri perut difus dan disertai nyeri lepas. Feses bercampur
darah atau berupa melena dengan konsistensi padat atau cair. Penderita kadang-kadang muntah
berdarah atau berwarna seperti kopi. Asites muncul dua sampai empat hari sejak gejala pertama timbul.
Kematian terjadi umumnya karena toksemia atau perforasi.

3. Anthraks orofaring

gambaran klinis lebih ringan. Gejalanya berupa edema leher dan pembesaran kelenjar limfe lokal
dengan akibat kesulitan menelan dan kesulitan bernafas. Lesi di orofaring berupa ulkus dengan
pseudomembran.
4. Anthraks Pulmonal

Gejala awal antraks inhalasi menyerupai infeksi viral saluran pernafasan atas akut berupa demam, batuk
kering, mialgia dan kelemahan. Secara radiologis tampak pelebaran mediastinum dan efusi pleura.
Dalam 1-2 hari, penderita biasanya jatuh dalam dispnoe berat, stridor dan akhirnya kematian.Kematian
terjadi pada kurun waktu 1-10 hari dengan rata-rata sekitar 3 hari sejak timbulnya gejala klinik. Salah
satu komplikasi antraks kulit intestinal dan inhalasi adalah meningitis.

2.5 Cara diagnosis

Untuk pemeriksaan antraks kulit, bahan diambil dari lesi yang baru dengan usap kapas. Jika lesi telah
menjadi eschar, tepi lesi diangkat dan bahan diambil dari bawah lesi. Eksisi eschar tidak diperbolehkan
karena mempermudah terjadinya antraks sistemik. Untuk antraks intestinal, bahan yang diambil berupa
feses. Jika diperlukan, bahan dapat berupa darah. Namun untuk bahan berupa darah, seharusnya
diambil sebelum pemberian antibiotik. Selain untuk pembiakan, darah atau serum dipakai untuk
pemeriksaan serologi. Untuk itu diperlukan serum berpasangan yang diambil dengan interval waktu
paling sedikit 10 hari. Untuk bahan post mortem, bahan berupa darah, cairan berdarah dari hidung, anus
atau mulut harus diambil. Jika perlu dapat pula diambil cairan peritoneal, limfa dan kelenjar getah
bening mesenterik dengan cara aspirasi. Untuk kasus antraks pulmonal, bahan pemeriksaan berupa
sputum. Bahanbahan pemeriksaan tersebut di atas, selanjutnya dikirim ke laboratorium dengan atau
dalam media transport untuk pemeriksaan langsung, pembiakan atau serologi. Pengerjaan pembiakan
kuman harus dilakukan dalam biological safety cabinet. Untuk pemeriksaan langsung, bahan dibuat
sediaan dan diwarnai dengan perwarnaan Gram, imunofluoresensi atau M’Fadyean. Pemeriksaan
serologi dikerjakan dengan cara imunodifusi, fiksasi komplemen dan hemaglutinasi. Untuk menunjang
penetapan diagnosis atas dasar gambaran klinik dapat digunakan tes kulit yaitu skin anthracin test yang
mempunyai sensitifitas 82% pada infeksi yang telah berlangsung 3 hari dan 99% untuk infeksi yang telah
berlangsung 4 minggu. Khusus untuk serologi terhadap toksin dikerjakan dengan cara Elisa. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan adalah reaksi rantai polimerasa dan pemeriksaan histokimia (Lane, 2008.
Garcia, 2010. WHO,2010).

2.6 Tata Laksana

Tatalaksananya yaitu dengan pemberian antibiotik penisilin dan dapat ditambahkan antibiotik
ciprofloxacillin, doxycyklin, atau amoksisilin.
2.7 Pencegahan

Pencegahan penyakit antraks dapat dilakukan dengan tidak mengonsumsi daging yang kurang matang,
dan melakukan edukasi dan penggunaan apd pada pekerja beresiko tinggi (dokter hewan, petani dan
peternak) serta melakukan vaksin terhadap hewan ternak.

2.8 Penularan

Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora.Manusia terinfeksi antraks melalui kontak
dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.Penularan juga bisa terjadi bila
menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu

Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut :

 Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah atau rumput, hewan yang sakit, maupun
bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit  seperti kulit, daging, tulang dan darah.
 Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir.
Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks.
 Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.

3.1 Definisi

One health adalah suatu gerakan untuk menjalin kemitraan antara dokter dan dokter hewan yang harus
disepakati oleh berbagai pihak, baik organisasi medik kesehatan, kesehatan hewan maupun kesehatan
masyarakat

3.2 Tujuan

Tujuan dari one health yaitu untuk mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antarmuka ekosistem
hewan-manusia

3.3 Sejarahnya

Walaupun istilah “One Health” tergolong baru, konsepnya telah lama dikenal baik secara nasional
maupun global. Sejak tahun 1800-an, para ilmuwan telah menemukan kesamaan dalam proses kejadian
penyakit antara hewan dan manusia, tetapi kedokteran manusia dan kedokteran hewan dipraktikkan
secara terpisah hingga abad ke-20. Beberapa tahun terakhir, melalui dukungan individu-individu kunci
dan peristiwa-peristiwa penting, konsep One Health telah mendapat pengakuan lebih di komunitas
kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan
3.4 Ruang Lingkup

Berikut adalah beberapa ruang lingkup dalam menangani One Health

1. Dokter hewan : Untuk isu kesehatan hewan dan keamanan pangan, epidemiologi penyakit
pada hewan
2. Dokter : Untuk isu kesehatan manusia, epidemiologi penyakit pada manusia
3. Perawat : Untuk isu kesehatan manusia/ komunitas
4. Ahli kesehatan masyarakat : Untuk isu kesehatan komunitas, strategi pencegahan penyakit,
epidemiologi, pengetahuan tentang penyakit menular
5. Ahli epidemiologi : Epidemiologi, pengontrolan penyakit, surveilans, desain kuesioner

3.5 Hubungan zoonosis dengan one health

Pendekatan global terhadap kesehatan seperti paradigma One Health atau EcoHealth menunjukkan
bahwa dinamika epidemiologi dan tindakan pemangku kepentingan yang menentukan kesehatan
populasi hewan dan manusia perlu dipelajari dalam konteks ekologis, sosioekonomi, dan politik yang
saling terkait. One Health menangani pertanyaan biomedis, dengan penekanan pada zoonosis, dan
secara historis lebih didorong oleh ilmu kesehatan. Sebaliknya, konsep EcoHealth didefinisikan sebagai
pendekatan ekosistem terhadap kesehatan, cenderung berfokus pada masalah lingkungan dan sosial
ekonomi dan awalnya dirancang oleh ahli ekologi penyakit yang bekerja di bidang konservasi
keanekaragaman hayati.One Health and EcoHealth konvergen dalam visi dan sasaran mereka untuk
memposisikan kembali kesehatan hewan dan masyarakat dalam konteks mereka yang lebih luas.

4.1 Ayat dan hadist

Qurban adalah suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan
penyembelihan hewan atas dasar ketakwaan dan kesabaran dalam melaksanakan perintah Allah SWT
dan Rasul-Nya, sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya ''Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya" (QS. AI Hajj:37). Perintah berqurban ini berlaku bagi setiap muslim yang mampu dan
dilaksanakan satu kali dalam setahun, yaitu pada Hari Raya Idul Adha. Hukum berqurban adalah sunnah
muakkad (sunnah yang sangat dikuatkan) , sebagaimana Hadist yang artinya "Rasulullah SAW bersabda:
Saya disuruh menyembelih qurban dan qurban itu sunah bagi kamu" (HR. Tirmdzi). Bagi mereka yang
mampu melaksanakan qurban tetapi tidak berqurban, mereka mendapat ancaman keras dari Rasulullah
SAW, sebigaimana disebutkan dalam Hadist yang artinya "Dari Abu Hurairah, ia berkata: telah bersabda
Rasullullah SAW: Barangsiapa yang mampu berqurban tetapi tidak qurban maka janganlah ia dekat ke
tempat shalat kami". (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

4.2 Syarat sah hewan kurban

1. Berdasarkan pemeriksaan ante-mortem dinyatakan sehat, yaitu bulu bersih dan tidak
kusam, lincah, nafsu makan baik, suhu tubuh normal, lubang kumlah (mulut, mata,
hidung, telinga, dan anus) bersih dan normal.
2. Tidak cacat, misalnya pincang, buta, mengalami kerusakan telinga, dll.
3. Cukup umur:
a. Kambing/domba: berumur di atas 1(satu) tahun ditandai dengan tumbuhnya
sepasang gigi tetap.
b. Sapi/kerbau: berumur diatas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi
tetap.
4. Tidak kurus
5. Jantan
a. Tidak dikastrasi/dikebiri
b. Testis/buah zakar masih lengkap (2 buah) dan bentuk serta letaknya simetris

Anda mungkin juga menyukai