Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagasan masyarakat madani mulai popular sekitar awal tahun 90-an di


Indonesia khususnya setelah jatuhnya komunisme (Uni Soviet dan Eropa Timur).
Namun, gagasan tersebut menjadi permasalahan saat ini karena banyak sebagian dari
kita tidak memahami apa itu masyarakat madani. Masyarakat madani atau yang biasa
disebut civil society menjadi sebuah paradigma ideal mengenai masyarakat dalam
diskursus para ahli di Barat yang terus mengalami kebingungan ketika pemahaman itu
harus diaplikasikan dalam aktifitas masyarakat riil. Tidak hanya itu, begitu banyak
cendekiawan, kaum intelektual, dan lembaga- lembaga masyarakat yang
membicarakan dan mencari makna dari konsep civil society. Civil society menjadi
tema yang sangat menarik diperbincangkan baik mealui media massa, penerbitan,
buku, seminar-seminar, pidato-pidato politik, diskusi, bahkan penelitian. Hal ini
terbukti dari penelitian Ahmad Baso, seorang intelektual yang concern dalam
mengamati perkembangan civil society di Indonesia. Dari penelitian yang dilakukan
Ahmad Baso dapat dilihat bahwa meskipun istilah civil society tergolong baru di
Indonesia tetapi dapat diterima di Indonesia, hal ini dikarenakan dalam civil society
terdapat gagasan pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) yang
merupakan persoalan utama yang dihadapi di Indonesia pada saat itu, terutama pada
era orde baru.
Masyarakat madani (civil society) sebagai sebuah konsep yang berasal dari
pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses
transformasi dan pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri
kapitalis. Ada beberapa tokoh yang setuju dengan konsep masyarakat madani dan
civil society namun ada juga yang tidak setuju. Tokoh yang setuju terhadap civil
society dan masyarakat madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan
Bachtiar Effendi serta pemikir yang mempunyai latar belakang pendidikan ke-islaman
modernitas semisal Syafi’i Ma’arif, Komaruddin Hidayat, bahkan Amien Rais dalam
pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa dan demokratisasi

1
kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia. Sedangkan
tokoh yang tidak setuju untuk adalah Hikam dengan alasan bahwa istilah masyarakat
madani cenderung telah di kooptasi oleh negara karena dipahami sebagai masyarakat
ideal yang disponsori atau dibaut oleh Negara.
Oleh karena itu, banyak terjadi pro dan kontra terhadap pengistilahan civil
society dan masyarakat madani karena banyaknya masyarakat yang belum memahami
apa itu masyarakat madani. Sehingga dalam makalah ini akan dijelaskan makna,
karakteristik, dan sejarah umat islam dari masyarakat madani.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu masyarakat madani?
2. Bagaimana karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi masyarakat madani
2. Untuk mengetahui karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani
3. Untuk mengetahui sejarah umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi masyarakat madani


Kata “madani” berasal dari bahasa Arab yang artinya civil atau civilized
(beradab). Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari Civil Society atau
Civilized Society (dalam Kamus, civil juga bisa berarti civilized). (Echols dan Shadily,
1996; 115)
Wacana tentang masyarakat madani memiliki banyak kesamaan istilah dan
penyebutan. Jika merujuk kepada pemaknaan istilah, maka masyarakat madani
berasal dari kota madani yaitu sebuah kota yang dulunya di sebut Yatsrib. Kota petani
dari industri kecil. Akrim Dhiyauddin Umari menyebutkan Yatsrib nama lama dari
Madinah Al- Munawarah, sumber kemenangan dengan tanah yang subur dan air yang
melimpah. Di Negara Madinah tersebut, masyarakat islam dibawah kepemimpinan
Nabi Muhammad saw yang telah berhasil membentuk masyarakat ber-peradaban
tinggi.
Menurut Nurkholish Madjid, kata Madinah berasal dari bahasa Arab
“madaniyah” berarti peradaban tinggi, karena itu masyarakat madani adalah
masyarakat yang beradab. Makna lain dari kata madani berarti kota, dengan demikian
masyarakat madani adalah masyarakat kota.
Menurut Dawam Raharjo, pengertian masyarakat madani mengacu kepada
integritasi umat atau masyarakat, gambaran itu misalnya terlihat melalui wujud NU
dan Muhammadiyah. Dalam konteks ini masyarakat madani lebih mengacu pada
penciptaan peradaban yang mengacu kepada al-Din, al-Tamaddun, atau al-madinah
yang secara harfiah berarti kota. Dengan demikian, konsep masyarakat madani
mengandung tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai prosesnya,
dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya. Meskipun demikian akan
timbul interpretasi berbeda jika konsep itu diartikan luas sebagai masyarakat utama
atau unggul (al-Khair al-Ummah) yang bisa berarti masayarakat madani dan bisa pula
berarti Negara.
Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep civil society oleh Anwar Ibrahim dan dikembangkan di indonesia oleh
Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk

3
pada konsep masyarakat Madinah yang dibentuk Nabi Muhammad dengan
menerapkan Piagam Madinah.
Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan
peradaban. Kata al-din yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan
dengan makna al-tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu dalam pengertian al-
madinah yaitu kota. Dengan demikian civil society diterjemahkan sebagai masyarakat
madani yang mengandung tiga hal yakni, agama peradaban dan perkotaan. Disini
agama merupakan sumber peradaban, dan masyarakat kota adalah hasilnya.
Jadi, masyarakat madani adalah masyarakat berbudaya, ber-peradaban tinggi,
masyarakat kota yang modern, dan masyarakat berbudi luhur, demokratis, dimana
para anggotanya menyadari hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan bersama secara filosofis mengacu kepada masyarakat
yang sempurna yang dilandasi dengan ajaran Islam. Di dalam Al- Qur’an sudah
dijelaskan umat yang terbaik untuk membentuk peradaban manusia yang lebih
humanis dan toleran yaitu :

”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’aruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekira
vb nya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS Ali
Imran [3]:110).
Ayat tersebut menggambarkan kriteria umat terbaik adalah perilaku
masyarakatnya yang senantiasa memerintahkan kepada yang ma’aruf, mencegah
dari perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah SWT. Ketiga sifat tersebut
merupakan modal utama agar umat Islam mampu membentuk tatanan masyarakat
yang baik dan ber-peradaban.
2. Karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani

4
Anwar Ibrahim menjelaskan, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang
khas yaitu kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik (reprocity),
dan sikap saling memahami dan menghargai.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa karakter masyarakat madani ini
merupakan “guiding ideas”, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat
madani, yaitu prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah, dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo menjelaskan karakter
masyarakat madani yaitu kerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif,
dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara. Karakter utamanya yaitu
persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup,
menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perepecahan dan
hidup dalam suatu persaudaraan.
Dalam hal ini sesuai dengan firman Allah, QS Huud ayat 118-119.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat”.
“Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah
menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan:
Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang
durhaka) semuanya”.

Ayat tersebut menginformasikan jika dalam suatu negeri masih ada orang baik, maka
Allah SWT tidaklah akan membinakan negeri itu dengan aniaya, dengan tidak ada
sebab. Adzab turun disebabkan perbuatan zalim manusia, maka berbuat baiklah untuk
menghindarinya. Selain itu, Allah menciptakan manusia berbeda-beda baik secara
bentuk dan pemikiran. Dengan adanya perbedaan tersebut dapat membuat peradaban
manusia berkembang maju. Sehingga untuk menjadi masyarakat madani diperlukan
sikap yang baik sesuai syariat Islam.
Dari berbagai perspektif diatas, ada beberapa karakteristik masyarakat madani,
diantaranya:

5
a. Bertuhan, artinya masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan
yang mengatur kehidupa sosial
b. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses
penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasi kepada publik tetapi informasi harus benar adanya.
c. Demokratisisi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi.
Demokrasi dapat terwujud melalui pengakkan pilar-pilar demokrasi yang
meliputi: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi, pers yang
bebas, partai politik, dan lain-lain.
d. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi orang lain yang telah
diberikan Allah sebagai kebebasan manusia. Sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat orang/kelompok lain.
e. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang
majemuk sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha
Kuasa.
f. Keadilan sosial (sosial justice), yaitu harus berbuat adil antara keseimbangan hak
dan kewajiban, juga tanggung jawab individu dengan lingkungannya.
g. Ber-peradaban tinggi, artinya bahwa masyarakat memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan emmanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
h. Berakhlak mulia.

Adapun ciri-ciri masyarakat madani seperti yang dibangun oleh Nabi Muhammad
SAW di kota Madinah, yaitu :

a. Egalitarian, yaitu persamaan hak ditengah-tengah masyarakat


b. Penghargaan terhadap orang yang berprestasi bukan berdasarkan golongan, kesukuan,
dan kebangsaan.
c. Keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat.
d. Penegakan hukum dan keadilan (supremasi hukum)
 Rasul saw dalam hal ini sangat tegas bahkan ia berkata: “Andaikata
Fatimah putriku mencuri akan saya potong tangannya”. Maksudnya,
siapa saja yang bersalah termasuk anak Rasul akan diterapkan hukum
dan keadilan.
 Dijelaskan juga dalam surah An Nisa’ 4: 58

6
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.”
e. Semangat tolong-menolong
f. Musyawarah, dalam setiap mengambil keputusan politik, Rasul saw selalu
menerapkan prinsip-prinsip musyawarah, yaitu kebersamaan dan kesepkatan. Prinsip
yang ditegakkan Rasul saw menunjukkan bahwa ia bukanlah pemimpin otoriter.

3. Sejarah Umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani

Ada dua Masyarakat Madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai Masyarakat
Madani, yaitu:

1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Allah SWT memberikan
gambaran dari Masyarakat Madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan

7
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW
beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama
Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur
masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh
terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Secara historis kita lebih mudah secara langsung merujuk kepada “masyarakat”nya
Ibnu Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-
spiritual dan menggunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada kenyataannya
masyarakat sipil tidak samadengan Masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada
sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil
merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan
Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa
faham Masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani,
Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata
din. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Madinah bermakna di sanalah din
berlaku. Secara historispun masyarakat Sipil dan Masyarakat Madani tidak memiliki
hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW
menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan
kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di bawah suatu perlindungan
hukumdan mewujudan cita-cita membentuk madaniyyah (beradab).

BAB III

PENUTUP

8
A. Kesimpulan
Masyarakat madani adalah masyarakat berbudaya, ber-peradaban tinggi,
masyarakat kota yang modern, dan masyarakat berbudi luhur, demokratis, dimana
para anggotanya menyadari hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan bersama secara filosofis mengacu kepada masyarakat
yang sempurna yang dilandasi dengan ajaran Islam.
Konsep masyarakat madani menurut Islam adalah bangunan politik yang
demokratis, partisipatoris, menghormati dan menghargai publik, seperti kebebasan
hak asasi, keadilan sosial, dan menjunjung tinggi etika yang mana sesuai masyarakat
madani yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah.
Ciri dan karakteristik masyarakat madani yaitu masyarakat yang beragama,
menjunjung demokrasi, menegakkan keadilan, free public spher, dan lain-lain. Untuk
sejarahnya, Mayarakat Madani berawal dari Masyarakat Saba’ dan Masyarakat
Madinah.

B. Saran
Sebagai seorang muslim semoga kita dapat mewujudkan masyarakat madani
di negeri kita ini. Yakni melalui pengingkatan kualitas sumber daya manusia, potensi,
perbaikan, sistem ekonomi. Tidak hanya itu, kita juga harusselalu menjunjung
toleransi, demokrasi, dan beberapa sikap dalam mewujudkan masyarakat madani.
Yang terpenting, selalu menjalankan perilaku yang bersyariat Islam seperti yang
diterapkan Nabi Muhammad SAW agar dapat mewujudkan masyarakat madani
layaknya kota Madinah.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Suryadi Culla.1999. Masyarakat Madani. Jakarta: Rajawali Press, hal 193-194.

9
Rahardjo, Dawam.1999.Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial.
Jakarta: LP3ES, HAL 302-304.

Nurcholish Madjid. Menuju Masyarakat Madani, dalam Jurnal Ulumul Qur’an. No 2/VII/1996, 51-
55.

Ngudi Astuti. Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia (Konsep dan
Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Umat yang Demokratis, Adil, dan Makmur), dalam Jurnal
Ilimiah Mimbar Demokrasi, Volume 11, No 2/ 2016.

Mohammad Asrori. Masyarakat Madani dan Pendidikan Islam (Mengkonstruksi Masyarakat Madani
Melalui Pendidikan Islam, dalam Jurnal Madrasah, Volume , No 2/ 2014.

Nurdinah Muhammad. Masyarakat Madani dalam Perspektif Al Qur’an, dalam Jurnal Al Mu’ashirah,
Volume 14, No 1/2017.

Wawan Mas’udi. Masyarakat Madani: Visi Etis Islam Tentang Civil Society, dalam Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Volume 3, No 2/1999.

10

Anda mungkin juga menyukai