Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-produk
industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang telah
diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang berguna
untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, perlu mengetahui jenis,
sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang digunakan atau dilihat sehari-
hari termasuk makanan yang dimakan sehari-hari. Salah satu yang harus diperhatikan yaitu
beberapa bahan kimia dalam makanan, dalam hal ini zat aditif makanan. Zat aditif adalah
bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas makanan, menambah estetika, menambahkan kelezatan, dan mengawetkan makanan.
Zat aditif makanan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami.
2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia/ buatan.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun buatan, zat aditif dapat dikelompokkan
sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa, aroma dan antioksidan. Dalam
bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, perlu diketahui keuntungan dan
kerugian/dampak negative dari makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu diketahui
apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang aman dikonsumsi dan yang
merugikan atau yang mengancam kesehatan tubuh manusia.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya sebagai berikut ;
1) Mengetahui definisi zat aditif dan pengelompokkannya
2) Mengetahui sifat fisik dan kimia zat aditif
3) Mengetahui dampak penggunaan zat aditif pada makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Aditif


Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan ke
dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan dan
bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau produk
degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif
dapat hilang selama pemrosesan (Belitz, 2009).
Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Bahan
Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan
bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat dan pengental.

Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan dalam
skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat dilihat dari
pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235 (1979). Dalam
peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, bahan tambahan
makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu: antioksidan dan
antioksidan sinergis, pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih dan pematang, penambah
gizi, pengawet, pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental, pengeras, pewarna alami
dan sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan atau
hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang
selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek
samping yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif alami adalah merupakan zat
tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa disintesis atau dibuat terlebih dulu. Sedangkan zat
adiktif buatan atau sintesis adalah zat tambahan makanan yang diperoleh melalui sintesis
(pembuatan), baik di laboratorium maupun industri, dari bahan-bahan kimia yang sifatnya
hampir sama dengan bahan alami yang sejenis, keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat
diproduksi dalam jumlah besar, lebih stabil, takaran penggunaannya lebih sedikit, dan
biasanya tahan lebih lama, sedangkan kelemahan zat adiktif sintesis adalah dapat
menimbulkan risiko penyakit kanker atau bersifat karsiogenetik (Belitz, 2009).
2.2 Jenis-Jenis Bahan Aditif
2.2.1 Bahan Pengawet
Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan lama dan
tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan dari proses pembusukan
oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk itu batasan penggunaan bahan
pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesesehatan No. 722/ menkes/per/IX/
88.
Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu rendah,
suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Pengawet digunakan agar
makanan lebih tahan lama dan tidak cepat busuk bila disimpan karena bahan pengawet dapat
menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang dapat
merusak dan membusukkan makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan dapat berupa
bahan alami maupun hasil sintesis.
Menurut Lena (2017), secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
2.2.1.1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga
aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut adalah contoh-contoh pengawet alami :
a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir, dihasilkan
dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat menyerap
kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air, maka
mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan mati.
b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan
seperti halnya gula tebu.
c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air
laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet makanan karena dapat
menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dalam makanan. Hal itu
disebabkan karena garam dapur bersifat hidroskopis (menyerap kandungan air
dalam makanan) seperti halnya gula pasir.
d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan
penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet. Selain
itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman
cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah
aroma.
g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat dipakai sebagai
bahan pengawet.
h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada
ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan garam.
2.2.1.2 ADI (Acceptable Daily Intake), yang sudah ditetapkan batas penggunaan hariannya
(daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-bahan pengawet tersebut,
antara lain sebagai berikut :
a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini
menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam
asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau
soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai
pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat
(garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco,
kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit.
Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan dengan
menggunakan bahan ini.
d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau
lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil
galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.
e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam
propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat
kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang
menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju
biasanya menggunakan bahan ini. Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan
migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium nitrit
berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini terutama
sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging
olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering.
Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya,
pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi
kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga
menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan
muntah-muntah.
g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat. Sorbat
sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar.
Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak
memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan. Meskipun
aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di kulit.
2.2.1.3 Zat pengawet sintetis yang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya, zat-zat
pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya tetapi masih
sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa diantaranya yaitu:
a) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O adalah
senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat,
plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder. Karena
boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering digunakan untuk
pengawet kosmetik dan kayu. Banyak ditemukan kasus boraks yang
disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar, mie basah, pisang
molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit
b) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40% formaldehid
(HCOH) dalam 60% air atau campuran air dan metanol (jenis alkohol bahan baku
spiritus) sebagai pelarutnya. Formalin sering disalahgunakan untuk mengawetkan
mie, tahu basah, bakso, dan ikan asin.  Formalin tidak boleh digunakan karena
dapat menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan
jantung.
c) Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini
bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan kulit.
d) Kalium Asetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet ini.
Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
2.2.2 Bahan Pewarna
Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan ke
dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi
penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat menjadikan
makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan
dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya
bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta
atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok
untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung
lemak dan minyak.
2.2.2.1 Pewarna alami
Merupakan bahan pewarna yang bahannya banyak diambil dari tumbuh-tumbuhan.
Menurut Lena (2017), bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai
berikut ;
a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau menawan,
misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.
b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat pada
makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.
c) Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk memberi
warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi kuning. Selain
itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.
d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna kapxantin
yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang daging atau
sambal goreng.
e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada makanan.
Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-karoten yang memberikan
warna oranye pada bahan makanan.
2.2.2.2 Pewarna Buatan/Sintetik
Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan
pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna buatan
yang disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya beta-karoten
(warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan apokaroten (warna oranye).
Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa khusus untuk menggantikan pewarna alami.
a) Fast Green FCF warna hijau digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk penggunaan zat
pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah sebanyak 300 mg.
b) Sunset yellow FCF warna kuning digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya minuman ringan, permen, selai dan agar-agar. Sunset Yellow adalah zat
pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini merupakan
pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung kelompok kromofor NN
dan CC.
c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan
adalah 100 mg/Kg bahan makanan.
d) Coklat HT warna coklat digunakan dalam makanan dan minuman misalnya
minuman ringan, agar-agar dan selai.
e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan minuman
misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar maksimum dalam bahan
makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan
f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya jeli,
selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-
anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa sintetis
warna cherry-pink.
2.2.2.3 Zat Pewarna yang dapat mengganggu kesehatan
Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi penyalahgunaan
pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan
sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya
mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.
Menurut Angio (2011), pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan
adalah:
a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang tidak
bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.
b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan,
iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan
saluran kemih (Hernawan dkk, 2016).
c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah
yang biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara
berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti kanker
dan bahkan kematian.

2.3 Sifat Fisik dan Kimia bahan aditif


a. Bahan pewarna
Jenis zat warna alami yang sering digunakan adalah karotenoid. Karotenoid
merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan orange yang secara alami
terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat, jeruk, algae,
lobster, dan lain-lain. Menurut Association of Vitamin Chemistry, London dalam
Erawati (2006) secata umum karotenoid mempunyai sifat fisik dan kimia sebagai
berikut :
a) Larut dalam lemak
b) Tidak larut dalam air
c) Larut dalam aseton, heksan, alkohol, kloroform, metanol dan etanol.
d) Sensitif terhadap oksidasi
e) Stabil terhadap panas didalam udara bebas oksigen
b. Bahan pengawet
Asam sitrat merupakan suatu senyawa organik, yang banyak ditemukan pada
daun dan buah tumbuhan yang mempunyai rasa asam. Senyawa ini merupakan bahan
pengawet alami yang baik, selain dipakai sebagai penambahan rasa masam pada
makanan juga dapat digunakan untuk minuman ringan. Rumus kimia asam sitrat
adalah C6H8O7 (Febrianty dkk, 2007).
Tabel 1. Sifat Fisika dan Kimia Asam Sitrat
No Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Berat molekul : 192 gr/mol Kontak langsung (paparan) terhadap
Asam Sitrat kering
atau larutan dapat menyebabkan
iritasi kulit dan mata
2 Spesific gravity : 1,54 (20°C) Mampu mengikat ion-ion logam
sehingga dapat digunakan sebagai
pengawet dan penghilang kesadahan
dalam air.
3 Titik lebur : 153°C Keasaman Asam Sitrat didapatkan
dari tiga gugus
karboksil -COOH yang dapat
melepas proton dalam larutan.
4 Titik didih : 175°C Asam sitrat dapat berupa kristal
anhidrat yang bebas air atau berupa
kristal monohidrat
yang mengandung satu molekul air
untuk setiap molekulnya.
5 Kelarutan dalam air : 207,7 gr/100 ml Asam Sitrat mengkristal dalam
(25°C) air panas, sedangkan bentuk
monohidrat didapatkan dari
kristalisasi Asam Sitrat dalam air
dingin
6 Berbentuk kristal berwarna putih, Jika dipanaskan di atas suhu 175°C
tidak berbau, dan memiliki rasa asam akan terurai (terdekomposisi)
dengan melepaskan karbondioksida
(CO2) dan air (H2O).

c. Bahan pemanis
Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-
monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul
C12H22O11.
Sifat fisika sukrosa antara lain:
 Berat molekul : 342,3 g/mol.
 Berbentuk : kristal.
 Rasa : manis.
 Kelarutan : 179 g/100 mL (0°C)
 Melting point : 170°C
Sifat kimia sukrosa antara lain:
 Sukrosa dapat dioksidasi dengan KMnO4, HNO3 dan peroksida.
 Sukrosa dapat dihidrolisis secara enzimatis yang menghasilkan glukosa dan
fruktosa
(Perry and Green, 1999).
d. Bahan penyedap rasa
Monosodium Glutamat (MSG), gamm monosodium dati asam glutamat (L-
Glu) yang biasa digunakan sebagai penyedap makanan diseluruh dunia. Monosodium
Glutamat adalah· senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C5H8NO4.Na.
Sifat - sifat fisika Asam Glutamat :
 BM =147,13
 Bcntuk = Kristal / larutan
 Specific gravity = 1,460
 Melting point = 199°C
 Tidak berbau
 Berwarna putih
Sifat - sifat kimia Asam Glutamat :
 Dengan NaOH pada suasana netral (pH = 7) membentuk MSG
 Dcngan NaOH pada suasana basa (pH> 7) membentuk Disodium Glutamat
 Dengan HCl membentuk Asam Glutamat Hidroklorik
(Satria, 2012).
Analisa Kualitatif dan Kuantitatif MSG
a) Uji Kualitatif MSG
 1 mL larutan sampel.
 Tambahkan 1 mL Triktohidindena hidrat TS dan 100 mg Natrium Asetat
 Masukkan ke dalam Waterbath selama 10 menit
 Bila timbul warna ungu maka (+) MSG
b) Uji Kuantitatif MSG
 0,4 gr sampel dipanaskan dalam labu kjehdahl dengan 0,5 gr Cu sulfat, 4,5 gr Natrium
sulfat dan 20 ml H2SO4 sampai jernih.
 Refluks selama 3 jam
 Dipindahkan dalam labu destilat
 Cuci dengan aquadest dan diencerkan hingga 200 ml dan ditambah 20 ml NaOH 30%.
 Amonia yang terdestilat ditambah dalam 25 ml H2SO4 0,1 N dan indikator metil 3
tetes
 2/3 volume larutan terdestilasi kemudian di titar kelebihan H2SO4 dengan NAOH
0,1N.
 Menghitung kadar MSG dengan rumus :
[(25 x N H2SO4) - ( V NaOH x N NaOH )] x 100%
Berat MSG (mg)
(Widyalita dkk, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Angio, M. 2011. Bahan Kimia Dalam Makanan. Universitas Gorontalo: Gorontalo.
Belitz, H, D dkk. 2009. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany
Erawati, C.M. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Proses Produksi Tepung Ubi
Jalar (Ipomoea batatas L.). Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Tesis.
Febrianty, Amanah dan Suryadi. 2007. Fermentasi Limbah Jeruk Menjadi Asam Sitrat.
Inderalaya : Universitas Sriwijaya.
Hernawan, Edi, dkk. 2016. Analisis Zat Aditif Rhodamin B Dan Methanyl Yellow Pada
Makanan yang Dijual Di Pasaran Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan, Vol (17 : 16)
Lena, Kirara. 2017. Pengembangan Bahan Ajar Ipa Terpadu Dengan Model Pembelajaran
Problem Base Learning (PBL) Pada Materi Zat Aditif Dan Zat Adiktif Untuk Siswa
SMP/Mts Kelas VIII. Malang : FMIPA UM.
Perry, R.H. and Green, D.W. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. 7th edition.
McGraw Hill Book Company. Singapore.
Satria, Fauzi. 2012. Gambaran Penggunaan Monosodium Glutamat (MSG) Dan Tingkat
Keparahan Stroke Di Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan Periode
Juli-November 2012. Program Studi Kedokteran Universitas Sumatra Utara; Skripsi.
Widyalita Eka, Saifuddin Sirajuddin, Zakaria. 2014. Analisis Kandungan Monosadium
Glutamat (MSG) Pada Pangan Jajanan Anak Di SD Komp. Lariangbangi. Jurnal
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai