Anda di halaman 1dari 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339427736

Polimer Matrik Komposit

Chapter · November 2019

CITATIONS READS

0 14

1 author:

Heru Suryanto
State University of Malang
77 PUBLICATIONS   128 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Syntesis and characterization of bionanocomposite starch reinforced by nanoclay View project

Bacterial Nanocellulose from Biomass Waste: Sinthesis, Characterization, and Application View project

All content following this page was uploaded by Heru Suryanto on 22 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
BAB 2
POLIMER MATRIK KOMPOSIT

2.1 Polimer Komposit


Polimer komposit dibuat dari kombinasi polimer dan bahan
pengisi material anorganik, sintetis atau alami. Pengisi berfungsi
untuk meningkatkan sifat yang diinginkan dari polimer dan
mengurangi biaya. Saat ini, aplikasi komposit polimer sebagai
bahan teknik telah menjadi kebutuhan. Komposit polimer dapat
meningkatkan sifat mekanis, sifat ketahanan panas, penghalang
(barrier) gas dan api secara luas digunakan dalam jumlah yang
sangat besar di berbagai aplikasi. Namun, penerapan pengisi
konvensional seperti serbuk, kalsium karbonat, serat, dll,
membutuhkan sejumlah besar pengisi dalam matrik polimer agar
menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam sifat komposit yang
bisa menyebabkan munculnya beberapa sifat lain yang tidak
diinginkan seperti kerapuhan [10].
Sifat-sifat akhir polimer komposit diperkuat serat
dipengaruhi oleh jenis serat, kandungan komponen, dimensi
komponen, mikro struktur komposit, dan interaksi antarmuka
antara matrik dan fase yang tersebar. Peningkatan efisiensi
antarmuka komposit sangat tergantung pada sifat (mekanik)
pengisi, adesi antara matrik dan pengisi dan terutama pada aspek
rasio pengisi. Aspek rasio pengisi sangat penting dan penting untuk
meningkatkan sifat komposit seperti sifat listrik [11], sifat mekanik
[12] dan sifat termal [13]. Komposit polimer dengan aspek rasio
tinggi adalah pengisi dengan ukuran nano seperti nanoclay, karbon
nanotube dan nanofiber menjadi perhatian karena sifat multifungsi
dan sangat bisa ditingkatkan kinerjanya. Kombinasi pengisi skala
nano mempengaruhi dimensi dan aspek rasio tinggi dengan
dispersi skala nano dalam matrik polimer dapat berpengaruh pada
20

perbaikan signifikan dalam sifat polimer dengan fraksi volume


pengisi yang sangat rendah. Sebagai hasil dari penggunaan bahan
pengisi yang lebih lebih rendah, makroskopik keseragaman dan
kepadatan rendah polimer utama serta mempertahankan
transparansi (opacity) dalam produk akhir nanokomposit. Polimer
nanokomposit adalah kelas baru hibrida bahan dalam kategori ini
[14].

2.2 Polimer Nanokomposit


Nanokomposit didefinisikan sebagai bahan komposit di
mana setidaknya satu komponen merupakan penguat setidaknya
satu dimensi dalam skala ukuran nanometer (< 100 nm). Meskipun
istilah nanokomposit mewakili sebuah dasar yang baru dan
menarik pada sains dan teknologi, nanokomposit benar-benar
telah digunakan selama berabad-abad dalam kehidupan.
Menggunakan bahan-bahan alami dan polimer seperti karbohidrat,
lipid dan protein, alam membuat nanokomposit alami menjadi kuat
seperti tulang, kerang dan kayu [15]. Namun dalam beberapa tahun
terakhir, karakterisasi dan kontrol struktur pada skala nano
menarik untuk dipelajari, diteliti dan dimanfaatkan sehingga
teknologi nanokomposit telah muncul sebagai suatu strategi yang
efisien dan kuat untuk meningkatkan sifat struktural dan
fungsional polimer sintetis. Hal ini merupakan tinjauan ilmu
nanokomposit yang berkembang sebagai penerapan bidang kajian
nanoteknologi. Kondisi ini diawali oleh laporan perusahaan Toyota
pada perbaikan dalam sifat nylon-6 dengan menggunakan
nanokomposit nylon-6/clay [16] dan seterusnya berkembang
dengan penambahan karbon nanotube, karbon nanofiler,
nanografit yang diubah dengan pengisi anorganik yang digunakan
sebagai penguat dalam polimerik komposit [17].
Polimer nanokomposit telah menarik perhatian besar dalam
dunia akademis dan industri karena menampilkan sifat-sifat
unggul seperti modulus, kekuatan, ketangguhan dan penghalang
jauh dari perkiraan komposit mikro konvensional dan sebanding
dengan logam. Namun polimer nanokomposit telah meningkatkan
keunggulan dengan kepadatan yang lebih rendah dan kemudahan
21

kemampuan pemrosesannya. Dalam polimer nanokomposit, bahan


pengisi memiliki setidaknya satu dimensi dalam skala nanometer
dan dispersi skala nano menakjubkan dalam matrik polimer
mengarah ke pada efektifitas kontak antarmuka yang luar biasa
antara polimer dan pengisi anorganik yang menyebabkan sifat-
sifat unggul dibandingkan fasa polimer biasa. Ketika dimensi
partikel pengisi menurun menjadi skala nano, sifat-sifatnya juga
secara signifikan berubah secara menakjubkan [18]. Hal ini dikenal
karena efek nano. Dengan kata lain efek nanofiler pada sifat
polimer ini berbeda dari yang diperkirakan [19]. Studi dan
modeling yang menggunakan mekanika kontinum
mengungkapkan peningkatan sifat-sifat nanokomposit sangat
bergantung pada fitur-fitur tertentu dari sistem nanofiller,
khususnya, komposisi, aspek rasio, sifat mekanik dan rasio pengisi
dengan matrik [20]. Skala nano ditunjukkan sebagai dimensi
pengisi dalam bentuk partikel (diameter), lempengan (ketebalan)
atau serat (diameter) berada di kisaran ukuran 1-100 nm (Gambar
10).

Gambar 10. Skema berbagai jenis nanofillers atau pengisi dengan


dimensi skala nano [21]

Spektrum yang luas dari sifat polimer dapat ditingkatkan


dengan teknologi nanokomposit seperti sifat mekanis, termal,
penghalang, daya tahan, stabilitas kimia, ketahanan api, ketahanan
awal pakai, biodegradabilitas serta sifat optik, magnetik dan listrik
[22-24].
22

Sifat-sifat akhir produk nanokomposit ditentukan oleh sifat


komponen, komposisi, interaksi mikro-struktur dan antarmuka
[20]. Sifat pengisi memiliki efek utama pada morfologi dan sifat
polimer nanokomposit. Clay adalah satu kelompok nano-pengisi
yang telah digunakan untuk membuat polimer nanokomposit. Clay
memiliki kelompok utama silikat dengan struktur berlapis yang
dikenal sebagai silikat berlapis. Dewasa ini telah dilakukan
penelitian untuk pengembangan polimer nanokomposit clay
karena dapat meningkatkan sifat dibandingkan polimer yang
hanya diisi konvensional dalam sepersekian sangat rendah
penambahan pengisi [25][26]. Polimer nanokomposit clay telah
menjadi perhatian karena terpengaruh pada sifat unik dengan
ukuran pengisi atau terutama dengan nanofiler lain. Sifat komposit
dapat ditingkatkan tanpa mengorbankan kemampuan proses dari
polimer murni, sifat mekanik dan ringan, membuat clay menjadi
penting dalam industri modern polimer.

2.3 Komponen Nanokomposit Polimer/Clay


Nanokomposit polimer/clay merupakan kelompok baru
komposit dengan matrik polimer di mana fasa terdispersi berupa
silikat sebagai pengisi yang memiliki setidaknya satu dimensi
dalam rentang nanometer (10-9 m).
2.3.1 Polimer
Polimer yang dibentuk oleh molekul yang besar atau disebut
dengan makromolekul, di mana atom dihubungkan antara satu
sama lain melalui ikatan kovalen. Sebagian besar dari polimer
terdiri rantai panjang yang fleksibel yang umumnya terbuat dari
atom karbon (Gambar 11). Atom karbon rantai polimer memiliki
dua elektron valensi yang tidak bebas karena berikatan antara
atom karbon yang dapat menjadi bagian dari ikatan antara atom
atau radikal lainnya. Rantai ini terdiri unit kecil berulang yang
disebut mero. Kata mero diambil dari kata Yunani yaitu meros,
yang berarti bagian. Oleh karena itu, salah satu bagian disebut
dengan monomer dan kata polimer berarti kehadiran beberapa
meros. Ketika semua meros polimer adalah sama maka polimer
tersebut disebut dengan homopolimer. Namun, ketika polimer
23

terdiri dari dua atau lebih meros berbeda maka polimer tersebut
disebut kopolimer.

Gambar 11. Rantai molekul polimer organik


(Sumber: dokumen pribadi)

Struktur molekul polimer disebut sebagai polimer linear


ketika meros bersatu dalam rantai tunggal. Polimer bercabang
menyajikan konsekuensi lateral yang terhubung ke rantai utama.
Polimer dengan ikatan silang menyatu dengan rantai linier dengan
ikatan kovalen. Jaringan polimer memiliki tiga meros fungsional
yang memiliki tiga ikatan kovalen aktif, membentuk struktur
jaringan 3D (Gambar 12).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12. Skema rantai polimer: (a) linear, (b) bercabang, (c)
dengan ikatan silang, dan (d) network/jaringan
(Sumber: dokumen pribadi)

Polimer bisa berbentuk amorf atau semi-kristal sesuai


dengan strukturnya karena polimer yang memiliki sejumlah besar
radikal terkait dengan rantai utama tidak mampu memiliki molekul
yang dapat ditumpuk sedekat mungkin dan tersusun secara
teratur. Polimer dengan rantai linier dan kelompok-kelompok kecil
24

digabungkan dalam bentuk yang lebih berorientasi untuk


membentuk kristal. Sebagai konsekuensi dari bentuk struktur
polimer maka terdapat ada dua jenis polimer: termoplastik dan
termoset. Polimer termoplastik dapat bentuk secara mekanis
beberapa kali melalui pemanasan kembali untuk mengembalikan
pergeseran antarmolekul. Umumnya, polimer struktur linear dan
bercabang adalah termoplastik dan polimer struktur jaringan
berbentuk termoset. Polimer termoset tidak melunak walaupun
dipanaskan karena ada ikatan silang dalam struktur 3D. Oleh
karena itu, polimer termoset tidak dapat didaur ulang.
Matrik polimer digolongkan dalam:
• Polimer Alam
Polimer alam merupakan polimer yang terbentuk melalui
proses alamiah. Beberapa contoh dari polimer alam anorganik
antara lain silika, pasir, clay, siloksan, sedangkan contoh polimer
alam organik antara lain selulosa dan karet alam yang berasal dari
tumbuhan, sutera dan wol yang diproduksi oleh hewan serta asbes
yang diperoleh dari mineral.
• Polimer Buatan
Polimer sintetik merupakan polimer yang dihasilkan dari
reaksi kimia seperti poliester, karet fiber, polisterena, nilon, dan
polietilen. Polimer buatan terdapat dalam bentuk sebagai polimer
sintetis dan polimer regenerasi. Polimer sintetis dibuat dari bahan
baku kimia yaitu dari molekul sederhana (monomer) dibentuk
menjadi molekul berantai melalui suatu reaksi polimerisasi.
Polimer sintetis pertama kali yang ditemukan oleh Leo Baekeland
(kimiawan Belgia, 1907) dengan nama bakelit. Bakelit merupakan
hasil kondensasi formaldehida dengan fenol dan salah satu jenis
dari produk-produk konsumsi yang digunakan secara luas. Contoh
polimer sintetis antara lain polipropilen, polietena, nilon, poli vinil
klorida (PVC), kantong plastik, poliester, pita karet, botol, dan
masih banyak produk lain. Sebagian besar polimer ini berbentuk
plastik yang dimanfaatkan untuk keperluan rumah industri,
tangga, atau mainan anak-anak. Polimer regenerasi adalah polimer
alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang
dibuat dari kayu (selulosa).
25

2.4 Klasifikasi Polimer Nanokomposit


Polimer nanokomposit dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan jenis nanopartikel yang digunakan, yaitu
nanokomposit (material anorganik) dan nanokomposit (material
organik) dengan matrik polimer. Nanokomposit (material organik)
merupakan nanokomposit yang terdiri dari matrik polimer dan
nanomaterial berupa senyawa organik seperti kitin, fluoropolimer,
dan organoclay. Sebaliknya, nanokomposit (material anorganik)-
polimer terdiri dari matrik polimer dan nanomaterial berupa
senyawa anorganik seperti logam dan silika. Lebih jauh lagi,
nanokomposit (material anorganik)-polimer dapat dibagi menjadi
dua. Jenis pertama adalah komposit nanopartikel-polimer, yaitu
nanokomposit yang dibuat dengan mendispersikan materi
anorganik (dapat berupa koloid atau serat) ke dalam matrik suatu
polimer. Jenis kedua adalah komposit nanolayer-polimer, yaitu
nanokomposit yang dibuat dengan membentuk rantai polimer
melalui template anorganik.
Nanokomposit juga dapat dibedakan berdasarkan bentuk
nanomaterial (nanoreinforce atau nanofiler) yang digunakan.
Secara umum, ada berbagai bentuk dari nanomaterial. Suatu
parameter yang penting dalam menentukan bentuk dari
nanomaterial adalah rasio luas permukaan per volume. Semakin
besar rasio luas permukaan per volume material nano, maka sifat-
sifatnya akan semakin baik. Dari plot rasio luas permukaan per
volume terhadap aspek rasio (panjang per diameter) suatu
material nano diketahui terdapat dua bentuk material nano yang
paling optimum, yaitu bentuk platelet dan fiber [27]. Oleh karena
itu, jenis nanokomposit yang penting adalah nanokomposit yang
menggunakan fiber (contoh: karbon nanotube) dan nanokomposit
yang menggunakan platelet (contoh: silika clay berlapis).
Berdasarkan morfologi dan strukturnya, terdapat 2 tipe
nanokomposit, yaitu nanokomposit tereksfoliasi dan
nanokomposit terinterkalasi. Morfologi dan struktur ini terkait
dengan adanya interaksi organik-anorganik diantara rantai
polimer dengan nanomaterial anorganik. Nanokomposit
tereksfoliasi terjadi bila nanomaterial mengalami delaminasi
sehingga dimensinya berada dalam skala nanometer dan jarak
26

diantara nanomaterial cukup jauh yang menyebabkan


periodisitasnya hilang. Kondisi ini diakibatkan karena interaksi
antar partikel nanomaterial sangat kecil dibandingkan dengan
interaksi antar rantai polimer. Jika interaksi nanomaterial lebih
besar dibanding interaksi antar rantai polimer, maka rantai
polimer akan menyisip di antara partikel nanomaterial yang masih
mempertahankan periodisitasnya. Struktur ini dikatakan sebagai
nanokomposit terinterkalasi. Dalam nanokomposit, struktur
tereksfoliasi ataupun terinterkalasi tidak berdiri sendiri secara
mutlak akan tetapi ke dua struktur tersebut sering berkombinasi
sehingga berbagai variasi morfologi nanokomposit dapat
ditemukan. Umumnya pengamatan struktur nanokomposit
berpijak kecenderungan pada arah struktur tereksfoliasi atau
terinterkalasi.

Gambar 13. Rasio luasan per volume nanomaterial vs rasio volume [28]

Selain kedua struktur tersebut, ada kemungkinan bahwa


rantai polimer tidak berinteraksi sama sekali dengan nanomaterial
anorganik yang ditambahkan. Akibatnya, rantai polimer terpisah
dari nanomaterial dan membentuk dua fasa. Struktur yang
demikian disebut teragregasi atau mikrokomposit, dan bukanlah
merupakan suatu nanokomposit.
27

Gambar 14. Struktur nanokomposit: (a) teragregasi, (b) terinterkalasi,


dan (c) tereksfoliasi [14]

2.5 Matrik Polimer Dalam Nanokomposit Clay


Dalam bagian ini, contoh studi tentang polimer yang paling
penting yang saat ini dikerjakan dalam penyusunan nanokomposit
polimer/clay akan ditunjukkan sehingga diperoleh pemahaman
yang lebih baik. Dalam hal ini, polimer yang digunakan sebagai
matrik dibagi menjadi polimer pada umumnya, rekayasa plastik,
polimer konduktif dan polimer biodegradable.
Polimer Pada Umumnya
Polimer umum, juga disebut jenis yang mewakili mayoritas
dari total produksi plastik di seluruh dunia. Polimer ini ditandai
dengan aplikasi yang murah karena mudahnya pemrosesan dan
rendahnya tingkat kebutuhan mekanik. Pembentukan
nanokomposit adalah cara untuk menambahkan nilai untuk
polimer jenis ini.
Polyethylene (PE)
PE merupakan salah satu polimer yang banyak dimuat dalam
karya ilmiah terkait dengan pembentukan nanokomposit. Anidride
maleat dicangkokkan PE/Cloisite 20A nanokomposit disusun
melalui dua metode yaitu penggabungan interkalasi dan solusi
dispersi. Hanya nanokomposit yang dihasilkan dengan metode
pertama yang diproduksi. Nilai Limited Oxygen Index (LOI), terkait
dengan bahan yang mudah terbakar, lebih rendah dalam semua
komposit dan pengurangan yang tinggi pada nanokomposit karena
dispersi clay yang tinggi [29].
Penggunaan katalis dengan pilihan katalis tepat pada lapisan
clay mampu menunjukkan polimerisasi insitu dan juga menjadikan
28

dispersi lapisan clay yang baik. Organophilic clay (Cloisite 20A,


20B, 30B dan 93A) digunakan sebagai dukungan terhadap katalis
Cp2ZrCl2. Tingkat polimerisasi yang lebih tinggi diperoleh dengan
Cloisite 93A.
Polypropylene (PP)
Penggunaan maleat anidrid dicangkokkan pada
nanokomposit PP/Cloisite 30B melalui ekstrusi yang dibantu air
dan atau oleh ekstrusi sederhana. Penggunaan air meningkatkan
clay yang terdispersi sehingga rheologi, termal dan sifat mekanik
menjadi meningkat [29].
Penggunaan karbon dioksida dalam ekstrusi nanokomposit
PP/Cloisite 20A menggunakan pemisahan yang lebih tinggi antara
lapisan clay. Penggunaan clay lebih rendah dalam pembentukan
struktur foam yang juga menekan peleburan sel foam sehinga hal
ini menunjukkan bahwa nanokomposit juga menguntungkan untuk
menghasilkan struktur foam [30].
Poli Vinil Klorida (PVC)
Penggunaan clay yang berbeda (kalsium, natrium dan
organomodified montmorillonite, aluminium magnesium silikat
clay dan magnesium litium silikat clay) dipelajari dalam
pembuatan nanokomposit PVC foam yang rigid. Meskipun modulus
elastisitas spesifik dan densitas telah ditingkatkan dengan
pembentukan nanokomposit namun kekuatan tarik dan
modulusnya memiliki menurun dibandingkan dengan PVC murni
[31].
Resin
Dari sekian banyak resin yang ada di pasaran, ada tiga jenis
resin yang banyak digunakan, yaitu poliester, vinil ester, dan
epoksi. Pada penelitian ini resin yangdigunakan adalah jenis resin
epoksi. Pemilihan resin epoksi sebagai bahan dasar disebabkan
kekuatan dan kekakuan resin epoksi relatif lebih besar
dibandingkan dengan polimer jenis lainnya.
Resin epoksi sangat unik di antara semua resin termoset
karena membutuhkan tekanan yang rendah untuk pembuatan
produk, memiliki penyusutan yang rendah, kontrol terhadap
derajat reaksi cross-link lebih mudah melalui pemilihan curing
29

agent dan temperatur curing, ketersediaan resin mulai dari yang


memiliki kekentalan rendah sampai mendekati padat [32],
sedangkan kelemahannya adalah waktu curing cukup lama dan
kinerjanya tidak cukup baik dalam lingkungan panas dan basah
[33].
Struktur Kimia Resin Epoksi
Resin epoksi adalah kelompok bahan polimer yang dicirikan
oleh adanya dua kelompok epoksida dalam struktur molekulnya.
Kelompok epoksi ini mengandung sebuah atom oksigen terikat
dengan dua atom karbon yang terikat oleh ikatan yang terpisah,
dan dikenal sebagai oksiran. Jaringan polimer epoksi umumnya
terbentuk dari reaksi poliepoksida (monomer) dengan poliamin
(pengeras). Jenis monomer yang digunakan dalam sistem epoksi
antara lain: diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA), diglycidyl ether
of butanediol (DGEB), diglycidyl orthophthalate (DGOP), dan
tetraglycidy1-4,4’-diamino diphenyl methane (TGDDM) [34].

Gambar 15 Reaksi pembentukan resin epoksi [35]

Resin epoksi DGEBA dihasilkan dari reaksi antara bisphenol-


A dengan epichlorohydrin dengan struktur seperti Gambar 15.
DGEBA memiliki titik leleh pada 43C dan memiliki epoxide
equivalent weight (EEW) sebesar 170 g/eq, dengan viskositas
sebesar 11,000-16,000 mPa-s pada 25C [36]. Untuk pengeras
(hardener)/curing agent terdapat beberapa jenis seperti
Polyoxypropylene, Triethylene Tetra Amine/TETA, Salicylic Acid
[37] dan berbagai jenis amina (aliphatic amine, cyclo aliphatic
amine dan aromatic amine) seperti diethylene triamine, triethylene
tetramine, 4,4’-diamino diphenyl methane, bis(4-amino cyclohexyl)
methane (PACM), 1,3-Bisamino methyl cyclohexane (1,3 BAC) dan
30

polyaminoamide (PPA) [35]. Pemilihan curing agent tergantung


pada metode pengolahan, kondisi curing, yaitu temperatur dan
waktu, sifat fisik dan kimia diinginkan, toksikologi dan
keterbatasan lingkungan, dan biaya.

Proses Curing Epoksi


Termoset seperti epoksi, poliester tak jenuh, poliuretan,
vinil ester dan banyak lainnya mengalami reaksi kimia selama
penggunaannya. Proses kimia dimana reaksi polimerisasi dimulai
dan berakhir disebut dengan proses curing. Proses curing pada
termoset melibatkan reaksi polimerisasi dari monomer epoksi.
Proses ini dimulai dari pertumbuhan dan percabangan rantai.
Curing kelompok epoksi terjadi baik antara molekul epoksida
sendiri atau oleh reaksi antara kelompok epoksi dan molekul
reaktif lainnya dengan atau tanpa bantuan katalis [38]. Dengan
bantuan katalis, epoksi resin dicampur dengan pengeras yang
mengandung primer dan sekunder aktif dari kelompok amina.
Berat pra-polimer molekul meningkat dan jaringan terbentuk pada
proses curing. Oksigen bridging pada kelompok epoksida terbuka
dalam reaksi poli-adisi nukleofilik. Reaksi antara amina dan
kelompok epoksida ditunjukkan pada Gambar 16. Reaksi pertama
adalah amina primer bereaksi dengan gugus epoksida untuk
menghasilkan amina sekunder dan kelompok hidroksil. Reaksi
kedua, amina sekunder bereaksi dengan kelompok lain epoksida
untuk memberikan amina tersier [39].

Gambar 16 Langkah reaksi polimerisasi epoksi dengan diamina [35]

Selama proses curing, viskositas termoset meningkat, dan


terjadi cross-link sehingga termoset kehilangan kemampuan untuk
31

mengalir. Fenomena curing dalam termoset adalah proses


eksotermik, yang berarti bahwa panas dihasilkan selama proses
[40]. Evolusi temperatur pada proses curing pada temperatur
kamar ditunjukkan oleh Gambar 17.
Pada proses curing yang dilakukan pada temperatur kamar,
reaksi awal polimerisasi terjadi akibat dari aktivasi sendiri
selanjutnya dapat mengalami reaksi frontal ataupun reaksi lambat,
tergantung pada komposisi curing agent yang digunakan. Semakin
tinggi temperatur panas eksotermal yang dihasilkan selama proses
polimerisasi akan menghasilkan derajat cross-link yang lebih tinggi
[41]. Total panas reaksi yang dihasilkan dari reaksi epoksi DGEBA
dengan pengeras amin pada temperatur kamar yang diukur dengan
perangkat Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah sebesar
140,9 J/g dengan temperatur puncak mencapai 79,6C. Panas
reaksi ini meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur
curing dan waktu proses menjadi lebih cepat [42].

Gambar 17 Evolusi temperatur selama proses curing epoksi [41]

Jaringan fisik terbentuk berdasarkan pada pembentukan


ikatan kovalen melalui reaksi kimia. Tipe lain dari jaringan polimer
bisa dihasilkan melalui ikatan rantai lurus atau bercabang dengan
32

ikatan Van der Waals atau ikatan hidrogen. Jaringan ini bersifat
dapat berubah dari padat (jaringan fisik) ke cair (rantai polimer
linier atau bercabang) dengan meningkatkan temperatur atau
dengan menggunakan pelarut yang cocok. Proses perubahan dari
epoksi mulai dari cair hingga menjadi padat ditunjukkan dengan
diagram fasa Time-Temperature-Transformation (TTT), seperti
ditunjukkan pada Gambar 18. Transisi kritis yang terjadi selama
pembentukan jaringan dan struktur makromolekul ditandai
dengan perubahan dari fasa cair ke padat yang disebut proses
gelasi (gelation). Proses gelasi disertai dengan pelepasan panas
yang mengakibatkan kenaikan temperatur. Untuk sistem epoksi,
gelasi sering didefinisikan sebagai momen yang mana viskositas
mencapai 10 kPa.s setelah melewati viskositas minimal [43]. Gelasi
terjadi ketika reaksi telah berlangsung cukup sehingga resin telah
mencapai tingkat fleksibel. Pada akhir proses gelasi terdapat
peningkatan dari densitas cross-link yang berkaitan dengan
peningkatan modulus elastis dari padatan. Namun, pada epoksi
proses gelasi ini tidak mempengaruhi kinetika reaksi cross-link dan
proses gelasi ini menandai akhir dari "waktu kerja" dari resin dan
serat [44][39].

Gambar 18 Diagram fase Time-Temperature-Transformation dari proses curing


isothermal DGEBA dengan pengeras TETA [45]
33

Diagram TTT dipergunakan untuk memilih panas proses


curing yang akan dilakukan sehingga memperoleh sifat epoksi yang
diinginkan. Temperatur glass (Tg) dari proses curing sangat
menentukan dari densitas cross-link yang terbentuk. Pada
temperatur yang lebih tinggi dari Tg maka proses curing akan
menghasilkan cross-link yang tinggi sehingga epoksi menjadi lebih
rigid, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah maka densitas
cross-link menjadi menurun dan pada kondisi panas yang rendah
epoksi akan berpolimerisasi dengan menghasilkan struktur yang
panjang [45].
Sifat-sifat resin dapat diubah dengan mengontrol struktur
resin, reaksi cross-link dan struktur kristalnya. Struktur resin
sangat tergantung pada sifat monomer dan pengeras yang
digunakan. Setelah mengalami polimerasi maka keteraturan dari
mesogen menyebabkan epoksi dapat berstruktur kristal (Gambar
19) [46]. Dalam kondisi murni, resin DGEBA memiliki
kecenderungan untuk membentuk kristal padat bila mengalami
pembekuan. Pembentukan fase kristal ini dapat terjadi pada semua
jenis epoksi dan pengerasnya dan kristalinitas dari resin tidak
mungkin mencapai 100% karena selalu terdapat fasa amorf dalam
strukturnya.

Gambar 19 Struktur polimer resin termoset [46]

Plastik Rekayasa
Bahan rekayasa plastik yang dapat digunakan dalam aplikasi
teknik, seperti gigi dan bagian struktural, yang memungkinkan
34

substitusi bahan klasik, terutama logam, karena sifat mekanik dan


kimia yang unggul dalam kaitannya dengan polimer umum.
Polimer ini juga menggunakan nanokomposit bertujuan untuk
mengeksplorasi sifat-sifatnya.
Poliamida (PA)
Di antara semua plastik rekayasa, PA adalah polimer yang
menyajikan jumlah tertinggi yang sebagai bahan penyusunan
nanokomposit. Nanokomposit PA/organomodified disusun dengan
cara penggabungan interkalasi. Sifat penghalang yang kuat yang
diperoleh dengan meningkatkan kandungan clay. Kelelahan
bending nanokomposit pada dua lingkungan yaitu udara dan air
menunjukkan peningkatan yang berarti [29].
Polisulfon (PSf)
Membran clay nanokomposit PSf/MMT disusun dengan
menggunakan dispersi solusi dan juga metode yang paling banyak
digunakan dalam teknologi membran, fasa inversi basah. Morfologi
hybrid (interkalasi/eksfoliasi) dapat dihasilkan dan dispersi clay
yang efisien untuk meningkatkan penghalang terhadap penguapan
produk yang dihasilkan oleh panas. Interaksi yang kuat antara
polimer dan lapisan silikat, meningkatnya kekuatan tarik dan
perpanjangan saat putus dapat dihasilakn melalui penataan lapisan
clay di arah deformasi. Selanjutnya, sifat hidrofobik juga
meningkat, sehingga membran dapat digunakan dalam
penyaringan air operasi [47].
Polikarbonat (PC)
Melalui teknik polikondensasi in situ, nanokomposit
PC/organophilic clay dapat dibuat dan meskipun eksfoliasi
nanokomposit dihasilkan namun, transparansi nanokomposit
tidak tercapai.
Polimer Konduktif
Polimer konduktif atau juga disebut logam sintetis, memiliki
sifat listrik, magnetik dan optik yang dapat dibandingkan dengan
logam semikonduktor. Polimer kondukstif juga disebut conjugated
polimer, karena telah terkonjugasi ikatan rangkap C dalam rantai
polimernya yang memungkinkan penciptaan dari fluks elektron
dalam kondisi tertentu. Konduktivitas polimer konduktif
35

tergantung pada urutan rantai polimer yang dapat dicapai dengan


pembentukan nanokomposit.
Polianilin (PANI)
PANI adalah polimer yang paling banyak dipelajari dalam
teknologi nanokomposit polimer/clay yang dapat disiapkan
dengan MMT dengan polimerisasi in situ. Stabilitas termal menjadi
meningkat karena MMT dalam PANI bahkan lapisan clay bertindak
sebagai penghalang terhadap degradasi PANI [48].
Poli (etilena oksida) (PEO)
Nanokomposit PEO dapat dibuat menjadi 3 type dari
organophilic clays (Cloisite 30B) melalui fusi interkalasi. Regulasi
dan ukuran spherulite matrik PEO diubah dengan menggunakan
Cloisite 30B menghasilkan peningkatan modulus penyimpanan
[49].
Polimer Biodegradable
Polimer biodegradable adalah polimer yang dapat
terdegradasi karena aktivitas mikroba yang memotong rantai
polimernya. Agar polimer dapat terdegradasi maka kondisi
tertentu, seperti pH, kelembaban, oksigenasi dan adanya beberapa
logam dibutuhkan untuk proses degradasi. Polimer biodegradable
dapat dibuat dari sumber daya alam, seperti jagung; selulosa dapat
diproduksi oleh bakteri dari molekul seperti butirat, dan asam
valeric yang menghasilkan polihidrobutirat dan polihidroksi-
valerat atau bahkan bisa berasal dari minyak bumi, atau dari
campuran biomassa / minyak bumi, sebagai polilaktid [50].
Polyhydroxibutirate (PHB)
Kelemahan PHB adalah kekakuan, kerapuhan dan stabilitas
termal yang rendah sehingga perbaikan harus dilakukan
diantaranya adalah dengan mempersiapkan nanokomposit.
Nanokomposit PHB disusun dengan Na-MMT dan Cloisite
30B melalui fusi interkalasi. Kompatibilitas yang lebih baik antara
clay dan polimer dibuat menggunakan Cloisite 30B. Selain itu,
terjadi juga peningkatan temperatur kristalisasi dan penurunan
ukuran spherulit sehingga meningkatkan modulus kekakuan.
Selain itu, stabilitas termal meningkat pada PHB/organomodified
MMT bila dibandingkan dengan PHB murni [29]

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai