Anda di halaman 1dari 2

Terbukti Korupsi e-KTP, Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara

Jakarta - Mantan Ketua DPR Setya Novanto terbukti mengintervensi proses penganggaran serta
pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Novanto pun divonis hukuman pidana penjara selama
15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum
bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," ujar ketua majelis hakim Yanto
membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya,
Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018).

Hakim meyakini Novanto melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Novanto dihukum pidana penjara selama 15 tahun.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Setya Novanto berupa pidana penjara selama 15 tahun dan
pidana denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti
dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Yanto.

Novanto menurut majelis hakim terbukti menyalahgunakan jabatan dan kedudukannya sebagai anggota
DPR serta ketua Fraksi Golkar. Novanto melakukan pembicaraan dan pembahasan terkait penganggaran
e-KTP.

Novanto memperkenalkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan pihak-pihak tertentu
di DPR untuk mempermudah proses anggaran e-KTP.

"Karena sebelumnya Irman (pejabat Kemendagri saat proyek e-KTP, red) merasa sulit menggolkan
anggaran e-KTP, akan tetapi setelah meminta bantuan terdakwa Setya Novanto, maka tahun 2011
anggaran e-KTP Rp 2,6 triliun benar-benar dapat disetujui. Padahal tahun sebelumnya permintaan
anggaran selalu sulit meskipun tidak sebesar itu," papar hakim anggota Frangki Tambuwun.

Dari jasa mengurus pembahasan anggaran, Novanto menerima duit total USD 7,3 juta. Duit ini terdiri
dari sejumlah USD 3,5 juta yang diberikan melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo serta sejumlah USD
1,8 juta dan USD 2 juta yang diberikan melalui perusahaan Made Oka Masagung.

Selain itu, Novanto juga diyakini hakim menerima 1 jam tangan merek Richard Mille seharga USD 135
ribu. Hakim menyebut uang USD 7,3 juta tersebut ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang
itu tidak diterima Novanto.

"Bahwa terdakwa Setya Novanto telah terjadi pemberian fee yang ditujukan pada yang bersangkutan
yang berasal dari Anang Sugiana Sudihardjo, yang dikirim Biomorf Mauritius melalui Johannes Marliem
ke Made Oka Masagung," kata hakim.

Namun untuk pengembalian uang pengganti, Novanto hanya dibebani USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar
yang telah diberikannya ke KPK. Sedangkan, untuk pengganti jam tangan Richard Mille, hakim
menyatakan Novanto tidak perlu mengembalikannya karena telah dikembalikannya ke Andi Narogong.

"Menimbang bahwa pemberian jam tangan Richard Mille sudah dikembalikan ke Andi, sehingga
terdakwa Setya Novanto tidak lagi dibebani uang seharga jam tangan," kata hakim.

Hakim juga mempertimbangkan tentang uang pengganti serta pencabutan hak politik Novanto. Menurut
hakim, Novanto merupakan pejabat yang tidak seharusnya melakukan korupsi.

"Menimbang bahwa dari uraian di atas, semestinya pejabat lembaga tinggi, memberikan contoh yang
teladan. Menimbang bahwa untuk itu majelis hakim berpendapat terdakwa Setya Novanto harus
dicabut hak politiknya," ujar hakim.

Anda mungkin juga menyukai