Abstrak
Peningkatan jumlah laundry membawa efek negatif pada lingkungan karena limbah laundry
memiliki kandungan polutan yang tinggi seperti fosfat, surfaktan, mineral, nitrogen, COD, dan
komponen lainnya, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan. Pengolahan limbah laundry dapat dilakukan dengan teknologi membran.
Pembuatan membran selulosa diasetat dengan proses ultrafiltrasi telah dilakukan dengan
metode infersi fasa menggunakan dimetilformamida (DMF) sebagai pelarut. Hasil filtrasi
2
menunjukkan fluks membran tertinggi adalah 77,408 L/m h pada TMP 3 bar. Sedangkan fluks
2
terendah pada TMP 1 bar yaitu 55,649 L/m h. Rejeksi membran ultrafiltrasi untuk parameter
COD, fosfat, dan surfaktan masing-masing adalah 67%, 72%, dan 63%.
Kata kunci: fluks, limbah laundry, membran selulosa diasetat, rejeksi, ultrafiltrasi
Abstract
The improvement of laundry activity brought a negative effect on the environment because
laundry wastewater have a high content pollutants such as phosphate, surfactants, mineral,
nitrogen, COD, and other components, so the treatment is needed before being discharged
into terristorial water. Laundry wastewater treatment has been conducted by membrane
technology. Preparation of cellulose diacetate membranes with ultrafiltration process had be
done by phase inversion using dimethylformamide (DMF) as a solvent. The filtration
2
experiment showed that the highest membrane flux was 77.408 L/m .h at TMP 3 bar. While
2
the lowest flux at TMP 1 bar was 55.649 L/m .h. Rejection of membrane ultrafiltration for
parameters of COD, phosphate, and surfactant were 67%, 72%, and 63% respectively.
132
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3
penanganan limbah. Membran mampu me- gelas ukur, kuvet, spektrofotometer UV-VIS
misahkan komponen dengan ukuran lebih 1700 Shimadzu.
kecil dari 10 mikron. Membran adalah suatu
lapisan tipis yang memisahkan dua fase dan 2.3. Pembuatan Membran
membatasi pengangkutan berbagai bahan
kimia secara selektif, hal ini diharapkan Pembuatan membran ultrafiltrasi selulosa
komponen-komponen pencemar seperti diasetat (SDA) dari selulosa pulp kayu
fosfat, surfaktan, dan kandungan organik sengon dilakukan secara inversi fasa. SDA
lainnya dapat terdegradasi secara maksimal. dengan konsentrasi 18% wt dicampur
Dengan teknologi membran diharapkan dengan pelarut DMF, dalam erlenmeyer 100
dapat memanfaatkan air limbah menjadi ml dengan menggunakan magnetic stirer
sesuatu yang bernilai guna dan mengurangi pada rentang waktu 1 - 3 jam pada suhu
beban pencemaran lingkungan. Keuntungan 50ºC hingga diperoleh larutan homogen yang
menggunakan teknologi membran antara disebut sebagai larutan dope. Larutan
lain energi yang dibutuhkan rendah, tidak tersebut selanjutnya didiamkan sekitar 1 - 2
memerlukan tambahan bahan kimia, tidak jam pada kondisi kedap udara guna
menghasilkan kontaminan maupun polutan, menghilangkan gelembung udara. Membran
memerlukan lahan yang relatif kecil dan diperoleh dengan cara menuangkan larutan
bersifat modular sehingga mudah dikom- dope di atas plat kaca, dan dicetak
binasikan dengan produk teknologi lain menggunakan applicator membran dengan
(Mulder, 1996). batas ketebalan (0,02 mm) sehingga
membentuk lapisan tipis. Lapisan tipis
Jenis polimer yang banyak digunakan pada tersebut dibiarkan selama 30 detik yang
pembuatan membran antara lain selulosa dilanjutkan dengan perendaman hingga
beserta turunannya (selulosa asetat), terbentuk lapisan tipis membran. Membran
polisulfon, poliamida, poliakrilonitril (Wenten, yang dicetak sesuai modul filtrasi kemudian
1999). Selulosa asetat diperoleh dari hasill dicuci dengan air distilat dalam jumlah besar
asetilasi selulosa berbagai macam sumber dan disimpan (Rosnelly, 2010). Selanjutnya
seperti selulosa mikrobial (Desiyarni, 2006), membran dilihat koefisien permeabilitasnya.
pulp Abaka (Radiman, 2008), limbah serbuk
gergaji (Suyati, 2008), dan pulp kayu 2.4. Penentuan Fluks
Sengon (Rosnelly, 2010). Selulosa asetat
dan turunannya seperti selulosa diasetat Pengukuran fluks dilakukan dengan
(SDA) akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan mengalirkan aquades menggunakan modul
sebagai bahan polimer membran karena ultrafiltrasi sistem aliran dead end meng-
bahan dasarnya bersifat ramah lingkungan gunakan membran yang telah dihasilkan.
dan dapat diperbaharui. Berdasarkan ulasan Membran yang digunakan berbentuk flat
di atas, pada penelitian ini penulis mengkaji 2
dengan luas permukaan 12,56 cm (12,56 x
kinerja membran selulosa diasetat berbasis -4 2
selulosa pulp kayu sengon dalam pengolahan 10 m ) pada berbagai transmembrane
limbah laundry pada berbagai variasi pressure (TMP). Permeat ditampung di gelas
tekanan transmembran. ukur, laju volumetrik permeat diukur dengan
mencatat volume permeat dalam selang
waktu tertentu. Pengambilan data dihentikan
2. Metodologi
setelah didapat laju permeat yang konstan.
Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
2.1. Bahan berikut (Mulder, 1996):
Bahan-bahan yang digunakan yaitu:
membran selulosa diasetat (SDA) berbasis (1)
selulosa pulp kayu sengon penelitian dimana:
terdahulu (Rosnelly, 2010), aquades, 2.
J = Fluks (l/m jam)
konsentrasi SDA 18%, suhu larutan dope
o V = Volume permeat( l)
50 C. Limbah laundry yang diambil dari salah A = Luas permukaan membran
satu laundry di kawasan Banda Aceh. 2
(m ) t = Waktu (jam)
133
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3
gas nitrogen hingga mencapai tekanan yang Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa
diinginkan dan dibiarkan beberapa waktu dengan berjalannya waktu maka nilai fluks
hingga diperoleh aliran permeat. Permeat akan semakin menurun. Nilai fluks air pada
ditampung dalam gelas ukur. Pengambilan awal waktu operasi sebesar 489,551
data permeat dihentikan setelah diperoleh l/m2.jam sedangkan fluks limbah laundry
sebesar 95,522 l/m2.jam. Fluks air pada
volume konstan. Permeat dianalisis kadar
menit ke 90 hingga ke 180 pada membran
surfaktan, COD, dan fosfat untuk menentu-
terlihat mengalami penurunan yang stabil
kan kualitas limbah setelah pengolahan hingga nilai dari fluks menjadi konstan
menggunakan membran. dengan nilai sebesar 353,342 l/m 2.jam.
Sementara nilai fluks pada limbah laundry
Berdasarkan konsentrasi umpan dan mengalami penurunan yang tajam pada
permeat tersebut ditentukan tingkat rejeksi menit ke 20 hingga 47,671 l/m 2.jam.
dengan menggunakan persamaan (Mulder, Sedangkan pada menit ke 140 sampai
1996): dengan 180 fluks yang dihasilkan semakin
menurun namun cenderung konstan yakni
sebesar 19,104 l/m2.jam. Rendahnya per-
. (2) bandingan fluks laundry yang dihasilkan terhadap
fluks air dikarenakan dalam limbah laundry banyak
Dimana:
R = persentasi rejeksi
mengandung kontaminan baik yang makromolekul
Cf = konsentrasi umpan (feed) maupun zat organik terlarut lainnya sehingga
Cp = konsentrasi permeat menyebabkan
Analisis COD menggunakan metode titri- fouling membran. Padatan tersuspensi
metri, fosfat diukur menggunakan metode merupakan faktor yang mempengaruhi
spektrofotometer. Analisis surfaktan meng- permeabilitas. Partikel kecil seperti organik
gunakan metode Metilen Blue Active terlarut, dapat menurunkan permeabilitas
Subtance (MBAS) (Paquot, 1979). melalui adsorpsi langsung ke dalam pori
membran (Lee dkk., 2002). Adanya penyum-
3. Hasil dan Pembahasan batan pori (clogging) menyebabkan penu-
runan fluks menjadi lebih tajam hingga
3.1. Pengaruh Waktu terhadap Fluks mencapai harga tertentu. Fouling ini semakin
Membran lama akan semakin meningkat hingga
Membran SDA dengan koefisien permea- menutupi pori-pori membran dan juga akan
menghasilkan penurunan jumlah permeat
2. .
bilitas 351,050 l/m jam atm tergolong jenis yang dihasilkan.
proses ultrafiltrasi selanjutnya digunakan
dalam pengolahan limbah laundry. Untuk Penelitian yang dilakukan oleh Ciabatti dkk.
melihat kinerja dari membran SDA terhadap (2009) menyatakan bahwa setelah filtrasi
3
fluks air dan limbah laundry telah dilakukan sekitar 20 m limbah laundry, permeabilitas
penelitian dengan waktu pengoperasian membran menurun hingga 25% dikarenakan
selama 3 jam pada TMP 1 bar. Aliran yang telah terjadi fouling membran oleh adanya
digunakan adalah ultrafiltrasi sistem dead adsorpsi surfaktan sisa limbah ke dalam
end. Aliran filtrasi sistem dead end yaitu membran. Faktor lain yang menyebabkan
keseluruhan dari aliran umpan melewati fouling membran dikarenakan aliran umpan
membran dan partikel tertahan pada yang digunakan yaitu sistem dead end.
membran. Pengaruh waktu terhadap fluks air dalam filtrasi laminar (dead end), aliran
dan limbah laundry dapat dilihat pada umpan tegak lurus ke permukaan membran,
Gambar 1. sehingga partikel-partikel terakumulasi dan
membentuk suatu lapisan pada permukaan
membran yang akan menyebabkan menu-
runnya fluks membran (Nasir dkk., 2012).
Limbah laundry yang terus mengalir sebagai
umpan akan mengalir melalui tahanan
penumpukan partikel dan tahanan membran
pada permukaan membran sehingga mudah
tersumbat akibat terbentuknya suatu lapisan
pada permukaan membran. Pada Gambar 2
dapat dilihat permukaan membran setelah
filtrasi menggunakan umpan aquades dan
limbah laundry.
134
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3
Kelemahan dari membran berpori adalah yang mempe ngar uhi kinerja membran. Ini
terjadinya fouling membran. Salah satu cara dikarenakan proses pemisahan dengan
yang dapat dilakukan untuk mencegah membran terjadi akibat adanya gaya dorong.
fouling yaitu dengan backwash.
a b
Gambar 2. Membran setelah filtrasi meng- Gambar 3. Fluks limbah laundry dengan
gunakan umpan limbah laundry pretreatment adsorpsi pada berbagai
(a) dan aquades (b) tekanan
135
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3
Tabel 1. Konsentrasi dan rejeksi limbah laundry setelah proses filtrasi menggunakan membran
Dari Gambar 4. secara visual terlihat rejeksi ultrafiltrasi belum maksimal mengolah
fosfat relatif konstan pada bebagai TMP, limbah golongan ionik seperti fosfat.
namun kenyataannya terjadi penurunan
rejeksi fosfat dari 72,40% pada TMP 1 bar Parameter limbah laundry lainnya yang
menjadi 71,76% pada TMP 3 bar. Penurunan diamati adalah penurunan konsentrasi
rejeksi pada masing-masing TMP juga terjadi surfaktan. Menurut Kowalska (2008) lebih
pada parameter COD dan surfaktan. Rejeksi dari 80% surfaktan yang digunakan dalam
COD pada TMP 1, 2 dan 3 bar masing- industri laundry adalah LAS (Linier Alkyl
masing 67,39%, 64,13% dan 63%. Sedang- Sulfonat) yang merupakan surfaktan
kan parameter surfaktan 63,47%, 60,25%, golongan anionik. LAS merupakan surfaktan
dan 59,50%. Penurunan rejeksi terjadi jenis anionik yang mempunyai ekor hidro-
seiring dengan meningkatnya TMP. Hal ini fobik melekat pada kepala hidrofilik yang
dikarenakan pada tekanan tinggi terjadi laju bermuatan negatif. Gugus-gugus bermuatan
difusi yang tinggi menyebabkan interaksi negatif pada surfaktan anionik biasanya
umpan lebih cepat dan membran sukar berupa karboksilat, sulfonat, sulfat, atau
menahan umpan yang berdifusi melewati fosfat, sedangkan gugus hidrofobiknya
membran sehingga koefisien rejeksi rendah. berupa rantai hidrokarbon alifatik, aromatik,
Tekanan transmembran pada proses ultra- atau gabungan keduanya (Kosswig dkk.,
filtrasi berfungsi sebagai driving force dan 1994). Untuk konsentrasi surfaktan akhir
merupakan salah satu parameter operasi pada TMP 1, 2, dan 3 bar berturut-turut 5,62
yang paling penting pada proses pemisahan mg/L; 5,032 mg/L; dan 5,126 mg/L.
membran. Rejeksi tinggi berarti malekul atau Kowalska (2008) menyatakan bahwa karena
partikel terlarut tertahan oleh membran dan keanekaragaman jenis surfaktan dan sifat
tidak dapat berdifusi melawan membran. fisik serta kimianya maka sulit untuk m e ne
Kandungan awal limbah dari salah satu in- r a p ka n m e t o d e t ung g a l d a l a m
dustri laundry di Banda Aceh untuk para- pengolahan limbah laundry. Ini berarti
meter COD adalah sebesar 460 mg/L, fosfat bahwa untuk mendapatkan hasil pengolahan
15,33 mg/L dan surfaktan 12,658 mg/L. yang lebih baik, maka teknologi membran
dapat dikombinasikan dengan teknologi pe-
Penurunan kandungan limbah laundry misahan lainnya seperti adsorpsi.
setelah proses ultrafiltrasi dapat dilihat pada
Tabel 1. Konsentrasi akhir COD pada TMP 1, 4. Kesimpulan
2 dan 3 bar masing-masing sebesar 150
mg/L, 165 mg/L dan 170 mg/L belum Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
memenuhi baku mutu limbah laundry yang hasil pengolahan limbah laundry mengguna-
diperbolehkan dibuang ke badan air yaitu kan membran selulosa diasetat (SDA)
sebesar 100 mg/L (Hoinkis dan Panten, menghasilkan fluks tertinggi pada TMP 3 bar
2.
2008). Perbedaan konsentrasi COD akhir sebesar 77,408 L/m jam. Sedangkan persen
pada setiap tekanan disebabkan semakin rejeksi yang diperoleh untuk COD, fosfat dan
besar tekanan yang diberikan pada membran surfaktan masing-masing sebesar 67%,
maka COD yang mampu diserap oleh 72%, dan 63%.
membran s e m a k i n ke c i l , ha l i ni ke -
m ung k i na n disebabkan oleh deposisi pori- Daftar Pustaka
pori membran akibat peningkatan tekanan.
Untuk konsentrasi akhir fosfat setelah Ciabatti, I., Cesaro, F., Faralli, L., Fatarella,
dilewatkan pada membran menjadi 4,23 E., Tognotti, F. (2009) Demonstration
mg/L pada TMP 1 bar sedangkan pada TMP 2 of a treatment system for purification
dan 3 bar masing-masing konsentrasi fosfat and reuse of laundry wastewater,
adalah 4,29 mg/L dan 4,33 mg/L. Konsen- Desalination, 204, 78 - 86.
trasi akhir fosfat pada semua tekanan
transmembran belum memenuhi syarat Desiyarni (2006) Perancangan proses
dibuang ke badan air yakni sebesar 2 mg/L pembuatan selulosa asetat dari selulosa
(Sostar-Turka dkk., 2005). Hasil rejeksi mikrobial untuk membran ultrafiltrasi,
masih rendah dikarenakan jenis proses
136
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3
Kowalska, I. (2008) Surfactant removal from Suyati (2008) Pembuatan selulosa asetat
water solutions by mean of dari limbah serbuk gergaji kayu dan
ultrafiltration and ion-exchange. identifikasinya, Master Tesis, Institut
Desalination, 221, 351 - 357. Teknologi Bandung, Bandung.
137