Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan

Vol. 9, No. 3, Hlm. 132 - 137, Juni 2013


ISSN 1412-5064
DOI: http://dx.doi.org/10.23955/rkl.v9i3.782

Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Membran


Selulosa Diasetat Berbasis Selulosa Pulp Kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria)

Treatment of Laundry Liquid Waste Using Cellulose Diacetate


Membrane Based Cellulose Pulp from Wood of Sengon
1* 2 2
Vera Roni Setiawan , Cut Meurah Rosnelly , Darmadi

1) Magister Teknik Kimia Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala


2) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, Provinsi Aceh, 23111
*E-mail: veraronisetiawan@yahoo.co.id

Abstrak

Peningkatan jumlah laundry membawa efek negatif pada lingkungan karena limbah laundry
memiliki kandungan polutan yang tinggi seperti fosfat, surfaktan, mineral, nitrogen, COD, dan
komponen lainnya, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan. Pengolahan limbah laundry dapat dilakukan dengan teknologi membran.
Pembuatan membran selulosa diasetat dengan proses ultrafiltrasi telah dilakukan dengan
metode infersi fasa menggunakan dimetilformamida (DMF) sebagai pelarut. Hasil filtrasi
2
menunjukkan fluks membran tertinggi adalah 77,408 L/m h pada TMP 3 bar. Sedangkan fluks
2
terendah pada TMP 1 bar yaitu 55,649 L/m h. Rejeksi membran ultrafiltrasi untuk parameter
COD, fosfat, dan surfaktan masing-masing adalah 67%, 72%, dan 63%.

Kata kunci: fluks, limbah laundry, membran selulosa diasetat, rejeksi, ultrafiltrasi

Abstract

The improvement of laundry activity brought a negative effect on the environment because
laundry wastewater have a high content pollutants such as phosphate, surfactants, mineral,
nitrogen, COD, and other components, so the treatment is needed before being discharged
into terristorial water. Laundry wastewater treatment has been conducted by membrane
technology. Preparation of cellulose diacetate membranes with ultrafiltration process had be
done by phase inversion using dimethylformamide (DMF) as a solvent. The filtration
2
experiment showed that the highest membrane flux was 77.408 L/m .h at TMP 3 bar. While
2
the lowest flux at TMP 1 bar was 55.649 L/m .h. Rejection of membrane ultrafiltration for
parameters of COD, phosphate, and surfactant were 67%, 72%, and 63% respectively.

Keywords: cellulose diacetate membranes, flux, laundry wastewater, rejection, ultrafiltration

1. Pendahuluan deterjen adalah senyawa ionik berupa


natrium tripolifospat yang berfungsi sebagai
Dewasa ini banyak industri kecil laundry builder dan surfaktan (Wardhana dkk.,
bermunculan khususnya di daerah Banda 2009). Limbah laundry juga mengandung
Aceh. Hal ini disebabkan semakin mening- fospat tinggi sekitar 9,9 ml/l dan nilai COD
katnya jumlah penduduk dan aktivitas yang (Chemical Oxygen Demand) sebesar 280
padat sehingga membutuhkan jasa laundry MgO2/l melebihi baku mutu yang telah
sebagai tempat untuk mencuci pakaian. ditetapkan sehingga diperlukan pengolahan
Munculnya usaha dalam bidang jasa ini terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan
memiliki manfaat yang cukup besar bagi air (Sostar-Turka dkk., 2005).
perekonomian masyarakat, namun di sisi lain
adanya limbah yang dihasilkan dari sisa Penelitian pengolahan limbah laundry
proses pencucian berpotensi menimbulkan terdahulu telah banyak dilakukan seperti
pencemaran. Industri laundry dalam menggunakan elektrokoagulasi (Hudori dan
prosesnya banyak menggunakan deterjen Soewando, 2009), Furnace Bottom Ash,
sebagai bahan pencuci. Penggunaan deterjen karbon aktif dari sampah plastik dengan
yang semakin meluas dikarenakan deterjen metode batch dan kontinyu (Wardhana dkk.,
mempunyai sifat–sifat pembersih yang 2009). Namun pengolahan meng-gunakan
efektif dibandingkan dengan sabun biasa. teknologi membran menarik untuk dikaji
Zat yang dominan terkandung dalam karena sangat menjanjikan untuk

132
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3

penanganan limbah. Membran mampu me- gelas ukur, kuvet, spektrofotometer UV-VIS
misahkan komponen dengan ukuran lebih 1700 Shimadzu.
kecil dari 10 mikron. Membran adalah suatu
lapisan tipis yang memisahkan dua fase dan 2.3. Pembuatan Membran
membatasi pengangkutan berbagai bahan
kimia secara selektif, hal ini diharapkan Pembuatan membran ultrafiltrasi selulosa
komponen-komponen pencemar seperti diasetat (SDA) dari selulosa pulp kayu
fosfat, surfaktan, dan kandungan organik sengon dilakukan secara inversi fasa. SDA
lainnya dapat terdegradasi secara maksimal. dengan konsentrasi 18% wt dicampur
Dengan teknologi membran diharapkan dengan pelarut DMF, dalam erlenmeyer 100
dapat memanfaatkan air limbah menjadi ml dengan menggunakan magnetic stirer
sesuatu yang bernilai guna dan mengurangi pada rentang waktu 1 - 3 jam pada suhu
beban pencemaran lingkungan. Keuntungan 50ºC hingga diperoleh larutan homogen yang
menggunakan teknologi membran antara disebut sebagai larutan dope. Larutan
lain energi yang dibutuhkan rendah, tidak tersebut selanjutnya didiamkan sekitar 1 - 2
memerlukan tambahan bahan kimia, tidak jam pada kondisi kedap udara guna
menghasilkan kontaminan maupun polutan, menghilangkan gelembung udara. Membran
memerlukan lahan yang relatif kecil dan diperoleh dengan cara menuangkan larutan
bersifat modular sehingga mudah dikom- dope di atas plat kaca, dan dicetak
binasikan dengan produk teknologi lain menggunakan applicator membran dengan
(Mulder, 1996). batas ketebalan (0,02 mm) sehingga
membentuk lapisan tipis. Lapisan tipis
Jenis polimer yang banyak digunakan pada tersebut dibiarkan selama 30 detik yang
pembuatan membran antara lain selulosa dilanjutkan dengan perendaman hingga
beserta turunannya (selulosa asetat), terbentuk lapisan tipis membran. Membran
polisulfon, poliamida, poliakrilonitril (Wenten, yang dicetak sesuai modul filtrasi kemudian
1999). Selulosa asetat diperoleh dari hasill dicuci dengan air distilat dalam jumlah besar
asetilasi selulosa berbagai macam sumber dan disimpan (Rosnelly, 2010). Selanjutnya
seperti selulosa mikrobial (Desiyarni, 2006), membran dilihat koefisien permeabilitasnya.
pulp Abaka (Radiman, 2008), limbah serbuk
gergaji (Suyati, 2008), dan pulp kayu 2.4. Penentuan Fluks
Sengon (Rosnelly, 2010). Selulosa asetat
dan turunannya seperti selulosa diasetat Pengukuran fluks dilakukan dengan
(SDA) akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan mengalirkan aquades menggunakan modul
sebagai bahan polimer membran karena ultrafiltrasi sistem aliran dead end meng-
bahan dasarnya bersifat ramah lingkungan gunakan membran yang telah dihasilkan.
dan dapat diperbaharui. Berdasarkan ulasan Membran yang digunakan berbentuk flat
di atas, pada penelitian ini penulis mengkaji 2
dengan luas permukaan 12,56 cm (12,56 x
kinerja membran selulosa diasetat berbasis -4 2
selulosa pulp kayu sengon dalam pengolahan 10 m ) pada berbagai transmembrane
limbah laundry pada berbagai variasi pressure (TMP). Permeat ditampung di gelas
tekanan transmembran. ukur, laju volumetrik permeat diukur dengan
mencatat volume permeat dalam selang
waktu tertentu. Pengambilan data dihentikan
2. Metodologi
setelah didapat laju permeat yang konstan.
Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
2.1. Bahan berikut (Mulder, 1996):
Bahan-bahan yang digunakan yaitu:
membran selulosa diasetat (SDA) berbasis (1)
selulosa pulp kayu sengon penelitian dimana:
terdahulu (Rosnelly, 2010), aquades, 2.
J = Fluks (l/m jam)
konsentrasi SDA 18%, suhu larutan dope
o V = Volume permeat( l)
50 C. Limbah laundry yang diambil dari salah A = Luas permukaan membran
satu laundry di kawasan Banda Aceh. 2
(m ) t = Waktu (jam)

2.2. Alat Limbah laundry terlebih dahulu dianalisis


meliputi: surfaktan, COD dan fosfat. Proses
Alat yang digunakan yaitu: seperangkat filtrasi dilakukan dengan cara mengalirkan
modul ultrafiltrasi sistem dead end (merk limbah laundry menggunakan 3 variasi
Advantec, Japan), applicator membran, plat tekanan transmembran, yaitu 1; 2; dan 3
kaca, bak koagulasi, hot plate, erlenmeyer, bar. Umpan berupa limbah laundry dimasuk-
stop wach, kertas saring, magnetik stirrer, kan dalam tangki umpan, kemudian dialirkan

133
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3

gas nitrogen hingga mencapai tekanan yang Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa
diinginkan dan dibiarkan beberapa waktu dengan berjalannya waktu maka nilai fluks
hingga diperoleh aliran permeat. Permeat akan semakin menurun. Nilai fluks air pada
ditampung dalam gelas ukur. Pengambilan awal waktu operasi sebesar 489,551
data permeat dihentikan setelah diperoleh l/m2.jam sedangkan fluks limbah laundry
sebesar 95,522 l/m2.jam. Fluks air pada
volume konstan. Permeat dianalisis kadar
menit ke 90 hingga ke 180 pada membran
surfaktan, COD, dan fosfat untuk menentu-
terlihat mengalami penurunan yang stabil
kan kualitas limbah setelah pengolahan hingga nilai dari fluks menjadi konstan
menggunakan membran. dengan nilai sebesar 353,342 l/m 2.jam.
Sementara nilai fluks pada limbah laundry
Berdasarkan konsentrasi umpan dan mengalami penurunan yang tajam pada
permeat tersebut ditentukan tingkat rejeksi menit ke 20 hingga 47,671 l/m 2.jam.
dengan menggunakan persamaan (Mulder, Sedangkan pada menit ke 140 sampai
1996): dengan 180 fluks yang dihasilkan semakin
menurun namun cenderung konstan yakni
sebesar 19,104 l/m2.jam. Rendahnya per-
. (2) bandingan fluks laundry yang dihasilkan terhadap
fluks air dikarenakan dalam limbah laundry banyak
Dimana:
R = persentasi rejeksi
mengandung kontaminan baik yang makromolekul
Cf = konsentrasi umpan (feed) maupun zat organik terlarut lainnya sehingga
Cp = konsentrasi permeat menyebabkan
Analisis COD menggunakan metode titri- fouling membran. Padatan tersuspensi
metri, fosfat diukur menggunakan metode merupakan faktor yang mempengaruhi
spektrofotometer. Analisis surfaktan meng- permeabilitas. Partikel kecil seperti organik
gunakan metode Metilen Blue Active terlarut, dapat menurunkan permeabilitas
Subtance (MBAS) (Paquot, 1979). melalui adsorpsi langsung ke dalam pori
membran (Lee dkk., 2002). Adanya penyum-
3. Hasil dan Pembahasan batan pori (clogging) menyebabkan penu-
runan fluks menjadi lebih tajam hingga
3.1. Pengaruh Waktu terhadap Fluks mencapai harga tertentu. Fouling ini semakin
Membran lama akan semakin meningkat hingga
Membran SDA dengan koefisien permea- menutupi pori-pori membran dan juga akan
menghasilkan penurunan jumlah permeat
2. .
bilitas 351,050 l/m jam atm tergolong jenis yang dihasilkan.
proses ultrafiltrasi selanjutnya digunakan
dalam pengolahan limbah laundry. Untuk Penelitian yang dilakukan oleh Ciabatti dkk.
melihat kinerja dari membran SDA terhadap (2009) menyatakan bahwa setelah filtrasi
3
fluks air dan limbah laundry telah dilakukan sekitar 20 m limbah laundry, permeabilitas
penelitian dengan waktu pengoperasian membran menurun hingga 25% dikarenakan
selama 3 jam pada TMP 1 bar. Aliran yang telah terjadi fouling membran oleh adanya
digunakan adalah ultrafiltrasi sistem dead adsorpsi surfaktan sisa limbah ke dalam
end. Aliran filtrasi sistem dead end yaitu membran. Faktor lain yang menyebabkan
keseluruhan dari aliran umpan melewati fouling membran dikarenakan aliran umpan
membran dan partikel tertahan pada yang digunakan yaitu sistem dead end.
membran. Pengaruh waktu terhadap fluks air dalam filtrasi laminar (dead end), aliran
dan limbah laundry dapat dilihat pada umpan tegak lurus ke permukaan membran,
Gambar 1. sehingga partikel-partikel terakumulasi dan
membentuk suatu lapisan pada permukaan
membran yang akan menyebabkan menu-
runnya fluks membran (Nasir dkk., 2012).
Limbah laundry yang terus mengalir sebagai
umpan akan mengalir melalui tahanan
penumpukan partikel dan tahanan membran
pada permukaan membran sehingga mudah
tersumbat akibat terbentuknya suatu lapisan
pada permukaan membran. Pada Gambar 2
dapat dilihat permukaan membran setelah
filtrasi menggunakan umpan aquades dan
limbah laundry.

Gambar 1. Pengaruh waktu terhadap fluks


membran

134
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3

Kelemahan dari membran berpori adalah yang mempe ngar uhi kinerja membran. Ini
terjadinya fouling membran. Salah satu cara dikarenakan proses pemisahan dengan
yang dapat dilakukan untuk mencegah membran terjadi akibat adanya gaya dorong.
fouling yaitu dengan backwash.

a b

Gambar 2. Membran setelah filtrasi meng- Gambar 3. Fluks limbah laundry dengan
gunakan umpan limbah laundry pretreatment adsorpsi pada berbagai
(a) dan aquades (b) tekanan

Umumnya membran yang telah mengalami Kecepatan perpindahan molekul-molekul


backwash dapat digunakan kembali pada tersebut ditentukan oleh gaya pendorong
proses pemisahan, walaupun performa dan yang bekerja dan pergerakan molekul di
stabilitasnya sedikit menurun dibandingkan dalam membran. Gaya pendorong tersebut
dengan membran yang belum digunakan. salah satunya adalah gradien tekanan.
Backwash mampu meningkatkan fluks Adanya tekanan yang diaplikasikan pada
2.
hingga 28,64 l/m jam dari fluks akhir 19,09 aliran umpan yang melewati membran akan
2.
l/m jam akibat fouling setelah peng- mengakibatkan fluida dengan ukuran partikel
yang lebih kecil dari pori membran dapat
operasian selama 1 jam. Untuk menjaga
kestabilan kinerja membran maka untuk melewati membran, sementara partikel yang
penelitian selanjutnya disarankan melakukan lebih besar seperti kontaminan akan ter-
backwash pada membran yang telah tahan. Pada TMP rendah terjadi penu-runan
digunakan. fluks yang diakibatkan oleh adanya fouling
membran. Nilai rejeksi membran didefinisi-
3.2. Hasil Pengolahan Limbah Laundry kan sebagai kemampuan suatu membran
Menggunakan Membran pada Berbagai dalam menahan komponen tertentu pada
Tekanan larutan umpan. Nilai rejeksi pada masing-
masing parameter limbah laundry yang
Penentuan nilai fluks limbah laundry dilaku- diamati dapat dilihat pada Gambar 4.
kan dengan cara mengalirkan umpan dalam
modul filtrasi dengan variasi tekanan trans-
membran (TMP). Pengolahan menggunakan
membran SDA dengan konsentrasi 18%,
suhu larutan dope 50°C. Hasil analisis fluks
limbah laundry pada berbagai tekanan dapat
dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa fluks


yang dihasilkan pada TMP 3 bar cenderung
lebih tinggi, dibandingkan pada TMP 2 dan 1
bar. Fluks tertinggi terdapat pada pada
2.
tekanan 3 bar sebesar 77,408 l/m jam.
Penelitian yang dilakukan oleh Pinem (2011)
menunjukkan kecenderungan yang sama,
dimana fluks terus meningkat seiring naik-
nya tekanan transmembran yang diberi-kan. Gambar 4. Hasil rejeksi limbah laundry pada
Tekanan merupakan salah satu fa ktor berbagai tekanan transmembran

135
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3

Tabel 1. Konsentrasi dan rejeksi limbah laundry setelah proses filtrasi menggunakan membran

Tekanan COD Rejeksi Fosfat Rejeksi Surfaktan Rejeksi (%)


(bar) (mg/L) (%) COD (mg/L) (%) Fosfat (mg/L) Surfaktan
1 150 67,391 4,23 72,407 4,625 63,462

2 165 64,130 4,29 72,016 5,032 60,246


3 170 63,043 4,33 71,755 5,126 59,504

Dari Gambar 4. secara visual terlihat rejeksi ultrafiltrasi belum maksimal mengolah
fosfat relatif konstan pada bebagai TMP, limbah golongan ionik seperti fosfat.
namun kenyataannya terjadi penurunan
rejeksi fosfat dari 72,40% pada TMP 1 bar Parameter limbah laundry lainnya yang
menjadi 71,76% pada TMP 3 bar. Penurunan diamati adalah penurunan konsentrasi
rejeksi pada masing-masing TMP juga terjadi surfaktan. Menurut Kowalska (2008) lebih
pada parameter COD dan surfaktan. Rejeksi dari 80% surfaktan yang digunakan dalam
COD pada TMP 1, 2 dan 3 bar masing- industri laundry adalah LAS (Linier Alkyl
masing 67,39%, 64,13% dan 63%. Sedang- Sulfonat) yang merupakan surfaktan
kan parameter surfaktan 63,47%, 60,25%, golongan anionik. LAS merupakan surfaktan
dan 59,50%. Penurunan rejeksi terjadi jenis anionik yang mempunyai ekor hidro-
seiring dengan meningkatnya TMP. Hal ini fobik melekat pada kepala hidrofilik yang
dikarenakan pada tekanan tinggi terjadi laju bermuatan negatif. Gugus-gugus bermuatan
difusi yang tinggi menyebabkan interaksi negatif pada surfaktan anionik biasanya
umpan lebih cepat dan membran sukar berupa karboksilat, sulfonat, sulfat, atau
menahan umpan yang berdifusi melewati fosfat, sedangkan gugus hidrofobiknya
membran sehingga koefisien rejeksi rendah. berupa rantai hidrokarbon alifatik, aromatik,
Tekanan transmembran pada proses ultra- atau gabungan keduanya (Kosswig dkk.,
filtrasi berfungsi sebagai driving force dan 1994). Untuk konsentrasi surfaktan akhir
merupakan salah satu parameter operasi pada TMP 1, 2, dan 3 bar berturut-turut 5,62
yang paling penting pada proses pemisahan mg/L; 5,032 mg/L; dan 5,126 mg/L.
membran. Rejeksi tinggi berarti malekul atau Kowalska (2008) menyatakan bahwa karena
partikel terlarut tertahan oleh membran dan keanekaragaman jenis surfaktan dan sifat
tidak dapat berdifusi melawan membran. fisik serta kimianya maka sulit untuk m e ne
Kandungan awal limbah dari salah satu in- r a p ka n m e t o d e t ung g a l d a l a m
dustri laundry di Banda Aceh untuk para- pengolahan limbah laundry. Ini berarti
meter COD adalah sebesar 460 mg/L, fosfat bahwa untuk mendapatkan hasil pengolahan
15,33 mg/L dan surfaktan 12,658 mg/L. yang lebih baik, maka teknologi membran
dapat dikombinasikan dengan teknologi pe-
Penurunan kandungan limbah laundry misahan lainnya seperti adsorpsi.
setelah proses ultrafiltrasi dapat dilihat pada
Tabel 1. Konsentrasi akhir COD pada TMP 1, 4. Kesimpulan
2 dan 3 bar masing-masing sebesar 150
mg/L, 165 mg/L dan 170 mg/L belum Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
memenuhi baku mutu limbah laundry yang hasil pengolahan limbah laundry mengguna-
diperbolehkan dibuang ke badan air yaitu kan membran selulosa diasetat (SDA)
sebesar 100 mg/L (Hoinkis dan Panten, menghasilkan fluks tertinggi pada TMP 3 bar
2.
2008). Perbedaan konsentrasi COD akhir sebesar 77,408 L/m jam. Sedangkan persen
pada setiap tekanan disebabkan semakin rejeksi yang diperoleh untuk COD, fosfat dan
besar tekanan yang diberikan pada membran surfaktan masing-masing sebesar 67%,
maka COD yang mampu diserap oleh 72%, dan 63%.
membran s e m a k i n ke c i l , ha l i ni ke -
m ung k i na n disebabkan oleh deposisi pori- Daftar Pustaka
pori membran akibat peningkatan tekanan.
Untuk konsentrasi akhir fosfat setelah Ciabatti, I., Cesaro, F., Faralli, L., Fatarella,
dilewatkan pada membran menjadi 4,23 E., Tognotti, F. (2009) Demonstration
mg/L pada TMP 1 bar sedangkan pada TMP 2 of a treatment system for purification
dan 3 bar masing-masing konsentrasi fosfat and reuse of laundry wastewater,
adalah 4,29 mg/L dan 4,33 mg/L. Konsen- Desalination, 204, 78 - 86.
trasi akhir fosfat pada semua tekanan
transmembran belum memenuhi syarat Desiyarni (2006) Perancangan proses
dibuang ke badan air yakni sebesar 2 mg/L pembuatan selulosa asetat dari selulosa
(Sostar-Turka dkk., 2005). Hasil rejeksi mikrobial untuk membran ultrafiltrasi,
masih rendah dikarenakan jenis proses

136
Vera Roni Setiawan dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 9, No. 3

Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Pinem, J. A. (2011) Sintesis karakterisasi


Bogor. dan penggunaan membran hibrid
organik-anorganik untuk pengolahan air
Hoinkis, J., Panten, V. (2008) Wastewater gambut, Laporan Hasil Penelitian,
recycling in laundries-from pilot to large Produk Unggulan Penelitian Dosen,
scale plant, Journal of Chemical Universitas Riau, Pekanbaru.
Engineering and Processing, 47, 1159 -
1166. Radiman, C. L., Yuliani, G. (2008)
Penggunaan nata de coco sebagai
Hudori, Soewando (2009) Pengolahan air bahan membran selulosa asetat,
limbah laundry dengan menggunakan Prosiding Simposium Nasional Polimer
elektrokoagulasi. Jurnal Rekayasa V, Bandung, 22 November, 203 - 208.
Teknologi Industri dan Informasi, 4, 84
- 89. Rosnelly, C. M. (2010) Perancangan proses
pembuatan membran ultrafiltrasi selu-
Lee, Y., Cho, J., Seo, Y., Lee, J.W., Ahn, K. losa asetat secara inversi fasa dari
(2002) Modeling of submerged selulosa pulp kayu sengon (Para-
membrane bioreactor process for serianthes Falcataria), Disertasi, Institut
wastewater treatment, Desalination, Pertanian Bogor, Bogor.
146, 451 - 457.
Sostar-Turka, S., Petrini, I., Simoni, M.
Kosswig, K., Huls A. G., Marl. (1994) (2005) Laundry wastewater treatment
Surfactant, Volume ke-A25, Ullmann’s using coagulation and membrane,
Encyclopedia of Industrial Chemistry, filtration. Journal Resources, Conser-
Federal Republic of Germany, New York. vation and Recycling, 44, 185 - 196.

Kowalska, I. (2008) Surfactant removal from Suyati (2008) Pembuatan selulosa asetat
water solutions by mean of dari limbah serbuk gergaji kayu dan
ultrafiltration and ion-exchange. identifikasinya, Master Tesis, Institut
Desalination, 221, 351 - 357. Teknologi Bandung, Bandung.

Mulder, M. (1996) Basic Principles of Wardhana, I. W., Handayani, D. W.,


Membrane Technology, 2nd edition, Rahmawati, D. S. (2009) Penurunan
Kluwer Academic Publisher, Dordrecht. kandungan phosphat pada limbah cair
industri pencucian pakaian (laundry)
Nasir, S., Budi, T., Silviaty, I. (2012) menggunakan karbon aktif dari sampah
Laundry wastewater treatment process plastik dengan metode batch dan
using silica activated carbon and kontinyu, Jurnal Teknik, 30(2), 32 - 38.
ceramic filter, International Journal of
Academic Research, 4(2), 85 - 89. Wenten, I. G. (1999) Teknologi Membran
Industri, ITB Press, Bandung.
Paquot, C. (1979) Standard Method for the
Analysis of Oils, Fats and Derivatives.
Pergamon Press, England.

137

Anda mungkin juga menyukai