Anda di halaman 1dari 27

FREQUENTLY

ASKED QUESTIONS (FAQs)


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
DASAR HUKUM 2

TUJUAN 2

METODOLOGI 2

TANYA JAWAB 3

A. Umum 3
B. Elemen 1 - Peran dan Layanan APIP 15
C. Elemen 2 - Pengelolaan SDM 15
D. Elemen 3 - Praktik Profesional 16
E. Elemen 4 - Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja 20
F. Elemen 5 - Budaya dan Hubungan Organisasi 21
G.Elemen 6 - Struktur Tata Kelola 22
Tim Penyusun FAQ 23
PENDAHULUAN
Seluruh APIP Pemerintah Daerah dan unit
kerja BPKP terus berupaya semaksimal mungkin
untuk mencapai target Level 3 pada Tahun 2019.
Dalam upaya-upaya peningkatan kapabilitas APIP Level 3
tersebut sering terjadi pertanyaan yang perlu dibahas
dan didiskusikan lebih lanjut agar diperoleh jawaban
yang tepat. Untuk mempermudah diskusi,
pertanyaan-pertanyaan yang telah disampaikan via grup
komunikasi online, workshop ataupun sesi konsultasi yang
dilakukan perlu didokumentasikan. Buku Frequently Ask
Q u e s o n ( FA Q ) t e r ka i t ka p a b i l i t a s A P I P
berisi pertanyaan-pertanyaan yang sering terjadi berikut jawabannya.
Buku FAQ ini diharapkan dapat memberikan keseragaman pemahaman serta kemudahan bagi berbagai pihak.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terjadi, didiskusikan lebih lanjut oleh pihak-pihak yang dianggap
memiliki pengetahuan terkait kapabilitas APIP. Dalam penyusunan FAQ ini, pertanyaan-pertanyaan
diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) kelompok untuk mempermudah dalam pencariannya, yaitu:

1.Umum
2.Elemen 1 – Peran dan Layanan APIP
3.Elemen 2 – Pengelolaan SDM
4.Elemen 3 – Prak k Profesional
5.Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja
6.Elemen 5 – Budaya dan Hubungan Organisasi
7.Elemen 6 – Struktur Tata Kelola

Permasalahan terkait kapabilitas APIP sena asa berkembang, sehingga diharapkan buku FAQ ini terus dapat
diupdate dan diterbitkan secara berkala.

1
DASAR HUKUM
Dasar hukum disusunnya buku FAQ ini mengacu pada aturan-aturan
berikut:
1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
2.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

TUJUAN
Buku FAQ terkait Peningkatan Kapabilitas APIP ini bertujuan untuk:
1.Memberikan acuan/panduan dan pemahaman terkait peningkatan
kapabilitas APIP
2.Sarana menampung pertanyaan dan jawaban yang terjadi dalam rangka
peningkatan kapabilitas APIP
3.Sebagai bentuk dokumentasi dan sumber referensi atas pertanyaan terkait
peningkatan Kapabilitas APIP
4.Salah satu sarana komunikasi untuk menjamin keseragaman pemahaman
dan konsistensi jawaban dalam menyelesaikan pertanyaan/permasalahan
yang terjadi dalam peningkatan kapabilitas APIP.

METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini adalah
mengumpulkan pertanyaan dan jawaban dari hasil diskusi dari berbagai
pihak pada sarana-sarana:
1.Online antara perwakilan dan rendal
2.Workshop dan seminar terkait Peningkatan Kapabilitas APIP
3.Konsultasi langsung oleh Inspektur, Koordinator Pengawas dan pemangku
kapabilitas APIP melalui couching clinic.

2
TANYA JAWAB
PENINGKATAN KAPABILITAS APIP 2018
A. Umum
1. Apa yang mendasari perlunya peningkatan kapabilitas APIP?
a. V i s i r e f o r m a s i b i r o k r a s i P e m e r i n t a h
I n d o n e s i a , P P 8 0 Ta h u n 2 0 1 0 , y a i t u
terwujudnya instasi pemerintah berkelas dunia.
Untuk APIP, merujuk ke Internal Audit Capability
Model – IACM yang diterbitkan oleh IIA
Global (The Ins tute of Internal Auditor)
b. Pasal 11 PP 60 Tahun 2008, Peran APIP yang efek f
c. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
R PJ M N Ta h u n 2 0 1 5 – 2 0 1 9 p a d a
lampiran Buku 2, ditargetkan APIP mencapai Level 3
d. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP, pasal 3 huruf J
e. Arahan Presiden pada rapat koordinasi nasional APIP tanggal 13 Mei 2015.
2. Apakah tujuan dari peningkatan kapabilitas APIP?
Agar APIP bisa melaksanakan perannya secara efek f sebagaimana pasal 11 PP 60 Tahun 2008,
yaitu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, meningkatkan kinerja 3E, memberikan
early warning, memperbaiki manajemen risiko, pengendalian intern dan tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan.
3. Mengapa harus menggunakan IACM?
IACM merupakan suatu model kapabilitas yang khusus dirancang
u n t u k o r g a n i s a s i p e n g a w a s a n
intern sektor publik, sehingga model ini cocok
d i t e r a p k a n p a d a A P I P. M o d e l i n i d i k e m b a n g k a n
oleh IIA (sebagai organisasi internasional
di bidang internal audit).

4. Bagaimana agar kapabilitas APIP dapat diterapkan?


BPKP telah menerbitkan grand design peningkatan kapabilitas APIP sebagai acuan bagi APIP untuk
meningkatkan kapabiltas organisasinya (Perka BPKP No. 6 Tahun 2015) dan BPKP juga menyediakan
pedoman teknis peningkatan kapabilitas (Peraturan BPKP No. 16 Tahun 2015) yang dilengkapi
dengan panduan penerapannya. Dengan grand design dan pedoman teknis tersebut diharapkan
mampu membantu APIP maupun unit kerja BPKP untuk melaksanakan langkah-langkah pembinaan
dan peningkatan kapabilitas APIP.

3
5. Mengapa kapabilitas APIP Level 3 masih menjadi tantangan?

Hal tersebut terkait dengan mindset dan paradigma yang harus diubah. Sebagian
besar APIP masih menjalankan peran watch dog, layanan APIP masih terbatas pada
audit ketaatan. Sementara untuk melaksanakan pasal 11 PP 60 Tahun 2008, APIP
harus memiliki kapabilitas pada Level 3 agar mampu memberikan layanan assurance
dan advisory untuk perbaikan manajemen risiko, tata kelola dan pengendalian
penyelenggaraan pemerintahan. APIP Level 3 sebagai pondasi agar mampu berperan
sebagi konsultan yang profesional (trusted advisor), sebagai strategic business
partner bagi manajemen.

6. Bagaimana kiat-kiat dari BPKP khususnya Deputi PPKD untuk dapat mempercepat
pencapaian Level 3?

Melaksanakan grand design dan pedoman peningkatan kapabilitas APIP sesuai


Peraturan Kepala (PERKA) BPKP Nomor 6 dan PERKA Nomor 16 Tahun 2015, Deputi
PPKD menerbitkan panduan penerapan berikut kebijakan teknis, antara lain Surat
Deputi SE-57/D3/01/2018 tanggal 12 Januari 2018 disertai atensi berkala. Perwakilan
BPKP menyediakan layanan Bimtek, couching clinic, dan melakukan penjaminan
kualitas (Quality Assurance) serta pemantauan kapabilitas APIP yang berkelanjutan.
Panduan-panduan tersebut diprioritaskan pada area proses kunci KPA yang menjadi
kendala APIP untuk mencapai Level 3, antara lain, panduan audit kinerja, layanan
konsultansi, konsep dan panduan praktis perencanaan pengawasan berbasis risiko,
penerapan QAIP oleh APIP, peran APIP dalam mencegah tindak penyimpangan
terhadap peraturan. Pedoman perumusan permasalahan penyebab dan pemberian
saran yang diharapkan menyentuh akar permasalahan, panduan penerapan
management oversight serta buku tanya jawab ini.

7. Beberapa APIP sudah memiliki auditor dan pedoman-pedoman pengawasan


intern, namun mengapa belum mencapai Level 3?

Peningkatan kapabilitas APIP ke Level 3 memerlukan pemenuhan 24 KPA (10 KPA di


Level 2 dan 14 KPA di Level 3) yang merupakan penjabaran dari 6 elemen kapabilitas
APIP. Hal tersebut memerlukan keterlibatan seluruh SDM APIP (manajerial dan
fungsional), disertai penyediaan penganggaran, sarana prasarana, metode kerja, dan
teknologi informasi, sehingga APIP mampu memberikan layanan yang efisien dan
efektif sesuai standar profesi pengawasan intern.

4
8. Pemahaman apa yang diharapkan dari pimpinan daerah untuk meningkatkan
kapabilitas APIP?

Pimpinan daerah perlu memahami kerangka three lines of defense dan berkomitmen
meningkatkan kapabilitas APIP serta memberdayakannya bersama-sama seluruh
jajaran manajemen (sebagai first line dan second line of defense) dalam mewujudkan
penyelenggaran pemerintahan yang baik.

9. Bagaimana cara membangun pemahaman dan komitmen pimpinan daerah untuk


peningkatan kapabilitas APIP?

Pimpinan daerah perlu diberikan informasi melalui kehadiran dalam forum


pertemuan berkala lingkup regional maupun nasional, perlu diberikan atensi berkala
tentang manfaat dan pentingnya APIP Level 3, perlu pemahaman peran APIP sebagai
lini pertahanan ke-tiga untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik,
pimpinan daerah perlu menetapkan Level 3 sebagai IKU APIP dan memberikan
pengarahan atas area-area yang menjadi prioritas pengawasan serta berisiko tinggi
dalam pencapaian tujuan (IKU) pemerintah daerahnya untuk dilakukan pengawasan
oleh APIP. Pimpinan daerah perlu menyediakan akses informasi dan seluruh sumber
daya yang dibutuhkan oleh APIP dalam melaksanakan pengawasan, pentingnya
menerima dan memantau tindak lanjut hasil-hasil pengawasan, serta mereviu kinerja
APIP.

10. Apa bentuk peningkatan dukungan (pemberdayaan) pimpinan daerah kepada


APIP?

Pimpinan daerah menandatangani dan memahami piagam pengawasan intern


(Internal Audit Charter/IAC), melakukan reviu secara berkala, untuk memastikan
apakah IAC tersebut telah dilaksanakan, apakah kinerja APIP sudah sesuai dengan
kebutuhan daerahnya atau perlu perluasan cakupan pengawasan oleh APIP.
Pimpinan daerah perlu mengoptimalkan APIP sebagai alat bantu untuk
meningkatkan kinerja tata kelola, dan akuntabilitas penyelenggaran pemerintah di
wilayahnya.

11. Mengapa dalam penyusunan perencanaan pengawasan di Level 3 harus


berdasarkan risiko auditee?

APIP Level 3 terus menerus mendorong perbaikan tata kelola, manajemen risiko dan
pegendalian intern, dengan melakukan pengawasan pada area yang berisiko tinggi.
Untuk bisa mengawal area risiko tertinggi organisasi tersebut, APIP perlu

5
menerapkan rencana pengawasan berbasis risiko, berdiskusi dan mengklarifikasi
pihak manajemen untuk menggali informasi, guna memastikan apakah risiko utama
dalam pencapaian organisasi sudah diidentifikasi dan dikelola dengan baik dan
mendorong manajemen untuk menerapkan manajemen risiko.

12. Bagaimana cara mengukur level kapabilitas APIP?

Level kapabilitas APIP diukur dari pemenuhan KPA yang diterbitkan membentuk
susunan batu bata (building block). Level di bawahnya merupakan fondasi bagi level
di atasnya. APIP dikatakan berada pada level tertentu apabila seluruh KPA secara
kumulatif pada level tersebut telah dipenuhi. Misalnya, APIP dapat dikatakan berada
di Level 3, apabila telah memenuhi 24 KPA sampai dengan Level 3 (yaitu 10 KPA di
Level 2 dan 14 KPA di Level 3). Apabila dari 24 KPA tersebut terdapat satu KPA belum
terpenuhi maka belum dikatakan Level 3.

13. Apa kriteria pemenuhan suatu KPA?

Dikatakan sudah memenuhi suatu KPA apabila APIP sudah melakukan kegiatan-
kegiatan yang terkait KPA tersebut hingga menghasilkan output, dan dilaksanakan
berulang terus-menerus hingga menghasilkan outcome KPA. Masing-masing KPA
dijabarkan dalam seperangkat pernyataan yang harus dipenuhi. Untuk mencapai
Level 3, APIP harus memenuhi 151 pernyataan (58 pernyataan pada KPA Level 2 dan
93 pernyataan pada KPA Level 3).

14. Ada berapa level dalam kapabilitas APIP?

Kapabilitas APIP terdiri dari 5 level, yaitu, Level 1- initial, Level 2- infrastructure, Level
3 - integrated, Level 4 - managed dan Level 5 - optimizing (semakin tinggi level
menunjukkan semakin matang dan efektif organisasi APIP dalam memberikan
layanannya).

15. Ada berapa elemen dalam kapabilitas APIP?

Terdapat 6 elemen kapabilitas APIP, yaitu:


a. Elemen 1 - Peran dan Layanan. APIP berperan dan memberikan jasa-jasanya
sesuai kebutuhan stakeholders-nya, dalam bentuk penjaminan (assurance) dan
sebagai konsultan (advisory service). Semakin tinggi level APIP semakin berperan
sebagai agen perubahan.
b. Elemen 2 - Pengelolaan SDM. Pada elemen ini menggambarkan bagaimana
manajemen APIP mengelola SDM dengan baik dan menciptakan lingkungan

6
kerja yang kondusif. Pada Level 2 APIP telah mengidentifikasi kebutuhan,
merekrut SDM yang kompeten dan mengembangkan, mendidik, menyediakan
uraian pekerjaan dan standar penghasilan, memiliki dan melaksanakan program
untuk mengembangkan kemampuan individu SDMnya. Level 3 telah
mengembangkan SDM untuk melaksanakan tugas-tugas yang lebih bersifat
kompleks, antara lain: kemampuan berkomunikasi, kemampuan problem
solving, kepemimpinan, analisis, serta sudah mulai menjadi anggota organisasi
profesi, sertifikasi profesional, semakin tinggi level maka semakin baik
pengelolaan SDM-nya.
c. Elemen 3 - Praktik Profesional. Penilaian pada elemen ini mencakup kebijakan,
proses, dan praktik-praktik yang memungkinkan APIP bekerja secara efektif
dengan kecermatan profesi sesuai dengan standar dan kode etik. Level 1, APIP
belum memiliki pedoman dan kerangka kerja. Level 2, APIP telah memiliki
infrastruktur dan pedoman namun belum sesuai standar, mulai membangun
kerangka kerja untuk melaksanakan praktik profesional. Level 3, APIP telah
memelihara kualitas praktik profesionalnya, menilai dan memelihara kualitasnya
secara terus-menerus. APIP mulai mengembangkan QAIP melalui reviu
berjenjang, reviu internal dan telaah sejawat antar APIP. APIP mulai menerapkan
perencanaan pengawasan berbasis risiko, untuk mengawal risiko utama Pemda.
Level 4, Penerapan audit individual yang berbasis risiko.
d. Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja. APIP perlu mengelola,
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan baik untuk pengawasan intern
maupun pengelolaan kegiatan APIP. Semakin tinggi Level APIP semakin efektif
dan efisien dalam mengakuntabilitaskan sumber dayanya. Untuk Level 3 ke atas,
APIP sudah memiliki indikator-indikator kinerja, untuk mengukur efisiensi dan
efektifitas dalam mengelola sumber daya, membangun laporan-laporan tentang
pengelolaan sumber daya sebagai bentuk akuntabilitas.
e. Elemen 5 - Budaya dan Hubungan Organisasi. APIP memiliki struktur organisasi
yang sesuai dengan kebutuhan, setiap struktur memiliki uraian tugas yang saling
mendukung dan bekerja untuk memberikan layanan secara efektif sesuai target
kapabilitas yang ingin dicapai. APIP memiliki budaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi baik di manajemen APIP maupun di
pelaksanaan pengawasan intern. Hubungan APIP dengan manajemen
organisasinya serta pihak lain yang melaksanakan fungsi pengawasan juga
berjalan efektif, tidak terdapat tumpang tindih penugasan di lapangan.
f. Elemen 6 - Struktur Tata Kelola. Elemen ini di luar kendali (uncontrollable) APIP
dan sangat dipengaruhi oleh dukungan pimpinan daerah selaku puncak
pimpinan organisasi. Elemen ini sebagai pilar yang dapat mempercepat
peningkatan kapabilitas APIP. Tinggi rendahnya level APIP sangat dipengaruhi

7
oleh dukungan dari pimpinan daerah. APIP Level 3 memerlukan oleh jajaran
internal organisasi yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pada tingkatan yang lebih
tinggi, pengawasan dan dukungan dapat dilakukan oleh pihak eksternal
organisasi yang independen yang disebut komite audit.

16. Pada Level 3, elemen mana yang di luar kendali APIP?

Sampai dengan Level 3, elemen 5 dan elemen 6 merupakan elemen yang di luar
kendali APIP karena harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan unit lain di luar
organisasi APIP, baik dari jajaran manajemen pemda maupun unit pengawasan lain.
Sedangkan elemen 6 karena berkaitan dengan pemahaman dan komitmen dari
manajemen puncak, dalam hal ini Gubernur, Bupati, Walikota untuk
memberdayakan APIP.

17. Apa yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kapabilitas APIP di Indonesia?

Secara umum, sekurang-kurangnya terdapat dua penyebab:


a. Kurangnya kapasitas dan pengetahuan dari manajemen APIP dalam mengelola
sumber daya APIP. Hal tersebut berdampak pada kurang kapabelnya personel
APIP dan tidak optimalnya fungsi assurance dan consulting yang diberikan APIP
b. Kurangnya kesadaran, pemahaman, komitmen dari manajemen puncak terkait
manfaat dan peran APIP.

18. Elemen manakah yang masih menjadi tantangan bagi APIP?

Elemen yang paling menantang bagi APIP yang berada pada Level 3 adalah:
a. Elemen 3 (Praktik Profesional), kebanyakan APIP merencanakan kegiatan
auditnya belum berdasarkan prioritas manajemen dan belum fokus pada risiko
utama atas pencapaian tujuan organisasi (IKU). Hal ini bisa disebabkan oleh:
• Penerapan manajemen risiko yang kurang memadai,
• APIP belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk membantu organisasi
dalam mengembangkan dan mengelola manajemen risiko yang efektif.
Disamping itu APIP juga perlu mengelola kualitas audit intern, terutama
dengan menerapkan reviu berjenjang secara terus menerus atas pelaksanaan
audit internnya. Selain itu, beberapa APIP belum mampu membangun audit
universenya dengan baik, sehingga akhirnya menyebabkan APIP belum
optimal dalam menerapkan strategi audit untuk memberikan peran yang
diharapkan di Level 3 (yaitu audit kinerja dan konsultasi advisory).
b. Elemen 2 (Manajemen SDM), APIP belum melakukan pemetaan kompetensi
SDM-nya dan belum melakukan analisis kesenjangan. Hal ini menyebabkan APIP

8
tidak memiliki dan tidak melaksanakan program pelatihan dan pendidikan yang
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi seluruh SDM APIP, dalam rangka
untuk menghilangkan kesenjangan kompetensi tersebut menjadi tidak efektif.
c. Terkait Elemen 6 (Struktur Pemerintahan), sebagian besar manajemen puncak
tidak mereviu dan tidak melakukan pengawasan secara efektif terhadap APIP
untuk memberikan umpan balik atas aktivitas APIP.

19. Apa strategi untuk mengatasi tantangan APIP Level 3?

Strategi yang diperlukan adalah meningkatkan kebutuhan Kepala Daerah selaku


manajemen puncak mengenai manfaat peningkatan kemampuan dari APIP, Kepala
Daerah melihat APIP sebagai mitra bisnis strategis organisasi. Kebutuhan peran APIP
yang meningkat diharapkan juga dapat membangun komitmen Kepala Daerah
sebagai manajemen puncak untuk menyediakan sumber daya yang memadai bagi
APIP. Selanjutnya tersedia sumber daya yang memadai untuk meningkatkan
kapabilitas selanjutnya. Tersedianya:
a. Pelatihan untuk SDM APIP
b. Sarana prasarana
c. IT yang memadai, terutama terkait audit kinerja, perencanaan audit berbasis
risiko, dan Quality Assurance Improvement Programs (QAIP)

20. Bagaimana mempertahankan independensi APIP?

Salah satu hasil yang diharapkan dengan adanya APIP adalah menambah nilai dalam
meningkatkan tata kelola, risiko dan pengendalian (GRC) organisasi. Oleh karena itu,
pucuk pimpinan dapat menunjuk pihak di organisasi untuk memastikan, meninjau,
mengevaluasi dan melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa unit APIP
menjalankan peran dan fungsinya secara efektif, selaras dengan tujuan organisasi.

21. Apa peran APIP dalam tindak penyimpangan terhadap ketentuan?

Di Indonesia, APIP yang efektif dituntut untuk memberikan peringatan dini kepada
manajemen dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko (pasal 11 - PP No.
60/2008 tentang SPIP). Dalam upaya penugasan ini, APIP dapat membantu
manajemen dalam mengidentifikasi, menilai dan menangani risiko yang ada
termasuk risiko kecurangan yang muncul, dengan melakukan evaluasi/penerapan
manajemn risiko atau penilaian atas manajemen risiko (termasuk risiko fraud).

9
22. Bagaimana mempromosikan penerapan dari standar IIA (The Institute of Internal
Audit)?

Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) telah mengeluarkan Standar


Audit Intern Pemerintah Indonesia, yang mengacu pada standar internasional
tentang audit termasuk IPPF. Dan seluruh APIP diwajibkan dan perlu didorong untuk
melaksanakan SAIPI tersebut.

23. Apakah ada penghargaan dan hukuman atas PK-APIP?

Peningkatan kapabilitas APIP menjadi kebutuhan bagi seluruh manajemen Pemda


sebagai pilar dalam membangun good governance dan clean government. Oleh
karena itu pemberian reward dan punishment tersebut seharusnya menjadi
kebijakan masing-masing Pemerintah Daerah terkait dengan PK-APIP.

24. Siapa yang bertanggung jawab atas tingkat kapabilitas APIP?

Pimpinan organisasi bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan APIPnya,


karena APIP merupakan bagian organisasi pemerintah Daerah yang mendorong
perbaikan governance, risk, control organisasinya.

25. Mengapa level kapabilitas menjadi penting di Indonesia?

Terdapat harapan yang tinggi terhadap profesional APIP dari para pemangku
kepentingan, sebagai contoh:
a. Indonesia mengimpelementasikan Dana Desa dan APIP diharapkan memiliki
peranan penting dalam mengawasi dana desa tersebut.
b. Pimpinan daerah memerlukan mitra strategis dalam meningkatkan ketaatan,
dan APIP adalah unit kerja yang berperan untuk itu.
c. Bagi auditor eksternal, kemampuan APIP yang semakin baik akan berdampak
pada kualitas sistem pengendalian internal yang semakin baik.
26. Apakah pengembangan kapabilitas APIP Level 3 diamanatkan dalam Rencana
Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019?

Ya, pengembangan kapabilitas APIP ditargetkan dalam Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dimana 85% APIP ditargetkan untuk
Level 3 pada 2019.

10
27. Apakah Level 3 Tahun 2019 dari segi kelembagaan, kewenangan inspektorat hanya
cukup sebatas infrastruktur IAC (Internal Audit Charter), kendali mutu, Kode etik?

Keberadaan infrastruktur IAC (Internal Audit Charter) adalah sebagai bentuk


komitmen tertulis pucuk pimpinan untuk memberdayakan APIP dan perlu
diimplementasikan secara berkesinambungan. Sedangkan untuk
mengimplementasikan tugas-tugas APIP sesuai IAC diperlukan keahlian atau
kompetensi SDM-nya melalui workshop, bimtek, joint audit, sertifikasi profesi, dan
PPM. Hal ini memerlukan penerapan kode etik dan kendali mutu secara
berkesinambungan.

28. Bagaimana jika indikator governance di bawah syarat minimal, apakah


mempengaruhi hasil Quality Assurance (QA)?

Indikator governance merupakan salah satu hal yang dijadikan bahan pertimbangan.

29. Apa yang harus dilakukan apabila APIP yang sedang meningkatkan kapabilitasnya,
personel/pejabat di bagian organisasinya mengalami Operasi Tangkap Tangan
(OTT)?

APIP perlu melakukan Self Assesment (SA), apakah yang terkena OTT merupakan
objek pemeriksaan atau bukan. Apabila bukan merupakan objek pemeriksaan perlu
dikaji ulang penerapan perencanaan audit berbasis risiko.

30. Apakah terjadinya OTT dapat menurunkan level kapabilitas APIP?

Perlu diteliti lebih dalam apakah OTT tersebut terjadi pada objek dari pengawasan
(subject to audit) atau bukan. Apabila termasuk area yang sedang diaudit perlu
dievaluasi apakah program audit sudah dilakukan dengan benar, apabila tidak
termasuk objek pemeriksaan, bagaimana proses perencanaannya apakah sudah
berbasis risiko, termasuk risiko fraud.

31. Apabila APIP berada pada Level 2 DC, apakah pembinaan selanjutnya perlu QA
Level 2 penuh, atau dapat langsung melakukan Bimtek Level 3?

Lakukan segera Bimtek Level 3 karena pemenuhan Level 3 juga harus memenuhi
parameter Level 2, sehingga pemenuhan Level 3 dan Level 2 dapat dilakukan secara
sekaligus, dengan QA dilakukan atas 24 KPA (10 KPA Level 2 dan 14 KPA Level 3).

11
32. Apakah untuk QA Level 2 harus menggunakan Surat Tugas dengan merevisi PKPT
atau hanya cukup Nota Dinas couching clinic?

Metode QA terdiri dari reviu dokumen, wawancara, observasi dan konfirmasi


sepanjang hal tersebut dapat dipenuhi silahkan melalui couching clinic. Jika tidak,
dipersilahkan untuk menerbitkan surat tugas QA walaupun perlu menambah PP di
PKPT.

33. Terkait dengan kronologis kegiatan sampai dengan Level 3, urutan idealnya
memang APIP melakukan SA baru di QA oleh BPKP. Salah satu kendala perwakilan
adalah proses penyusunan Laporan SA oleh APIP membutuhkan waktu yang lama
sedangkan aplikasi bisa terlebih dahulu selesai. Apakah QA bisa dilakukan
berdasarkan hasil dari aplikasi tersebut?

Terkait dengan data yang berasal dari aplikasi masih perlu dipertanyakan
validitasnya. Hal ini karena media kontrol dalam aplikasi masih dalam proses
penyempurnaan sehingga hasil aplikasi masih bisa dirubah-rubah oleh APIP.
Sehingga bisa saja ada perbedaan antara hasil aplikasi sebelum penerbitan laporan
dengan laporan yang terbit. Untuk saat ini, seyogyanya laporan terbit dahulu baru
dilakukan input ke aplikasi sehingga datanya valid karena berdasarkan laporan yang
sudah terbit. Jadi dapat disimpulkan bahwa QA harus tetap berdasarkan laporan
yang terbit.
Terkait dengan lamanya laporan SA, Perwakilan BPKP terus mendorong APIP untuk
segera menyusun laporan tersebut dan membantu mengidentifikasi kendala dan
hambatan yang dihadapi APIP.

34. Hubungan kronologis dengan target perkin. Kondisi di Papua saat ini, masih banyak
APIP di Papua yang berada di Level 2 atau 2 DC bahkan 1. Sisa PKPT saat ini, hanya
PP untuk pencapaian APIP level 3-nya?

Sesuai arahan dari Kepala BPKP terkait percepatan pencapaian Level 3, maka yang
diutamakan adalah APIP yang berada pada Level 2 penuh dan 2 DC perlu segera
dilakukan bimtek Level 3. Terkait PKPT bimtek dari Level 2 ke Level 3 silahkan
disesuaikan. Apabila dilihat lagi ke belakang, Papua dibebani target APIP Level 3
karena pada akhir 2017 ada 6 APIP Level 2 DC dan 2 APIP Level 2 penuh. Oleh karena
itu targetnya adalah 8 APIP Level 3. Karena itu perwakilan harus fokus terlebih
dahulu ke 8 APIP yang sudah Level 2 DC dan 2 penuh ini untuk ditingkatkan ke level
3.

12
35. Untuk percepatan pencapaian Level 3, tidak ada penugasan bimtek Level 2.
Bagaimana menyikapi kondisi di lapangan masih banyak yang perlu dibimtek Level
2?

Untuk mempercepat pencapaian Level 3, penugasan yang perlu diperioritaskan


adalah bimtek Level 3 pada APIP dengan Level 2 DC, 2 penuh, atau 3 DC terutama
Level 3 DC yang menjadi prioritas pertama dengan fokus pada pemenuhan 24 KPA
sampai dengan Level 3.

36. Apabila pembinaan APIP harus sesuai kronologis maka perwakilan akan
kekurangan PKPT. Oleh karena itu kami menyiasati dengan pengawalan terus
menerus sebelum adanya QA. Bagaimana hal ini?

Yang perlu diingat adalah peran kita sebagai APIP yaitu assurance dan consulting.
Untuk menjaga independensi kita harus mampu memisahkan dalam pelaksanaannya
misalkan dengan berbeda tim yang akan melakukan assurance maupun consulting.
Untuk kondisi saat ini setidaknya pelaksanaan penugasan bimtek tidak bersamaan
dengan penugasan QA level APIP. Kekurangan PKPT dapat diatasi dengan
mengusulkan tambahan PKPT.

37. Bila indikator governance hanya ada satu satker yang sudah menerapkan wilayah
tertib administrasi atau whistle blowing system, apa sudah cukup mempengaruhi
nilai levelnya?

Indikator governance diterbitkan oleh instansi pusat terhadap instansi


kementerian/lembaga/pemda digunakan untuk menjadi dukungan data base dalam
rangka penilaian level PK-APIP, indikator governance digunakan sebagai bahan-
bahan pertimbangan/judgement.

38. Saat ini BPK dinilai kapabilitas APIP-nya oleh IIA. Apa standar yang digunakan
sudah sama dengan yang digunakan oleh BPKP? Karena bisa saja APIP akan beralih
ke IIA dalam penilaian peningkatan kapabilitas APIP.

Terkait dengan standar yang digunakan dalam penilaian BPK oleh IIA itu sudah
sejalan dengan pedoman yang digunakan oleh BPKP. Terlebih lagi, pedoman BPKP
sudah disampaikan langsung oleh penyusun IACM handbook dan hasilnya
menunjukkan bahwa pedoman BPKP sudah sesuai dengan IACM handbook. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa pedoman PK-APIP yang diterbitkan oleh BPKP sudah sesuai
dan sekarang ini APIP di Indonesia juga sudah benchmark dari negara lain dalam
usaha peningkatan kapabilitas APIP di level nasional.

13
39. Jayapura semestinya sudah bisa Level 3, namun terkait pemenuhan KPA dan
infrastrukturnya tidak ada kemajuan, bagaimana solusi hal tersebut?

Pimpinan Perwakilan BPKP perlu berkomunikasi dengan pimpinan daerah dan


pimpinan APIP setempat, melakukan komunikasi/koordinasi atas progress
peningkatan kapabilitas APIP, dan mendorong progress peningkatan kapabilitas APIP
tersebut dengan bimbingan dari perwakilan BPKP. Jayapura posisi per tanggal 25
Oktober 2018 berada pada Level 1+ (tiga elemen terakhir berada pada Level 2).

40. Jika Inspektur itu adalah kerabat dari Pimpinan Daerah, bagaimana
mengungkapkan hal tersebut dalam laporan?

Pelaksanaan pengawasan intern Level 3 harus sudah dilakukan sesuai dengan


standar profesi SAIPI yang menjadikan independensi dan obyektivitas sebagai dasar
yang harus dijunjung tinggi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengkomunikasian hasilnya. Dimana inspektur yang melakukan penugasan tersebut
harus mentaati kode etik dan standar yang berlaku. Jika terjadi intervensi dari
Pimpinan Daerah terhadap independensi dan obyektivitas APIP, maka APIP
menghentikan penugasan dan mengungkapkannya dalam laporan disertai penjelasan
bahwa simpulan audit tidak dapat diberikan.

41. Apa yang mendasari penilaian mandiri kapabilitas APIP?

Konsep penilaian mandiri kapabilitas APIP mengacu kerangka kerja IACM, dimana
organisasi internal audit melakukan self assessment untuk mengetahui
kapabilitasnya saat ini dan membuat road map (action plan) untuk perbaikan ke level
yang lebih tinggi (lebih efektif).

42. Apa saja tujuan yang ingin dicapai dengan penilaian mandiri di kapabilitas APIP?

Penilaian mandiri bertujuan untuk mengetahui level kapabilitasnya saat ini dan
membuat peta jalan untuk mencapai kapabilitas yang lebih tinggi, memahami sendiri
area improvement dan menentukan action plan yang diperlukan untuk menuju ke
organisasi pengawasan intern yang lebih efektif. Dengan melakukan penilaian
mandiri, APIP dapat melakukan penilaian secara berkelanjutan sesuai kebutuhan
mengingat kondisi kapabilitas APIP bersifat dinamis, dapat meningkat atau menurun
sehingga diperlukan upaya untuk memelihara kapabilitas yang telah dicapai dengan
melakukan self assessment secara berkala.

14
43. Terkait dengan kebijakan bahwa bimtek yang diutamakan adalah bimtek Level 3,
bagaimana dengan perjanjian kinerja dan PKPT perwakilan, apa perlu dilakukan
revisi?

Kebijakan prioritas bimtek Level 3 ini untuk melaksanakan arahan Kepala BPKP yang
menghendaki percepatan pencapaian Level 3 APIP dari Tahun 2018 ke Tahun 2019.
Untuk itu dapat dilakukan revisi PKPT. Sedangkan atas perjanjian kinerja maupun
target percepatan, maka Perkin Perwakilan merupakan target minimal yang harus
dicapai.

B. Elemen 1 – Peran dan Layanan APIP

1. Bagaimana APIP dapat melakukan audit kinerja sesuai dengan perkembangan


kemampuan APIP?

Salah satu KPA Kapabilitas APIP Level 3, mensyaratkan APIP telah melakukan audit
kinerja yang bertujuan untuk menilai dan menyimpulkan ekonomis, efisiensi dan
efektivitas suatu kegiatan/program/sasaran strategis. APIP telah memenuhi KPA ini,
apabila APIP telah menilai efisiensi, efektivitas, ekonomis meskipun melalui
beberapa penugasan yang terpisah.

2. Bagaimana keterkaitan penilaian kebijakan dalam audit kinerja?

Penilaian kebijakan berhubungan dengan aspek ketaatan seharusnya juga perlu


dilakukan dalam pelaksanaan audit kinerja.

C. Elemen 2 – Pengelolaan SDM

1. Apakah APIP Level 3 memerlukan sertifikasi profesi di bidang pengawasan intern


bagi SDM-nya? Bagaimana jika APIP tidak memiliki anggaran untuk sertifikasi
tersebut?
Semakin baik kapabilitas APIP, semakin tinggi levelnya, semakin matang serta efektif
peran layanannya, ditandai antara lain, di Level 3 APIP memiliki rencana/program
kerja untuk mengembangkan SDM-nya melalui sertifikai profesi CFrA, CRMP, CGAP,
serta semakin berperan aktif dalam keanggotaan organisasi profesinya.

15
2. APIP memiliki SDM yang jumlahnya jauh di bawah rata-rata, apakah masih
mungkin untuk mencapai Level 3?

Dimungkinkan, apabila KPA perencanaan pengawasan telah fokus pada risiko utama
sesuai prioritas manajemen, diimbangi dengan penggunaan teknologi informasi,
kompetensi auditor dioptimalkan, serta penerapan continuous audit.

D. Elemen 3 – Praktik Profesional

1. Apakah komite audit perlu dibentuk di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota agar
APIP layak menjadi Level 3?

Sesuai metode IACM dalam penilaian kapabilitas APIP, diperlukan pihak yang
mereviu, mengevaluasi dan menilai kinerja APIP. Untuk Level 3 masih bisa dilakukan
oleh manajemen internal Pemda (misal jajaran pimpinan, OPD, staf ahli, dsb). Untuk
Level 4 sudah memerlukan komite audit yang juga beranggotakan pihak di luar
manajemen. Bisa dibuat gabungan staf ahli dari pihak luar yang memahami GRC.

2. Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh pengelola risiko dalam suatu entitas?

Kompetensi utama yang harus dimiliki, antara lain:


a. Pemahaman terkait tujuan organisasi
b. Pemahaman terkait bisnis
c. Pemahaman terhadap pengelolaan kinerja
d. Kompetensi manajemen risiko
e. Komunikasi dan kemampuan berkomunikasi, empati, logika, analisis, dan
sebagainya.

3. Terkait pedoman Perencanaan Pengawasan Berbasis Risiko (PPBR), disamping


register risiko auditan, masih terdapat faktor-faktor risiko seperti anggaran, waktu
audit terakhir dan lainnya, dengan kata lain faktor risiko masih dipergunakan. Apa
bedanya dengan PKPT yang berbasis faktor risiko?

Dalam penyusunan PPBR (sesuai panduan praktisnya) APIP menggunakan faktor


risiko dan risiko auditan. Untuk memfokuskan pada prioritas urusan pemda/OPD
yang memiliki kontribusi paling besar dan pencapaian tujuan sasaran strategis
Pemerintah Daerah dipergunakan faktor risiko, antara lain laporan hasil audit
sebelumnya, rencana kerja dan besar anggaran, serta issue yang berkembang di
masyarakat. Setelah APIP menetapkan urusan pemda/OPD yang perlu diawasi, APIP
mengidentifikasi risiko-risiko utama atas program/kegiatan pada urusan pemda/OPD

16
terpilih tersebut. Selanjutnya APIP memberikan skor atas tingkat risiko auditi dari
program/kegiatan tersebut serta mempertimbangkan kemampuan APIP dalam
menyusun prioritas pengawasan dalam perencanaan tahunannya.

4. Hambatan utama pada APIP adalah tidak adanya profil risiko OPD, program dan
lainnya. Apa saja prasyarat agar register risiko dapat segera dibuat?

a. Adanya komitmen kuat dari pimpinan daerah/pimpinan SKPD untuk penyusunan


register risiko di mana APIP berperan sebagai fasilitator dalam risk assessment-
nya.
b. Adanya dukungan yang kuat dari rendal dan pimpinan BPKP.
c. Adanya SDM yang berkompeten untuk melakukan bimtek penyusunan register
risiko.
d. Adanya dukungan sumber daya.

5. Dalam Pedoman PPBR, untuk melakukan perencanaan pengawasan berbasis risiko


tidak harus menunggu objek atau OPD mencapai level tertentu atas tingkat
maturitas manajemen risikonya, bagaimana penjelasannya?

PPBR dapat langsung menggunakan risk register jika maturitas risiko (atau sepadan
dengan semua unsur-unsur SPIP-nya) sudah Level 4-5, jika belum Inspektorat perlu
memfasilitasi OPD untuk mengidentifikasi, mengklarifikasi risiko OPD dan
mengklarifikasi pengendaliannya. Tingkat risiko OPD tersebut sebagai dasar dalam
memperbaharui dan memilih auditable unit dari audit universe.

6. Untuk Manajemen Risiko (MR) Level 4-5 apakah tidak lebih baik penentuan
prioritas pengawasan dari 2 unsur saja, yaitu hasil asses MR dan kemampuan
APIP? Sedangkan signifikansi program tidak diperlukan lagi karena sebenarnya hal
tersebut sudah diperhitungkan dalam register risiko OPD.

Setuju, jika MR sudah matang (di atas Level 3), maka prioritas audit bisa
menggunakan ranking risiko kegiatan/program OPD yang paling mempengaruhi
pencapian IKU/tujuan pemda tersebut. Apalagi jika sudah ada risiko di tingkat
manajemen puncak organisasi atau risiko strategis pada pimpinan daerah. Kegiatan
yang berisiko tinggi menurut pimpinan daerah, perlu menjadi prioritas audit oleh
APIP.

17
7. Apabila MR masih Level 1-3 di dalam penyusunan PKPT masih terdapat tahapan
untuk memfasilitasi OPD menyusun risk register atau mengklarifikasi keandalan
register risiko yang telah disusun manajemen. Apakah hal ini tidak memerlukan
waktu yang lama?

Sepanjang APIP (bersama Bappeda) bisa menetapkan urusan OPD/program/sasaran


strategis IKU pemda, maka fasilitasi penyusunan risk register sebagai input
penyusunan PPBR dapat dilakukan segera. Sehingga penyusunan PKPT yang berbasis
risiko dapat dilakukan.

8. Apakah urusan wajib juga dirangking dan mengapa jakwas hanya menjadi salah
satu faktor risiko, padahal mandatory?

Penerapan PPBR diawali dari urusan pemda/OPD/program/kegiatan dimana di


Jakwas Kemendagri (pasal 3) dinyatakan agar fokus pengawasan oleh APIP
diprioritaskan ke risiko/prioritas pencapaian tujuan daerah (IKU Daerah) dan itulah
yang dijadikan area PPBR.

9. Bagaimana implementasi terkait risiko auditi (RTP di SPIP)?

Sebagai contoh dari Jawa Tengah, dari 5 OPD pemilik urusan utama/IKU yang diambil
sebagai prioritas kemudian identifikasi program-programnya, identifikasi lagi ke
kegiatannya dengan melihat risiko tersebut dengan RTP yang telah disusun. Dari RTP
(SPIP) per kegiatan tersebut dikomunikasikan ke OPD apakah risiko tersebut
merupakan risiko utama dan bagaimana pengendaliannya. Kita harus
memperhatikan risiko, baik risiko inherent ataupun pengendaliannya.

10. Apabila OPD-OPD di pemda belum memiliki register risiko, belum mengidentifikasi
risiko inherent, sehingga dalam penyusunan PPBR, APIP menggunakan risiko audit.
Apa bisa memenuhi PPBR?

Dalam Perencanaan Pengawasan Berbasis Risiko, APIP perlu menyusun rencana


pengawasan yang didasarkan pada paparan risiko seluruh organisasi yang dihadapi
manajemen dalam pencapaian tujuannya, sehingga terdapat komunikasi atas
informasi risiko dan pengendaliannya kepada pihak-pihak yang tepat di dalam
organisasi. APIP memiliki peluang untuk berkontribusi dalam perbaikan manajemen
risiko dan sistem kontrolnya.

18
11. Di KPA ada perencanaan berbasis risiko, dalam teori ada faktor risiko dan register
risiko, jika maturitas MR sudah mencapai Level 4-5 maka menggunakan register
risiko. bagaimana jika MR OPD masih berada pada Level 1-3?

Bila manajemen belum menerapkan MR, belum punya register risiko, profil risiko
atau manajemen menerapkan MR dengan Level 1-3, maka APIP berperan sebagai
fasilitator, memandu manajemen dalam FGD, diskusi untuk mengidentifikasi risiko,
meminimalisir risiko dan menyusun peringkat/skor risiko untuk dijadikan dasar
menyusun PPBR.

12. Program kegiatan tahun berjalan sudah dilakukan pengawasan oleh pihak lain, apa
perlu dilakukan kegiatan pengawasan lagi?

Fokus APIP perlu pengawasan pada area yang belum dilakukan pengawasan oleh
pihak lain, sehingga tidak terdapat duplikasi pengawasan.

13. Mungkinkah standar penerapan PPBR dapat disesuaikan bagi APIP di wilayah
timur, kondisi SDM wilayah timur masih kurang kapabel sehingga selalu
membutuhkan bimbingan yang lebih. Kondisi APIP-nya yang masih terbatas juga
menjadi tantangan tersendiri baik itu komitmen dari KDH maupun dari segi
pembiayaan?

Dalam pembinaan kapabilitas APIP, semua pihak harus semangat untuk maju,
berusaha yang terbaik, dan terus menyuarakan praktik yang baik dalam berbagai
forum terkait pencapaian Level 3 PK-APIP.

14. Apakah untuk telaah sejawat harus ada penetapan dari pengurus AAIPI wilayah?

Tidak diharuskan. Telaah sejawat dapat dilakukan dengan surat penetapan dari AAIPI
(DPW/DPN AAIPI), ataupun Surat Penugasan dari masing-masing APIP sesuai
kesepakatan atau MoU antar APIP. Surat penugasan dan MoU sebaiknya
ditembuskan ke AAIPI Wilayah DPN/DPW maupun ke pusat.

19
E. Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi Area Proses Kunci (KPA) untuk tercapainya
Level 3 pada elemen 4?

a. Pelaporan Manajemen APIP, KPA ini menghendaki APIP mengidentifikasi


kebutuhan pelaporan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas
manajemen APIP. Pelaporan tersebut telah memanfaatkan teknologi informasi
agar laporan akurat dan tepat waktu.
b. Adanya informasi biaya, KPA ini menghendaki APIP mengembangkan standar
biaya untuk melaksanakan kegiatan pengawasan, telah memantau biaya aktual
dengan biaya standar untuk memastikan struktur biaya masih relevan
c. Adanya pengukuran kinerja, KPA ini menghendaki APIP menetapkan kegiatan
pengawasan intern yang akan diukur kinerjanya, membangun indikator kinerja
(input, proses, output, outcome) dan melakukan pemantauan kinerja melalui
sistem pengumpulan informasi kinerja yang memadai

2. Infrastruktur apa saja yang perlu dibangun dalam pemenuhan pelaporan


manajemen APIP?

a. Mengembangkan kebijakan dan prosedur pelaporan pertanggungjawaban


kinerja (LKJ)
b. Meyusun SOP mengenai pelaporan ikhtisar hasil pengawasan
c. Menyampaikan laporan kinerja (LKJ dan ihtisar hasil pengawasan) serta
informasi yang relevan kepada manajemen APIP secara berkala dan tepat waktu
d. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan dan
pelaporan hasil pengawasan, dan hasil pengelolaan kinerja, seperti SIM HP, SIM
Monev.
3. Berikan contoh terkait dokumen analisis variance dan dokumen monitor sistem
manajemen biaya (Elemen 4 Pernyataan 2)?

Dalam bisnis proses manajemen keuangan/biaya/belanja di pemerintah daerah,


penyusunan anggaran belanja (Rencana Kerja dan Anggaran) memiliki Analisis
Standar Belanja (ASB) kegiatan, sehingga setiap kegiatan baik fisik dan non fisik
dikelompokkan dan distandarkan. Standar biaya dapat digunakan sebagai acuan
penyusunan RKA dan PKPT yang juga berkaitan dengan output dan total anggaran.
Secara periodik dapat dilihat laporan semesteran pada SIMDA Keuangan dan
seberapa besar deviasi yang muncul antara output dengan biaya yang dikeluarkan
(penyerapan anggarannya). Hal tersebut sebagai dasar penyusunan perubahan

20
APBD, apabila terdapat deviasi baik positif maupun negatif atas masing-masing
kegiatan dalam DPA/PKPT.

F. Elemen 5 – Budaya dan Hubungan Organisasi

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi proses kunci untuk tercapainya Level 3 pada
elemen 5?

a. Pimpinan APIP sebagai bagian dari komponen manajemen pemda, KPA ini
menghendaki APIP memahami prioritas manajemen dan mengikuti perubahan-
perubahan dalam organisasi pemda, dan ikut berpartisipasi dalam perbaikan
GRC melalui perbaikan/pengembangan rencana kegiatan pengawasan yang
selaras dengan tujuan pemda.
b. Koordinasi dengan pihak lain yang memberikan saran dan penjaminan, KPA ini
menghendaki APIP mengindentifikasi jasa penjaminan yang diberikan oleh pihak
lain (di internal organisasi/APIP lain/auditor eksternal) sehingga tidak terjadi
duplikasi pengawasan. KPA ini juga menghendaki adanya komunikasi dengan
auditor eksternal untuk saling mendukung dan melengkapi rencana kerja.
Pelaporan Manajemen APIP, KPA ini menghendaki APIP mengidentifikasi
kebutuhan pelaporan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas
manajemen APIP. Pelaporan tersebut telah memanfaatkan teknologi informasi
agar laporan akurat dan tepat waktu.

2. Apa tujuan dari koordinasi dengan pihak lain dalam memberikan saran dan
penjaminan?

Untuk memastikan cakupan pelayanan oleh APIP telah tepat dan meminimalisasi
tumpang tindihnya kegiatan pengawasan.

21
G. Elemen 6 – Struktur Tata Kelola

1. Mengapa terdapat dua versi terkait Management Oversight (MO), internal yang
diketuai wakil Pimpinan daerah dan versi eksternal yang anggotanya dari praktisi
dan akademisi?

Penerapan MO Level 3 dilakukan oleh internal manajemen pemda, sedangkan pada


Level 4 pengawasan terhadap APIP dilakukan oleh pihak eksternal independen di luar
organisasi pemda yang disebut komite audit.

2. Apakah diperbolehkan dibentuk tim management oversight dengan SK Pimpinan


daerah yang anggotanya terdiri dari Wakil Pimpinan daerah, Sekretaris Daerah,
dan Asisten-asisten?

Tim management oversight dapat beranggotakan Asisten, Pimpinan OPD (BKD,


Bappeda, BPKAD), atau unsur manajemen OPD lain yang memiliki pemahaman yang
baik tentang pengawasan dan tata kelola pemerintahan yang baik.

3. Terkait dengan management oversight, apa harus diatur dalam IAC? apa tidak bisa
diatur dalam SOTK atau dokumen lain?

Kerangka kebijakan perlunya management oversight perlu dicantumkan dalam IAC,


sedangkan untuk implementasinya perlu dirumuskan dalam dokumen penugasan
atau keputusan KDH tentang pelaku/pengawas serta kebijakan tata cara pengawasan
dan pelaporannya.

4. Bagaimana jika ada surat tugas atau disposisi Pimpinan daerah untuk melakukan
reviu atau evaluasi Inspektorat, apakah cukup untuk memenuhi KPA ini?

Belum cukup, masih diperlukan adanya tata kerja tim management oversight dalam
rangka pemberdayaan dan penguatan peran APIP.

22
TIM PENYUSUN
Gatot Darmasto – Deputi PPKD
Adi Gemawan – Direktur PPKD Wilayah I
Rini Wartini – Kepala Sub. Direktorat PPKD Wilayah I
Gunawan
Tri Wahyono
Dina Anggraeni
Ivan Dwi Jatmiko
Alan Sutisna
Lutfi Achmad Zulfikar - Layouter
Iman Santosa - Layouter

23
FREQUENTLY
ASKED QUESTIONS (FAQs)

Jalan Pramuka Nomor 33 Jakarta Timur,13120


Telepon 021-85910031 (hunting), Faksimile 021-85910302

Anda mungkin juga menyukai