TUJUAN 2
METODOLOGI 2
TANYA JAWAB 3
A. Umum 3
B. Elemen 1 - Peran dan Layanan APIP 15
C. Elemen 2 - Pengelolaan SDM 15
D. Elemen 3 - Praktik Profesional 16
E. Elemen 4 - Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja 20
F. Elemen 5 - Budaya dan Hubungan Organisasi 21
G.Elemen 6 - Struktur Tata Kelola 22
Tim Penyusun FAQ 23
PENDAHULUAN
Seluruh APIP Pemerintah Daerah dan unit
kerja BPKP terus berupaya semaksimal mungkin
untuk mencapai target Level 3 pada Tahun 2019.
Dalam upaya-upaya peningkatan kapabilitas APIP Level 3
tersebut sering terjadi pertanyaan yang perlu dibahas
dan didiskusikan lebih lanjut agar diperoleh jawaban
yang tepat. Untuk mempermudah diskusi,
pertanyaan-pertanyaan yang telah disampaikan via grup
komunikasi online, workshop ataupun sesi konsultasi yang
dilakukan perlu didokumentasikan. Buku Frequently Ask
Q u e s o n ( FA Q ) t e r ka i t ka p a b i l i t a s A P I P
berisi pertanyaan-pertanyaan yang sering terjadi berikut jawabannya.
Buku FAQ ini diharapkan dapat memberikan keseragaman pemahaman serta kemudahan bagi berbagai pihak.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terjadi, didiskusikan lebih lanjut oleh pihak-pihak yang dianggap
memiliki pengetahuan terkait kapabilitas APIP. Dalam penyusunan FAQ ini, pertanyaan-pertanyaan
diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) kelompok untuk mempermudah dalam pencariannya, yaitu:
1.Umum
2.Elemen 1 – Peran dan Layanan APIP
3.Elemen 2 – Pengelolaan SDM
4.Elemen 3 – Prak k Profesional
5.Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja
6.Elemen 5 – Budaya dan Hubungan Organisasi
7.Elemen 6 – Struktur Tata Kelola
Permasalahan terkait kapabilitas APIP sena asa berkembang, sehingga diharapkan buku FAQ ini terus dapat
diupdate dan diterbitkan secara berkala.
1
DASAR HUKUM
Dasar hukum disusunnya buku FAQ ini mengacu pada aturan-aturan
berikut:
1.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
2.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 tentang
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
TUJUAN
Buku FAQ terkait Peningkatan Kapabilitas APIP ini bertujuan untuk:
1.Memberikan acuan/panduan dan pemahaman terkait peningkatan
kapabilitas APIP
2.Sarana menampung pertanyaan dan jawaban yang terjadi dalam rangka
peningkatan kapabilitas APIP
3.Sebagai bentuk dokumentasi dan sumber referensi atas pertanyaan terkait
peningkatan Kapabilitas APIP
4.Salah satu sarana komunikasi untuk menjamin keseragaman pemahaman
dan konsistensi jawaban dalam menyelesaikan pertanyaan/permasalahan
yang terjadi dalam peningkatan kapabilitas APIP.
METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini adalah
mengumpulkan pertanyaan dan jawaban dari hasil diskusi dari berbagai
pihak pada sarana-sarana:
1.Online antara perwakilan dan rendal
2.Workshop dan seminar terkait Peningkatan Kapabilitas APIP
3.Konsultasi langsung oleh Inspektur, Koordinator Pengawas dan pemangku
kapabilitas APIP melalui couching clinic.
2
TANYA JAWAB
PENINGKATAN KAPABILITAS APIP 2018
A. Umum
1. Apa yang mendasari perlunya peningkatan kapabilitas APIP?
a. V i s i r e f o r m a s i b i r o k r a s i P e m e r i n t a h
I n d o n e s i a , P P 8 0 Ta h u n 2 0 1 0 , y a i t u
terwujudnya instasi pemerintah berkelas dunia.
Untuk APIP, merujuk ke Internal Audit Capability
Model – IACM yang diterbitkan oleh IIA
Global (The Ins tute of Internal Auditor)
b. Pasal 11 PP 60 Tahun 2008, Peran APIP yang efek f
c. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
R PJ M N Ta h u n 2 0 1 5 – 2 0 1 9 p a d a
lampiran Buku 2, ditargetkan APIP mencapai Level 3
d. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP, pasal 3 huruf J
e. Arahan Presiden pada rapat koordinasi nasional APIP tanggal 13 Mei 2015.
2. Apakah tujuan dari peningkatan kapabilitas APIP?
Agar APIP bisa melaksanakan perannya secara efek f sebagaimana pasal 11 PP 60 Tahun 2008,
yaitu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, meningkatkan kinerja 3E, memberikan
early warning, memperbaiki manajemen risiko, pengendalian intern dan tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan.
3. Mengapa harus menggunakan IACM?
IACM merupakan suatu model kapabilitas yang khusus dirancang
u n t u k o r g a n i s a s i p e n g a w a s a n
intern sektor publik, sehingga model ini cocok
d i t e r a p k a n p a d a A P I P. M o d e l i n i d i k e m b a n g k a n
oleh IIA (sebagai organisasi internasional
di bidang internal audit).
3
5. Mengapa kapabilitas APIP Level 3 masih menjadi tantangan?
Hal tersebut terkait dengan mindset dan paradigma yang harus diubah. Sebagian
besar APIP masih menjalankan peran watch dog, layanan APIP masih terbatas pada
audit ketaatan. Sementara untuk melaksanakan pasal 11 PP 60 Tahun 2008, APIP
harus memiliki kapabilitas pada Level 3 agar mampu memberikan layanan assurance
dan advisory untuk perbaikan manajemen risiko, tata kelola dan pengendalian
penyelenggaraan pemerintahan. APIP Level 3 sebagai pondasi agar mampu berperan
sebagi konsultan yang profesional (trusted advisor), sebagai strategic business
partner bagi manajemen.
6. Bagaimana kiat-kiat dari BPKP khususnya Deputi PPKD untuk dapat mempercepat
pencapaian Level 3?
4
8. Pemahaman apa yang diharapkan dari pimpinan daerah untuk meningkatkan
kapabilitas APIP?
Pimpinan daerah perlu memahami kerangka three lines of defense dan berkomitmen
meningkatkan kapabilitas APIP serta memberdayakannya bersama-sama seluruh
jajaran manajemen (sebagai first line dan second line of defense) dalam mewujudkan
penyelenggaran pemerintahan yang baik.
APIP Level 3 terus menerus mendorong perbaikan tata kelola, manajemen risiko dan
pegendalian intern, dengan melakukan pengawasan pada area yang berisiko tinggi.
Untuk bisa mengawal area risiko tertinggi organisasi tersebut, APIP perlu
5
menerapkan rencana pengawasan berbasis risiko, berdiskusi dan mengklarifikasi
pihak manajemen untuk menggali informasi, guna memastikan apakah risiko utama
dalam pencapaian organisasi sudah diidentifikasi dan dikelola dengan baik dan
mendorong manajemen untuk menerapkan manajemen risiko.
Level kapabilitas APIP diukur dari pemenuhan KPA yang diterbitkan membentuk
susunan batu bata (building block). Level di bawahnya merupakan fondasi bagi level
di atasnya. APIP dikatakan berada pada level tertentu apabila seluruh KPA secara
kumulatif pada level tersebut telah dipenuhi. Misalnya, APIP dapat dikatakan berada
di Level 3, apabila telah memenuhi 24 KPA sampai dengan Level 3 (yaitu 10 KPA di
Level 2 dan 14 KPA di Level 3). Apabila dari 24 KPA tersebut terdapat satu KPA belum
terpenuhi maka belum dikatakan Level 3.
Dikatakan sudah memenuhi suatu KPA apabila APIP sudah melakukan kegiatan-
kegiatan yang terkait KPA tersebut hingga menghasilkan output, dan dilaksanakan
berulang terus-menerus hingga menghasilkan outcome KPA. Masing-masing KPA
dijabarkan dalam seperangkat pernyataan yang harus dipenuhi. Untuk mencapai
Level 3, APIP harus memenuhi 151 pernyataan (58 pernyataan pada KPA Level 2 dan
93 pernyataan pada KPA Level 3).
Kapabilitas APIP terdiri dari 5 level, yaitu, Level 1- initial, Level 2- infrastructure, Level
3 - integrated, Level 4 - managed dan Level 5 - optimizing (semakin tinggi level
menunjukkan semakin matang dan efektif organisasi APIP dalam memberikan
layanannya).
6
kerja yang kondusif. Pada Level 2 APIP telah mengidentifikasi kebutuhan,
merekrut SDM yang kompeten dan mengembangkan, mendidik, menyediakan
uraian pekerjaan dan standar penghasilan, memiliki dan melaksanakan program
untuk mengembangkan kemampuan individu SDMnya. Level 3 telah
mengembangkan SDM untuk melaksanakan tugas-tugas yang lebih bersifat
kompleks, antara lain: kemampuan berkomunikasi, kemampuan problem
solving, kepemimpinan, analisis, serta sudah mulai menjadi anggota organisasi
profesi, sertifikasi profesional, semakin tinggi level maka semakin baik
pengelolaan SDM-nya.
c. Elemen 3 - Praktik Profesional. Penilaian pada elemen ini mencakup kebijakan,
proses, dan praktik-praktik yang memungkinkan APIP bekerja secara efektif
dengan kecermatan profesi sesuai dengan standar dan kode etik. Level 1, APIP
belum memiliki pedoman dan kerangka kerja. Level 2, APIP telah memiliki
infrastruktur dan pedoman namun belum sesuai standar, mulai membangun
kerangka kerja untuk melaksanakan praktik profesional. Level 3, APIP telah
memelihara kualitas praktik profesionalnya, menilai dan memelihara kualitasnya
secara terus-menerus. APIP mulai mengembangkan QAIP melalui reviu
berjenjang, reviu internal dan telaah sejawat antar APIP. APIP mulai menerapkan
perencanaan pengawasan berbasis risiko, untuk mengawal risiko utama Pemda.
Level 4, Penerapan audit individual yang berbasis risiko.
d. Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja. APIP perlu mengelola,
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan baik untuk pengawasan intern
maupun pengelolaan kegiatan APIP. Semakin tinggi Level APIP semakin efektif
dan efisien dalam mengakuntabilitaskan sumber dayanya. Untuk Level 3 ke atas,
APIP sudah memiliki indikator-indikator kinerja, untuk mengukur efisiensi dan
efektifitas dalam mengelola sumber daya, membangun laporan-laporan tentang
pengelolaan sumber daya sebagai bentuk akuntabilitas.
e. Elemen 5 - Budaya dan Hubungan Organisasi. APIP memiliki struktur organisasi
yang sesuai dengan kebutuhan, setiap struktur memiliki uraian tugas yang saling
mendukung dan bekerja untuk memberikan layanan secara efektif sesuai target
kapabilitas yang ingin dicapai. APIP memiliki budaya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan teknologi informasi baik di manajemen APIP maupun di
pelaksanaan pengawasan intern. Hubungan APIP dengan manajemen
organisasinya serta pihak lain yang melaksanakan fungsi pengawasan juga
berjalan efektif, tidak terdapat tumpang tindih penugasan di lapangan.
f. Elemen 6 - Struktur Tata Kelola. Elemen ini di luar kendali (uncontrollable) APIP
dan sangat dipengaruhi oleh dukungan pimpinan daerah selaku puncak
pimpinan organisasi. Elemen ini sebagai pilar yang dapat mempercepat
peningkatan kapabilitas APIP. Tinggi rendahnya level APIP sangat dipengaruhi
7
oleh dukungan dari pimpinan daerah. APIP Level 3 memerlukan oleh jajaran
internal organisasi yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pada tingkatan yang lebih
tinggi, pengawasan dan dukungan dapat dilakukan oleh pihak eksternal
organisasi yang independen yang disebut komite audit.
Sampai dengan Level 3, elemen 5 dan elemen 6 merupakan elemen yang di luar
kendali APIP karena harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan unit lain di luar
organisasi APIP, baik dari jajaran manajemen pemda maupun unit pengawasan lain.
Sedangkan elemen 6 karena berkaitan dengan pemahaman dan komitmen dari
manajemen puncak, dalam hal ini Gubernur, Bupati, Walikota untuk
memberdayakan APIP.
17. Apa yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kapabilitas APIP di Indonesia?
Elemen yang paling menantang bagi APIP yang berada pada Level 3 adalah:
a. Elemen 3 (Praktik Profesional), kebanyakan APIP merencanakan kegiatan
auditnya belum berdasarkan prioritas manajemen dan belum fokus pada risiko
utama atas pencapaian tujuan organisasi (IKU). Hal ini bisa disebabkan oleh:
• Penerapan manajemen risiko yang kurang memadai,
• APIP belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk membantu organisasi
dalam mengembangkan dan mengelola manajemen risiko yang efektif.
Disamping itu APIP juga perlu mengelola kualitas audit intern, terutama
dengan menerapkan reviu berjenjang secara terus menerus atas pelaksanaan
audit internnya. Selain itu, beberapa APIP belum mampu membangun audit
universenya dengan baik, sehingga akhirnya menyebabkan APIP belum
optimal dalam menerapkan strategi audit untuk memberikan peran yang
diharapkan di Level 3 (yaitu audit kinerja dan konsultasi advisory).
b. Elemen 2 (Manajemen SDM), APIP belum melakukan pemetaan kompetensi
SDM-nya dan belum melakukan analisis kesenjangan. Hal ini menyebabkan APIP
8
tidak memiliki dan tidak melaksanakan program pelatihan dan pendidikan yang
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi seluruh SDM APIP, dalam rangka
untuk menghilangkan kesenjangan kompetensi tersebut menjadi tidak efektif.
c. Terkait Elemen 6 (Struktur Pemerintahan), sebagian besar manajemen puncak
tidak mereviu dan tidak melakukan pengawasan secara efektif terhadap APIP
untuk memberikan umpan balik atas aktivitas APIP.
Salah satu hasil yang diharapkan dengan adanya APIP adalah menambah nilai dalam
meningkatkan tata kelola, risiko dan pengendalian (GRC) organisasi. Oleh karena itu,
pucuk pimpinan dapat menunjuk pihak di organisasi untuk memastikan, meninjau,
mengevaluasi dan melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa unit APIP
menjalankan peran dan fungsinya secara efektif, selaras dengan tujuan organisasi.
Di Indonesia, APIP yang efektif dituntut untuk memberikan peringatan dini kepada
manajemen dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko (pasal 11 - PP No.
60/2008 tentang SPIP). Dalam upaya penugasan ini, APIP dapat membantu
manajemen dalam mengidentifikasi, menilai dan menangani risiko yang ada
termasuk risiko kecurangan yang muncul, dengan melakukan evaluasi/penerapan
manajemn risiko atau penilaian atas manajemen risiko (termasuk risiko fraud).
9
22. Bagaimana mempromosikan penerapan dari standar IIA (The Institute of Internal
Audit)?
Terdapat harapan yang tinggi terhadap profesional APIP dari para pemangku
kepentingan, sebagai contoh:
a. Indonesia mengimpelementasikan Dana Desa dan APIP diharapkan memiliki
peranan penting dalam mengawasi dana desa tersebut.
b. Pimpinan daerah memerlukan mitra strategis dalam meningkatkan ketaatan,
dan APIP adalah unit kerja yang berperan untuk itu.
c. Bagi auditor eksternal, kemampuan APIP yang semakin baik akan berdampak
pada kualitas sistem pengendalian internal yang semakin baik.
26. Apakah pengembangan kapabilitas APIP Level 3 diamanatkan dalam Rencana
Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019?
10
27. Apakah Level 3 Tahun 2019 dari segi kelembagaan, kewenangan inspektorat hanya
cukup sebatas infrastruktur IAC (Internal Audit Charter), kendali mutu, Kode etik?
Indikator governance merupakan salah satu hal yang dijadikan bahan pertimbangan.
29. Apa yang harus dilakukan apabila APIP yang sedang meningkatkan kapabilitasnya,
personel/pejabat di bagian organisasinya mengalami Operasi Tangkap Tangan
(OTT)?
APIP perlu melakukan Self Assesment (SA), apakah yang terkena OTT merupakan
objek pemeriksaan atau bukan. Apabila bukan merupakan objek pemeriksaan perlu
dikaji ulang penerapan perencanaan audit berbasis risiko.
Perlu diteliti lebih dalam apakah OTT tersebut terjadi pada objek dari pengawasan
(subject to audit) atau bukan. Apabila termasuk area yang sedang diaudit perlu
dievaluasi apakah program audit sudah dilakukan dengan benar, apabila tidak
termasuk objek pemeriksaan, bagaimana proses perencanaannya apakah sudah
berbasis risiko, termasuk risiko fraud.
31. Apabila APIP berada pada Level 2 DC, apakah pembinaan selanjutnya perlu QA
Level 2 penuh, atau dapat langsung melakukan Bimtek Level 3?
Lakukan segera Bimtek Level 3 karena pemenuhan Level 3 juga harus memenuhi
parameter Level 2, sehingga pemenuhan Level 3 dan Level 2 dapat dilakukan secara
sekaligus, dengan QA dilakukan atas 24 KPA (10 KPA Level 2 dan 14 KPA Level 3).
11
32. Apakah untuk QA Level 2 harus menggunakan Surat Tugas dengan merevisi PKPT
atau hanya cukup Nota Dinas couching clinic?
33. Terkait dengan kronologis kegiatan sampai dengan Level 3, urutan idealnya
memang APIP melakukan SA baru di QA oleh BPKP. Salah satu kendala perwakilan
adalah proses penyusunan Laporan SA oleh APIP membutuhkan waktu yang lama
sedangkan aplikasi bisa terlebih dahulu selesai. Apakah QA bisa dilakukan
berdasarkan hasil dari aplikasi tersebut?
Terkait dengan data yang berasal dari aplikasi masih perlu dipertanyakan
validitasnya. Hal ini karena media kontrol dalam aplikasi masih dalam proses
penyempurnaan sehingga hasil aplikasi masih bisa dirubah-rubah oleh APIP.
Sehingga bisa saja ada perbedaan antara hasil aplikasi sebelum penerbitan laporan
dengan laporan yang terbit. Untuk saat ini, seyogyanya laporan terbit dahulu baru
dilakukan input ke aplikasi sehingga datanya valid karena berdasarkan laporan yang
sudah terbit. Jadi dapat disimpulkan bahwa QA harus tetap berdasarkan laporan
yang terbit.
Terkait dengan lamanya laporan SA, Perwakilan BPKP terus mendorong APIP untuk
segera menyusun laporan tersebut dan membantu mengidentifikasi kendala dan
hambatan yang dihadapi APIP.
34. Hubungan kronologis dengan target perkin. Kondisi di Papua saat ini, masih banyak
APIP di Papua yang berada di Level 2 atau 2 DC bahkan 1. Sisa PKPT saat ini, hanya
PP untuk pencapaian APIP level 3-nya?
Sesuai arahan dari Kepala BPKP terkait percepatan pencapaian Level 3, maka yang
diutamakan adalah APIP yang berada pada Level 2 penuh dan 2 DC perlu segera
dilakukan bimtek Level 3. Terkait PKPT bimtek dari Level 2 ke Level 3 silahkan
disesuaikan. Apabila dilihat lagi ke belakang, Papua dibebani target APIP Level 3
karena pada akhir 2017 ada 6 APIP Level 2 DC dan 2 APIP Level 2 penuh. Oleh karena
itu targetnya adalah 8 APIP Level 3. Karena itu perwakilan harus fokus terlebih
dahulu ke 8 APIP yang sudah Level 2 DC dan 2 penuh ini untuk ditingkatkan ke level
3.
12
35. Untuk percepatan pencapaian Level 3, tidak ada penugasan bimtek Level 2.
Bagaimana menyikapi kondisi di lapangan masih banyak yang perlu dibimtek Level
2?
36. Apabila pembinaan APIP harus sesuai kronologis maka perwakilan akan
kekurangan PKPT. Oleh karena itu kami menyiasati dengan pengawalan terus
menerus sebelum adanya QA. Bagaimana hal ini?
Yang perlu diingat adalah peran kita sebagai APIP yaitu assurance dan consulting.
Untuk menjaga independensi kita harus mampu memisahkan dalam pelaksanaannya
misalkan dengan berbeda tim yang akan melakukan assurance maupun consulting.
Untuk kondisi saat ini setidaknya pelaksanaan penugasan bimtek tidak bersamaan
dengan penugasan QA level APIP. Kekurangan PKPT dapat diatasi dengan
mengusulkan tambahan PKPT.
37. Bila indikator governance hanya ada satu satker yang sudah menerapkan wilayah
tertib administrasi atau whistle blowing system, apa sudah cukup mempengaruhi
nilai levelnya?
38. Saat ini BPK dinilai kapabilitas APIP-nya oleh IIA. Apa standar yang digunakan
sudah sama dengan yang digunakan oleh BPKP? Karena bisa saja APIP akan beralih
ke IIA dalam penilaian peningkatan kapabilitas APIP.
Terkait dengan standar yang digunakan dalam penilaian BPK oleh IIA itu sudah
sejalan dengan pedoman yang digunakan oleh BPKP. Terlebih lagi, pedoman BPKP
sudah disampaikan langsung oleh penyusun IACM handbook dan hasilnya
menunjukkan bahwa pedoman BPKP sudah sesuai dengan IACM handbook. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa pedoman PK-APIP yang diterbitkan oleh BPKP sudah sesuai
dan sekarang ini APIP di Indonesia juga sudah benchmark dari negara lain dalam
usaha peningkatan kapabilitas APIP di level nasional.
13
39. Jayapura semestinya sudah bisa Level 3, namun terkait pemenuhan KPA dan
infrastrukturnya tidak ada kemajuan, bagaimana solusi hal tersebut?
40. Jika Inspektur itu adalah kerabat dari Pimpinan Daerah, bagaimana
mengungkapkan hal tersebut dalam laporan?
Konsep penilaian mandiri kapabilitas APIP mengacu kerangka kerja IACM, dimana
organisasi internal audit melakukan self assessment untuk mengetahui
kapabilitasnya saat ini dan membuat road map (action plan) untuk perbaikan ke level
yang lebih tinggi (lebih efektif).
42. Apa saja tujuan yang ingin dicapai dengan penilaian mandiri di kapabilitas APIP?
Penilaian mandiri bertujuan untuk mengetahui level kapabilitasnya saat ini dan
membuat peta jalan untuk mencapai kapabilitas yang lebih tinggi, memahami sendiri
area improvement dan menentukan action plan yang diperlukan untuk menuju ke
organisasi pengawasan intern yang lebih efektif. Dengan melakukan penilaian
mandiri, APIP dapat melakukan penilaian secara berkelanjutan sesuai kebutuhan
mengingat kondisi kapabilitas APIP bersifat dinamis, dapat meningkat atau menurun
sehingga diperlukan upaya untuk memelihara kapabilitas yang telah dicapai dengan
melakukan self assessment secara berkala.
14
43. Terkait dengan kebijakan bahwa bimtek yang diutamakan adalah bimtek Level 3,
bagaimana dengan perjanjian kinerja dan PKPT perwakilan, apa perlu dilakukan
revisi?
Kebijakan prioritas bimtek Level 3 ini untuk melaksanakan arahan Kepala BPKP yang
menghendaki percepatan pencapaian Level 3 APIP dari Tahun 2018 ke Tahun 2019.
Untuk itu dapat dilakukan revisi PKPT. Sedangkan atas perjanjian kinerja maupun
target percepatan, maka Perkin Perwakilan merupakan target minimal yang harus
dicapai.
Salah satu KPA Kapabilitas APIP Level 3, mensyaratkan APIP telah melakukan audit
kinerja yang bertujuan untuk menilai dan menyimpulkan ekonomis, efisiensi dan
efektivitas suatu kegiatan/program/sasaran strategis. APIP telah memenuhi KPA ini,
apabila APIP telah menilai efisiensi, efektivitas, ekonomis meskipun melalui
beberapa penugasan yang terpisah.
15
2. APIP memiliki SDM yang jumlahnya jauh di bawah rata-rata, apakah masih
mungkin untuk mencapai Level 3?
Dimungkinkan, apabila KPA perencanaan pengawasan telah fokus pada risiko utama
sesuai prioritas manajemen, diimbangi dengan penggunaan teknologi informasi,
kompetensi auditor dioptimalkan, serta penerapan continuous audit.
1. Apakah komite audit perlu dibentuk di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota agar
APIP layak menjadi Level 3?
Sesuai metode IACM dalam penilaian kapabilitas APIP, diperlukan pihak yang
mereviu, mengevaluasi dan menilai kinerja APIP. Untuk Level 3 masih bisa dilakukan
oleh manajemen internal Pemda (misal jajaran pimpinan, OPD, staf ahli, dsb). Untuk
Level 4 sudah memerlukan komite audit yang juga beranggotakan pihak di luar
manajemen. Bisa dibuat gabungan staf ahli dari pihak luar yang memahami GRC.
2. Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh pengelola risiko dalam suatu entitas?
16
terpilih tersebut. Selanjutnya APIP memberikan skor atas tingkat risiko auditi dari
program/kegiatan tersebut serta mempertimbangkan kemampuan APIP dalam
menyusun prioritas pengawasan dalam perencanaan tahunannya.
4. Hambatan utama pada APIP adalah tidak adanya profil risiko OPD, program dan
lainnya. Apa saja prasyarat agar register risiko dapat segera dibuat?
PPBR dapat langsung menggunakan risk register jika maturitas risiko (atau sepadan
dengan semua unsur-unsur SPIP-nya) sudah Level 4-5, jika belum Inspektorat perlu
memfasilitasi OPD untuk mengidentifikasi, mengklarifikasi risiko OPD dan
mengklarifikasi pengendaliannya. Tingkat risiko OPD tersebut sebagai dasar dalam
memperbaharui dan memilih auditable unit dari audit universe.
6. Untuk Manajemen Risiko (MR) Level 4-5 apakah tidak lebih baik penentuan
prioritas pengawasan dari 2 unsur saja, yaitu hasil asses MR dan kemampuan
APIP? Sedangkan signifikansi program tidak diperlukan lagi karena sebenarnya hal
tersebut sudah diperhitungkan dalam register risiko OPD.
Setuju, jika MR sudah matang (di atas Level 3), maka prioritas audit bisa
menggunakan ranking risiko kegiatan/program OPD yang paling mempengaruhi
pencapian IKU/tujuan pemda tersebut. Apalagi jika sudah ada risiko di tingkat
manajemen puncak organisasi atau risiko strategis pada pimpinan daerah. Kegiatan
yang berisiko tinggi menurut pimpinan daerah, perlu menjadi prioritas audit oleh
APIP.
17
7. Apabila MR masih Level 1-3 di dalam penyusunan PKPT masih terdapat tahapan
untuk memfasilitasi OPD menyusun risk register atau mengklarifikasi keandalan
register risiko yang telah disusun manajemen. Apakah hal ini tidak memerlukan
waktu yang lama?
8. Apakah urusan wajib juga dirangking dan mengapa jakwas hanya menjadi salah
satu faktor risiko, padahal mandatory?
Sebagai contoh dari Jawa Tengah, dari 5 OPD pemilik urusan utama/IKU yang diambil
sebagai prioritas kemudian identifikasi program-programnya, identifikasi lagi ke
kegiatannya dengan melihat risiko tersebut dengan RTP yang telah disusun. Dari RTP
(SPIP) per kegiatan tersebut dikomunikasikan ke OPD apakah risiko tersebut
merupakan risiko utama dan bagaimana pengendaliannya. Kita harus
memperhatikan risiko, baik risiko inherent ataupun pengendaliannya.
10. Apabila OPD-OPD di pemda belum memiliki register risiko, belum mengidentifikasi
risiko inherent, sehingga dalam penyusunan PPBR, APIP menggunakan risiko audit.
Apa bisa memenuhi PPBR?
18
11. Di KPA ada perencanaan berbasis risiko, dalam teori ada faktor risiko dan register
risiko, jika maturitas MR sudah mencapai Level 4-5 maka menggunakan register
risiko. bagaimana jika MR OPD masih berada pada Level 1-3?
Bila manajemen belum menerapkan MR, belum punya register risiko, profil risiko
atau manajemen menerapkan MR dengan Level 1-3, maka APIP berperan sebagai
fasilitator, memandu manajemen dalam FGD, diskusi untuk mengidentifikasi risiko,
meminimalisir risiko dan menyusun peringkat/skor risiko untuk dijadikan dasar
menyusun PPBR.
12. Program kegiatan tahun berjalan sudah dilakukan pengawasan oleh pihak lain, apa
perlu dilakukan kegiatan pengawasan lagi?
Fokus APIP perlu pengawasan pada area yang belum dilakukan pengawasan oleh
pihak lain, sehingga tidak terdapat duplikasi pengawasan.
13. Mungkinkah standar penerapan PPBR dapat disesuaikan bagi APIP di wilayah
timur, kondisi SDM wilayah timur masih kurang kapabel sehingga selalu
membutuhkan bimbingan yang lebih. Kondisi APIP-nya yang masih terbatas juga
menjadi tantangan tersendiri baik itu komitmen dari KDH maupun dari segi
pembiayaan?
Dalam pembinaan kapabilitas APIP, semua pihak harus semangat untuk maju,
berusaha yang terbaik, dan terus menyuarakan praktik yang baik dalam berbagai
forum terkait pencapaian Level 3 PK-APIP.
14. Apakah untuk telaah sejawat harus ada penetapan dari pengurus AAIPI wilayah?
Tidak diharuskan. Telaah sejawat dapat dilakukan dengan surat penetapan dari AAIPI
(DPW/DPN AAIPI), ataupun Surat Penugasan dari masing-masing APIP sesuai
kesepakatan atau MoU antar APIP. Surat penugasan dan MoU sebaiknya
ditembuskan ke AAIPI Wilayah DPN/DPW maupun ke pusat.
19
E. Elemen 4 – Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi Area Proses Kunci (KPA) untuk tercapainya
Level 3 pada elemen 4?
20
APBD, apabila terdapat deviasi baik positif maupun negatif atas masing-masing
kegiatan dalam DPA/PKPT.
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi proses kunci untuk tercapainya Level 3 pada
elemen 5?
a. Pimpinan APIP sebagai bagian dari komponen manajemen pemda, KPA ini
menghendaki APIP memahami prioritas manajemen dan mengikuti perubahan-
perubahan dalam organisasi pemda, dan ikut berpartisipasi dalam perbaikan
GRC melalui perbaikan/pengembangan rencana kegiatan pengawasan yang
selaras dengan tujuan pemda.
b. Koordinasi dengan pihak lain yang memberikan saran dan penjaminan, KPA ini
menghendaki APIP mengindentifikasi jasa penjaminan yang diberikan oleh pihak
lain (di internal organisasi/APIP lain/auditor eksternal) sehingga tidak terjadi
duplikasi pengawasan. KPA ini juga menghendaki adanya komunikasi dengan
auditor eksternal untuk saling mendukung dan melengkapi rencana kerja.
Pelaporan Manajemen APIP, KPA ini menghendaki APIP mengidentifikasi
kebutuhan pelaporan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas
manajemen APIP. Pelaporan tersebut telah memanfaatkan teknologi informasi
agar laporan akurat dan tepat waktu.
2. Apa tujuan dari koordinasi dengan pihak lain dalam memberikan saran dan
penjaminan?
Untuk memastikan cakupan pelayanan oleh APIP telah tepat dan meminimalisasi
tumpang tindihnya kegiatan pengawasan.
21
G. Elemen 6 – Struktur Tata Kelola
1. Mengapa terdapat dua versi terkait Management Oversight (MO), internal yang
diketuai wakil Pimpinan daerah dan versi eksternal yang anggotanya dari praktisi
dan akademisi?
3. Terkait dengan management oversight, apa harus diatur dalam IAC? apa tidak bisa
diatur dalam SOTK atau dokumen lain?
4. Bagaimana jika ada surat tugas atau disposisi Pimpinan daerah untuk melakukan
reviu atau evaluasi Inspektorat, apakah cukup untuk memenuhi KPA ini?
Belum cukup, masih diperlukan adanya tata kerja tim management oversight dalam
rangka pemberdayaan dan penguatan peran APIP.
22
TIM PENYUSUN
Gatot Darmasto – Deputi PPKD
Adi Gemawan – Direktur PPKD Wilayah I
Rini Wartini – Kepala Sub. Direktorat PPKD Wilayah I
Gunawan
Tri Wahyono
Dina Anggraeni
Ivan Dwi Jatmiko
Alan Sutisna
Lutfi Achmad Zulfikar - Layouter
Iman Santosa - Layouter
23
FREQUENTLY
ASKED QUESTIONS (FAQs)