Anda di halaman 1dari 5

METODE PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2009:2) metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan kegunaan tertentu. Sedangkan menurut Narimawati (2011:29) metode penelitian adalah cara
peneliti yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu.

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus non hipotesis yang dilaksanakan di salah satu
perusahaan percetakan di Klaten. Periode penelitian dilaksanakan pada tahun 2016 untuk beberapa item
produk.

Data penelitan merupakan data primer dan sekunder yang telah didokumentasikan oleh perusahaan.
Berdasarkan data yang dikummpulkan, peneliti membuat perhitungan biaya produksi per unit
menggunakan metode variabel costing. Selanjutnya perhitungan yang telah dibuat menggunakan variabel
costing dibandingkan dengan metode konvensional yang telah dilakukan oleh perusahaan. Tahap
berikutnya peneliti melakukan studi komparasi antar dua metode.

Tahapan penelitian dengan cara menentukan tarif Biaya Overhead Pabrik (BOP) berdasarkan biaya
Bahan Baku. Sebagaimana menurut Mulyadi (2005:200) tarif BOP dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:

X 100%

Namun dalam penelitian ini tidak perlu menghitung tarip BOP, karena hal tersebut telah didapatkan
dari data sekunder. Dengan demikian peneliti langsung dapat melakukan penghitungan biaya pokok
produksi secara langsung.

Setelah diketahui besarnya Biaya Overhead Pabrik (BOP) selanjutnya dihitung harga pokok produksi
sesuai dengan metode full costing maupun variable costing. Masih menurut Mulyadi (2005: 17-18),
kedua metode tersebut dapat disajikan pada tabel perbandingan format sebagai berikut:

Tabel 1 Perbandingan Elemen Biaya


Full costing dan Variable costing

Full costing Variabel Costing


BBB xxx BBB xxx
BTKL xxx BTKL xxx
BOP-T xxx
BOP-V xxx + BOP-V xxx +
HPP xxx HPP xxx

Setelah diketahui total Harga Pokok Produksi (HPP) dengan kedua metode, langkah selanjutnya
tinggal dibagi dengan volume produksi yang dikehendaki untuk menentukan HPP per satuan produk.
HPP per satuan produk metode full costing telah memasukkan semua elemen biaya, sedangkan
HPP/satuan produk untuk metode variabel costing belum memasukkan Biiaya Overhead Pabrik-Tetap
(BOP-T). Sesuai dengan siafat biaya tetap, BOPT per unit dapat dimanipulasi dengan menaikkan atau
menurunkan volume produksi.
Perlu diketahu, bahwa obyek penelitian memproduksi tiga jenis produk. Setiap produk memiliki
harga pokok produksi sendiri-sendiri. Pada penelitian ini hanya akan membahas semua produk dengan
pertimbangan sedikit..
Selanjutnya hasil penelitian akan disampaikan ringkasan perhitungan harga Pokok Produksi untuk
masing masing produk pada paragraf berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mendapatkan harga jual suatu produk, perusahaan harus memperhitungkan harga pokok
produksi, dan laba yang dikehendaki. Harga pokok produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Harga pokok produksi ditambah biaya-biaya yang semestinya diperhitungkan akan menghasil harga
pokok penjualan (HPPj). Selanjutnya harga pokok penjualan (HPPj) dibagi dengan volume produksi
dalam satuan akan dihasilkan harga jual per satuan (unit). Berikut berturutturut Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4

dan Tabel 5 adalah perbandingan perhitungan full costing dan variable costing untuk produk A,
Produk B, produk C dan Gabungan.

Tabel 2 Perbandingan Perhitungan

Full costing dan Variable costing


Produk A

Keteranga Full costing Variabel Costing


n
BBB Rp 223.600 Rp 223.600
BTKL Rp 15.966 Rp 15.966
BOP-T Rp 30.000 Rp -
BOP-V Rp 3.261 Rp 3.261
HPPr Rp
272.827 Rp 242.827
Selisih BOP Rp 51.763 Rp 51.763
HPPj Rp 324.590 Rp 294.590
Produksi (u) 241.748 241.748
Harga/u Rp 1,343 Rp 1,219

Tabel 2 menunjukkan harga per unit menggunakan metode full costing produk A sebesar Rp.
1.343,- dan metode variable costing sebesar Rp. 1.219,-.dimana variabel costing lebih rendah. Hal
tersebut wajar karena memang pada metode variable costing tidak memasukkan elemen BOP-T.
Namun walaupun penghitungan harga pokok produksi menggunakan variable costing tidak
memasukkan BOPY-T, BOP-T tetap dimasukkan pada laporan harga pokok produksi sebagai
penambah laporan harga pokok produksi. Justru BOP-T inilah yang dapat dimanipulasi oleh
manajemen sesuai dengan sifat biaya tetap dimana jumlah total selalu tetap, jumlah per satuan
berbanding terbalik dengan volume produksi.
Dengan asumsi BOP-T tetap Rp. 30.000.000,- untuk volume produksi 241.748 unit, maka akan
diperoleh BOP-T per unit sebesar Rp. 124,- dan total harga jual per unit Rp. 1.343,-. Misal volume
produksi dinaikkan menjadi 500.000 unit maka akan diperoleh BOPT per unit sebsar Rp. 60,-atau
harga jual per unit sebesar Rp. 1.279. Misal ada order dari konsumen dengan harga per unit yang
diminta Rp. Rp. 1.300,- manajemen akan menolak order jika menggunakan metode full costing karena
harga jual lebih rendah daripada harga jual yang diperhitungkan manajemen. Namun, jika
menggunakan metode variable costing manajemen akan memiliki kesempatan berhitung ulang.
Manajemen akan menerima order karena harga jual di yang ditawarkan calon konsumen sebesar Rp.
1.300,- lebih tinggi daripada harga jual yang diperhitungkan oleh manajer sebesar Rp. 1.279,- dengan
catatan volume produksi/pesanan minimal 500.000 satuan.

Tabel 3 Perbandingan Perhitungan


Full costing dan Variable costing
Produk B

Keteranga Full costing Variabel


n Costing
BBB Rp 106.655 Rp 106.655

BTKL Rp 7.653 Rp 7.653

BOP-T Rp 30.000 Rp -

BOP-V Rp 1.563 Rp 1.563

HPPr Rp 145.871 Rp 115.871

Selisih BOP Rp 20.705 Rp 20.705

HPPj Rp 166.576 Rp 136.576

Produksi (u) 115.269 115.269


Harga/u Rp 1,445 Rp
1,185

Begitupula Tabel 3 menunjukkan harga per unit menggunakan metode full costing untuk produk B
sebesar Rp. 1.445,- dan metode variable costing sebesar Rp. 1.185,-.dimana variabel costing lebih rendah.
Sama dengan produk A, hal tersebut wajar karena memang pada metode variable costing tidak
memasukkan elemen BOP-T. Namun walaupun penghitungan harga pokok produksi
menggunakan variable costing tidak memasukkan BOPY-T, BOP-T tetap dimasukkan pada
laporan harga pokok produksi sebagai penambah laporan harga pokok produksi. Justru BOP-T inilah
yang dapat dimanipulasi oleh manajemen sesuai dengan sifat biaya tetap dimana jumlah total selalu
tetap, jumlah per satuan berbanding terbalik dengan volume produksi.

Dengan asumsi BOP-T tetap Rp.


30.000.000,- untuk volume produksi 115.269 unit, maka akan diperoleh BOP-T per unit sebesar Rp.
160,- dan total harga jual per unit Rp. 1.445,-. Misal volume produksi dinaikkan menjadi 300.000 unit
maka akan diperoleh BOPT per unit sebsar Rp. 100,-atau harga jual per unit sebesar Rp. 1.285. Misal ada
order dari konsumen dengan harga per unit yang diminta Rp. Rp. 1.350,- manajemen akan menolak
order jika menggunakan metode full costing karena harga jual lebih rendah daripada harga jual yang
diperhitungkan manajemen. Namun, jika menggunakan metode variable costing manajemen akan
memiliki kesempatan berhitung ulang. Manajemen akan menerima order karena harga jual di yang
ditawarkan calon konsumen sebesar Rp. 1.350,- lebih tinggi daripada harga jual yang diperhitungkan
oleh manajer sebesar Rp. 1.285,- dengan catatan volume produksi/pesanan minimal 300.000 satuan.

Begitupula Tabel 4 menunjukkan harga per unit menggunakan metode full costing untuk produk C
sebesar Rp. 5.257,- dan metode variable costing sebesar Rp. 4.473,- dimana variabel costing lebih
rendah. Sama dengan produk A dan B, hal tersebut wajar karena memang pada metode variable costing
tidak memasukkan elemen BOP-T. Namun walaupun penghitungan harga pokok produksi menggunakan
variable costing tidak memasukkan BOP-T, BOP-T tetap dimasukkan pada laporan harga pokok
produksi sebagai penambah laporan harga pokok produksi. Justru BOP-T inilah yang dapat dimanipulasi
oleh manajemen sesuai dengan sifat biaya tetap dimana jumlah total selalu tetap, jumlah per satuan
berbanding terbalik dengan volume produksi.

Tabel 4 Perbandingan Perhitungan


Full costing dan Variable costing
Produk C
Keterangan Full costing Variabel Costing
BBB Rp 69.983 Rp 69.983
BTKL Rp 6.621 Rp 6.621
BOP-T Rp 30.000 Rp -
BOP-V Rp 1.325 Rp 1.325
HPPr Rp 107.929 Rp
77.929
Selisih BOP Rp 93.173 Rp
93.173
HPPj Rp
Rp 201.101
171.101
Produksi (u) 38.2
38.256
56
Harga/u
Rp 5,257 Rp 4,473

Dengan asumsi BOP-T tetap Rp.


30.000.000,- untuk volume produksi 38.256 unit, maka akan diperoleh BOP-T per unit sebesar Rp.
784,- dan total harga jual per unit Rp. 5.257,-. Misal volume produksi dinaikkan menjadi 100.000 unit
maka akan diperoleh BOPT per unit sebsar Rp. 300,-atau harga jual per unit sebesar Rp. 4.773,-. Misal
ada order dari konsumen dengan harga per unit yang diminta Rp. Rp. 5.100,- manajemen akan
menolak order jika menggunakan metode full costing karena harga jual lebih rendah daripada harga
jual yang diperhitungkan manajemen. Namun, jika menggunakan metode variable costing manajemen
akan memiliki kesempatan berhitung ulang. Manajemen akan menerima order karena harga jual di
yang ditawarkan calon konsumen sebesar Rp. 5.100,- lebih tinggi daripada harga jual yang
diperhitungkan oleh manajer sebesar Rp. 4.773,- dengan catatan volume produksi/pesanan minimal
100.000 satuan.

Tabel 5 hanya merupakan rangkuman dari produk A dan B. Karena didalamnya memuat jumlah unit
maka tidak bisa diambil rata-rata.
Namun dengan tabel tersebut kita dapat mengetahui biaya total baik menggunakan metode
penghitunganfull costing maupun metode penghitungan variable costing
Tabel 5 Perbandingan Perhitungan
Full costing dan Variable costing
Gabungan

BBB Rp 400.237 Rp 400.237


BTKL Rp 30.240
Rp 30.240
BOP-T Rp 90.000
-

BOP-V Rp 6.149 Rp 6.149

HPPr Rp 526.626 Rp 436.626


Selisih BOP
Rp 165.641 Rp 165.641 .
HPPj Rp 692.267 Rp 602.267

Produksi (u) 38.256 38.256

Harga/u
Rp 18,096 Rp 15,743

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan metode variabel costing, harga


pokok produksi menjadi lebih rendah. Namun bukan berarti biaya produksi cukup, karena masih
ada Biya Overhedad Pabrik Tetap (BOPT) yang belum diperhitungkan dalam metode variabel
costing. BOP-T tersebut tetap dimasukkan dengan memanipulasi volume
produksi.

REFERENSI
Groth, John C., Steven S Byesrs, dan Garland D Hansen dan Mowen. 2009.
Akuntansi Manajemen. Edisi 8 terjemahan Deny Rp Amos. Penerbit Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai