Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami

perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu beruba suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penghidupan. Klien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.

Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal’’, halusinasi sebenarnya

merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang tersepsi (Yosep, 2010).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari

suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien berespon terhadap suara

atau bunyi tersebut (Keliat, 2006).

2.2 Psikodinamika (Etiologi, Proses terjadinya penyakit, Komplikasi)

2.2.1 Etiologi

Menurut Thomas (2007) penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak

diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor biologis, faktor

psikologis, sosial budaya dan stressor. Pencetusnya adalah stress lingkungan,

biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping sehingga

akan menyebabkan gangguan dalam putar balik otak yang mengatur proses

1
2

informasi dan juga mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif dalam

menanggapi rangsangan, individu merasa gagal, akan membuat individu tersebut

menganggap dirinya rendah, tidak berharga, dan sulit untuk bersosialisasi dengan

orang lain sehingga menjadi menarik diri dari lingkungan. Lama kelamaan

kehilangan kemampuan untuk membedakan stimulus internal dan stimulus

eksternal. Jika klien tersebut berhenti menghentikan perlawanan terhadap

halusinasinya dan menyerah pada halusinasinya tersebut maka isi halusinasi

menjadi menarik, dan akan mengalami panik prilakunya dikendalikan oleh isi

halusinasinya, klien akan melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan

merusak lingkungan.

2.2.2 Proses terjadinya masalah

Menurut Keliat (2006) proses terjadinya gangguan halusinasi pendengaran salah

satu penyebabnya adalah karena perilaku menarik diri dan perasaan tidak nyaman

akan lingkungan sekitarnya sehingga cenderung untuk pikiran dimana terdengar

suara atau bisikan yang tidak nyata , mondar-mandir, berbicara sendiri, adanya

perasaan takut akan suara atau bisikan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang

ada sehinnga tidak dapat untuk mengontrol atau mengendalikannya maka dapat

berakibat lebih lanjut untuk terjadinya resiko perilaku kekerasan.


3

2.2.3 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan gangguan sensori persepsi :

halusinasi adalah resiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, harga diri rendah, dan

defisit perawatan diri (Keliat, 2006)

2.3 Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon maladaftif

Pikiran logis Distorsi pikiran(pikiran kotor) Gangguan pikir-

Persepsi akurat Ilusi atau delusi

Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan/kurang Halusinasi

Perilaku sesuai Perilaku aneh dan tidak biasa Perilaku disorganisasi

Hubungan sosial menarik diri Isolasi sosial

(Stuart dan Laraia, 2005)

2.3.1 Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya

yang berlaku. Seseorang individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi

suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,respon adaptif antara lain

Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada kenyataan, Persepsi akurat

adalah pandangan yang tepat pada kenyataan, Emosi konsisten dengan

pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli, Perilaku sosial
4

adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran, dan hubungan

sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan

2.3.2 Respon Psikososial

Respon psikososial antara lain: Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang

menimbulkan gangguan, Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah

tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

panca indera, Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas normal dan menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain.

2.3.3 Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, adapun respon

maladaptif meliputi, Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial, Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada, Kerusakan proses emosi yaitu

perubahan sesuatu yang timbul dari hati, Perilaku tidak terorganisir merupakan

suatu yang tidak teratus dan isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami

oleh individu dan diterima oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh

orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.


5

2.4 Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien. Data pengkajian pada kesehatan jiwa dapat dikelompokkan

menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, manifestasi klinis, mekanisme

koping, dan pohon masalah. Kegiatan yang perlu dilakukan oleh perawat adalah

mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor

penyebab, memvalidasi data baik dengan klien maupun keluarga,

mengelompokkan data dan menetapkan masalah klien (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi yaitu :

2.4.1.1 Faktor Predisposisi

a. Faktor perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal

terganggu, maka individu akan mengalami stress.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Faktor komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk

terjadinya masalah dalam hubungan sosial. Berdasarkan teori ini termasuk

masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana seseorang

anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu

bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat

untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.


6

c. Faktor sosialisasi budaya

Isolasi sosial pada mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu

faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial. Hal ini disebabkan

oleh norma-norma yang salah dianut keluarga, dimana setiap anggota keluarga

yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat

diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Faktor biologis

Faktor biologis merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan fungsi organ

tubuh sehingga mempengaruhi otak. Contoh pada klien skizofrenia yang

mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal

pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam

limbik.

e. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan faktor pendukung terjadinya skizofrenia. Telah

diketahui bahwa genetik skizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.

2.4.1.2 Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) ada beberapa faktor presipitasi rerjadinya gangguan

halusinasi yaitu :
7

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putar balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalistas pada mekanisme pintu masuk otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus

yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.

b. Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi koping individu dalam menggapai stressor.

d. Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian

stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme

pertahanan yang menakutkan untuk melindungi diri.

2.4.2 Manifestasi Klinis

Individu yang mengalami halusinasi pendengaran cenderung untuk berbicara,

senyum dan tertawa sendiri. Klien mengatakan mendengar suara, klien tidak dapat

membedakan hal nyata dan hal yang tidak nyata. Klien merusak diri atau orang

lain dan lingkungan, serta tidak dapat memusatkan konsentrasi, pembicaraan klien
8

kacau kadang tidak masuk akal, menarik diri serta menghindar dari orang lain,

mundah tersinggung dan jengkel, sulit membuat keputusan, merasa ketakutan,

muka merah kadang pucat, dan biasanya tidak mampu melaksanakan asuhan

mandiri seperti mandi dan berpakaian (Keliat, 2006)

2.4.3 Mekanisme Koping

Mekanisme koping menurut (Stuart, 2007) yaitu :

a. Regresi

Menjadi malas beraktivitas sehari-hari.

b. Proyeksi

Menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan

tanggung jawab kepada orang lain.

c. Menarik diri sulit mempercayai orang lain asik dengan stimulus internal.

2.4.4 Pohon Diagnosis

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran

Defisit perawatan diri

Isolasi sosial

(Keliat, 2006)
9

Masalah keperawatan yang perlu dikaji antara lain :

a) Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

Data mayor :

mengatakan pernah mendengar suara atau bisikan, mengatakan kesal, marah-

marah tanpa sebab, berbicara sendiri, tertawa sendiri, mondar-mandir ,

menyatakan senang dengan suara-suara.

Data minor :

Mengatakan kesal atau senang ketika mendengar suara atau bisikan.

Sering melamun dan menyendiri.

b) Resiko perilaku kekerasan

Data mayor :

Mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan, pernah mendengar suara

atau bisikan.

Data minor :

Merasa orang lain mengancam, menganggap orang lain jahat, tampak tegang

saat bercerita, pembicaraan kasar jika menceritakan marahnya.

c) Isolasi sosial

Data mayor :

Mengatakan malas untuk berinteraksi, mengatakan orang tidak mau

menerima dirinya, merasa orang lain tidak selevel, komunikasi kurang, tidak
10

mau bercakap dengan orang lain, afek tumpul, mudah tersinggung dan kontak

mata tidak dapat dipertahankan.

Data minor :

Curiga dengan orang lain, mendengar suara atau bisikan, merasa tidak

berguna, mondar-mandir tanpa arah dan tidak berinisiatif berhubungan

dengan orang lain.

d) Defisit perawatan diri

Data mayor :

Mengatakan malas mandi, tidak tahu cara dandan dengan baik, dandanan

tidak rapi, badan kotor , tidak tahu cara makan yang baik, tidak tahu cara

eliminasi yang baik, makan berantakan, BAB/BAK sembarangan tempat.

Data minor :

Merasa tidak berguna, merasa tidak perlu mengubah penampilan, merasa

tidak ada yang peduli.

2.4.5 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang mengurai respon aktual atau

potensi klien terhadap masyarakat kesehatan yang perawat mempunyai izin dan

berkompeten untuk mengatasinya (Potter & Perry, 2005).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah gangguan sensori

persepsi : halusinasi pendengaran adalah :


11

a. Gangguan sensoripersepsi : halusinasi pendengaran

b. Resiko perilaku kekerasan

c. Isolasi sosial

d. Defisit perawatan diri

2.4.6 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum,

tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada

penyelesaian permasalahan dan diagnose keperawatan dan dapat dicapai jika

serangkaian tujuan khusus telah tercapai (Keliat, 2006).

Diagnosa keperawatan 1

Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran

Tujuan umum

Klien dapat mengontrol halusinasi

Tujuan khusus

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria hasil

Setelah berinteraksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat.

Rencana tindak lanjut :

Bina hubungan saling percaya, sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non

verbal, perkenalan nama, nama panggilan, dan tujuan berkenalan. Tanyakan nama

lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien. Buat kontrak yang jelas,

tunjukkan sikap jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati, beri perhatian
12

kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien

masalah yang dihadapi, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan

klien.

Tujuan khusus II

Klien dapat mengenal halusinasinya

Kriteria hasil

Setelah interaksi klien menyebutkan isi, waktu,frekuensi, situasi dan kondisi yang

menimbulkan halusinasi, menyebutkan perasaan dan respon saat mengalami

halusinasi.

Rencana tindakan

Adakan kontrak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien

terkait dengan halusinasinya, diskusikan dengan klien tentang isi, waktu,

frekuensi, situasi dan kondisi. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika

terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya.diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi

perasaan tersebut. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien

menikmati halusinasinya.

Tujuan khusus III

Klien dapat mengontrol halusinasinya


13

Kriteria Hasil:

Setelah interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk

mengendalikan halusinasinya. Klien menyebutkan cara baru mengontrol

halusinasi, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi,

klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya,

klien mengikuti terapi aktifitas kelompok.

Rencana tindakan

Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi

halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien, diskusikan cara baru untuk

memutus/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan

dan latih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih

dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri

pujian, anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok.

Tujuan Khusus IV

Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

Kriteria Hasil

Setelah pertemuan keluarga, keluarga menanyakan setuju untuk mengikuti

pertemuan dengan perawat, dan setelah interaksi keluarga menyebutkan

pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk

mengendalikan halusinasi.

Rencana tindakan

Buat kontrak dengan keluarga klien untuk pertemuan selanjutnya.


14

Tujuan Khusus V

Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

Kriteria Hasil

Setelah interaksi klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum

obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping dan klien dapat

mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

Rencana tindakan

diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat. pantau

klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan

benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter,

anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat.

2.4.7 Prinsip Keperawatan

Menetapkan hubungan terapeutik, melibatkan perawat ruangan, kontak sering tapi

singkat, peduli, empati, jujur dan menepati janji, memeunuhi kebutuhan sehari-

hari, berhati-hati dengan sentuhan, melindungi dari perilaku yang membahayakan

diri (Yosep, 2010).

2.4.8 Penatalaksanaan Medis (Psikofarmakoterapi)

Menurut Keliat (2006), halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering

terjadi pada gangguan skizofrenia. Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun

tindakan penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu dengan :


15

a. Psikofarmakologis

Pemberian obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi

pendengaran yang merupakan gejala pada klien skizofrenia adalah obat anti

psikosis, karena skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan psikosis.

Chlorpromazine (CPZ) , untuk mengatasi psikosa, dan mengurangi gejala

emesis. Untuk gangguan jiwa dosis awal 3x25 mg, kemudian dapat

ditingkatkan supata optimal dengan dosis tertinggi 1000mh/hari secara oral.

Trihexyphenidil (THP), diberikan 1 mgpada hari pertama dan hari kedua

diberikan 2 mg/hari hingga mencapai 6-10 mg/hari untuk pengobatan sebagai

bentuk Parkinson, efek samping mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

mual,muntah takikardi dan konstipasi.

b. Psikosomatik

Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy) yaitu suatu terapi fisik atau

suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan

melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua

temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian

yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon

terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan, pada pasien skizofrenia

biasanya diberikan 30 kali. Biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun

biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat, penyakit

depresi berat yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar dimana
16

pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri

akut yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.

c. Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang relative lama, juga merupakan bagian penting dala

proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi memberikan rasa aman

dan tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat

mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur

terhadap klien.

2.4.9 Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik yang tujuannya untuk membantu klien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping (Depkes, 2005)

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan

masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Selain itu perawat juga

harus menilai kondisi diri, apakah sudah mempunyai kemampuan interpersonal,

intelektual, teknikal, sesuai dengan yang dilaksanakan. Hubungan saling percaya


17

antara perawan dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

Berbagai tahapan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan:

2.4.9.1 Tahapan Persiapan

Tahapan ini perawat perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukandalam

melaksanakan tindakan keperawatan antara lain :

a. Review tindakan keperawatan yang diindentifikasikan pada tahap perencanaa.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam melaksanakan tindakan keperaawatan

konsistensi sesuai dengan rencana, berdasarkan prinsip ilmiah,ditujukan pada

individu sesuai kondisi klien, digunakan unntuk menciptakan lingkungan yang

terapeutik, memberikan penyuluhan dan pendidikan terhadap klien dan

penggunaan sarana dan prasarana yang memadai.

b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan.

c. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.

Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat negative pada klien, untuk

itu perawat harus mengantisipasi jika terjadi komplikasi pada klien sebelum

melakukan tindakan.

d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

e. Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan yang

dilakukan.
18

2.4.9.2 Tahap Intervensi

Fokus pada tahap pelaksana tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan

tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan tindakan keperawatan meliputi :

a. Independen merupakan tindakan keperawatan pada klien tanpa petunjuk

perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b. Interdependen merupakan tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan

yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya

misalnmnya dokter, ahli gizi dan fisioterapi.

c. Dependen merupakan tindakan perawat berhubungan dengan pelaksanaan

tindakan medis.

2.4.9.3 Tahap Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan

akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Pada pelaksanaan

keperawatan dlam kasua, rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan

tahapanpelaksanaan dalam teori yaitu adanya tahapan persiapan antara lain

mereview tindakan keperawatan, menganalisa pengetahuan dan keterampilan

keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan

yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif (mendukung) sesuai

dengan tindakan yan g dilakukan.


19

2.4.10 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Depkes,

2005).

Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

2.4.10.1 Evaluasi proses (formatif), yang dilakukan setiap selesai melaksanakan

tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilakukan segera setelah

perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan

setiap tindakan. Evaluasi proses terus menerus dilaksanakan sampai

tujuan yang telah ditentukan tercapai.

2.4.10.2 Evaluasi hasil (sumatif), dilakukan dengan membandingkan respon

klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun metode pelaksanaan

evaluasi hasil terdiri dari : interview akhir pelayanan, pertemuan akhir

pelayanan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.

Adapun hasil akhir atau evaluasi yang diharapkan dari klien dengan gangguan

sensori persepsi : halusinasi pendengaran setelah dilakukan implementasi adalah

sebagai berikut klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat

mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya, klien dapat

dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya dan klien dapat

memanfaatkan obat dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai