Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM DAGANG

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Aspek Hukum DAGANG

Dosen Pengampuh:

Disusun Oleh :

RAHAYU MAHARENDAH
NIM : 502019035

Semester 2

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bentuk perdagangan yang pertama kali berlangsung pada zaman dahulu

sejak manusia hidup dalam alam primitif, adalah dagang tukar menukar. Apabila

seseorang memiliki barang yang tidak ia perlukan maka ia akan menukar barang

tersebut dengan barang lainnya yang diperlukannya, begitupun sebaliknya. Pada

saat itu, yang bisa ditukar hanya barang dan barang saja (pertukaran in natura)

seperti menukar padi dengan gandum. Dalam hal ini, pertukaran dibatasi, belum

ada hubungan pertukaran yang tetap karena belum adanya sebuah pasar.

Dewasa ini, dagang dengan cara tukar menukar mengalami berbagai

kesulitan, seperti nilai pertukaran yang harus sama antara barang yang dimiliki dan

barang yang akan ditukar. Kesulitan yang terjadi diakibatkan oleh meningkatnya

kebutuhan manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan

didirikannya hukum perdagangan agar dapat mengatur dan menata apabila terjadi

pelanggaran dalam proses perdagangan. Hukum inilah yang akan menindak

langsung apabila terjadi pelanggaran dan memberi sanksi yang sesuai dengan

KUHD.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hukum dagang?

2. Bagaimana hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang?

3. Bagaimana sampai diberlakukan hukum dagang?

4. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan pembantunya?

5. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dan kewajibannya?

6. Apa saja bentuk-bentuk badan usaha?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang

turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang

mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama

lainnya dalam lapangan perdagangan.1

1
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, Yogyakarta: Deepublish,

2015, h.1

2
Pembagian hukum privat (sipil) ke dalam hukum perdata dan hukum

dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian sejarah

dari hukum dagang. Bahwa pembagian tersebut bukanlah bersifat asasi, dapat

kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang

menyatakan: “Bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam

penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam

penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu”.2

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)/Wetboel van

Koophandel (WvK) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh

karena itu, definisi hukum dagang sepenuhnya diserahkan pada pendapat atau

doktrin dari para sarjana.3

Soekardono, mengatakan “hukum dagang adalah bagian dari hukum

perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-

perikatan yang diatur dalam Buku II BW. Dengan kata lain, hukum dagang

adalah himpunan peraturan-peraturaan yang mengatur hubungan seseorang

dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam

kodifikasi KUHD dan KUHPerdata”.4

Achmad Ichsan, mengatakan “hukum dagang adalah hukum yang

mengatur soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku

manusia dalam perdagangan atau perniagaan”.5

Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia),

mengatakan hukum dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan

hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur

dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.6

Munir Fuady mengartikan Hukum Bisnis, “suatu perangkat kaidah hukum

yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan rusan kegiatan dagang, industri atau

keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa

2
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.1

3
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

4
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

5
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

6
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.6

3
dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan

menempatkan uang dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan optik

adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu”.7

Dari pengertian para sarjana diatas, dapat dikemukakan secara sederhana

rumusan hukum dagang, yakni serangkaian norma yang timbul khusus dalam

dunia usaha atau egiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber pada

aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu KUHPer dan KUHD maupun

diluar kodifikasi.8

B. Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang

Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatakan saling

berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara

prinsipil antara keduanya. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15

KUHD.9

Sementara itu, dalam Pasal 1 KUHD disebutkan bahwa KUHPer seberapa

jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-

penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang bersangkutan, oleh kitab ini,

dan oleh hukum perdata. Kemudian didalam Pasal 15 KUHD disebutkan bahwa

segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak

yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.10

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat

diketahui kedudukan KUHD terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD

merupakan hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan

hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex

specialis derogat legi generali, artinya hukum yang khusus dapat

mengesampingkan hukum yang umum.11

7
Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.13
8
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

9
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta:

PT Grasindo, 2017, h.41

10
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

11
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.41

4
Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHPer dan KUHD

antara lain:

1. Van Kan beranggapan, bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum

perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS

memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KUHD memuat

penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti

sempit.12

2. Van Apeldoorn menganggap, hukum dagang suatu bagian istimewa dari

lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III

KUHS.13

3. Sukardono menyatakan bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara

hukum perdata umum dan hukum perdata dagang sekadar KUHD tidak

khusus menyimpang dari KUHPer.14

4. Tirtaamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum sipil

yang istimewa.15

5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KUHPer sekarang ini dianggap

tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain

dari pada hukum perdata dan perkataan dagang bukan suatu pengertian

ekonomi.16

6. Purwosutjipto, bahwa hukum dagang terletak dalam lapangan hukum

perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan.17

C. Berlakunya Hukum Dagang

Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para

pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938

pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan

12
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

13
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

14
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.9

15
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.14

16
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.10

17
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jakarta:

Djambatan, 1999, h.4

5
perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi

setiap pengusaha (perusahaan).18

Sementara itu, tidak ada satu pun para sarjana memberikan pengertian

tentang perusahaan, namun dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain:

1. Menurut Hukum

Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari

keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga

kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta terang-terangan untuk

memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau

mengadakan perjanjian perdagangan.

2. Menurut Mahkamah Agung

Perusahaan adalah sseseorang yang mempunyai perusahaan jika ia

berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan

perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.

3. Menurut Molengraff

Perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang

dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh

penghasilan dengan cara memperdagangkan, menyeraahkan barang atau

mengadakan perjanjian-perjanjian perniagaan.

4. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis

usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan dan bekerja, serta

berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan

memperoleh keuntungan dan/atau laba.19

Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan

bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah

memenuhi unsur-unsur, seperti berikut:

1. Terang-terangan

2. Teratur bertindak ke luar

3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi20

18
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42
19
Elsi Kartika Aari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.42

20
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

6
Dengan kata lain, perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha

dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan

pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung

jawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara

sah. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat

berbentuk sebagai berikut:

1. Seorang diri saja

2. Dapat dibantu oleh para pembantu

3. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.21

D. Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau

orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila

seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut

pengusaha. Ia dapat melakukan perusahaan itu sendirian.22

Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha adalah orang yang

menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan


perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri

maupun dengan bantuan pekerja. Ini umumnya terdapat pada perusahaan

perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan

pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pengusaha dan

sebagai pemimpin perusahaan.23

Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan

perusahaan sendirian, misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setip

hari menjajakan makanan dan minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya.

Dia melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu itulah pengusaha

perseorangan. Bisa juga dia menyuruh oraang lain membantunya dalam

melakukan perusahaan, tetapi ada juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang

21
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.43

22
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h.128

23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2013, h.25

7
lain melakukan perusahaannya, jadi dia tidak turut serta melakukan perusahaan,

dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk

melakukan perusahaan yang bersangkutan. Definisi tersebut dapat disimpulkan:

a. Dia dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.

b. Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.

c. Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya, sedangkan

dia tidak turut serta melakukan perusahaannya.24

Orang-orang lain yang disuruh oleh pengusaha untuk melakukan

perusahaannya adalah pemegang-pemegang kuasa, yang menjadikan perusahaan

atas nama pengusaha si pemberi kuasa.25

Pengusaha yang melakukan perusahaannya dengan dibantu oleh orang

lain, sehingga turut serta, dia mempunyai dua kedudukan yaitu: sebagai

pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan pengusaha yang

menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaan dan dia tidak ikut serta, maka

keududukannya hanya sebagai pengusaha, sedangkan yang menjadi pemimpin

perusahaan adalah orang lain yang mendapat kuasa.26

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh

seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika

perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang

atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.27

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi

menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar

perusahaan.

1. Pembantu di Dalam Perusahaan

Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang

bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu

24
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.15

25
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

26
Suwardi, Hukum Dagang Suatu Pengantar, h.16

27
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

8
perjanjian pemburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi,

pimpinan filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

2. Pembantu di Luar Perusahaan

Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang

bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu

perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang

akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer,

misalnya seperti pengacara, notaries, agen perusahaan, dan komisioner.28

Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka

yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:

a. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUHPer

b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUHPer

c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai Pasal 1601 KUHPer29

E. Pengusaha dan Kewajibannya

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut

undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh
pengusaha, yaitu:

1. Membuat pembukuan (Dokumen Perusahaan).

Di dalam Pasal 6 KUHD menjelaskan makna pembukuan, yakni

mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat

catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan

perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban

para pihak.30

Sementara itu, mengenai dokumen perusahaan didalam KUHD

menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan, yaitu merupakan data,

catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterma oleh perusahaan

28
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

29
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

30
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

9
dalam langkah pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas maupun

sarana lain, terekam dalam bentuk cara apapun, dan dapat dilihat, dibaca, dan

didengar.31

Selain itu, didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997

yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari:

a. Dokumen Keuangan

Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan,

perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti

pembukuan dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya

hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.

b. Dokumen Lainnya

Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi

keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak

terkait langsung dengan dokumen keuangan.32

Sifat pembukuan yang dibuat oleh seorang pengusaha adalah rahasia,

artinya meskipun tujuan diadakannya pembukuan agar pihak ketiga

mengetahui hak-hak dan kewajibannya, namun tidak berarti secara otomatis

setiap orang diperbolehkan memeriksa atau mengetahui pembukuan

pengusaha.33

Dalam kaitannya dengan tersebut diatas, yakni pembukuan sebagai

kekuatan pembuktian, berdasarkan Pasal 12 KUHD menentukan bahwa tiada

seorangpun dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya. Akan tetapi,

kerahasiaan pembukuan yang dimaksud oleh Pasal 12 KUHD tersebut tidak

mutlak, artinya bisa dilakukan terobosan dengan beberapa cara, misalnya:

31
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.44

32
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

33
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.45

10
a. Representation, artinya melihat pembukuan pengusaha dengan perantara

hakim, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 KUHD.

b. Communication, artinya pihak-pihak yang disebutkan dapat melihat

pembukuan pengusaha secara langsung tanpa perantara hakim, hal ini

disebabkan yang bersangkutan mempunyai hubungan kepentingan

langsung dengan perusahaan, yakni:

1) Para ahli waris

2) Para pendiri perseroan/persero

3) Kreditur dalam kepailitan

4) Buruh yang upahnya ditentukan pada maju mundurnya perusahaan34

Sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang bahwa

pembukuan wajib dibuat oleh seorang pengusaha, tentunya bagi pengusaha

yang tidak menjalankan kewajibannya atau lalai dapat dikenakan sanksi

sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan

Pasal 396, 397, 231 (1) (2) KUHP.35

2. Wajib Daftar Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib


daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan

perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang

segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.

Yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan

menurut atau berddasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan-

peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap

perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor

pendaftaran perusahaan.36

Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi

umum yang harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan

34
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

35
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

36
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.46

11
Perindustrian/Kanwil serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian

Tingkat II.37

Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang

dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi

resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta

keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar

perusahaan dalam rangka menjamin kepastian perusahaan. Perusahaan-

perusahaan yang wajib daftar dalam daftar perusahaan adalah berbentuk

badan hukum, persekutuan, perseorangan, dan perusahaan-perusahaan baru

yang sesuai dengan perkembangan perekonomian, sedangkan perusahaan

yang ditolak pendaftarannya karena dianggap belum melakukan wajib daftar,

tetapi tidak mengurangi kesempatan dalam usaha atau kegiatan selama

tenggang waktu kewajiban pendaftaran sejak penolakan pendaftaran.38

Kemudian, setiap perubahan dan penghapusan wajib dilaporkan pada

kantor tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus yang

bersangkutan dengan menyebutkan alasan perubahan dan penghapusan dalam

waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan atau penghapusan.39

Selain itu, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi:

a. Perusahaan yang berssangkutan menghentikan segla kegiatan usahanya

b. Perusahaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriaannya

kadaluwarsa

c. Perusahaan yang brsangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya

berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh

kekuatan hukum yang tetap.40

37
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.47

38
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

39
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

40
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.48

12
F. Bentuk-Bentuk Badan Usaha

Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan

dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.

1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya:

a. Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahan yang dimiliki oleh

perseorangan atau seorang pengusaha.

b. Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh

beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.

2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya:

a. Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang

mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi

anggotanya, punya tujuan yang terpisah pula dari tujuan pribadi para

anggotanya, dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai

saham yang diambilnya.

b. Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga

akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya

berbentuk perorangan maupun persekutuan.41

Sementara itu, dalam masyaarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni:

1. Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh

swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahaan ini terbagi dalam

tiga perusahaan, yakni:

a. Perusahaan swasta nasional

b. Perusahaan swasta asing

c. Perusahaan patungan/campuran (join venture)

2. Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya

dimiliki oleh negara. Pada umumnya perusahaan negara disebut dengan badan

usaha milik negara (BUMN), terdiri dari tiga bentuk, yakni:

a. Perusahaan jawatan (Perjan)

b. Perusahaan umum (Perum)

c. Perusahaan perseroan (Persero)42

41
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.49

42
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

13
Selain itu, berdasarkan pembagian bentuk perusahaan dapat digolongkan

menjadi dua jenis, yakni perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan

bukan berbadan hukum.

1. Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan yaitu perusahaan swasta yang didirikan dan

dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat

berbentuk perusahaan dagang, jasa, dan industri.43

Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik

di masyarakat telah ada suatu bentu perusahaan perorangan yang diterima

oleh masyarakat, yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan

dagang secara resmi dapat mengajukan permohonan dengan surat izin usaha

(SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat izin tempat

usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.44

2. Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum

Perusahaan persekutuan bukan badan hukum yaitu perusahaan swasta


yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara bekerja sama

dalam bentuk persekutuan perdata.45

a. Persekutuan Perdata (Maatsxhap)

Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau

lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan

dicapai dengan jalan kedua pihak menyetorkan kekayaan untuk usaha

bersama. Dasar hukum untuk dalam pembentukan persekutuan perdata

diatur dalam Pasal 1618 – Pasal 1652 KUHPer.46

Sementara itu, persekutuan telah berakhir karena:

43
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

44
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.50

45
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

46
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.51

14
1) Lewatnya jangka waktu pendirian persekutuan

2) Musnahnya barang atau telah diselesaikannya perbuatan pokok yang

menjadi tujuan persekutuan

3) Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu

4) Jika salah seorang sekutu meninggal, ditaruh dibawah pengampuan

atau pailit.47

b. Persekutuan Firma (Vennootshaf Onder Eene Firma)

Persekutuan firma diatur dalam Pasal 15, 16 sampai 35 KUHD.

Dalam Pasal 16 KUHD perseroan firma adalah tiap-tiap perseroan yang

didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah nama bersama,

yakni angota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab

sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.48

Sementara itu, firma mempunyai arti nama yang digunakan untuk

berdagang secara bersama-sama. Namun suatu firma adakalanya diambil

dari nama seorang yang turut menjadi persekutuan itu sendiri, tetapi dapat

juga diambil dari nama orang yang bukan dari persekutuan. Dengan

demikian, tanggung jawab pada persekutuan firma, yakni tiap-tiap anggota

perseroan secara tanggung-menanggung, artinya bertanggung jawab untuk

seluruhnya atas segala perikatan dan persekutuan firma.49

Perlu diketahui, persekutuan firma bukan merupakan perusahaan

berbentuk badan hukum sehingga pihak ketiga tidak berhubungan dengan

persekutuan firma sebagai satu kesatuan, melainkan dengan setiap anggota

secara sendiri-sendiri. Menurut Pasal 17 KUHD, tiap-tiap sekutu dapat

bertindak dengan pihak diluar persekutuan, asalkan tindakan tersebut

berkaitan dengan persekutuan.50

c. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)

Persekutuan komanditer diatur dalam Pasal 15, 19 sampai 21

KUHD. Di dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa persekutuan

komanditer adalah suatu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan

47
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

48
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.52

49
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

50
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.53

15
yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persekutuan yang

secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada

satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang

merupakan satu sekutu komanditer yang bertanggung jawab atas sebatas

sampai pada sejumlah uang yang dimasukannya.51

Dalm persekutuan komanditer terdapat sekutu komplementer dan

sekutu komanditer. Sekutu komplementer adalah sekutu yang

menyerahkan pemasukkan, selain itu juga ikut mengurusi persekutuan

komanditer. Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya

menyerahkan pemasukkan pada persekutuan komanditer daan tidak ikut

serta mengurusi persekutuan komanditer.52

Persekutuan komanditer dibagi menjadi tiga, yakni:

1) Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer

yang belum menyatakan dirinya dengan terng-terangan kepada pihak

ketiga sebagai persekutuan komanditer.

2) Persekutuan komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan

komanditer yang telah menyatakan diri sebagai persekutuan

komanditer pada pihak ketiga.

3) Persekutuan komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer

terang-terangan yang modalnya terdiri dari sahm-saham.53

3. Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum

Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang

didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan

terbatas, koperasi, dan yayasan.54

51
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.54

52
Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

53
Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.55

54
Elsi Kartikasari, Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, h.56

16
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut

melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang

mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu

sama lainnya dalam lapangan perdagangan.

2. Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUHD

terhadap KUHPer. Pengertiannya, KUHD merupakan hukum yang khusus

(lex specialis), sedangkan KUHPer merupakan hukum yang bersifat umum

(lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi

generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang

umum.

3. Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang

saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian

perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan

perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi

setiap pengusaha (perusahaan).

4. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau

orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepada orang lain. Apabila

seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut

pengusaha. Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin

oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri,

apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu,

17
diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan

kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

5. Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut

undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi)

oleh pengusaha, yaitu membuat dokumen dan wajib daftar perusahaan.

6. Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan

dilihat dari jumlah pemiliknya, yaitu perusahaan perseorangan dan

persekutuan. Sedangkan jika dilihat dari status hukumnya, yaitu perusahaan

berbadan hukum dan bukan berbadan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Farida, (2009), Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, (2013), Hukum Dagang dan Surat-Surat Berharga, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung.

Purwosutjipto, (1999), Pengertian Pokok Hukum Dagang,

Djambatan, Jakarta.

18
Sari, Elsi Kartika, dan Simanunsong, Advendi, (2017), Hukum dalam

Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta.

Suwardi, (2015), Hukum Dagang Suatu Pengantar, Deepublish,

Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai