OLEH :
Kelas :D
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa biji saga (Abrus precatorius)
termasuk dalam biji yang mempunyai kulit keras (ciri-ciri biji tanaman kelompok
leguminosae) sehingga sulit untuk memecah masa dormansinya karena impermeabel
terhadap air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismail (2011) yang menyatakan bahwa
benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Benih
keras (hard seeds) banyak dijumpai pada benih leguminosae berukuran kecil. Benih
keras gagal mengimbibisi air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji
daya berkecambah. Pada benih keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan
penyerapan air ataukah penghambatan mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai
penyebab dormansi.
Hasil tertinggi daya berkecambahan pada tanaman saga yang diuji adalah biji saga
yang diskarifikasi dengan perlakuan fisik yaitu dengan pemotongan pada salah satu
ujungnya yaitu sebesar 100%. Perlakuan skarifikasi memungkinkan masuknya air ke
dalam benih lebih mudah sebagai proses awal perkecambahan benih dapat terjadi.
Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-enzim perombakan yang menjadikan karbohidrat,
protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa aktif. Hasil intermediet daya
berkecambah pada tanaman saga yang diuji adalah tanaman saga yang diberi
perlakuan kontrol yaitu 50 %. Sedangkan daya berkecambah paling rendah terdapat
pada perlakuan kimia yaitu 20%. Hal ini dikarenakan biji saga terlalu lama direndam
dengan menggunakan asam sulfat, seharusnya biji tersebut direndam selama 15 menit
tapi peneliti mencoba dengan penambahan waktu selama 20 menit. Hal tersebut
membuat embrio didalamnya terganggu oleh Asam Sulfat yang bersifat asam kuat.
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai
proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan
dormansi kulit biji, sedangkan skarifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi
embrio.
Mekanisme dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah
dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam
nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga
dapat dilalui oleh air dengan mudah. Menurut Delvin, R. M Pencelupan benih dalam
larutan asam sulfat akan mengakibatkan rusaknya kulit benih. Kerusakan kulit benih
ini diikuti dengan membukanya lumen sel macrosclereid yang menyalurkan air ke
dalam jaringan benih yang akan merangsang perkecamabahan benih lebih cepat.
Perkecambahan biji tergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air
rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang
dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada
embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim
akan mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon,
dan nutrien-nuriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh.
Tahap perkecambahan :
1. Imbibisi yaitu proses penyerapan air oleh benih sehingga kulit benih melunak
dan terjadilah hidrasi dari protoplasma.
2. Perombakan cadangan makanan di dalam endosperm.
3. Perombakan bahan-bahan cadangan makanan yang dilakukan oleh enzim
(amilase, protease, lipase).
4. Translokasi makanan ke titik tumbuh setelah penguraian bahan-bahan
karbohidrat, protein, lemak, menjadi bentuk-bentuk yang terlarut kemudian
ditranslokasikan ke titik tumbuh.
5. Pembelahan dan pembesaran sel asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan
tadi di daerah meristematik menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan
komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.
6. Munculnya radike dan plumula Radikel dan plumula muncul dari kulit biji
Dormansi pada biji dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai
beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak
akan terjadi selama biji belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan
suatu perlakuan khusus terhadap biji tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai
salah satu keuntungan biologis dari biji dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan
tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang
kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung biji dapat menghindarkan dirinya
dari kemusnahan alam. Dormansi pada biji dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari
kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan
tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering
dijumpai pada biji-biji dari famili Leguminosae. Factor –faktor penyebab dormansi
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada biji sangat bervariasi
tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu:
karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang
silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-
zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme. Berikut
factor-faktor penyebab dormans.
Pada tahap sel, penuaan berjalan dengan terjadinya penyusutan struktur dan rusaknya
membran subseluler. Diduga bahwa vakuola bertindak sebagai lisosom,
mengeluarkan enzim-enzim hidrolitik yang akan mencerna materi sel yang tidak
diperlukan lagi. Penghancuran tonoplas telah menyebabkan enzim-enzim hidrolitik
dibebaskan ke dalam sitoplasma. Sementara itu bagian dalam struktur kloroplas dan
mitokondria mengalami penyusutan sebelum membran luarnya dirusak. Proses
degradasi yang terjadi pada organel, dimulainya sama seperti yang terjadi pada sel.
Perubahan yang jelas telah terjadi dalam metabolisme dan kandungan dalam organ
yang mengalami penuaan. Telah terjadi pengurangan DNA, RNA, Protein, ion-ion
anorganik dan berbagai macam nutrien organik. Fotosintesis berkurang sebelum
senesen dimulai dan ini mungkin disebabkan menurunnya permintaan akan hasil
fotosintesis. Segera setelah itu klimakterik dalam respirasi terlihat dan nitrogen
terlarut meningkat sebagai akibat dirombaknya protein.
Tidak semua tumbuhan memberikan respon terhadap hormon yang sama. Sitokinin
lebih efektif dalam menahan penuaan pada tumbuhan basah, sedangkan giberelin
lebih efektif menahan senesen pada Taraxacum officinale dan Fraxinus. Kadar
giberelin endogen akan turun dengan cepat selama senesen pada daun. Auksin (IAA
dan 2,4 D) dapat menghalangi senesen pada tumbuhan tertentu. Etilen adalah hormon
yang secara jelas merangsang kuat senesen pada banyak jaringan.