PERDATA
INTERNASIONAL
HPI
or
Not
§
Perhatikan
contoh-‐contoh
kasus
dibawah
ini:
§
Seorang
WNI
menikah
dengan
WN
Jepang.
Pernikahannya
dilangsungkan
di
Tokyo,
dan
belakangan
diketahui
ternyata
salah
satu
pihak
masih
terikat
dalam
ikatan
perkawinan
(dengan
kata
lain
ia
melakukan
poligami),
sehingga
akhirnya
salah
satu
pihak
mengajukan
perceraian
melalui
pengadilan
Negeri
di
Jakarta.
§
Sebuah
kontrak
jual
beli
telah
dilakukan
antara
sebuah
`perusahaan
Ekspor
Indonesia
dengan
perusahaan
Importir
dinegara
bagian
California
AS.
Tentang
barang-‐barang
yang
akan
dikirim
ke
California
AS
melalui
pelabuhan
Tanjung
Perak
Surabaya
perjanjiannya
di
buat
di
Jakarta.
Ketika
barang
siap
dikirimkan
ternyata,
importir
tidak
memenuhi
janjinya
untuk
melakukan
pembayaran
tepat
pada
waktunya.
Eksportir
Indonesia
kemudian
berniat
untuk
mengajukan
gugatan
wanprestasi
dan
menuntut
ganti
rugi
melalui
pengadilan
di
Califbornia....
perhatikan
kejadian-‐kejadian
diatas,
hal
itu
pasti
sering
terjadi
dalam
kehidupan
masyarakat
Internasional......menurut
anda
apakah
contoh-‐contoh
kejadian
tersebut
diatas
masuk
dalam
pembahasan
dihukum
perdata
internasional,
lalu
apa
sebenarnya
hukum
perdata
internasional
itu
dan
bagaimana
sejarahnya....
Berikut
ini
akan
kita
bahas
satu
persatu.....
Posisi
HPI
§
Contoh-‐contoh
kasus
diatas
menunjukkan
pada
kita
bahwa
dalam
masalah
hukum
ternyata
tidak
semuanya
bersifat
intern-‐
domestik,
melainkan
menunjukkan
adanya
kaitan
dengan
unsur-‐unsur
asing
(foreign
elements).
Peristiwa
hukum
baik
dibidang
hukum
keperdataan
atau
non-‐keperdataan
yang
mengandung
unsur-‐unsur
yang
melampaui
batas-‐batas
teritorial
suatu
negara
itulah
yang
seharusnya
diatur
dalam
hukum
perdata
internasional
(HPI).
§
HPI
pada
dasarnya
merupakan
bagian
dari
hukum
nasional
suatu
negara
artinya:
1.
HPI
merupakan
salah
satu
subbidang
hukum
dalam
sebuah
sistem
hukum
nasional
yang
bersama-‐sama
dengan
sub-‐
subbidang
hukum
lain....
seperti
hukum
keperdataan,
hukum
dagang,
hukum
pidana
dan
sebagainya,
membentuk
suatu
sistem
hukum
nasional
yang
utuh.
2.
Suatu
sistem
hukum
suatu
negara
seharusnya
dilengkapi
dengan
suatu
sistem
HPI
nasional
yang
bersumber
pada
sumber-‐sumber
hukum
nasional,
tetapi
yang
khusus
dikembangkan
untuk
memberi
kemampuan
pada
sistem
hukum
itu
untuk
menyelesaikan
perkara-‐
perkara
yang
mengandung
unsur
asing.
§
Hal
yang
harus
diakui
dewasa
ini
terdapat
kecenderungan
kuat
secara
internasional
untuk
membangun
dan
menetapkan
kaidah-‐kaidah
atau
asas-‐asas
HPI
melalui
jalur
dan
mekanisme
serta
menuangkannya
dalam
sumber-‐sumber
hukum
internasional
publik...
misalnya
melalui
konvensi-‐konvensi
hukum
internasional.
Kaidah-‐kaidah
atau
asas-‐asas
HPI
yang
dikembangkan
melalui
perjanjian-‐perjanjian
internasional
antarnegara
tersebut
disebut
sebagai
“Kaidah-‐kaidah
HPI
Internasional”.
Yang
tetap
baru
akan
mengikat
negara-‐negara
apabila
mereka
meratifikasinya
dan
menjadikannya
bagian
dari
sistem
hukum
nasional
mereka,
jadi
bahkan
kaidah-‐
kaidah
HPI
seperti
itu
tetap
dianggap
sebagai
sumber-‐sumber
HPI
nasional.
Definisi
HPI
§
Ada
banyak
sekali
pengertian
mengenai
HPI
yang
dikemukakan
oleh
para
pakar
hukum.
Yang
semuanya
memiliki
kesamaan
unsur
yaitu
subject
matternya
bersifat
transnasional
§
Secara
umum
kita
dapat
mendefinisikan
HPI
sebagai
berikut:
“Hukum
Perdata
Internasional
adalah
seperangkat
kaidah
hukum
nasional
yang
mengatur
peristiwa
atau
hubungan
hukum
yang
mengandung
unsur-‐unsur
transnasional
(atau
unsur-‐unsur
ekstrateritorial)
”.
Pola
berpikir
Yuridik
HPI
1.
Hakim
menghadapi
persoalan
hukum
dalam
wujud
sekumpulan
fakta
hukum
yang
mengandung
unsur-‐unsur
asing
(foreign
elements)
dan
harus
menentukan
apakah
perkara
tersebut
merupakan
persoalan
HPI
2.
Hakim
harus
menentukan
ada
atau
tidaknya
kewenangan
yurisdiksional
forum
untuk
mengadili
perkara
yang
bersangkutan
3.
Menemukan
titik
taut
sekunder
didalam
kaidah
atau
asas-‐asas
aturan
HPI
Lex
Fori
yang
dianggap
tepat.
4.
Mencari
dan
menemukan
kaidah
HPI
yang
tepat
melalui
tindakan
kualifikasi
fakta
dan
kualifikasi
hukum.
5.
Menentukan
kaidah
HPI
Lex
Fori
yang
relevan
dalam
rangka
penunjukan
ke
arah
Lex
Causae
6.
Memeriksa
kembali
fakta-‐fakta
dalam
perkara
dan
mencari
titik
taut
sekunder
yang
harus
digunakan
untuk
menunjuk
ke
arah
Lex
Causae.
7.
Menyelesaikan
perkara
dengan
menggunakan
kaidah-‐kaidah
hukum
intern
dari
Lex
Causae
Sejarah
Perkembangan
Hukum
Perdata
Internasional
§
Jikakitameniliksejarahsangatpanjangsekaliprosesyang
dialami
oleh
HPI
ini
sehingga
menjadi
HPI
yang
kita
kenal
sekarang,
oleh
karena
itu
dalam
pembahasan
ini
kita
akan
melihat
episode-‐episode
penting
saja
dalam
sejarah
HPI.
§
Secara
umum
awal
dari
timbulnya
HPI
karena
perkembangan
masyarakat
yang
saling
berhubungan,
dan
masyarakat-‐
masyarakat
yang
berhubungan
ini
memiliki
latar
belakang
yang
berbeda
sehingga
ketika
timbul
masalah
diantara
mereka
harus
ada
aturan
yang
menyelesaikan
masalah-‐masalah
tersebut.
§
Berdasarkankondisiitukitaakanmendiskusikanduafase
cikal
bakal
dari
perkembangan
HPI
yaitu:
1.
Era
kekaisaran
Romawi
2.
Statuta
Italia
Era
Kekaisaran
Romawi
§
Masa
kekaisaran
Romawi
dapat
dianggap
sebagai
awal
dari
perkembangan
hukum
perdata
internasional,
walaupun
dalam
kenyataan
peristiwa
yang
diaturnya
masih
jauh
dari
pengertian
dari
peristiwa
HPI
modern.
Pada
masa
kekaisaran
Romawi
ini
pola
hubungan
internasional
dalam
wujudnya
yang
sederhana
sudah
mulai
tampak
dengan
adanya
hubungan
antara:
a.
Warga
(Cives)
Romawi
dengan
penduduk
propinsi-‐propinsi
atau
municipia
(untuk
wilayah
italia,
kecuali
Roma)
yang
menjadi
bagian
dari
wilayah
kekaisaran
karena
pendudukan.
Penduduk
asli
propinsi-‐propinsi
ini
dianggap
sebagai
orang
asing
dan
ditundukkan
pada
hukum
mereka
sendiri.
b.
Penduduk
propinsi
atau
orang
asing
yang
berhubungan
satu
sama
lain
di
dalam
wilayah
kekaisaran
Romawi,
sehingga
masing-‐masing
pihak
dapat
dianggap
sebagai
subjek
hukum
dari
beberapa
yurisdiksi
yang
berbeda.
§
Berdasarkankondisidiataskitadapatmelihatadabeberapa
asas
HPI
yang
berkembang
pada
masa
itu
menjadi
asas
penting
dalam
HPI
modern
saat
ini,
antara
lain
adalah:
1.
Asas
Lex
Rei
Sitae
(Lex
Situs)
yang
berarti
perkara-‐perkara
yang
menyangkut
benda-‐benda
tidak
bergerak
(immovables)
tunduk
pada
hukum
dimana
benda
itu
berada.
2.
Asas
Lex
Domicilii
yang
menetapkan
bahwa
hak
dan
kewajiban
perorangan
harus
diatur
oleh
hukum
dari
tempat
seseorang
berkediaman
tetap.
Hal
yang
menjadi
persoalan
dalam
hukum
Romawi
adalah
kedudukan
seorang
dapat
dikaitkan
dengan
dua
posisi.
Pertama
kewargaan
(origo)
yang
dapat
ditentukan
karena
tempat
orang
tua
(ayah
atau
ibu),
adopsi,
penerimaan
atau
pemilihan.
Kedua
Domicil
adalah
komunitas
yang
telah
dipilih
seseorang
sebagai
tempat
kediaman
tetap.
Perbedaan
kondisi
ini
menyebabkan
persoalan
mengenai
hukum
mana
yang
harus
digunakan......
Origin
or
Domicil??
3.
Asas
Lex
Loci
Contractus
yang
menetapkan
bahwa
terhadap
perjanjian-‐
perjanjian
yang
melibatkan
pihak-‐pihak
warga
dari
propinsi
yang
berbeda
berlaku
hukum
dari
tempat
perbuatan
perjanjian.
Statuta
Italia
§
Jika
kita
berbicara
mengenai
teori
statuta
Italia
ini
tidak
dapat
dilepaskan
dari
nama
Bartolus
de
Sassoterato
(1315-‐1357)
sebagai
pencetus
teori
Statuta.
Dikarenakan
teorinya
dianggap
sebagai
teori
pertama
yang
mendekati
persoalan-‐persoalan
hukum
perselisihan
secara
metodik
dan
sistemik
maka
didalam
perkembangan
sejarah
HPI
(Eropa-‐kontinental).
Bartolus
sering
dijuluki
sebagai
bapak
HPI.
§
Berdasarkan
pengamatan
Bartolus
mengenai
statuta-‐statuta
kota
di
Italia
ia
kemudian
berkesimpulan
bahwa:
1.
Statuta-‐statuta
suatu
kota
dapat
diklasifikasikan
ke
dalam
dua
atau
tiga
kelompok
jenis
statuta
yaitu:
a.
Statuta-‐statuta
yang
berkenaan
dengan
kedudukan
hukum
atau
status
personal
orang,
yang
kemudian
dinamakan
STATUA
PERSONALIA
b.
Statuta-‐statuta
yang
berkenaan
dengan
status
benda
yang
dinamakan
STATUTA
REALIA
c.
Statuta-‐statuta
yang
berkenaan
dengan
perbuatan-‐perbuatan
hukum,
yang
kemudian
disebut
STATUTA
MIXTA.
2.
Setiap
jenis
Statuta
itu
dapat
ditentukan
lingkup
atau
wilayah
berlakunya
secara
tepat,
yaitu:
a.
Statuta
Personalia,
objek
pengaturannya
adalah
orang
dalam
persoalan-‐
persoalan
hukum
yang
menyangkut
pribadi
dan
keluarga.
b.
Statuta
Realia,
objek
pengaturannya
adalah
benda
dan
statuta
hukum
dari
benda.
c.
Statuta
Mixta,
adalah
statuta-‐statuta
yang
berkenaan
dengan
perbuatan-‐
perbuatan
hukum
oleh
subjek
hukum
atau
perbuatan-‐perbuatan
hukum
terhadap
benda-‐benda
termasuk
dalam
kategori
ini
adalah
statuta-‐statuta
yang
mengatur
tentang
perbuatan
melawan
hukum.
§
Dalam
menyelesaikan
sebuah
kasus
atau
biasa
disebut
sebagai
lex
Causae,
perkara-‐perkara
itu
dikualifikasikan
sebagai
berikut:
1.
Status
benda,
maka
lex
Causae
yang
digunakan
adalah
hukum
dari
tempat
dimana
benda
itu
terletak
(lex
Situs)
karena
hukum
dari
tempat
inilah
yang
paling
relevan
untuk
digunakan.
Dalam
perkembangan
dari
HPI,
pendekatan
Realia
ini
hanya
cocok
untuk
digunakan
dalam
perkara-‐perkara
yang
menyangkut
benda-‐benda
tetap
(immovables),
sedangkan
untuk
benda-‐benda
bergerak
(movables)
digunakan
asas
HPI
lain
yaitu,
Mobilia
Sequntuur
Personam.
2.
Status
orang/badan
hukum,
maka
lex
causae
yang
harus
digunakan
adalah
hukum
dari
tempat
dimana
orang
atau
subjek
hukum
itu
berkediaman
tetap
(lex
domicilii)
atau
berkewarganegaraan
(lex
patriae),
karena
hukum
dan
tempat
itulah
yang
dianggap
paling
“melekat”
pada
orang
atau
badan
hukum
tersebut.
3.
Status
perbuatan-‐perbuatan
hukum,
maka
lex
causae
yang
digunakan
adalah
hukum
dari
tempat
dimana
perbuatan
hukum
itu
dijalankan.
(lex
loci
actus).