Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin) & Aktivasi Kimia (Cold Cured Arylic)
Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin) & Aktivasi Kimia (Cold Cured Arylic)
Penyusun :
1. Alifiya Afita Sari (02191133049)
2. Visilmi Kaffah Putri Ayna (02191133050)
3. Kurnia Dwi Wulan (02191133051)
4. Rizentya Salsabila (02191133052)
5. Sesaria Junita Mega Rahma S. (02191133053)
6. Adinda Putri Salsabila (02191133054)
2) Proses polimerisasi/curing
Proses curing resin akrilik dilakukan sesuai dengan aturan pabrik
merek QC20:
a. Memasak air pada panci/dandang di atas kompor sampai mendidih (suhu
100˚C)
b. Kuvet yang telah diisi akrilik dan dalam keadaan dipres langsung
dimasukkan pada air mendidik 100˚C selama 20 menit
c. Kemudian api kompor dimatikan, ditunggu sampai air tidak panas lagi
(suhu ruang)
3) Deflasking
Setelah proses curing selesai, kuvet dibiarkan sampai dingin (suhu
ruang) kemudian kuvet dibuka, akrilik hasil curing diambil secara hati-hati
dengan menggunakan pisau malam.
2.2.2 Alat
a. Pot porselen/mixing jar
b. Pipet ukur
c. Timbangan
d. Pisau malam
e. Plastik cellophane
f. Kuvet logam
g. Press kuvet
h. Kuas
i. Mesin bur dengan mata bur
3. Hasil Praktikum
Pada praktikum ini kami melakukan praktikum menggunakan resin akrilik aktivasi
panas (Heat Cured Acrylic) dan resin akrilik aktivasi kimia (Cold Cured Acrylic). Untuk
percobaan menggunakan heat cured, kami membandingkan hasilnya berdasarkan pada fase
apa adonan heat cured tersebut masuk kedalam mould. Sampel dari percobaan menggunakan
heat cured berbentuk persegi panjang. Sedangkan untuk percobaan menggunakan self cured,
kami membuat denture base. Pada akhirnya, kami membandingkan antara sampel heat
cured dan self cured.
Percobaan menggunakan heat cured:
Kami menghitung waktu yang dibutuhkan resin akrilik heat cured untuk mencapai tiap
fasenya.
Sandy 0.51
Stringy 3.14
Dough 8.26
Rubbery 20.27
Stiff 49.37
4. Tinjauan Pustaka
a. Resin Akrilik
Resin adalah tersusun dari molekul yang sangat besar. Bentuk khusus dan
morfologi molekuler menentukan apakah resin tersebut merupakan serat, bahan yang
kaku, atau produk. Polimer memiliki dampak besar pada kedokteran gigi, dan sekarang
digunakan sebagaisealant (bahan profilaksis yang digunakan untuk menutup celah
terhadap masuknya kariogenik, bakteri), bahan ikatan, bahan restoratif, bahan pelapisan
gigi, gigi tiruan, dan bahan cetakan.( Philips, 2010 )
Resin akrilik saat ini masih merupakan pilihan untuk pembuatan plat gigi tiruan
lepasan karena harganya relatif murah, mudah direparasi ,proses pembuatannya mudah
dan menggunakan peralatan sederhana, serta memiliki warna stabil dan mudah dipoles.
Selain sebagai plat gigi tiruan, resin akrilik juga digunakan sebagai bahan reparasi.
Sebagai bahan plat gigi tiruan, resin akrilik harus mempunyai beberapa sifat, antara lain:
tidak beracun, tidak larut dalam cairan mulut, bahan penghantar panas yang rendah dan
mudah direparasi jika patah. Pembentukan resin akrilik terjadi ketika tercampurnya
monomer dan polimer serta terjadinya proses polimerisasi sampai terbentuk PMMA.
PMMA tersusun dari methyl metacrylate (MMA) monomer yang membentuk rantai dan
membentuk ikatan panjang polimer.
Berdasarkan cara polimerisasinya, resin akrilik terbagi menjadi 4 yaitu resin
akrilik heat cured, resin akrilik self cured, resin akrilik visible light cured, dan resin
akrilik microwave cured. Resin akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan memiliki kelebihan
dan kekurangan (Annusavice, 2004). Di dalam rongga mulut, resin akrilik akan
berinteraksi dengan substansi endogenik seperti enzim, saliva, protein, polisakarida dan
bakteria, serta substansi eksogenik seperti bahan makanan; penyerapan air oleh saliva;
tekanan oleh pengunyahan; fluktuasi suhu dan kimia selama proses makan. Perubahan
secara kimia, fisika dan biomekanika dari resin akrilik akan terjadi sehingga akan
semakin meningkatkan kerentanan resin akrilik polimerisasi dingin terhadap fraktur
(Bettencourt, 2010).
f. Manipulasi
Memanipulasinya yaitu :
1. Sandy stage adalah tahap saat terbentuknya campuran yang menyerupai pasir
basah, sedikit atau tidak ada interaksi pada tingkat molekuler.
2. Stringy stage, selama stringy stage atau tahap berserat monomer bereaksi masih di
permukaan butiran polimer. Tahap ini mempunyai ciri berserat atau lengket bila
disentuh atau ditarik.
3. Dough stage atau tahap adonan. Pada tahap ini , saat terbaik adonan untuk segera
dimasukkan ke dalam mould atau cetakan. Karena konsistensi adonan mudah
diangkat dan tidak lengket lagi.
4. Rubbery stage atau tahap seperti karet atau elastis. Secara visual, adonan
memantul bila ditekan atau diregangkan. Adonan tidak mengalir dengan bebas,
mengikuti bentuk cetakan atau wadahnya, adonan ini tidak dapat dibentuk dengan
teknik penekanan.
5. Stiff Stage akan terjadi, dan disebabkan karena penguapan monomer bebas. Secara
visual, adonan tampak sangat kering dan tahan terhadap deformasi mekanik.
(Manapalil 2010)
5. Pembahasan
a. Pengamatan hasil akrilik
Heat cured acrylic :
1) Porous terbentuk karena ada udara yang terjebak pada saat pengadukan,
kurangnya tekanan yang mengakibatkan adonan menjadi tidak padat sehingga
masih ada udara yang terjebak. Selain itu liquid yang menguap juga dapat
mengakibatkan porous Ada 2 jenis porositas yang dapat ditemukan yaitu
shrinkage porosity dan gaseous porosity. Shrinkage porosity terlihat seperti
gelembung dengan bentuk yang tidak beraturan bentuk dipermukaan resin
akrilik sedangkan gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang
uniform (seragam), biasanya terjadi terutama pada protesa yang tebal dan di
bagian yang lebih jauh dari sumber panas.
2) Sayap pada tepi akrilik disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam
membersihkan kelebihan resin akrilik. Pada saat pemotongan dibutuhkan
keterampilan dan alat pemotong yang sesuai agar hasil maksimal.
3) Permukaan akrilik kasar dan tidak rata, hal ini dikarenakan cetakan mould
yang kasar dan tidak rata. Hal ini bisa juga disebabkan karena pemakaian
CMS yang berlebihan pada permukaan mould karena menyebabkan
penumpukan CMS di sisi tertentu, hal ini bukan merupakan tindakan yang
tepat.
4) Permukaan akrilik kasar karena ada gipsum yang menempel pada hasil akhir
cetakan akrilik. Hal ini dapat dikarenakan oleh permukaan mould yang kurang
bersih saat akan digunakan sehingga masih ada sisa gipsum yang menempel.
5) Warna yang paling gelap adalah pada manipulasi Rubbery dan yang paling
terang pada manipulasi Stringy.
b. Diskusi
Kuvet dibuka masih panas akan mengakibatkan tangan sakit, selain itu kuvet yang
dibuka ketika masih panas akan mengakibatkan distorsi. Distori adalah perubahan dimensi
pada suatu benda yang terjadi karena pengaruh tegangan termal dimana tegangan termal
adalah tegangan yang terjadi karena perubahan suhu pada saat memasak resin akrilik pada
suhu 60˚C kemudian dinaikkan menjadi 100˚ maka akan mengalami kenaikan tegangan
termal pula. Dalam kondisi ini tegangan termal melebihi kekuatan tarik dari material resin
atau tensile streghtnya akan menyebabkan material tersebut retak. Sehingga pengambilan
material pada saat masih panas akan menyebabkan distori.
Suhu akrilik tidak boleh turun drastis karena ibarat gelas yang diberi air panas, suhu
yang turun drastis akan mengakibatkan gelas pecah. Pada saat resin akrilik suhunya turun
drastis akan mengakibatkan porositas. Pada tahap deflasking, air panas tidak ditunggu sampai
benar-benar dingin, tetapi dicampur dengan air dingin untuk mempercepat pendinginan air.
Hal ini akan menimbulkan porositas pada resin akrilik.
Monomer sisa adalah sejumlah monomer yang tidak habis bereaksi setelah
polimerisasi selesai. Kandungan monomer sisa yang tinggi dapat menyebabkan iritasi atau
alergi terhadap jaringan rongga mulut. Monomer sisa meningkat jika perbandingan antara
cairan dan bubuk tidak sesuai. Monomer sisa dalam jumlah besar dapat mempengaruhi sifat
fisik polimer yang dihasilkan karena dapat bertindak sebagai plasticizer sehingga
menyebabkan plat resin akrilik menjadi lunak dan fleksibel. Pengurangan jumlah monomer
sisa dapat dilakukan dengan perendaman resin akrilik heat cured dalam air karena monomer
sisa dapat berdifusi ke dalam air. Menurut Tsuchiya et al, Vallittu et al, dan Shim dan Watts
(Cit, Golbidi) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah monomer sisa jika setelah
polimerisasi resin akrilik direndam dalam air. Berdasarkan penelitian Bural et al yaitu
perendaman resin akrilik heat cured dalam air selama 1–2 hari dapat menjadi rekomendasi
untuk mengurangi jumlah monomer sisa. Sedangkan hasil studi literatur Jorge et al
merekomendasi perendaman resin akrilik dalam air selama 24 jam untuk mengurangi jumlah
monomer sisa (Diansari, 2016).
Cold cured acrylic memliki kandungan monomer sisa yang lebih banyak daripada
heat cured acrylic. Pada cold cured resin akrilik, derajat polimerisasinya tidak sesempurna
seperti pada heat cured resin akrilik sehingga terdapat sejumlah besar monomer yang tidak
dapat bereaksi. Monomer ini dapat berperan menjadi plasticizer yang mengurangi kekuatan
denture resin dan membahayakan biokompatibilitas denture resin dengan jaringan mulut.
Selain itu, stabilitas warna cold cured resin akrilik lebih rendah daripada heat cured resin
akrilik dikarenakan adanya tertiary amine yang teroksidasi sehingga terjadi perubahan warna.
Perubahan warna ini dapat dikurangi dengan penambahan stabilizing agent. Meskipun
demikian, cold cured resin akrilik memberikan shrinkage yang lebih kecil daripada heat
cured resin akrilik sehingga memiliki akurasi dimensi yang tinggi (Anusavice, 2013).
Resin akrilik Pro base dan resin akrilik vertex berbeda. Resin akrilik Probase
digunakan untuk membuat basis gigi tiruan. Proses polimerisasinya membutuhkan waktu
yang sebentar (sekitar 30 menit). Sedangkan resin akrilik Vertex digunakan untuk reparasi
gigi tiruan, tidak bisa untuk membuat basisnya. Resin akrilik Vertex hasilnya juga lebih porus
dibandingkan Probase.
6. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, heat cured acrylic terbentuk porus karena adanya
udara yang terjebak dan liquid yang menguap, terdapat sayap tepi pada acrylic karena
kurangnya ketelitian dalam membersihkan kelebihan resin akrilik, permukaan acrylic kasar
dan tidak rata karena cetakan mould yang tidak rata dan ada gipsum yang menempel pada
hasil akhir cetakan akrilik, serta pada manipulasi rubbery berwarna gelap dan yang paling
terang pada manipulasi stringy. Sedangkan, pada cold cured acrylic tidak terbentuk porus,
terdapat sayap tepi pada acrylic karena kurangnya ketelitian dalam membersihkan kelebihan
resin akrilik, permukaan acrylic halus, serta memiliki bau yang lebih menyengat karena
adanya aktivator dimethyl p-toluidine.
Perbedaan prinsip heat cured dan cold cured dalam proses polimerisasi adalah reaksi
polimerisasi diaktivasi dengan bahan kimia dimethyl p-toluidin yang bereaksi dengan benzoil
peroksida dan terbentuk radikal bebas, reaksi selanjutnya sama, yang terjadi menghasilkan
panas atau eksotermik.
Berdasarkan hasil perbandingan dari tiga sampel heat cured acrylic fase stringy,
dough, serta rubbery, dapat disimpulkan bahwa fase dough adalah fase paling ideal untuk
moulding tekanan karena sifatnya yang plastis. Sedangkan fase stringy memiliki sifat yang
lengket sehingga susah dikeluarkan dari kuvet dan fase rubbery memiliki sifat elastis serta
tidak lagi mengalir dengan bebas sehingga lebih susah untuk dibentuk.
7. Daftar Pustaka
Agarwal M, Nayak A, Hallikerimath RB. A Study to Evaluate the Transverse Strength of
Repaired Acrylic Denture Resins with Conventional Heat-Cured, Autopolymerizing
and Microwave-Cured Resins: An in vitro study. J Indian Prosthodont Soc. 2008;8:
41-36.
Ajeng EM,Widaningsih,Anindita A.Pengaruh Perendaman Resin Akrilik Heat Cured dalam
Ekstrak Sargassum ilicifolium Sebagai Bahan Pembersih Gigi Tiruan Terhadap
Kekarasan Permukaan. Denta Jurnal Kedokteran Gigi. 2018;12(1)
Anusavice, K.J., 2003, Philips' Science of Dental Materials, 11th ed., h.165166;721-722, WB
Saunders, USA
Bettencourt, A.F., Neves, C.B., de Almeida, M.S., Pinheiro, L.M., Oliveira, S.A., Lopes,
L.P., Castro, M.F., 2010, Biodegradation of Acrylic Based Resins: A Review, Dent.
Mater., 26(5):e171 10
Manappalil, JJ. 2010. Basic Dental Materials. 3rd ed. Jaypee Brothers Medical Pub.
Ltd.,India.
Science of Dental Materials. 10th Ed. New Delhi: Elvesier; 2004. p. 9-75, 85-92,62-155, 6-
164, 6-734.
Lampiran