Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic


Resin) & Aktivasi Kimia (Cold Cured Arylic)
Kelompok : B8
Tgl. Praktikum : Selasa, 7 April 2020
Pembimbing : Moh. Yogiartono, drg,. M.Kes.

Penyusun :
1. Alifiya Afita Sari (02191133049)
2. Visilmi Kaffah Putri Ayna (02191133050)
3. Kurnia Dwi Wulan (02191133051)
4. Rizentya Salsabila (02191133052)
5. Sesaria Junita Mega Rahma S. (02191133053)
6. Adinda Putri Salsabila (02191133054)

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
1. Tujuan
a. Setelah praktikum, mahasiswa dapat memanipulasi resin akrilik aktivasi panas dan
aktivasi kimia dengan cara dan alat yang tepat.
b. Setelah praktikum, mahasiswa dapat mengamati tahap yang terjadi pada pencampuran
polimer dan monomer, yaitu fase sandy, fase stringy, fase dough, fase rubery, dan
fase stiff.
c. Setelah praktikum, mahasiswa dapat menganalisis hasil polimerisasi heat cured dan
cold cured acrylic resin
2. Cara Kerja
2.1 Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas dan Pengamatan Tahap Reaksi Fisik
2.1.1 Bahan
a. Bubuk polimer dan cairan monomer
b. Cairan Cold Mould Seal (CMS)
2.1.2 Alat
a. Kuvet yang telah dibuat cetakan (mould) dari gipsum keras (gipsum tipe 3)
b. Pot porselin
c. Pipet ukur/gelas ukur
d. Stopwatch
e. Kuas kecil
f. Kuvet logam
g. Timbangan digital
h. Press kuvet
i. Plastik/kertas cellophane
j. Pisau malam
k. Pisau model
2.1.3 Cara Kerja
1) Pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik (acrylic packing)
a. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing disiapkan di atas meja
praktikum
b. Permukaan mould dan sekitarnya diolesi dengan Cold Mould Seal (CMS)
memakai kuas sampai merata dan ditunggu sampai kering
c. Cairan monomer diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 2 ml (sesuai
aturan pabrik), kemudian dituangkan ke dalam pot porselen
d. Bubuk polimer ditimbang sebanyak 4 gr, kemudian dimasukkan ke dalam
pot porselen secara perlahan-lahan sampai polimer basah oleh monomer
e. Awal waktu pengadukan dihitung/dicatat dengan stopwatch. Campuran
polimer dan monomer diaduk dengan pisau malam pada bagian yang
tumpul sampai homogen, kemudian pot porselen ditutup. Fase sandy,
stringy, dough diamati dengan cara membuka tutup pot porselen, bila fase
dough belum tercapai maka pot porselen ditutup lagi. Setiap fase dicatat
waktunya
f. Tanda-tanda fase dough adalah tidak lengket apabila disentuh dengan
bagian tumpul dari pisau malam
g. Waktu tercapainya fase dough dicatat. Demikian selanjutnya fase rubery
dan stiff diamati setelah fase dough selesai (dari sisa adonan yang tidak
terpakai)
h. Setelah fase dough tercapai, adonan resin akrilik dimasukkan ke dalam
cetakan (mould) yang ada pada kuvet bawah
i. Permukaan adonan resin akrilik ditutup dengan plastik/kertas cellophane,
kemudian kuvet atas dipasang pada proses hidrolik. Setelah pengepresan,
kuvet dibuka, kertas cellophane/plastik diangkat, dan kelebihan resin
akrilik dipotong dengan menggunakan pisau model tepat pada tepi cetakan
(Press percobaan 1)
j. Selesai memotong kelebihan akrilik, dilakukan pengepresan lagi, masih
menggunakan plastik/kertas cellophan, kuvet dibuka dan kelebihan resin
akrilik dipotong lagi (Press pecobaan 2)
k. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan plastik/kertas cellophan,
kuvet atas dan bawah disatukan dan harus tepat dan harus rapat, kemudian
dipress dengan press hidrolik dan dipindahkan pada handpress

2) Proses polimerisasi/curing
Proses curing resin akrilik dilakukan sesuai dengan aturan pabrik
merek QC20:
a. Memasak air pada panci/dandang di atas kompor sampai mendidih (suhu
100˚C)
b. Kuvet yang telah diisi akrilik dan dalam keadaan dipres langsung
dimasukkan pada air mendidik 100˚C selama 20 menit
c. Kemudian api kompor dimatikan, ditunggu sampai air tidak panas lagi
(suhu ruang)

3) Deflasking
Setelah proses curing selesai, kuvet dibiarkan sampai dingin (suhu
ruang) kemudian kuvet dibuka, akrilik hasil curing diambil secara hati-hati
dengan menggunakan pisau malam.

2.2 Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Kimia Sebagai Denture Base


2.2.1 Bahan
a. Bubuk polimer dan cairan monomer (Pro Base)
b. Bubuk polimer dan cairan monomer (Hillon)
c. Cairan CMS
d. Malam perekat

2.2.2 Alat
a. Pot porselen/mixing jar
b. Pipet ukur
c. Timbangan
d. Pisau malam
e. Plastik cellophane
f. Kuvet logam
g. Press kuvet
h. Kuas
i. Mesin bur dengan mata bur

2.2.3 Cara Kerja


1) Resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan denture base
a. Bahan pengisian cetakan (mould) pada kuvet dengan adonan resin
akrilik/packing disiapkan
b. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing disiapkan
c. Permukaan mould dan sekitarnya diolesi dengan Cold Mould Seal (CMS)
memakai kuas sampai merata dan ditunggu sampai kering
d. Cairan monomer diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 2 ml (sesuai
aturan pabrik), kemudian dituangkan ke dalam pot porselen
e. Bubuk polimer ditimbang sebanyak 4 gr, kemudian dimasukkan ke dalam
pot porselen secara perlahan-lahan sampai polimer basah oleh monomer
f. Permukaan adonan resin akrilik ditutup dengan plastik/kertas cellophan,
kemudian kuvet atas dipasang dan dilakukan pengepresan. Setelah
pengepresan, kuvet dibuka, kertas cellophan/plastik diangkat, dan
kelebihan resin akrilik dipotong dengan menggunakan pisau model tepat
pada tepi cetakan
g. Dilakukan pengepresan kedua, masih menggunakan kertas cellophan, dan
kelebihan resin akrilik dipotong lagi
h. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan kertas cellophan, kuvet atas
dan bawah harus rapat kemudian dipindahkan pada pres masing-masing
i. Setelah dipress minimal 30 menit hasil akrilik diambil dari cetakan

3. Hasil Praktikum
Pada praktikum ini kami melakukan praktikum menggunakan resin akrilik aktivasi
panas (Heat Cured Acrylic) dan resin akrilik aktivasi kimia (Cold Cured Acrylic). Untuk
percobaan menggunakan heat cured, kami membandingkan hasilnya berdasarkan pada fase
apa adonan heat cured tersebut masuk kedalam mould. Sampel dari percobaan menggunakan
heat cured berbentuk persegi panjang. Sedangkan untuk percobaan menggunakan self cured,
kami membuat denture base. Pada akhirnya, kami membandingkan antara sampel heat
cured dan self cured.
Percobaan menggunakan heat cured:
        Kami menghitung waktu yang dibutuhkan resin akrilik heat cured untuk mencapai tiap
fasenya. 

Fase Menit ke-

Sandy 0.51

Stringy 3.14

Dough 8.26

Rubbery 20.27

Stiff 49.37

Tabel 1. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tiap fase

Gambar 1.1 Sampel heat cured


Percobaan menggunakan self cured:
        Berdasarkan aturan pabrik, self cured akan mencapai fase dough setelah 3-4 menit pada
23℃. Pada saat praktikum, suhu menunjukkan angka 26,7℃. Hal ini menyebabkan adonan
akan lebih cepat mencapai fase dough, sekitar waktu 2 menit saja dan juga mempercepat
working time.
Gambar 1.2 Sampel self cured

4. Tinjauan Pustaka
a. Resin Akrilik
Resin adalah tersusun dari molekul yang sangat besar. Bentuk khusus dan
morfologi molekuler menentukan apakah resin tersebut merupakan serat, bahan yang
kaku, atau produk. Polimer memiliki dampak besar pada kedokteran gigi, dan sekarang
digunakan sebagaisealant (bahan profilaksis yang digunakan untuk menutup celah
terhadap masuknya kariogenik, bakteri), bahan ikatan, bahan restoratif, bahan pelapisan
gigi, gigi tiruan, dan bahan cetakan.( Philips, 2010 )
Resin akrilik saat ini masih merupakan pilihan untuk pembuatan plat gigi tiruan
lepasan karena harganya relatif murah, mudah direparasi ,proses pembuatannya mudah
dan menggunakan peralatan sederhana, serta memiliki warna stabil dan mudah dipoles.
Selain sebagai plat gigi tiruan, resin akrilik juga digunakan sebagai bahan reparasi.
Sebagai bahan plat gigi tiruan, resin akrilik harus mempunyai beberapa sifat, antara lain:
tidak beracun, tidak larut dalam cairan mulut, bahan penghantar panas yang rendah dan
mudah direparasi jika patah. Pembentukan resin akrilik terjadi ketika tercampurnya
monomer dan polimer serta terjadinya proses polimerisasi sampai terbentuk PMMA.
PMMA tersusun dari methyl metacrylate (MMA) monomer yang membentuk rantai dan
membentuk ikatan panjang polimer.
Berdasarkan cara polimerisasinya, resin akrilik terbagi menjadi 4 yaitu resin
akrilik heat cured, resin akrilik self cured, resin akrilik visible light cured, dan resin
akrilik microwave cured. Resin akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan memiliki kelebihan
dan kekurangan (Annusavice, 2004). Di dalam rongga mulut, resin akrilik akan
berinteraksi dengan substansi endogenik seperti enzim, saliva, protein, polisakarida dan
bakteria, serta substansi eksogenik seperti bahan makanan; penyerapan air oleh saliva;
tekanan oleh pengunyahan; fluktuasi suhu dan kimia selama proses makan. Perubahan
secara kimia, fisika dan biomekanika dari resin akrilik akan terjadi sehingga akan
semakin meningkatkan kerentanan resin akrilik polimerisasi dingin terhadap fraktur
(Bettencourt, 2010).

b. Self Cured Acrylic


Resin akrilik self cured/cold cured merupakan resin akrilik yang polimerisasinya
menggunakan bahan kimia yaitu terdapat pada liquid nya berupa zat dimethyl p toluidine
sebagai activator bahan tersebut. Bahan resin akrilik self cured adalah bahan yang sering
digunakan untuk memperbaiki fraktur atau patah gigi tiruan, karena membutuhkan waktu
yang singkat dan dalam sekali kunjungan. Kriteria perbaikan protesa yang baik adalah
kekuatan yang memadai, warna yang sama dengan bahan asal, akurasi dimensi yang baik,
dan mengembalikan kekuatan asal protesa agar tidak fraktur di kemudian hari (Agarwal,
2008).
Resin akrilik self cured juga dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
sendok cetak khusus dan peranti ortodonti lepasan karena sifatnya yang biokompatibel
dan mudah dimanipulasi. Keunggulan dari resin akrilik self cured adalah keakuratan
dimensi yang baik, bentuk yang stabil, working time yang singkat, sifat konsistensi yang
optimum dan mudah dilakukan deflasking. Kekurangan dari resin akrilik self cured adalah
kestabilan warna yang kurang, derajat polimerisasi yang tidak sempurna, besar molekul
material yang lebih rendah, porositas yang besar dan besarnya jumlah monomer sisa.
Sehingga menyebabkan resin akrilik self cured mudah patah kembali apabila digunakan
sebagai bahan reparasi (Annusavice, 2004).
Komposisi Bahan Resin Akrilik Self Cured/Cold Cured
Polymer Polymethylmethacrylate beads
Initiator A peroxidase such as benzoyl peroxide
Powder
Salts of cadmium or iron or organic
Pigments
dyes
Monomer Methylmethacrylate
Cross Linking Agent Ethyleneglycoldimethacrylate
Liquid
Inhibitor Hydroquinone
Activator Ethyleneglycoldimethacrylate

c. Heat Cured Acrylik


Sejak pertengahan tahun 1940, mayoritas basis gigi tiruan telah dibuat menggunakan
resin Polymethyl methacrylate. Polymethyl methacrylate adalah padatan transparan yang
tidak berwarna. Untuk penggunaan dalam aplikasi gigi, polimer dapat diwarnai untuk
memberikan hampir semua warna, dan tingkat tembus pandang. Warna, karakteristik optik,
dan sifat dimensionalnya tetap stabil pada kondisi intraoral normal, dan sifat fisiknya terbukti
cukup memadai aplikasi gigi. Salah satu yang memutuskan keuntungan dari polymethyl
methacrylate adalah relatif mudah diproses. Bahan dasar gigi tiruan polymethyl methacrylate
biasanya sebagai sistem cair bubuk. Cairan tersebut mengandung sebagian besar methyl
methacrylate. Bila cairan dan bubuk dicampur dalam proporsi yang tepat, massa yang bisa
dibentuk terbentuk. Bahan dimasukkan ke dalam rongga cetakan yang terbentuk dengan
benar dan dipolimerisasi (Anusavice, et al, 2013, hal 475).
Resin akrilik tipe heat cured merupakan salah satu bahan basis gigi tiruan yang paling
banyak digunakan sampai saat ini. Energi termal yang diperlukan bahan ini untuk
berpolimerisasi diperoleh dengan melakukan pemanasan air di dalam wather bath.
Polimerisasi dicapai dengan aplikasi panas dan tekanan, serta dapat juga diperoleh dengan
melakukan pemanasan oven gelombang mikro. (Anusavice,et al, 2013, hal 475). Resin
akrilik tipe heat cured ini tersedia dalam bentuk powder dan liquid, serta ada juga yang dalam
bentuk gel. (Manappalil, 2010). Kelebihan resin akrilik heat cured antara lain tidak toksik,
tidak mengiritasi jaringan, memenuhi syarat estetik, stabilitas warna baik, dan perubahan
dimensi kecil. Kekurangannya antara lain adanya monomer sisa, mudah menyerap air, porus,
serta kurang tahan terhadap goresan dan abrasi. (Ajeng, et al,2018)
Komposisi Bahan Resin Akrilik Heat Cured (Manappalil, 2010).
Polymer Polymethylmethacrylate
Initiator Benzoyl peroxide
Powder
Compounds of mercuric sulfide,
Pigments
cadmium sulfide,etc
Monomer Methylmethacrylate
Cross Linking Agent Glycol dimethacrylate (1-2%)
Liquid
Inhibitor Hydroquinone (0.006%)
Activator Dibutyl phthalate

d. Light Cured Acrylic


Proses polimerisasi pada resin akrilik visible light cured adalah polimerisasi dengan
bantuan sinar tampak. Komposisi resin akrilik visible light cured ini hampir sama dengan
komposisi resin akrilik konvensional, tetapi lebih banyak bahan pengisi organiknya. Bahan
pengisi anorganiknya yang terdiri dari matrik uretan dimetakrilat ditambah sedikit mikrofin
silica untuk mengontrol reologi. Bahan pengisi terdiri dari serbuk resin dengan berbagai
bentuk dan ukuran.

e. Resin Akrilik Microwave Cured


Konsep utama dari polimerisasi resin akrilik heat cured gelombang mikro adalah
pemanasan microwave. Merupakan perubahan energi, bukan konduksi panas seperti pada
teknik polimerisasi konvensional. Keuntungan dari teknik ini mempunyai keakuratan dimensi
lebih baik dan dapat memproses resin akrilik dalam waktu yang lebih singkat. Jumlah
porusitas pada proses polimerisasi resin akrilik microwave cured yang mengandung metil
metakrilat lebih banyak daripada porusitas pada resin akrilik polimerisasi konvensional.

f. Manipulasi
Memanipulasinya yaitu :
1. Sandy stage adalah tahap saat terbentuknya campuran yang menyerupai pasir
basah, sedikit atau tidak ada interaksi pada tingkat molekuler.
2. Stringy stage, selama stringy stage atau tahap berserat monomer bereaksi masih di
permukaan butiran polimer. Tahap ini mempunyai ciri berserat atau lengket bila
disentuh atau ditarik.
3. Dough stage atau tahap adonan. Pada tahap ini , saat terbaik adonan untuk segera
dimasukkan ke dalam mould atau cetakan. Karena konsistensi adonan mudah
diangkat dan tidak lengket lagi.
4. Rubbery stage atau tahap seperti karet atau elastis. Secara visual, adonan
memantul bila ditekan atau diregangkan. Adonan tidak mengalir dengan bebas,
mengikuti bentuk cetakan atau wadahnya, adonan ini tidak dapat dibentuk dengan
teknik penekanan.
5. Stiff Stage akan terjadi, dan disebabkan karena penguapan monomer bebas. Secara
visual, adonan tampak sangat kering dan tahan terhadap deformasi mekanik.
(Manapalil 2010)

5. Pembahasan
a. Pengamatan hasil akrilik
Heat cured acrylic :
1) Porous terbentuk karena ada udara yang terjebak pada saat pengadukan,
kurangnya tekanan yang mengakibatkan adonan menjadi tidak padat sehingga
masih ada udara yang terjebak. Selain itu liquid yang menguap juga dapat
mengakibatkan porous Ada 2 jenis porositas yang dapat ditemukan yaitu
shrinkage porosity dan gaseous porosity. Shrinkage porosity terlihat seperti
gelembung dengan bentuk yang tidak beraturan bentuk dipermukaan resin
akrilik sedangkan gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang
uniform (seragam), biasanya terjadi terutama pada protesa yang tebal dan di
bagian yang lebih jauh dari sumber panas.
2) Sayap pada tepi akrilik disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam
membersihkan kelebihan resin akrilik. Pada saat pemotongan dibutuhkan
keterampilan dan alat pemotong yang sesuai agar hasil maksimal.
3) Permukaan akrilik kasar dan tidak rata, hal ini dikarenakan cetakan mould
yang kasar dan tidak rata. Hal ini bisa juga disebabkan karena pemakaian
CMS yang berlebihan pada permukaan mould karena menyebabkan
penumpukan CMS di sisi tertentu, hal ini bukan merupakan tindakan yang
tepat.
4) Permukaan akrilik kasar karena ada gipsum yang menempel pada hasil akhir
cetakan akrilik. Hal ini dapat dikarenakan oleh permukaan mould yang kurang
bersih saat akan digunakan sehingga masih ada sisa gipsum yang menempel.
5) Warna yang paling gelap adalah pada manipulasi Rubbery dan yang paling
terang pada manipulasi Stringy.

Cold cured acrylic :


1) Terdapat sayap pada tepi akrilik disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam
membersihkan kelebihan resin akrilik. Pada saat pemotongan dibutuhkan
keterampilan dan alat pemotong yang sesuai agar hasil maksimal.
2) Permukaan akrilik halus
3) Tidak porus
4) Bau lebih menyengat disebabkan adanya aktivator yaitu dimethyl p-toluidine.
Proses ini terjadi pada tahap inisiasi dan aktivasi yang membutuhkan
penggerak berupa radikal bebas. Pada reaksi ini, benzoil peroksida dapat
membentuk dua radikal bebas yang akan menggerakkan terjadinya
polimerisasi dan disebut inisiator yang diaktifkan dengan cara menguraikan
peroksida melalui pemanasan atau pemberian zat kimia lain, misalnya
dimethyl p-toluidine.

b. Diskusi

1) Menjelaskan proses polimerisasi akrilik


a) Induksi
Induksi merupakan masa permulaan berubahnya molekul dari inisiator
menjadi bergerak atau bertenaga, dan memulai memindahkan energi pada molekul
monomer. Proses polimerisasi induksi umumnya teraktivasi melalui salah satu
dari tiga proses yaitu panas, sinar dan kimia. Kebanyakan resin basis gigi tiruan
terpolimerisasi dengan aktivasi panas. Masa induksi dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya suhu.
b) Propagasi
Propagasi merupakan tahap pembentukan rantai yang terjadi karena
adanya pengaktifan monomer. Kemudian terjadi reaksi antara monomer dengan
radikal bebas. Karena diperlukan sedikit energi begitu terjadi pertumbuhan, proses
terus berlanjut dengan kecepatan tertentu. Secara teoritis, reaksi rantai harus
berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua monomer telah menjadi
polimer.
c) Terminasi
Terminasi terjadi karena adanya reaksi antara radikal bebas 2 rantai yang
sedang tumbuh sehingga terbentuk molekul yang stabil. Reaksi rantai dapat
diakhiri, baik dengan penggabungan langsung atau pertukaran atom hidrogen dari
satu rantai yang tumbuh ke rantai yang lain.

2) Membedakan proses polimerisasi heat cured dan cold cured


Perbedaan prinsip heat cured dan cold cured adalah reaksi polimerisasi
diaktivasi dengan bahan kimia dimethyl p-toluidin yang bereaksi dengan benzoil
peroksida dan terbentuk radikal bebas, reaksi selanjutnya sama, yang terjadi
menghasilkan panas atau eksotermik.

3) Membedakan hasil pengamatan


Pada praktikum ini dilakukan 3 variasi packing resin akrilik aktivasi panas
atau heat cured, yaitu packing pada fase stringy, dough, dan rubbery. Percobaan
pertama campuran antara polimer dan monomer dimasukkan ke dalam mould saat
fase stringy, percobaan kedua campuran dimasukkan ke dalam mould saat fase dough,
sedangkan percobaan ketiga campuran dimasukkan ke dalam mould saat fase rubbery.
Ketiga percobaan ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan sifat, ciri fisik, serta
memilih yang terbaik diantara ketiganya.
Percobaan pertama resin akrilik heat cured dengan packing pada fase stringy,
fase sandy dimulai pada menit ke 0,51, memulai fase stringy pada menit ke 3,14, pada
saat ini mulai dilakukan packing dengan menuangkan adonan ke cetakan. Lalu
perhitungan fase selanjutnya diamati dari kelebihan adonan yang masih menempel
pada pot porselin. Pada fase stringy, kelebihan adonan sukar untuk dihilangkan karena
pada fase ini adonan bersifat lengket. Ciri-ciri fase stringy adalah campuran yang
sudah timbul serat. Karena pengaplikasiannya sebelum fase dough, maka terbentuk
permukaan yang kasar, mengalami porus cukup banyak,muncul bintil, terbentuk
sedikit sayap, dan warna yang paling terang dibanding hasil dari kedua fase yang lain.
Pada percobaan kedua, fase stringy pada menit ke 3,14. Fase dough pada
menit ke 8,26, pada fase ini dilakukan packing dengan mulai memasukkan adonan ke
dalam cetakan. Lalu perhitungan fase selanjutnya diamati dari kelebihan adonan yang
masih menempel pada pot porselin. Pada fase dough, adonan akrilik mudah dibentuk
dan kelebihannya mudah dibersihkan menggunakan pisau model karena pada fase ini
adonan memiliki tidak lengket saat disentuh. Pada fase ini masih terdapat porus,
masih terdapat bintil, tekstur permukaan sedang, sayap yang terbentuk tidak terlalu
banyak, dan warna sedang.
Pada percobaan ketiga, fase stringy pada menit ke 3,14, fase dough pada menit
ke 8,26. Fase rubbery terjadi pada menit ke 20,27, pada fase ini dilakukan packing
dengan mulai memasukkan adonan ke dalam cetakan. Lalu perhitungan fase
selanjutnya diamati dari kelebihan adonan yang masih menempel pada pot porselin.
Kemudian fase stiff pada menit ke 49,37.Ciri dari fase rubbery sendiri adalah
campuran antara polimer dan monomer bersifat elastis. Pada fase ini, kelebihan
adonan mudah untuk dihilangkan karena adonan sudah tidak lengket. Pada fase ini
terdapat banyak sayap yang areanya cukup lebar, masih terdapat bintil, tekstur
permukaannya halus, warnanya paling gelap dibandingkan pada dua fase yang lain.
Setelah ketiga percobaan di atas dimasukkan ke dalam mould (sesuai fase-fase
percobaan), akan ada pengepresan dengan menggunakan kuvet selama 3 kali. Dalam
setiap pengepresan, akan dihasilkan sayap di hasil cetakannya yang harus segera
dipotong dan dibersihkan agar tidak mengeras dan menjadi resin akrilik. Setelah tahap
pressing sudah dilakukan sebanyak 3 kali, ketiga percobaan akan dimasukkan ke
dalam air panas bersama kuvet sampai ke tahap deflasking. Padatahapini, air panas
tidak ditunggu sampai dingin dengan sendirinya. Namun harus diberi air dingin untuk
mempercepat pendinginan air, Hal ini bertujuan untuk mempercepat waktu percobaan
sehingga ketiga percobaan di atas dapat berada pada fase polimerisasi awal yang
sama.

Kuvet dibuka masih panas akan mengakibatkan tangan sakit, selain itu kuvet yang
dibuka ketika masih panas akan mengakibatkan distorsi. Distori adalah perubahan dimensi
pada suatu benda yang terjadi karena pengaruh tegangan termal dimana tegangan termal
adalah tegangan yang terjadi karena perubahan suhu pada saat memasak resin akrilik pada
suhu 60˚C kemudian dinaikkan menjadi 100˚ maka akan mengalami kenaikan tegangan
termal pula. Dalam kondisi ini tegangan termal melebihi kekuatan tarik dari material resin
atau tensile streghtnya akan menyebabkan material tersebut retak. Sehingga pengambilan
material pada saat masih panas akan menyebabkan distori.
Suhu akrilik tidak boleh turun drastis karena ibarat gelas yang diberi air panas, suhu
yang turun drastis akan mengakibatkan gelas pecah. Pada saat resin akrilik suhunya turun
drastis akan mengakibatkan porositas. Pada tahap deflasking, air panas tidak ditunggu sampai
benar-benar dingin, tetapi dicampur dengan air dingin untuk mempercepat pendinginan air.
Hal ini akan menimbulkan porositas pada resin akrilik.
Monomer sisa adalah sejumlah monomer yang tidak habis bereaksi setelah
polimerisasi selesai. Kandungan monomer sisa yang tinggi dapat menyebabkan iritasi atau
alergi terhadap jaringan rongga mulut. Monomer sisa meningkat jika perbandingan antara
cairan dan bubuk tidak sesuai. Monomer sisa dalam jumlah besar dapat mempengaruhi sifat
fisik polimer yang dihasilkan karena dapat bertindak sebagai plasticizer sehingga
menyebabkan plat resin akrilik menjadi lunak dan fleksibel. Pengurangan jumlah monomer
sisa dapat dilakukan dengan perendaman resin akrilik heat cured dalam air karena monomer
sisa dapat berdifusi ke dalam air. Menurut Tsuchiya et al, Vallittu et al, dan Shim dan Watts
(Cit, Golbidi) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah monomer sisa jika setelah
polimerisasi resin akrilik direndam dalam air. Berdasarkan penelitian Bural et al yaitu
perendaman resin akrilik heat cured dalam air selama 1–2 hari dapat menjadi rekomendasi
untuk mengurangi jumlah monomer sisa. Sedangkan hasil studi literatur Jorge et al
merekomendasi perendaman resin akrilik dalam air selama 24 jam untuk mengurangi jumlah
monomer sisa (Diansari, 2016).
Cold cured acrylic memliki kandungan monomer sisa yang lebih banyak daripada
heat cured acrylic. Pada cold cured resin akrilik, derajat polimerisasinya tidak sesempurna
seperti pada heat cured resin akrilik sehingga terdapat sejumlah besar monomer yang tidak
dapat bereaksi. Monomer ini dapat berperan menjadi plasticizer yang mengurangi kekuatan
denture resin dan membahayakan biokompatibilitas denture resin dengan jaringan mulut.
Selain itu, stabilitas warna cold cured resin akrilik lebih rendah daripada heat cured resin
akrilik dikarenakan adanya tertiary amine yang teroksidasi sehingga terjadi perubahan warna.
Perubahan warna ini dapat dikurangi dengan penambahan stabilizing agent. Meskipun
demikian, cold cured resin akrilik memberikan shrinkage yang lebih kecil daripada heat
cured resin akrilik sehingga memiliki akurasi dimensi yang tinggi (Anusavice, 2013).
Resin akrilik Pro base dan resin akrilik vertex berbeda. Resin akrilik Probase
digunakan untuk membuat basis gigi tiruan. Proses polimerisasinya membutuhkan waktu
yang sebentar (sekitar 30 menit). Sedangkan resin akrilik Vertex digunakan untuk reparasi
gigi tiruan, tidak bisa untuk membuat basisnya. Resin akrilik Vertex hasilnya juga lebih porus
dibandingkan Probase.
6. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, heat cured acrylic terbentuk porus karena adanya
udara yang terjebak dan liquid yang menguap, terdapat sayap tepi pada acrylic karena
kurangnya ketelitian dalam membersihkan kelebihan resin akrilik, permukaan acrylic kasar
dan tidak rata karena cetakan mould yang tidak rata dan ada gipsum yang menempel pada
hasil akhir cetakan akrilik, serta pada manipulasi rubbery berwarna gelap dan yang paling
terang pada manipulasi stringy. Sedangkan, pada cold cured acrylic tidak terbentuk porus,
terdapat sayap tepi pada acrylic karena kurangnya ketelitian dalam membersihkan kelebihan
resin akrilik, permukaan acrylic halus, serta memiliki bau yang lebih menyengat karena
adanya aktivator dimethyl p-toluidine.
Perbedaan prinsip heat cured dan cold cured dalam proses polimerisasi adalah reaksi
polimerisasi diaktivasi dengan bahan kimia dimethyl p-toluidin yang bereaksi dengan benzoil
peroksida dan terbentuk radikal bebas, reaksi selanjutnya sama, yang terjadi menghasilkan
panas atau eksotermik.
Berdasarkan hasil perbandingan dari tiga sampel heat cured acrylic fase stringy,
dough, serta rubbery, dapat disimpulkan bahwa fase dough adalah fase paling ideal untuk
moulding tekanan karena sifatnya yang plastis. Sedangkan fase stringy memiliki sifat yang
lengket sehingga susah dikeluarkan dari kuvet dan fase rubbery memiliki sifat elastis serta
tidak lagi mengalir dengan bebas sehingga lebih susah untuk dibentuk.
7. Daftar Pustaka
Agarwal M, Nayak A, Hallikerimath RB. A Study to Evaluate the Transverse Strength of
Repaired Acrylic Denture Resins with Conventional Heat-Cured, Autopolymerizing
and Microwave-Cured Resins: An in vitro study. J Indian Prosthodont Soc. 2008;8:
41-36.
Ajeng EM,Widaningsih,Anindita A.Pengaruh Perendaman Resin Akrilik Heat Cured dalam
Ekstrak Sargassum ilicifolium Sebagai Bahan Pembersih Gigi Tiruan Terhadap
Kekarasan Permukaan. Denta Jurnal Kedokteran Gigi. 2018;12(1)
Anusavice, K.J., 2003, Philips' Science of Dental Materials, 11th ed., h.165166;721-722, WB
Saunders, USA
Bettencourt, A.F., Neves, C.B., de Almeida, M.S., Pinheiro, L.M., Oliveira, S.A., Lopes,
L.P., Castro, M.F., 2010, Biodegradation of Acrylic Based Resins: A Review, Dent.
Mater., 26(5):e171 10
Manappalil, JJ. 2010. Basic Dental Materials. 3rd ed. Jaypee Brothers Medical Pub.
Ltd.,India.
Science of Dental Materials. 10th Ed. New Delhi: Elvesier; 2004. p. 9-75, 85-92,62-155, 6-
164, 6-734.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai