Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi penyebab utama kesehatan yang

buruk (WHO, 2019). Bakteri Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

sepertiga dari penduduk di dunia (Mustafa, 2009). Diantara mereka yang

terinfeksi, 9,3 juta orang dengan TB aktif dan 1,8 juta orang yang meninggal

karena TB setiap tahunnya. Upaya yang dilakukan saat ini untuk mengurangi

masalah global TB, difokuskan pada peningkatan diagnosis dan vaksin yang

efektif (Jiang et al, 2013).

Menurut laporan WHO dalam Global Tuberculosis Report (2019),

Tuberkulosis (TB) merupakan satu dari 10 penyebab kematian di dunia. Secara

global, terdapat sekitar 10 juta (kisaran 9,0–11,1 juta) orang jatuh sakit dengan

penyakit TB, sekitar 1,2 juta (kisaran 1,1-1,3 juta) kematian penyakit TB

dikalangan orang HIV-negatif dan tambahan 251.000 (kisaran 223.000– 281.000)

diantaranya HIV-positif. Penyakit TB mampu memengaruhi orang dari semua

jenis kelamin dan semua kelompok umur, pada pria sebanyak 5,7 juta, wanita

sebanyak 3,2 juta, anak-anak (usia < 15 tahun) sebanyak 1,1 juta dan diantara

semua kasus TB, 8,6% adalah orang dengan penderita HIV.

Secara global, angka kasus TB mencapai 10,4 juta (8,8 juta–12 juta) yang

setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden

kasus TB tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan dengan

Indonesia menempati posisi kedua setelah India. Sebagian besar estimasi insiden

TBC tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) yaitu

45%, dan sebanyak 25% terjadi di kawasan Afrika (Kemenkes RI, 2018).
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun

2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC

tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.

Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3

kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di

negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar

pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum

obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok

sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok

(Kemenkes RI, 2018).

Vaksinasi merupakan suatu tindakan pencegahan tuberkulosis (TB), guna

meningkatkan ketahanan tubuh sehingga mampu mempertahankan diri terhadap

penyakit. Vaksin terhadap tuberkulosis (TB) umumnya yang digunakan yaitu

vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Vaksin ini dikembangkan pertama kali

sejak tahun 1921 oleh Albert Calmette dan Camille Guerin. Vaksin ini telah

diproduksi pada beberapa laboratorium dunia dan dinilai masih memiliki tingkat

perlindungan yang berdampak besar pada pengendalian TB (Barreto et al, 2006).

Berdasarkan beberapa uji klinis yang dilakukan para ahli, perlindungan

vaksin BCG terhadap TB paru menunjukkan tingkat keberhasilan antara 0 hingga

80%. Uji klinis di Madras, India, dilakukan untuk menilai efikasi vaksin BCG dan

menunjukkan tidak ada perlindungan terhadap TB dewasa. Secara keseluruhan,

vaksin BCG lebih efektif dalam memberikan perlindungan terhadap meningitis

TB anak dan TB milier secara konsisten lebih tinggi yaitu lebih dari 50% di

semua studi. Vaksin BCG umumnya diberikan pada bayi yang baru lahir. Namun,

analisis yang dilakukan mengungkapkan perlindungan yang menurun dari 84%


hingga 59% dalam lima tahun pertama, sehingga tidak lagi menunjukkan adanya

khasiat perlindungan. Beberapa studi kasus juga telah dilakukan oleh para ahli,

bahwa vaksin BCG juga tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif

terhadap penderita HIV-positif (Barreto et al, 2006).

Pencarian vaksin Mycobacterium tuberculosis yang reaktif terhadap

penderita TB masih terus dilakukan untuk pencegahan kasus TB yang meningkat.

Menurut penelitian yang dilakukan Mustafa (2009), salah satu protein dari

Mycobacterium tuberculosis yang disekresikan paling melimpah adalah protein

MPT63 yang dikode oleh Rv 1926c. MPT63 dinilai mampu membangkitkan

respon imun humoral pada kelinci percobaan yang telah terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis. MPT63 juga mampu menginduksi proliferasi dan

IFN-γ terlepas dari sel mononuklear darah perifer terhadap pasien tuberkulosis

(TB) dan dapat menginduksi reaktivitas sel Th1. MPT63 yang dikode oleh

Rv 1926c juga bersifat imunoreaktif terhadap antibodi hewan dan manusia

sehingga dinilai berpotensi sebagai vaksin DNA.

Polimorfisme gen atau variasi genetik dapat dideteksi dengan baik seiring

dengan kemajuan pesat di bidang biologi molekuler yang memberikan

kesempatan baru dalam usaha mendeteksi variasi geneteik tersebut sebagai dasar

peningkatan mutu genetik. Salah satu teknik yang digunakan dalam mendeteksi

variasi genetik yaitu PCR (Polymerase Chain Reaction). Dengan ditemukannya

teknik PCR ini, maka penanda genetik dapat dideteksi secara lebih cepat dan

akurat. Kemudian dilanjutkan dengan sekuensing guna mendapatkan hasil dalam

bentuk kromatogram.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah penelitian ini untuk

mengetahui adanya polimorfisme gen Rv 1926c yang mengkode MPT63 dari


Mycobacterium tuberculosis sebagai kandidat vaksin tuberkulosis (TB) dengan

menggunakan sekuensing. Dihasilkannya gen tersebut diharapkan dapat

memberikan perlindungan yang efektif sehingga dapat mengurangi angka

penyakit tuberkulosis (TB) aktif.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya

polimorfisme gen Rv 1926c dengan menggunakan sekuensing sebagai kandidat

vaksin terhadap tuberkulosis aktif.

I.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi efektivitas gen

Rv 1926c yang mengkode MPT63 sebagai kandidat vaksin terhadap tuberkulosis

aktif dengan melakukan sekuensing.

Anda mungkin juga menyukai