Anda di halaman 1dari 16

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, dibahas mengenai hasil pengumpulan data tentang pengaruh
kombinasi posisi tropod dan Respiratory Muscles Stretching terhadap saturasi
oksigen pada pasien Asma Bronkial di RSUD Grati, Pasuruan. Data disampaikan
dalam bentuk tabel dan narasi yang meliputi data umum dan data khusus. Data
umum menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik demografi
responden penelitian (jenis kelamin, umur, riwayat pekerjaan, riwayat merokok
dan lama merokok). Data khusus menjelaskan tentang variabel yang diukur
berkaitan dengan pengaruh kombinasi posisi Tripod dan Respiratory Muscles
Stretching terhadap saturasi oksigen pada pasien Asma Bronkial.

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


RSUD Grati Pasuruan adalah Instansi Pemerintah yang mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, pendidikan, penelitian dan
pengembangan teknologi bidang kesehatan. Rumah Sakit ini bertempat di Jalan
Raya Grati No 199 Ranu klindungan Kec. Grati Kab.Pasuruan 67184, Indonesia.
Lokasi RSUD Grati Pasuruan sangat strategis yaitu di pertigaan Semambung jalan
utama Banyuwangi-Surabaya masuk di pertigaan semambung sekitar 3km dekat
dengan tol arah malang. Adapun fungsinya: Pelayanan Medis, Pelayanan
Penunjang Medis dan Non Medis, Pelayanan dan Asuhan Keperawatan,
Pelayanan Rujukan, Pendidikan dan Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
serta penapisan teknologi bidang kesehatan, pelayanan administrasi umum dan
keuangan, Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD Grati Pasuruan. IGD RSUD Grati
Pasuruan adalah salah satu unit dalam rumah sakit Grati yang menyidiakan
penanganan awal pasien,sesuai dengan tingkat kegawatannya. Seorang petugas
skrining akan memilih pasien dalam kelompok triase, adapun kelompok triase
tersebut terdiri dari triase merah,triase kuning triase hijau dan triase hitam. Di
IGD Grati Pasuruan terdiri dari 3 triase yaitu triase merah terdapat bed ,triase
kuning bed triase hijau bed dan terdapat ruang isolasi terdapat 2 bed. Jumlah
tenaga kesehatan yang tersedia di IGD Grati sebanyak 25 orang, yaitu 1 orang
kepala ruang, 3 orang ketua tim, 21 perawat dan 1 orang tata usaha. Dengan
perbandingan 20 orang DIII Keperawatan dan 2 orang S1 Keperawatan.
Pembagian shift pagi berjumlah 9 orang, siang 7 orang dan malam 7 orang.
IGD Grati Pasuruan yang digunakan sebagai penelitian. Berdasarkan
wawancara dengan perawat ruangan, penatalaksanaan pada pasien Asma Bronkial
di IGD RSUD Grati Pasuruan yaitu dengan pemasangan oksigen, nebulizer,
pemberian obat dan pemberian posisi semi fowler. Namun, belum terlihat adanya
pemberian tindakan non farmakologi sebagai terapi pendukung seperti pemberian
posisi tripod dan latihan pernafasan Respiratory muscles stritching.
4.2 Karakteristik Dasar Sampel
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSUD Grati Pasuruan, periode 25 November 2019 – 18 Januari
2020

Jenis Kelamin Frequency Percent


Laki-laki 19 61,3
Perempuan 12 38,7
Total 31 100,0

Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar sampel berjenis kelamin Laki- laki
sebanyak 19 orang (61,3%).

4.2.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur di
RSUD Grati Pasuruan, periode 25 November 2019 – 18 Januari 2020.
Klasifikasi Umur Frequency Percent
18 1 3.2
20 1 3.2
21 1 3.2
28 3 9.7
29 1 3.2
30 1 3.2
31 2 6.5
32 1 3.2
33 1 3.2
34 1 3.2
36 1 3.2
37 1 3.2
38 1 3.2
40 1 3.2
41 1 3.2
43 1 3.2
46 1 3.2
48 2 6.5
49 1 3.2
51 1 3.2
54 1 3.2
55 2 6.5
56 1 3.2
62 1 3.2
70 1 3.2
72 1 3.2
Total 31 100,0

Tabel 4.2 menunjukkan rentang umur paling banyak pada pasien Asma Bronkial
pada umur 28 tahun yaitu sebanyak 3 orang 97%

4.2.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat


Pekerjaan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat
Pekerjaan di RSUD Garti Pasuruan, periode 25 November 2019 – 18 Januari
2020

Pekerjaan Frequency Frequency


kuli 1 3.2
Kuli 3 9.7
Pabrik 6 19.4
Pedagang 3 9.7
penjahit 1 3.2
petani 1 3.2
Petani 9 29.0
TB 7 22.6
Total 31 100.0

Tabel 4.3 menunjukkan riwayat pekerjaan responden paling banyak sebagai


petani yaitu sebanyak 9 orang (29,0 %).
4.2.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat
Merokok
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat
Merokok di RSUD Grati Pasuruan, periode 25 November 2019 – 18 Januari
2020

Riwayat Merokok Frequency Percent


Merokok 19 61.3
Tidak Merokok 12 38.7
Total 31 100.0

Tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan


jumlah 19 orang (61,3%) dan sisanya tidak merokok sebanyak 12 orang
(38,7%).
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Saturasi Oksigen Sebelum Dilakukan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching
Tabel 4.5 Saturasi Oksigen Sebelum Dilakukan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stertching di RSUD Grati Pasuruan, periode 25
November 2019 – 18 Januari 2020

Pre N Mean Min Max Std.Deviation


SO2 31 92.32 88 94 1.620

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan nilai SO2 sebelum pemberian kombinasi


posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stretching pada pasien Asma Bronkial
yang berjumlah 31 orang didapatkan hasil, minimal 88 % dan maksimal 94 %
4.3.2 Saturasi Oksigen Setelah Dilakukan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching
Tabel 4.6 Saturasi Oksigen Setelah Dilakukan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching di RSUD Grati Pasuruan, periode 25
November 2019 – 18 Januari 2020

Post 1 N Mean Min Max Std.Deviation


SO2 31 93,71 90 96 1,553

Post 2 N Mean Min Max Std.Deviation

SO2 31 94,52 91 97 1,630

Post 3 N Mean Min Max Std.Deviation


SO2 31 94,81 92 97 1,470

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan nilai SO2 setelah pemberian kombinasi


posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stretching pada pasien Asma Bronkial
yang berjumlah 31 orang diberi perlakuan yang sama dan pengukuran yang sama
selama 3 kali pengukuran didapatkan hasil minimal post 1, 2, 3 dengan hasil 90
, 91, 92 % dan maksimal post 1, 2, 3 dengan hasil 96, 97, 97 % dengan rata-rata
sebesar 94,34%.

4.3.3 Menganalisis Pengaruh Kombinasi Posisi Tripod dan Respiratory


Muscles Stretching terhadap Saturasi Oksigen pada Pasien Asma
Bronkial
Tabel 4.7 Saturasi Oksigen Pre Test, Post Test dan Selisih Pre-Post Test
Kombinasi Posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stretching di RSUD Grati
Pasuruan, periode 25 November 2019 – 18 Januari 2020.

SO2 N Mean Min Max Std.Deviation


Pre Test 31 92.32 88 94 1.620
Post ke 1 31 93,71 90 96 1,553
Post ke 2 31 94,52 91 97 1,630
Post ke 3 31 94,81 92 97 1,470
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan selisih nilai arus puncak ekspirasi antara
sebelum dan sesudah pemberian kombinasi posisi Tripod dan Respiratory
Muscles Stretching pada pasien Asma Bronkial yang berjumlah 31 orang
diperoleh rata-rata selisih 2,02% dengan minimal selisih 0 % dan maksimal
selisih 5%
Tabel 4.8 Tabel Pengaruh Kombinasi Posisi Tripod dan Respiratory Muscles
Stertching terhadap Saturasi Oksigen di RSUD Grati Pasuruan, periode 25
November 2019 – 18 Januari 2020

Rerata (s.b) Selisih (s.b) Nilai p


Pre Test (n=31) 92,32
2,02 0.000
Post Test (n=31) 94,34
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan hasil uji paired t-test setelah intervensi
kombinasi posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stetching didapatkan hasil
Pvalve = 0,000 < 0,05 yang artinya ada pengaruh kombinasi posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching terhadap Saturasi Oksigen.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Saturasi Oksigen Sebelum Diberikan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching

Asma bronkial adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan yang disebabkan


penyempitan pada bronkus, sehingga ventilasi paru tidak optimal dan adanya
faktor pencetus yang merangsang tubuh menghasilakm antibody igE antibody
tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos ,edema mukosa serta
produksi mucus berlebihan yang akan menganggu saluran pernafasan yang
mempunyai gejala seperti sesak nafas yang disertai bunyi suara seperti meniup
pada saat mengeluarkan nafas (wheezing), dada terasa berat sehingga nafas tidak
teratur, adanya batuk disertai dahak yang lengket dan kental, sehingga
menyebabkan perasaan yang cemas dan gelisah. jika produksi dahak/ lendir yang
lengket dan kental meningkat bisa menyumbat bronchus sehingga ventilasi
alveolus berkurang. yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas sehingga
aliran oksigen ke paru-paru tidak maksimal, mengakibatkan saturasi oksigen
mengalami penurunan. Penurunan saturasi oksigen memberikan gambaran
peningkatan kebutuhan oksigen pada pasien asma Dan menyebabkan saluran
pernafasan menjadi sempit dan sesak nafas , nafas kemudian menjadi sulit
(dispenoe ). bila serangan asma tidak mereda (kronis) bisa menyebabkan serangan
semakin berat menjadi status asmaticus yang menimbulkan komplikasi jantung
dan bisa menyebabkan pasien meninggal (Herdyani,2013).
Adapun faktor yang mempengaruhi nilai Saturasi Oksigen antara lain usia,
jenis kelamin, riwayat merokok dan riwayat pekerjaan.
Pada Tabel 4.1 Distribusi frekuensi klien berdasarkan jenis kelamin pada klien
Asma Bronkial di IGD RSUD Grati Pasuruan menunjukkan sebagian besar
sampel didominasi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (61,3 %) dan
sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (38,7%). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Refi safitri, Annisa andriyani (2018)
Responden pada kelompok laki-laki sebanyak 18 pasien (55%). Jumlah tersebut
lebih besar apabila dibandingkan dengan jumlah pasien perempuan. Banyaknya
jumlah pasien laki-laki dibandingkan dengan perempuan karena dipengaruhi oleh
faktor lingkungan kerja. Sebagian besar pasien bekerja di pabrik-pabrik atau
dipenggergajian kayu, dan lingkungan tempat tinggal di jalan raya. Hal ini serah
dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustofa (2008) yang menyatakan
bahwa salah Satu faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit asma karena
alergi yang disebabkan lingkungan tempat tinggal pasien yang dekat dengan jalan
raya.

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan rentang umur paling banyak pada


pasien Asma Bronkial pada umur 28 tahun yaitu sebanyak 3 orang (9,7 %)).
Alasannya,penyakit asma mempunyai hubungan langsung dengan lingkungan
kerja. Sedangan mayoritas pekerjaan yaitu petani dan buruh pabrik. Faktor
faktor pencetus tersebut menimbulkan suatu predisposisi genetik terhadap alergi
sehingga orang yang bekerja selama bertahun-tahun rentan terhadap penyakit
asma. Pengertian tersebut didukung oleh penelitian Kurniawan (2008) yang
menyatakan bahwa kondisi lingkungan tempat tinggal yang ditempati individu
banyak debunya menimbulkan kerentanan penyakit asma pada usia individu
menjelang tua).
Fungsi paru akan menurun sesuai dengan pertambahan usia. Terjadinya
proses penuaan menyebabkan elastisitas alveoli menjadi berkurang, kelenjar
bronkhial semakin menebal, kapasitas paru menurun dan meningkatkan ruang
rugi (Guyton et al, 2007). Kekuatan otot maksimal terjadi pada usia 20-40 tahun
dan akan berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Menurut widodo
(2007) sejak masa anak-anak volume paru akan meningkat dan mencapai nilai
tertinggi pada umur 19 sampai 21 tahun. Setelah usia 30 tahun terjadi penurunan
kapasitas vital paru, namun penurunan akan cepat setelah usia 40 tahun.
Hasil penelitian didapatkan bahwa usia responden termasuk dalam
rentang mengalami penurunan dalam fungsi paru. Hal tersebut dapat
memunculkan suatu resiko penyakit asma dan mengakibatkan saturasi oksigen
penurunan karena seiring bertambahnya usia, elastisitas dinding dada, elastisitas
alveoli dan kapasitas paru mengalami penurunan serta akan terjadi penebalan
kelenjar bronkial.
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan riwayat pekerjaan responden paling
banyak sebagai petani yaitu sebanyak 9 orang (29,0%). Menurut Radon et al
(2003), menjelaskan bahwa sindrom debu organik beracun (organicdust toxic
syndrome) adalah prediktor utama terjadinya Asma Bronkial. Petani yang
memiliki hewan ternak juga mempunyai prevalensi alergi lebih tinggi untuk
terjadinya Asma Bronkial daripada yang lainnya. Alergen yang didapat di
lingkungan kerja dapat terbawa ke dalam lingkungan petani. Ventilasi yang
buruk serta suhu tinggi di dalam bangunan peternakan akan memberikan
dampak negatif pada gejala pernafasan dan parameter fungsi paru .Petani yang
sering terpapar debu akan mengalami penumpukan debu pada saluran nafas
yang dapat menyebabkan peradangan jalan nafas yang berpengaruh pada
penyumbatan jalan nafas sehingga mengakibatkan menurunnya fungsi paru
(Suma’mur, 2009 dalam Suprayitno, 2017).Partikel-partikel kecil ini
diakibatkan karena gerakan brown yang kemungkinan membentur permukaan
alveoli dan tertimbun didalamnya. Dampak dari debu yang masuk ke alveoli
menyebabkan jaringan alveoli akan mengeras (fibrosis). Bila 10% alveoli
mengeras, akibatnya elastistitas dalam menampung volume udara akan
berkurang sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun dan mengalami
penurunan fungsi paru (Pudjiastuti, 2002 dalam Suprayitno, 2017).
Berdasarkan kategori riwayat merokok pada tabel 4.4 menunjukkan
sebagian besar memiliki riwayat merokok dengan jumlah 19 orang (61,3%)
yang semuanya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya tidak merokok sebanyak
12 vorang (38,7%) yang berjenis kelamin perempuan. Merokok dapat
manaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang
terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Merokok merupakan
faktor utama yang dapat mempercepat penurunan fungsi paru. Walaupun hanya
sebagian kecil dari perokok akan bermanifestasi klinis menjadi penyakit paru
obstruksi dan hanya sebagian kecil yang akan menyebabkan kerusakan fungsi
paru yang berat.Terjadinya Asma Bronkial diantaranya asap rokok, tungau debu
rumah, polusi udara, perubahan cuaca, dan jenis makanan. Asap rokok dapat
menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri maupun orangorang yang
terkena asap rokok. (GINA)2006 dalam purwaningsih,Arifah(2013).Merokok
dapat menyebabkan terjadinya proses inflamasi penyempitan pada jalan nafas
dan timbulnya gejala seperti sesak napas, batuk, dan dada yang terasa berat
sehingga dapat mempengaruhi nilai Saturasi Oksigennya.
Pada Tabel 4.5 di atas menunjukkan hasil tabulasi data Saturasi Oksigen
sebelum diberikan intervensi kombinasi posisi Tripod dan Respiratory Muscles
Stretching pada klien Asma Bronkial sejumlah 31 orang didapatkan hasil
minimal 88 % dan maksimal 94 % .
4.4.2 Saturasi Oksigen Sesudah Diberikan Kombinasi Posisi Tripod dan
Respiratory Mucles Stretching

Berdasarkan Tabel 4.6 setelah dilakukan kombinasi posisi Tripod dan


Respiratory Muscles Stretching sebanyak sekali dalam 3x pengukuran selama 15
menit sekali, semua responden mengalami peningkatan saturasi oksigen.
Didapatkan hasil nilai Saturasi Oksigen dari 31 responden, didapatkan hasil
minimal post 1, 2, 3 dengan hasil 90 , 91, 92 % dan maksimal post 1, 2, 3
dengan hasil 96, 97, 97 % dengan rata-rata sebesar 94,34%.

Posisi ini dapat memungkinkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal
meningkat, sehingga oksigen yang diperoleh lebih banyak karena adanya
pengaruh gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot diagframa tersebut.
(Tawangnaya, Ismonah and Arif, 2016)

Tripod position merupakan salah satu bentuk latihan pernapasan dalam (non
farmokologi) dimana bernapas perlahan-lahan dan menggunakan diafragma,
yang berfungsi untuk meningkatkan otot inspirasi dengan posisi punggung
(tulang belakang) condong kedepan membentuk sudut 30o –45o dan posisi
kepala menunduk membentuk kemiringan 16o –18o , sehingga memungkinkan
abdomen terangkat perlahan serta dada mengembang penuh.(Pasaribu, 2015).

Peregangan Otot Pernafasan adalah suatu desain latihan yang bertujuan


untuk mengulur (meregang/memanjangkan) otot inspirasi dinding dada ketika
inspirasi dan otot ekspirasi dinding dada ketika ekspirasi. Latihan ini dirancang
untuk mengurangi kekakuan dinding dada, khususnya otot-otot pernapasan
dinding dada sehingga dapat meningkatkan kemampuan mobilitas dinding dada.
Selain itu, juga dapat mengurangi sesak napas, menurunkan FRC (Functional
Residual Capacity) dan hiperinflasi, dan meningkatkan VC (Vital Capacity)
(Marse, 2018)

Peregangan otot atau stretching merupakan suatu latihan untuk


memelihara dan mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan (Senior, 2008
dalam Widiyaningsih, Yunani and Jamaluddin, 2018). Latihan peregangan otot ini
meningkatkan kelenturan otot dengan cara mengembalikan otot-otot pada
panjangnya yang alamiah dan dapat memelihara fungsinya dengan baik serta
memperbaiki elastisitas/fleksibilitas jaringan tubuh(Widiyaningsih, Yunani and
Jamaluddin, 2018).

Latihan ini, akan memperkuat daya tahan tubuh otot pernapasan yang
dapat meningkatkan toleransi aktivitas, dapat mengurangi dyspnea dengan
meningkatkan pola pernapasan, serta dapat meningkatkan ventilasi dan
oksigenisasi. Peregangan otot, dapat memperluas dan mempertahankan
fleksibilitas juga dapat mengurangi stres dan ketegangan otot serta meningkatkan
oksigenisasi yang akan memberikan stimulai untuk sirkulasi limfatik (Yunani &
widiati, 2017 dalam (Marse, 2018).
Menurut Yukez (2011), stretching bertujuan untuk membuat otot dan
persendian menjadi fleksibel dan elastis. Hal ini merupakan latihan peregangan
(stretching), ketika diterapakan pada otot pernapasan yaitu otot inspirasi
(diafragma, skalenus, interkostalis parasternal, dan interkostalis eksternus), otot
bantu inspirasi (sternokleidomastoideus, seratus anterior, pektoralis mayor,
pektoralis minor, trapezius, dan erector spine) dan otot ekspirasi (abdominal dan
interkostalis internus), maka dapat memberikan efek meningkatnya fleksibilitas
dan elastisitas dari otot tersebut, yang pada akhirnya akan menyebabkan
peningkatan mobilitas dinding dada
Peneliti menyimpulkan bahwa dari 31 responden setelah diberikan intervensi,
semuanya mengalami peningkatan arus puncak ekspirasi dan hanya 1 pasien yang
memiliki nilai Saturasi Oksigen tetap. Peneliti berpendapat bahwa pemberian
intervensi kombinasi posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stritching dapat
mengurangi terjadinya sesak nafas sehingga akan menghasilkan metabolism aerob
yang akan meningkatkan kekuatan dan otot-otot pernafasan sehingga dapat
meningkatkan Saturasi Oksigen.

4.4.3 Menganalisis Pengaruh Kombinasi Posisi Tripod dan Respiratory


Muscles Stertching terhadap Saturasi Oksigen pasien Asma Bronkial

Setelah dilakukan uji normalitas Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan hasil


Pvalve = 0,000 < 0,05 yang artinya ada pengaruh kombinasi posisi Tripod dan
Respiratory Muscles Stretching terhadap Saturasi Oksigen. yang artinya ada
pengaruh kombinasi posisi Tripod dan Respiratory Muscles Stretching terhadap
Saturasi Oksigen.

Penurunan saturasi oksigen memberikan gambaran peningkatan kebutuhan


oksigen pada pasien asma Dan menyebabkan saluran pernafasan menjadi
sempit dan sesak nafas , nafas kemudian menjadi sulit (dispenoe ). bila serangan
asma tidak mereda (kronis) bisa menyebabkan serangan semakin berat menjadi
status asmaticus yang menimbulkan komplikasi jantung dan bisa menyebabkan
pasien meninggal (Herdyani,2013).
jika produksi dahak/ lendir yang lengket dan kental meningkat bisa
menyumbat bronchus sehingga ventilasi alveolus berkurang. yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas sehingga aliran oksigen ke paru-
paru tidak maksimal, mengakibatkan saturasi oksigen mengalami penurunan.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Asma Bronkial
adalah dengan pengaturan posisi seperti posisi Tripod. Tripod position
merupakan salah satu bentuk latihan pernapasan dalam (non farmokologi)
dimana bernapas perlahan-lahan dan menggunakan diafragma, yang berfungsi
untuk meningkatkan otot inspirasi dengan posisi punggung(tulang belakang)
condong kedepan membentuk sudut 30o –45o dan posisi kepala menunduk
membentuk kemiringan 16o –18o , sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan serta dada mengembang penuh.(Pasaribu, 2015)

Posisi ini dapat memungkinkan otot diafragma dan otot interkosta


eksternal meningkat, sehingga oksigen yang diperoleh lebih banyak karena
adanya pengaruh gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot diagframa
tersebut.(Tawangnaya, Ismonah and Arif, 2016)

Posisi tripod adalah posisi klien diatas tempat tidur yang bertompang di
atas overbed table (yang dinaikkan dengan ketinggian yang sesuai) dan
bertumpu pada kedua tangan dengan posisi kaki ditekuk kearah dalam. Pasien
yang diberikan posisi tripod dapat dibantu agar ekspansi dada membaik.
Caranya dengan mengatur posisi duduk pasien agak condong ke depan dengan
bertumpu pada kedua tangan di tempat tidur dengan posisi kedua kaki kedalam.
(Dwi Istiyani, Sri Puguh Kristiyawati, 2015)

Peregangan Otot Pernafasan adalah suatu desain latihan yang bertujuan


untuk mengulur (meregang/memanjangkan) otot inspirasi dinding dada ketika
inspirasi dan otot ekspirasi dinding dada ketika ekspirasi. Latihan ini dirancang
untuk mengurangi kekakuan dinding dada, khususnya otot-otot pernapasan
dinding dada sehingga dapat meningkatkan kemampuan mobilitas dinding
dada. Selain itu, juga dapat mengurangi sesak napas, menurunkan FRC
(Functional Residual Capacity) dan hiperinflasi, dan meningkatkan VC (Vital
Capacity) (Marse, 2018)
Peregangan otot atau stretching merupakan suatu latihan untuk
memelihara dan mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan (Senior, 2008
dalam Widiyaningsih, Yunani and Jamaluddin, 2018). Latihan peregangan otot
ini meningkatkan kelenturan otot dengan cara mengembalikan otot-otot pada
panjangnya yang alamiah dan dapat memelihara fungsinya dengan baik serta
memperbaiki elastisitas/fleksibilitas jaringan tubuh(Widiyaningsih, Yunani and
Jamaluddin, 2018)

Tujuan dari Respiratory Muscles Stritching yaitu Dapat meningkatkan


kapasitas paru, Mengurangi kekakuan pada dinding dada .Serabut otot akan
kembali lentur Sehingga tujuan dari respiratory Mascles Stertching ini udara
yang masuk lebih optimal sampai ke alveoli sehingga terjadi peningkatan
saturasi

Penelitian tentang pengaruh posisi Triood terhadap Saturasi oksigen


sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tujuan dari penelitian yang
dilakukannya adalah untuk mengetahui pengaruh posisi Tripod terhadap
peningkatan saturasi oksigen pada pasien Asma oleh (istiyani,2015). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling
atau sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan jika jumlah
sampel relatif kecil (Setiadi 2007, hlm. 184). Berdasarkan uji dependen,
didapatkan pvalue sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 <  (0,05), ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna nilai saturasi oksigen
sebelum dan sesudah diberikan posisi tripod pada pasien asma.

Peningkatan nilai rata-rata saturasi oksigen setelah di berikan posisi tripod


sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Willeput dan Segrsels (2006)
yang menyatakan bahwa pemberian posisi condong ke depan pada pasien
PPOK efektif menurunkan sesak nafas dan meningkatkan fungsi paru serta
meningkatkan saturasi oksigen secara signifikan Penelitian ini diperkuat oleh
teori Booth (2006) yang menyatakan bahwa kondisi pernapasan pasien sesak
napas dapat dilihat dari berat ringannya derajat.
Posisi tripod akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta
eksternal pada posisi kurang lebih 45 derajat yang menyebabkan gaya gravitasi
bumi bekerja cukup adekuat. Gaya gravitasi ini memudahkan otot berkontraksi
kebawah memperbesar volume rongga sehingga rongga toraks akan
mengembang dan memaksa paru untuk mengembang. Proses tersebut
menunjukkan bahwa posisi tripod atau posisi condong kedepan mempermudah
pasien sesak napas tanpa banyak mengeluarkan energi. Proses inspirasi dengan
menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat
bernapas dan meminimalkan penggunaan oksigen.

Hasil dari jurnal penelitian oleh Nurmalasari yang berjudul Efektifitas


Posisi Tripod Dan Diaphragmatic Breathing Exerciseterhadap
Peningkatansaturasi Oksigen Pada Pasien Ppokdi Rs Paru Dr Ario Wirawan
Salatiga dengan p-value 0,000. Hasil menunjukkan bahwa nilai saturasi
oksigen sebelum dan sesudah pada posisi Tripod dengan Diaphragmatic
Breathing Exercise uji unpaired t-test menunjukkan p-value sebesar 0,026
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektifitas antara
intervensi posisi tripod dan diaphragmatic breathing exercise terhadap
peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK RS Paru Dr. Ario Wirawan
Salatiga. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan saturasi
oksigen pada pasien PPOK dilakukan tehnik pernapasan diaphragmatic
breathing exercise.
Hasil dari jurnal Widyaningsih (2018) Pengaruh Respiratory Muscles
Stretching Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Asma Hasil mean rank saturasi
oksigen pasien asma sebelum intervensi adalah 0.00 % dan sesudah intervensi
7.50 %. Kesimpulan penelitian menunjukkan ada pengaruh latihan respiratory
muscles stretching terhadap saturasi oksigen pasien asma (p value : 0.001).

Tujuan Latihan Tripod Position Menurut Suddarth & Brunner (2012),


tujuan dari latihan pernapasan dalam dengan tripod position adalah untuk
mencapai ventilasi paru yang lebih terkontrol dan efisien. Yaitu mengurangi
kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan
relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot
pernafasan yang tidak berguna, dan mengurangi udara yang terperangkap.
Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pada posisi Tripod, salah satu
bentuk latihan pernapasan dalam (non farmokologi) dimana bernapas perlahan-
lahan dan menggunakan diafragma, yang berfungsi untuk meningkatkan otot
inspirasi dengan posisi punggung(tulang belakang) condong kedepan
membentuk sudut 30o –45o dan posisi kepala menunduk membentuk
kemiringan 16o –18o , sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan
serta dada mengembang penuh.(Pasaribu, 2015)

Latihan ini, akan memperkuat daya tahan tubuh otot pernapasan yang
dapat meningkatkan toleransi aktivitas, dapat mengurangi dyspnea dengan
meningkatkan pola pernapasan, serta dapat meningkatkan ventilasi dan
oksigenisasi. Peregangan otot, dapat memperluas dan mempertahankan
fleksibilitas juga dapat mengurangi stres dan ketegangan otot serta
meningkatkan oksigenisasi yang akan memberikan stimulai untuk sirkulasi
limfatik (Yunani & widiati, 2017 dalam (Marse, 2018).

Menurut Yukez (2011), stretching bertujuan untuk membuat otot dan


persendian menjadi fleksibel dan elastis. Hal ini merupakan latihan peregangan
(stretching), ketika diterapakan pada otot pernapasan yaitu otot inspirasi
(diafragma, skalenus, interkostalis parasternal, dan interkostalis eksternus), otot
bantu inspirasi (sternokleidomastoideus, seratus anterior, pektoralis mayor,
pektoralis minor, trapezius, dan erector spine) dan otot ekspirasi (abdominal
dan interkostalis internus), maka dapat memberikan efek meningkatnya
fleksibilitas dan elastisitas dari otot tersebut, yang pada akhirnya akan
menyebabkan peningkatan mobilitas dinding dada.

Sehingga, bila pemberian posisi Tripod dan Respiratory Muscles


Stritching dikombinasikan sangat efektif dalam mengurangi sesak nafas dan
meningkatkan Saturasi Oksigen pada pasien Asma Bronkial.

4.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian antara lain:
1. Mayoritas responden mendapat terapi oksigen. Di dalam tubuh pasien
asma bronkial yang mendapat terapi oksigen, kecukupan akan kebutuhan
oksigennya terpenuhi sehingga terjadi metabolisme aerob yang
menghasilkan energi sehingga dapat memperkuat otot-otot pernafasan.
Berbeda dengan pasien yang tidak mendapat oksigen yang cukup, di
dalam tubuhnya terjadi metabolisme an-aerob yang menghasilkan asam
laktat yang menyebabkan kelelahan pada otot-otot pernafasan sehingga
dapat mempengaruhi hasil pengukuran saturasi oksigen.
2. Responden mendapat terapi obat dan bronkodilator. Secara umum, cara
kerja dari bronkodilator yaitu melebarkan saluran nafas, obat anti
inflamasi untuk meredakan proses inflamasi yang terjadi dan obat
mukolitik yang dapat memecah molekul mukus menjadi lebih kecil dan
mudah bergerak sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran saturasi
oksigen.
3. Lama riwayat penyakit Asma Bronkial yang diderita setiap responden
berbeda-beda. Hal tersebut mempengaruhi struktur dari kinerja paru-paru
untuk berdifusi sehingga mempengaruhi hasil pengukuran saturasi
oksigen

Anda mungkin juga menyukai