Anda di halaman 1dari 1

Misalkan saja Anda sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita dari suatu budaya lain.

Dalam
perbincangan tersebut Anda memperhatikan bahwa ia tidak melakukan kontak mata dengan anda
ketika sedang berbicara. Ia juga tidak benar-benar melihat anda ketika anda berbicara. Ketika matanya
memandang ke arah anda, ia cepat-cepat mengalihkan pandangan bila mata anda bertemu pandang
dengannya. Berdasar latar belakang kultural anda (budaya Barat, Penerjemah), anda barangkali akan
menafsirkan bahwa ia merasa tidak terlalu positif dengan anda atau dengan interaksi tersebut. Anda
bahkan mungkin merasa ditolak dan akan menghindari interaksi dengannya di kemudian hari. Anda
mungkin tidak menaruh kepercayaan atau merasa dekat dengannya. Namun demikian, ia bisa saja
berasal dari sebuah budaya di mana orang tidak dianjurkan menatap/memandang secara langsung, yang
bahkan dianggap sebagai tanda keangkuhan atau penghinaan. Ia menghindari kontak mata dengan anda
bukan terdorong oleh perasaan negatif, melainkan justru karena keseganan dan kesopanannya pada
anda! Tentunya berbagai masalah potensial seperti ini punya implikasi yang nyata dan praktis dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja, skenario di atas bisa terjadi dalam sebuah wawancara kerja,
dalam situasi belajar mengajar di sebuah sekolah dasar, pada suatu negosiasi bisnis, atau bahkan pada
saat berkunjung ke terapis anda!

Anda mungkin juga menyukai