3. Faktor Waktu
Kegiatan pengayaan diberikan untuk mengembangkan potensi siswa dengan
memanfaatkan kelebihan waktu pada saat siswa lain melakukan kegiatan remedial.
Jika siswa yang lambat telah menguasai kompetensi sesuai harapan dan
kegiatan pembelajaran biasa akan dilaksanakan/dilanjutkan, maka secara terprogram
kegiatan pengayaan untuk kelompok siswa cepat harus segera berakhir.
Sementara itu Arikunto (1986), juga dalam Julaeha (2007:9.38) menyebutkan faktor-
faktor penting lainnya yang juga harus diperhatikan oleh guru dalam menentukan dan
memilih kegiatan pengayaan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Siswa lebih menyukai kegiatan di luar kelas
2. Siswa lebih suka beraktivitas dari pada hanya berteori di belakang meja
3. Kegiatan menemukan sendiri sesuatu yang baru lebih merangsang
minat siswadibanding kegiatan yang sifatnya penjelasan
4. Kegiatan yang dengan cepat dapat menunjukkan hasil, lebih disukai siswa dari
pada kegiatan yang menuntut penggunaan waktu yang relatif lama.
Kegiatan belajar 1
Hakikat disiplin kelas
Dari ketiga pengertian diatas disepakati oleh beberapa pakar, yang mendifinisikan disiplin
sebagai bagian pengelolaan kelas yang terutama berurusan dengan penanganan prilaku yang
menyimpang(kohn, 1996).
Sikap atau pandangan akanberpengaruh pada cara guru menangani disiplin kelas.
Berikut ini ada beberapa pandangan:
1. Pandangan yang menyatakan bahwa guru harus berusaha agar siswa mengerjakan apa yang
diinginkan oleh guru. Siswa tidak perlu tahu mengapa dia harus mengerjakan hal tersebut
atau siswa juga tidak perlu tahu apakah yang dikerjakannya tersebut sesuai dengan
kebutuhannya. Pandangan ini secara keras dikritik oleh Kohn (1996), yang menginginkan
adanya perubahan dalam cara memandang disiplin kelas. Pandangan pertama ini berfokus
pada kepentingan guru dan berfokus pada guru (teacher centered)
2. Kohn (1996) menegaskan bahwa guru seharusnya mulai dengan pertanyaan: “apa yang
diperlukan oleh anak-anak, dan bagaimana cara saya untuk memenuhi kebutuhan tersebut?”.
Cara pandang ini berfokus pada kepentingan siswa, bukan pada kepentingan guru. Seperti
makna dari semboyan Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hajar Dewantara yakni guru
haruslah menjadi contoh apabila berada didepan, jika berada ditengahharus mampu
mendorong siswa untuk berkarya, serta akhirnya jika berada dibelakang, guru
ahrusmendorong siswa kedepan agar mampu bertanggung jawab. Alasan yagn mendasar
ialah jika kita menginginkan anak mampu menjadi manusia yang bertanggung jawab dalam
masyarakat maka sejak berada di bangku sekolah kesempatan itu harus diberikan kepada
siswa.
3. Winzer (1995), menyatakan bahwa pendekatan yang berhasil dalam membangun disiplin
adalah pendekatan yang menghormati hak individu, mendorong peningkatan konsep diri
siswa, serta memupuk kerja sama. Member peluang kepada siswa untuk mengambil
keputusan sehingga ia merasa dihargai, yang akhirnya bermuara pada konsep diri yang lebih
positif.
4. Pandangan humanistic yang menekankan pada kemanusiaan. Pandangan ini
mengemukakan perlunya komunikasi yang terbuka dan jujur antara orang tua dan anak-anak
atau antara guru dan siswa sehingga guru tahu apa yang tidak disukai dan yang disukai anak.
5. Pandangan kaum behaviorism, yang berpendapat bahwa perilaku dapat dipelajari dan
dikontrol. Hukuman dan penguatan merupakandua hal yang dianjurkan untuk digunakan
dalam menegakkan disiplin. Dengan member penguatan, perilaku yang diharapkan dapat
ditingkatkan, sedangkandengan member hukuman, perilaku yang kurang baik dapat
dihilangkan.
Apakah kita harus membuat aturan dikelas dan mendiktekannya kepada siswa,
kemudian menempelkannya di dinding kelas?. Tidak ada yang salah dengan cara ini, tetapi
sebagai guru mungkin dapat membuat tata tertib yang kadang-kadang menakutkan itu
menjadi hal yang disenangi dan dipatuhi anak-anak.
Beberapa cara dalam menanamkan disiplin kelas:
1. Modelkan tata tertib yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Contoh nyata merupakan alat
mengajar /mendidik yang terbaik, terutama bagi anak-anak SD. Misalnya jika ingin anak-
anak tidak terlamabat, kita harus mencontohkannya dengan datang sebelum waktunya atau
tepat waktu, jika aturan menyatakan bahwa anak-anak harus meminta izin kalau mau keluar
kelas atau tidak masuk, guru pun harus mencontohkannya.
2. Adakan pertemuan kelas secara berkala, terutama jika ada aturan yang perlu ditinjau
kembali. Kohn (1996) mengungkapkan bahwa pertemuan kelas dapat berfungsi sebagai
berikut :
a. Tempat berbagi pengalaman antarsiswa dan atara guru-siswa.
b. Tempat untuk mengambil keputusan, misalnya siswa sudah merasa bosan dengan susunan
tempat duduk dan alat-alat lainnya
c. Tempat untuk membuat rencana, misalnya pada akhir semester, kelas ingin berekreasi.
d. Tempat untuk melakukan refleksi, yaitu merenungkan dan mengungkapkan perasaan
tentang disiplin kelas yang sudah berlangsung. Misalnya tentang aturan mana yang dia nggap
berat, yang sering dilanggar.
Hampir tidak pernaha ada atau jarang sekali guru mengadakan pertemuan kelas untuk
membahas soal disiplin/peraturan kelas. Biasanya anak-anak hanya menerima saja peraturan
yang sudah ada.
3. Terapkan aturan secara fleksibel (luwes) sehingga siswa tidak merasa tertekan.
4. Sesuaikan penerapan aturan dengan tingkat perkembangan anak.
5. Libatkan siswa dalam membuat aturan kelas.
Banyak strategi dan teknik penanganan disiplin yang dipelajari dan diterapkan.
Strategi ini dibagi menjadi 3 bagian sesuai dengan berat ringannya gangguan yang terjadi.