BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
penting di Indonesia (Hendrata dan Sutardi, 2009). Kakao di Indonesia merupakan
penghasil devisa negara ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Produksi kakao Indonesia
pada tahun 2009 mencapai nilai US$ 1,8 milyar atau meningkat 20 persen dari tahun
sebelumnya (Jauhari dan Budisantoso, 2010). Perkebunan kakao di Indonesia mengalami
perkembangan pesat dalam waktu 20 tahun terakhir dan di tahun 2007 areal perkebunan
kakao Indonesia seluas 992.448 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (89,45%)
dikelola oleh rakyat dan selebihnya (5,4%) perkebunan besar negara serta (5,51%)
perkebunan besar swasta (Darwis dan Khoiriyah, 2007).
Indonesia merupakan negara terbesar ketiga penghasil kakao di dunia. Walaupun
negara ketiga terbesar, kondisi petani kakao di Indonesia tidak sejahtera. Permintaan biji
kakao terus meningkat, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat.
Berbagai negara tersebut dikenal sebagai produsen makanan yang menggunakan kakao
sebagai komponen utamanya. Indonesia sebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan
peluang tersebut untuk meningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji
kakao. Berorientasi pada pasar ekspor, peluang besar kakao Indonesia relatif masih
terbuka. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa daya saing produk kakao Indonesia,
khususnya biji kakao masih baik sehingga Indonesia masih mempunyai peluang untuk
meningkatkan ekspor dan mengembangkan pasar domestik
Dari 25.715 ha pertanaman kakao yang ada di Lampung, 14.618 ha merupakan
pertanaman kakao milik rakyat dengan pola pengusahaan secara monokultur dan varietas
yang beragam. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan terjadinya
penurunan produksi hingga 80% (Sulistyowati, 1997 dalam Somad dan Lukman, 2004)
Rendahnya produktivitas kakao terutama kakao rakyat karena pada umumnya petanI
kakao belum banyak menanam benih unggul yang dianjurkan, kebanyakan kakao yang
ditanam berasal dari benih asalan sehingga produksinya rendah dan rentan serangan hama
dan penyakit. Rendahnya produktivitas kakao di beberapa sentra produksi kakao juga
banyak disebabkan oleh kondisi perawatan dan pemeliharaan kebun. Banyak tanaman
yang diusahakan petani kondisinya tidak terawat dan tidak produktif karena sudah
berumur tua, di atas 25 tahun. Sementara pemeliharaan tanaman yang ada kurang
maksimal. Pemupukan seringkali tidak sesuai dengan anjuran karena sulitnya
memperoleh pupuk yang distribusinya terbatas sehingga harganya relatif mahal,
sementara petani umumnya kurang bermodal. Pemangkasan dan kebersihan kebun juga
jarang diperhatikan sehingga tanaman tidak produktif bahkan mendorong meningkatnya
serangan OPT.
Oleh sebab itu , untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan kakao, maka kami dari tim
PKM M dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dalam program pengabdian
masyarakat akan membuat inovasi baru yang kami beri nama “Doesoen Kakao” sebagai
sarana edukasi dan meningkatkan perekonomian Masyarakat Arjowinangun. Program
tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan mahasiswa FKUB di
bidang pengabdian masyarakat terkait pengelolahan lahan yang benar.
2
Pencarian Volunteer
Doesoen Kakao
Pencarian sukarelawan
P3K (penyuluhan,
pemberdayaan,
pemanfaatan Kakao)
Pelaksanaan Doesoen
Kakao
Evaluasi