Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu teori yang diungkapkan pada Midle Range Theory adalah Transcultural
Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang
adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan
bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan cultural shock (Ikuys, 2014).

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat
merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif
dan negatif.

Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat menimbulkan
permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa
lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya masyarakat setempat. Budaya
masyarakat Jawa dan Madura contohnya, lebih memilih dukun dari pada tenaga medis atau
kesehatan.

Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan
penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan budaya
yang dianut hubungannya dengan kesehatan (Prasetyadi, 2014).

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Implikasi transkultural dalam praktik keperawatan?


2. Bagaimana Implementasi sosial budaya masyarakat dan kesehatan dalam asuhan
keperawatan?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan sosial terhadap penyakit?
4. Apa saja aspek sosial budaya yang mempengaruhi status gizi?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui implikasi transkultural dalam praktik keperawatan


2. Untuk mengetahui implementasi sosial budaya masyarakat dan kesehatan dalam asuhan
keperawatan
3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan sosial terhadap penyakit
4. Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang mempengaruhi status gizi

1.4 MANFAAT

1. Agar dapat mengetahui implikasi transkultural dalam praktik keperawatan


2. Agar dapat mengetahui implementasi sosial budaya masyarakat dan kesehatan dalam
asuhan keperawatan
3. Agar dapat mengetahui pengaruh lingkungan sosial terhadap penyakit
4. Agar dapat mengetahui aspek sosial budaya yang mempengaruhi status gizi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Implikasi Transkultural dalam Praktik Keperawatan

Menurut Leininger (1984), transkultural keperawatan adalah ilmu dan kiat yang humanis
yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk
mempertahankan/meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural
sesuai latar belakang budaya. Tujuan dari adanya transkultural dalam praktik keperawatan :

1. Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk mampu


memahami kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan kesehatan
2. Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian asuhan keperawatan
pada individu/keluarga melalui pengkajian gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan
praktik kesehatan klien
3. Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif terhadap kebutuhan klien
anak menurunkan kemungkinan stress dan konflik karena kesalahpahaman budaya
(Husna, 2013)

2.2 Implementasi Sosial Budaya Masyarakat dan Kesehatan dalam Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/mengganti
budaya klien. Terdapat 3 strategi yang digunakan :

1. Strategi 1 (Mempertahankan budaya)


Mempertahankan budaya dilakukan apabila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan imlementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai
yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

3
2. Strategi 2 (Negoisasi Budaya)
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lainnya.
3. Strategi 3 (Restrukturisasi Budaya)
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawatn berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasa merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise model).
Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi (Ikuys, 2014).

2.3 Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Penyakit

Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik


dan sosial kultural. Dalam bahasa inggris dikenal dengan kata disease atau Illness. Dilihat dari
segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua kata tersebut. Disease dimaksudkan
gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologi dan psikofisiologi pada seorang
individu, sedangkan illnes dimaksudkan reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap
penyakit atau perasaan kurang nyaman (Soejoeti, 2008).

4
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat
tersebut. Contoh :

 Persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah
pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah Sagu. Penduduk
desa tersebut beranggapan bahwa tempat bertumbuhnya Sagu tersebut memiliki penguasa
gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar peraturannya. Pelanggaran
dapat beruba penebangan pohon secara liar, pembabakan hutan untuk tanah pertanian dan
lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala panas tinggi, menggigil,
dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan,
kemudian memetik daun dari pohon tertntu, dibuat ramuan untuk diminum dan di oleskan
keseluruh tubuh penderita, dalam beberapa hari penderita akan sembuh. Persepsi
masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan
mudah secara turun-temurun (Widiyanto, 2010).

2.4 Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Gizi

Ada beberapa aspek sosial yang memengaruhi status gizi antara lain :

a. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada beberapa pola penyakit berdasarkan golongan
umur. Misalnya balita lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit
jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya
dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak
menderita kanker prostat.

5
c. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani
banyak yang menderita penyakit cacing akibat banyak melakukan kegiatan di sawah
dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja di industri, misal
di pabrik tekstil banyak yang menderita infeksi saluran pernapasan karena banyak
terpapar dengan debu.
d. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya pada penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi
tinggi, dan sebaiknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang
berstatus ekonomi rendah.

Menurut H.Ray Elling (1970) ada 2 faktor yang berpengaruh pada perilaku kesehatan :

1. Self Concept
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita
rasakan terhadap diri sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita
pada oranglain. Apabila orang lain melihat kit positif dan menerima apa yang kita
lakukan, kita akan meneruskan perilaku kita, begitu pula sebaliknya.
2. Image Kelompok
Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh,
anak seseorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan
pendidikantinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan
medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter.

Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Gizi dan Perilaku Kesehatan, menurut G.M. oster
(1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan antara lain :

a. Pengaruh Tradisi
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap
kesehatan masyarakat.

6
b. Sikap Fasalistis
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh :
beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama
islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir,
sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi
anaknya yang sakit.
c. Sikap Etnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan
kebudayaan pihak lain.
d. Pengaruh Perasaan Bangga pada Statusnya
Contoh : dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu menolak untuk
makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi.
e. Pengaruh Norma
Contoh : upayah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami
hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan
pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
f. Pengaruh Nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap kesehatan. Contoh :
masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daripada beras merah, padahal
mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap
perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada
seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa makan nasi sejak kecil,
akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.
h. Pengaruh Konsekuensi dari Inovasi terhadap Perilaku Kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah kosekuensi apa yang akan terjadi jika
melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada
perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan
perubahan tersebut.

7
Menurut koenjtaraningrat, bahwa perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan
kedalam beberapa bentuk :

1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat


2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan besar (Citerawati, 2012)

Umumnya untuk masyarakat perkotaan atau masyarakat yang sudah tinggal dalam satu
wilayah yang sama mempunyai adat dan kebiasaan yang sama pula. Adat dan kebiasaan yang
berasal dari leluhur karena proses waktu yang lama akan merubah perilaku individu/keluarga dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan di tempat keluarga/individu tinggal, sehingga masyarakat
di tempat penelitian mempunyai adat dan kebiasaan memberi makan anak yang sama. Menurut
Robson (1980) kebiasaan makan pada orang-orang yang tinggal di suatu daerah yang sama
biasanya tidak berbeda, kebiasaan makan dibentuk dari sejak anak (usia muda) dan dalam waktu
yang lama dan dipengaruhi oleh ekologi (lingkungan) (Yudi, 2008).

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Transkultural keperawatan sangat dibutuhkan dalam dunia keperawatan ketika perawat


menghadapi pilihan yang sulit di mana perawat harus memilih budaya yang dianut oleh klien
atau teori kesehatan yang ia pelajari. Transkultural juga dibutuhkan saat perawat melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implmentasi,
sampai evaluasi.

Lingkungan sangat mempengaruhi adanya penyakit karena salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit adalah dari faktor ksternal atau lingkungan sekitar.
Kebudayaan dapat mempengaruhi status gizi pada orang dewasa, namun pada anak tradisi tidak
mempengaruhi status gizi.

3.2 Saran

Bagi mahasiswa sebaiknya dapat mengetahui dan memahami tentang kebudayaan dan
pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat, agar dapat memberikan penyuluhan dan
edukasi dengan baik dan benar. Bagi pembaca sebaiknya dapat menerapkan mengenai penjelasan
yang telah diuraikan dalam makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

 Citerawati, Y. W. (2012). ASPEK SOSIAL BUDAYA BERHUBUNGAN DENGAN


PERILAKU KESEHATAN. https://adingpintar.files.wordpress.com/2012/03/aspek-
sosiobudaya-dan-kesehatan.pdf, 10.
 Husna,C. H. (2013). Transcultural Nursing. http://s1-
keperawatan.umm.ac.id/files/file/TRANSKULTURAL%20NURSING.pdf, 7.
 Ikuys, R. (2014). Implementasi Kebudayaan dalam Asuhan Keperawatan.
https://www.scribd.com/doc/216292947/Implementasi-Kebudayaan-Dalam-Asuhan-
Keperawatan, 6.
 Prasetyadi, D. A. (2014, Oktober). Makalah Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat
Terhadap Kesehatan. Scribd, p. 4.
 Soejoeti, S. Z. (2008). Konsep Sehat Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya.
http://www.yuniawan.blog.unair.ac.id/files/2008/03/sehatsakit.pdf, 3.

10

Anda mungkin juga menyukai