Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

Kemukjizatan Al-Qur’an

Disusun untuk memenuhi tugas “home learning”

Guru Pengampu : Asep Awalludin, S.H.I.

Disusun Oleh:

Muhamad Alif Maulvi Nurhidayat

NIS: 171810035

SMA PLUS AL-AQSHA

Jl. Raya Cibeusi no.2 Jatinangor, Sumedang

Tahun Pelajaran 2019-2020


Daftar Isi

BAB I.........................................................................................................................................2

PENDAHULUAN......................................................................................................................2

A. Latar Belakang.............................................................................................................2

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

A. Pengertian Mu’jizat.....................................................................................................4

B. Macam-Macam Mukjizat............................................................................................5

C. Unsur-Unsur Mukjizat.................................................................................................6

D. Segi-Segi Kemukjizatan Al-Quran..............................................................................7

E. Beberapa  Dalil Tentang Kemukjizatan Al-Quran..........................................................8

F. Beberapa Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an.......................................................................9

G. Beberapa Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an................................................................10

BAB III.....................................................................................................................................17

PENUTUP................................................................................................................................17

A. Kesimpulan................................................................................................................17

B. Saran..........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kaum Muslim dewasa ini, menurut Muhammad al-Ghazâli, telah melakukan kesalahan
(menzalimi) terhadap agamanya dua kali. Pertama, ketika mereka tidak mampu
mengaplikasikan ajaran agamanya dengan baik dan benar, dan kedua, ketika mereka tidak
sanggup menyampaikan ajaran agamanya kepada orang “di luar” mereka.[1] Ketika kaum
Muslim melakukan kesalahan yang pertama, ketika itulah mereka mereduksi ajaran serta
menampilkannya dalam bentuk yang dapat mengundang tuduhan “mereka” bahwa Islam
berjalan berseberangan dengan fitrah, kebebasan dan akal. Dan ketika mereka melakukan
kesalahan yang kedua, ketika itu mereka sedang membiarkan penduduk bumi di belahan
barat dan timur tidak mengenal Islam.

Adalah kenyataan, masih banyak di kalangan kaum Muslim yang menyikapi dan
memperlakukan al-Qur’an sebatas kitab keramat penangkal bala. Adapun al-Qur’an sebagai
mukjizat terbesar Nabi Saw., pilar pokok ajaran Islam, pegangan utama setiap Muslim dalam
segala aspek kehidupannya, masih luput dari pemahaman sebagian kaum Muslim. Intrekasi
sebagian besar kaum Muslim dengan al-Qur’an tidak melampaui pembacaan lahiriah untuk
mendatangkan keberkahan, pengulangan kata tanpa merasakan makna yang dimuatnya, dan
masih jarang sampai kepada tahap tadabbur.

Ini berarti bahwa sebagian umat Islam belum mampu memahami kedudukan al-Qur’an
sebagai risâlah samâwiyah-nan kekal abadi yang Allah peruntukkan bagi manusia dan
kemanusiaannya. Risalah al-Qur’an yang mencakup semua aspek kehidupan itu terjamin
keabadian, keutuhan, orisinalitas serta kesinambungannya. Menurut penulis, itulah arti
sebenarnya dari i’jâz (kemukjizatan) al-Qur’an, dan pengertian ideal dari statemen “Al-
Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW., yang setiap orang Islam pintar
melafalkannya.”

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian mukjizat Al-Quran?


2. Apa saja macam-macam mukjizat?
3. Aspek-aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengrtian kemukjizatan Al-Quran.

2
2. Mengetahui macam-macam mukjizat.
3. Mengetahui unsur-unsur mukjizat.
4. Mengetahui segi-segi kemukjizatan Al-Quran.
5. Dalil tentang kemukjizatan Al-quran.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Mu’jizat

Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari kata i’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-


i’jazaan yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang

3
melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol
sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mu’jizat.

Menurut istilah Mukjizat adalah peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang


yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi yang
berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah
SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian
dan kerasulannya.

Kata I’jaz dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain.


Sebagimana Allah berfirman:

)31 :‫(المائدة‬ ‫ي َس ْو َءةَ أَ ِخ ْي‬ ُ Wِ ‫اال ُغ َرا‬


ْ ‫ت أَ ْن أَ ُك ْو َن ِم ْث َل هَ َذ‬
ُ ‫أَ ْع َج ْز‬
ِ ‫ب فَأ َو‬
َ ‫ار‬
“…Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31)

Maksud kumukjizatan Al-Qur’an bukan semata mata untuk melemahkan manusia atau
menyadarkan mereka atas kelemahanya untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an akan tetapi
tujuan yang sebenarnya adalah untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang
membawanya dan sekaligus menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh mereka hanya
sekedar menyampaikan risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan menyerukan.

Adapun unsur-unsur mukjizat, Sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah:

1. Hal atau peristiwa yang luar biasa

Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak


dinamai mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang
dimaksud dengan “luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab akibat
yang hukum-hukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis dan sihir,
misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak termasuk dalam
pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.

2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.

Hal-hal di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila
keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak
dinamai mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak
bakal menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash. Keluarbiasaan itu

4
terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut mukjizat,
melainkan karamah atau kerahmatan. Bahkan,karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang yang
durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah(penghinaan) atau Istidraj (rangsangan
untuk lebih durhaka lagi).

Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi
terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatumukjizat sepeninggalannya.
Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.

3. Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian

Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan
sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang berjalan
dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat bicara”, tetapi ketika
batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang berbohong”, maka keluarbiasaan ini
bukan mukjizat, tetapi ihanah atauistidraj.

4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang
penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus
benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka, aspek
kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.

B. Macam-Macam Mukjizat

Menurut syahrur mukjizat dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Mu’jizat Material Indrawi

Artinya Mukjizat yang tidak kekal, maksudnya mukjizat jenis ini hanya berlaku pada
Nabi selain Nabi Muhammad Saw dan juga mukjizat ini juga berlaku untuk jaman tertentu,
kapan mukjizat itu di turunkan. Oleh karena itu wajar kalau sifat mukjizat tersebut tidak
kekal. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa AS dapat membelah
lautan, mukjizat nabi Daud AS dapat melunakkan besi, mukjizat nabi Isa AS dapat
menghidupkan orang mati, mukjizat nabi Ibrahim AS tidak hangus oleh api saat di bakar dan
mukjizat-mukjizat nabi lainnya.

2. Mukjizat Immaterial

5
Artinya Mukjizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman. Mukjizat tersebut
adalah al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur karena Muhammad (sebagai penerima
mukjizat ini) nabi terkhir sehingga mukjizatnya harus memiliki sifat abadi dan berlaku
sampai dunia ini hancur, secara lebih gampang Syahrur membedakan mukjizat Nabi
Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian Muhammad
yang berupa al-Quran dan al-sab’ul al-matsanimendahului pengetahuan inderawi, yaitu dalam
bentuk mutasyabih. Setiap jaman berubah, konsepsi-konsepsi al-Quran masuk kedalam
wilayah pengetahuan inderawi yang disebut sebagai takwil langsung yaitu kesesuaian antara
teks pengetahuan terhadap hal iderawi. Kedua, al-Quran memuat hakikat  wujud mutlak yang
dapat di fahami secara relatif sesuai dengan latar belakang pengetahuan. Pada masa yang di
dalamya usaha pemahaman al-Quran dilakukan. Ketiga, kemukjizatan al-Quran bukan
hanaya bentuk redaksinya saja, tetapi juga kandungannya.

C. Unsur-Unsur Mukjizat

M. Quraish Shihab dalam tulisan Rosihan menjelaskan empat unsur mukjizat yaitu:

1. Hal  atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian


sehari-hari walaupun menakjubkan tidak dinamakn mukjizat. Ukuran “luar
biasa” tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat
pada waktu terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang Nabi Artinya sesuatu yang luar biasa
tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang
muncul dari seorang calon Nabi tidak dikatan mukjizat, apalagi dari manusia
biasa seperti kita.
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mikjizat terkait
erat dengan tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan
kenabian. Jadi peristiwa yang terkait dengan Nabi, tapi tidak berkenaan dengan
kenabian tidak bisa dikatakn sebagai mukjizat.
4. Tantangan tidak mampu gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap
orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabian dan mereka tidak
mampu melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut
mampu dilawan atau dikalahkan, maka tantangan tersebut bukanlah bentuk
mukjizat.
5. Keempat unsur tersebut menjadi Syarat bagi peristiwa tertentu sehingga
peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak

6
ada, maka peristiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk memahami
esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi
kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Quran.

D. Segi-Segi Kemukjizatan Al-Quran

Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuniy dalam tulisan Usman menyebutkan segi-segi


kemukjizatan Al-Quran, yaitu:

1. Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang
dimiliki oleh orang-orang Arab
2. Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya
bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab
3. Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh
semua makhluk termasuk jenis manusia
4. Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan
aturan-aturan lainnya
5. Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat
dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu Al-Quran itu
sendiri
6. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan
kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan
7. Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan Al-Quran
8. Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat  dan
ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya).
9. Dapat memenuhi kebutuhan manusia
10. Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut
dan musuh-musuhnya
11. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan. 

E. Beberapa  Dalil Tentang Kemukjizatan Al-Quran

Untuk menjelaskan hal ini, kita harus memberikan pemamparan dalam bentuk poin-
poin, yang setiap poinnya dapat dijadikan sebagai dalil bagi kemukjizatan al-alquran, yaitu
sebagai berikut:

7
1. Al-quran tersebar luas dimuka bumi ini, termasuk di jazirah Arab, khususnya
di  Kota Mekkah, yang merupakan daearah yang belum mengenal peradaban dan
kebudayaan metroplis sebagaimana yang telah dihasilkan oleh berbagai masyarakat
yang dianggap maju.Hal ini merupakan satu alasan yang membuktikan bahwa al-
quran bukan hasil dari hukum alam biasa. Itu karena hukum alam sendiri
menegaskan bahwa al-quran merupakan cerminan dan sandaran bagi peradaban
masyarakat, tempat kitab ini diturunkan dan sekaligus membuat mereka menjadi
masyarakat yang berbudaya.Dengan cara ini, kita semakin mengetahui bahwa
pilihan yang jatuh kepada masyarakat dan lingkungan tertentu merupakan mukjizat
pertama yang dapat mengalahkan hukum alam. Al-quran akhirnya dapat melahirkan
satu peradaban baru dan membentuk lingkungan yang berperadaban tinggi, baik
dari segi pemikiran maupun sosial kemasyarakatan.

2. Al- quran dibawa oleh rasulullah Saw dan juga disebarluaskan kepada penduduk
bumi ini oleh salah seorang penduduk Mekkah yang belum pernah mengecap
pendidikan dan pengajaran meski hanya sedikit. Beliau merupakan sosok individu
yang sama sekali tidak mampu membaca dan menulis. Ia hidup selama empat puluh
tahun ditengah tengah masyarakatnya tetapi selama kurun waktu itu ia pernah
mendapat pendidikan atau pengaruh ilmu pengetahuan dan sastra apa pun,
sebagaimana yang dinyatakan dalam al-quran: Dan kamu tidak pernah membaca
sebelumnya (al-quran) sesuatu kitab pun dan kamu (tidak) menulis suatu kitab
dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-
benar ragulah orang-orang yang mengingkari (mu).Dan juga firman-Nya yang
artinya: Katakanlah, “ jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak
membacakannya kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa
lamanya sebelumnya. Maka kamu tidak memikirkannya. Hal di atas di anggap
sebagai bentuk lain dari mukjizat al-quran yang mampu mengalahkan kekuatan
hukum alam. Jika al-quran turun dan tercipta sesuai dengan hukum alam, maka
tidak akan mungkin al-quran diturunkan kepada seorang individu yang buta huruf,
yang sama sekali tidak mengenal peradaban walau peradaban masyarakatnya
sendiri meski peradaban masyarakatnyanya ketika itu masih sangat sederhana.
Beliau Nabi Saw juga tidak mengetahui ilmu bahasa dan berbgai disiplin ilmu yang

8
berkaitan dengan bahasa tetapi mampu menghasilkan sutau karya sastra yang
bernilai tinggi, yang melebihi kemampuan para ahli bahasa dan sastra manapun.

F. Beberapa Bukti Kemukjizatan Al-Qur’an

Ada beberapa fakta historis dan sejumlah nas yang dapat kita nilai sebagai bukti bahwa
al-Qur’an adalah benar-benar Kitab Mukjizat. Di antaranya:

Pertama, keyakinan kita bahwa al-Qur’an yang sekarang kita baca, yang terjaga dan
termaktub dalam lembaran-lembaran mushhaf adalah benar- benar al-Qur’an yang dibawa
Muhammad Saw., yang beliau bacakan kepada kaum sezamannya dalam rentang waktu
sekitar 23 tahun. Keyakinan ini berdasar atas kenyataan bahwa al-Qur’an diterima dan
disampaikan dengan sandaran sanad yang mutawatir dari satu generasi ke generasi
berikutnya, hal mana memberi jaminan akan orisinalitas dan otentisitas al-Qur’an. Selain
kemutawatiran periwayatannya, otentisitas al-Qur’an lebih diperkuat lagi dengan kenyataan
historis bahwa al-Qur’an segera dikodifikasi dari catatan-catatan yang masih tercecer tidak
lama setelah Nabi Saw. meninggalkan generasi awal umat ini. Hafalan-hafalan para
penghafal yang tidak pernah luput dari generasi-generasi semakin memperkuat keutuhan dan
kemurnian al-Qur’an yang telah terkodifikasi dalam catatan.

Kedua, setelah kita yakin akan kemurnian al-Qur’an, dengan sendirinya kita mesti
percaya atas kebenaran warta yang dibawanya. Dalam QS. al-Baqarah/2: 23-24, Hûd/11: 13-
14, al-Isrâ`/17: 88 dan al-Thûr/52: 33-34, al-Qur’an mengabarkan bahwa ia pernah
menantang orang Arab yang terkenal dengan kesusastraannya yang tinggi untuk membuat
rangkaian kata berupa ayat atau surat yang semisal dengan al-Qur’an. Mereka tidak mampu
melakukan apa yang diminta al-Qur’an itu. Adanya tantangan al-Qur’an dan
ketidakmampuan pihak yang ditantang, dua hal yang merupakan syarat terwujudnya
mukjizat, merupakan bukti bahwa al-Qur’an itu betul-betul merupakan mukjizat. Jika mereka
tidak mampu untuk menciptakan ayat atausurat yang semisal dengan al-Qur’an, maka mereka
lebih tidak akan sanggup lagi untuk mendatangkan makna-makna, ajaran-ajaran dan dimensi-
dimensi seperti yang dikandung oleh ayat-ayat al-Qur’an, sampai kapan pun.

Ketiga, pengaruh al-Qur’an terhadap orang Arab. Pengaruhnya terhadap orang Arab


musyrikin terlihat pada pengakuan mereka akan keindahan gaya dan tata bahasa serta
susunan redaksionalnya yang sangat memikat. Kenyataan inilah yang memaksa al-Walîd bin

9
al-Mughîrah al-Makhzûmî untuk mengakui dan berterus terang kepada Abû Jahal bahwa al-
Qur’an adalah al-haqq (kebenaran) yang luhur dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.

Sedang pengaruhnya terhadap orang Arab yang beriman, al-Qur’an lewat pendidikan
yang diberikan pembawanya kepada para sahabat, telah mengubah jiwa mereka yang
sebelumnya sarat dengan nilai-nilai buruk jahiliah menjadi jiwa-jiwa suci yang telah
mencatat revolusi mental-sosial maha dahsyat dalam sejarah.

Demikian beberapa bukti kemukjizatan al-Qur’an yang dapat dijadikan landasan


historis dan normatif ketika membahas aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an.

G. Beberapa Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an

Merupakan kesepakatan para ulama bahwa al-Qur’an mempunyai mukjizat bukan


hanya dalam satu sisi tertentu saja, melainkan dalam banyak aspek: lafzhiyah(aspek
kebahasaan), ma’nawiyah dan rûhiyah. Semuanya menjadi satu kesatuan mukjizat yang
manusia tidak mampu berbuat apa pun di hadapannya.

Terdapat perbedaan dalam menentukan berapa jumlah aspek kemukjizatan al-Qur’an.


Penulis dan pemikir Muslimah Mesir, Fâthimah Ismâ’îl dalam bukunya al-Qur’ân wa al-
Nazhr al-‘Aql misalnya, lebih menekankan bahwa kemukjizatan al-Qur’an terdapat pada sisi
rasionalitasnya. Al-Qur’an, menurutnya, senantiasa menyeru manusia dengan menggunakan
bahasa akal. Contoh paling kentara adalah ketika kaum musyrik menuntut Muhammad
mendatangkan ayat-ayat (mukjizat) yang bersifat materi-indrawi, dengan tegas al-Qur’an
membalas tuntutan itu dengan jawaban rasional (QS. al-‘Ankabût/29: 50-51).

Selain itu Rasul Saw. menyeru kaumnya seraya menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah
tipe mukjizat yang menyepelekan akal dan budaya berpikir. Melainkan berupa ayat-ayat yang
memerlukan tadabur dan penelaahan saksama yang mendalam akan isi kandungannya.

Penulis dan pemikir Mesir lainnya, ‘Abbâs Mahmûd al-‘Aqqâd, lebih menyoroti sisi
kemukjizatan al-Qur’an pada keseluruhan ideal-moralnya. Menurutnya, kemukjizatan al-
Qur’an tertumpu pada relevansi ajaran akidah (falsafah qur’âniyah) yang dibawanya bagi
kehidupan manusia tanpa mengenal batas ruang dan waktu.

Bagi Râyid Ridhâ, selain terdapat pada keindahan uslub dan balaghahnya yang luar
biasa, dia lebih menilik kemukjizatan al-Qur’an pada pengaruh kejiwaannya terhadap bangsa
Arab umunya, dan terhadap penganutnya secara khusus. Al-Qur’an, menurutnya, telah

10
melahirkan perubahan besar dan revolusi dahsyat yang dilakukan oleh mereka yang
mempedomaninya dengan benar dan baik.

Mannâ’ al-Qaththân mempunyai sorotan yang sama dengan Râsyid Ridhâ, yaitu ketika
ia mengatakan bahwa al-Qur’an, bagaimana pun adalah Kitab Suci yang telah mengubah
bangsa Arab para penggembala binatang ternak menjadi pemimpin dan pemegang kendali
peradaban manusia. Kenyataan ini saja cukuplah menjadi kesaksian bagi kamukjizatan al-
Qur’an.

Sedangkan menurut ‘Abdul Wahhâb Khallaf, aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an


antara lain: 

Pertama, keterpaduan dan keserasian antara ungkapan-ungkapan, makna-makna,


hukum-hukum dan konsep-konsep yang dibawa dan ditawarkannya. Al-Qur’an, dengan 6000
lebih ayat yang dikandungnya, ketika ia mengungkapkan sesuatu yang hendak
disampaikannya, baik tentang masalah keimanan, akhlak, hukum, maupun beberapa konsep
dasar tentang semesta, kehidupan sosial dan individual, menggunakan ungkapan-ungkapan
dan redaksi yang bercorak dan beragam. Dalam keragaman ini tidak ditemukan adanya
pertentangan dan kontradiksi satu sama lainnya.

Kedua, kesesuaian ayat-ayatnya dengan penemuan-penemuan ilmiah.

Ketiga, kandungan beritanya tentang berbagai peristiwa yang hanya diketahui oleh
Yang Maha Mengetahui tentang alam gaib.

 Keempat, kefasihan kata-kata yang dipilihnya, keindahan redaksi yang digunakannya


serta kekuatan pengaruh yang ditimbulkannya.

Sementara itu al-Shabûnî menandai tidak kurang dari sepuluh aspek kemukjizatan al-
Qur’an, sebagai berikut:

1. Susunan kata-katanya yang sangat indah dan menarik, sangat berbeda dengan
susunan yang kerap diucapkan oleh bangsa Arab.
2. Susunan redaksional yang indah menawan, sangat berbeda dengan uslub-uslub
orang Arab umunya.
3. Kekayaan dan kepadatan makna yang dikandungnya. Tidak mungkin ada makhluk
yang mampu mendatangkan ayat serupa ayat al-Qur’an.
4. Muatan ajaran tasyriknya yang lengkap dan sempurna. Sama sekali berbeda dengan
hukum-hukum buatan manusia.

11
5. Berita-berita gaib yang diceritakannya yang tidak mungkin diketahui selain lewat
wahyu.
6. Tidak adanya pertentangan dengan ilmu-ilmu kealamsemestaan.
7. Ketepatan janji dan ancamannya sesuai dengan apa yang diberitakannya.
8. Ilmu dan pengetahuan yang dikandungnya (ilmu-ilmu syariah dan kauniyah).
9. Memenuhi segala kebutuhan manusia.
10. Pengaruhnya yang mendalam dalam hati para pengikutnya.

Dari sekian aspek kemukjizatan al-Qur’an tersebut di atas, ada tiga sisi yang penulis
anggap perlu dibahas secara tersendiri, yaitu al-i’jâz al-‘ilmî (kemukjizatan al-Qur’an dalam
aspek ilmu pengetahuan kealaman), al-i’jâz al-lughawî(kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek
kebahasaan, uslub yang digunakan dan susunan serta tertib ayatnya) dan al-i’jâz al-
tasyrî’î (kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek ajaran syariat yang dikandungnya).

1.      Al-I’jâz al-‘Ilmî

Tentang hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, Quraish Shihab menyatakan


bahwa ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh al-Qur’an, tetapi tujuan pemaparan
ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan keesaan-Nya, serta
mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih
menguatkan keimanan dan kepercayaan kepada-Nya. Quraish lalu mengutip pendapat
Mahmûd Syaltut yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan al-Qur’an
untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah,
problem-problem seni serta aneka warna pengetahuan.

Tentang hal ini, Quraish menyimpulkan enam hal:

1. Al-Qur’an adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada manusia


seluruhnya dalam persoalan-persoalan akidah, tasyrik dan akhlak demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Tiada pertentangan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan.
3. Memahami hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan bukan dengan
melihat adakah teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru tersimpul di
dalamnya, tapi dengan melihat adakah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya
menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorong lebih maju.

12
4. Membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah berdasarkan al-Qur’an
bertentangan dengan tujuan pokok atau sifat al-Qur’an dan bertentangan pula
dengan ciri khas ilmu pengetahuan.
5. Sebab-sebab meluasnya penafsiran ilmiah (pembenaran teori-teori ilmiah
berdasarkan al-Qur’an) adalah akibat perasaan rendah diri dari masyarakat
Islam dan akibat pertentangan antara golongan gereja (agama) dengan ilmuan
yang dikuatirkan akan terjadi pula dalam Islam, sehingga cendekiawan Islam
berusaha menampakkan hubungan antara al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan.
6. Memahami ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah
ijtihad yang baik, selama paham tersebut tidak dipercayai sebagai akidah
Qur’aniyah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip atau ketentuan
bahasa.

Pendapat Quraish ini senada dengan Mannâ’ al-Qaththân yang dengan tegas
menyatakan bahwa orang telah melakukan kesalahan ketika dengan menggebu mengatakan
bahwa al-Qur’an mengandung segala teori ilmiah. Keyakinan serupa ini, kata al-Qaththân,
akan bertabrakan dengan kenyataan bahwa sifat teori-teori ilmu pengetahuan senantiasa
berubah sejalan dengan dinamika perubahan waktu sesuai dengan sunnah kemajuan. Apa
yang diklaim sebagai kebenaran ilmiah pada satu saat, pada saat mendatang tidak mustahil
terbukti kesalahannya. Kemukjizatan ilmiah al-Qur’an, tegas al-Qaththân, justru terletak pada
motivasinya untuk berpikir. Ia mendorong manusia untuk memperhatikan dan mencermati
alam dan gejalanya, sambil memberikan akses dan porsi yang baik dan besar bagi akal. Al-
Qur’an tidak pernah menghalang-halangi pemeluknya untuk menambah ilmu pengetahuannya
kapan dan di mana pun.

Sedangkan menurut Ahmad Baiquni, hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan


kealaman adalah bahwa sebagai hamba Allah manusia dikaruniai akal serta pikiran untuk
dapat memilih tindakan mana yang baik dan mana yang tidak untuk kebahagiaan akhiratnya,
tetapi juga untuk bertahan hidup di dunia dan memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber
bahan pangan dan papan, sehingga ia dapat memperoleh kebahagiaan dunia sebagai khalifah
yang bertanggung jawab. Untuk itu semua, Allah telah menurunkan al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi seluruh manusia, secara garis besar, baik untuk ilmu keakhiratannya yang
rinciannya ada di dalam Sunnah Rasul, maupun ilmu keduniaan yang rinciannya berada di
dalamal-kaun (semesta).

13
Dengan bimbingan al-Qur’an manusia diarahkan agar mengembangkan sains untuk
mengetahui sifat dan tingkah laku alam sekitarnya pada kondisi-kondisi tertentu, dan dengan
penguasaan sains ini manusia dapat membuat kondisi yang sedemikian rupa hingga alam
beraksi, yang mengarah pada hasil yang menguntungkannya; ia menciptakan teknologi.
Dengan sains dan teknologilah manusia memanfaatkan dan melestarikan alam sekelilingnya
sebagai layaknya penguasa yang baik. Kemampuan manusia untuk mengarahkan alam
lingkungannya dengan teknologi agar alam beraksi yang menguntungkannya itu disebabkan
karena Allah, Sang Pemurah dan Penyayang telah menetapkan peraturan-peraturan-Nya yang
harus diikuti dengan taat oleh seluruh alam, dan manusia mengetahui Sunnatullah yang telah
diberlakukan itu dari nazhr pada sisi langit dan bumi yang menghasilkan sains.

2.      Al-I’jâz al-Lughawî

Al-Shabûnî menandai adanya tujuh karakteristik uslub al-Qur’an:

1. Sentuhan serta nuansa kata-kata al-Qur’an yang indah dan menawan, seperti
terlihat dalam keindahan bunyi dan nada yang ditimbulkan serta bahasa yang
elok menarik.
2. Membuat rela dan puas semua kalangan, baik khalayak awam maupun kalangan
khusus tertentu. Dalam arti, semua sepakat mengakui keagungannya dan
merasakan keindahannya.
3. Memberikan kepuasan bagi akal dan emosi secara berbarengan. Ia menyentuh
akal dan hati serta memadukan kebenaran dan keindahan secara apik dan indah.
4. Kualitas pemaparan yang tinggi serta cara penuangan makna-makna yang
kokoh.
5. Keseluruhan al-Qur’an bak satu jalinan yang memikat dan memesona akal serta
mengundang perhatian pandangan hati.
6. Kelihaiannya dalam mengolah kata dan menuangkan aneka ragam
penyampaian. Artinya, ia kerap menuangkan satu makna dengan beragam kata
dan cara penuturan. Semua mempunyai nilai keindahan yang amat tinggi.
7. Memadukan antara penuturan global dengan penjelasan detil.
8. Singkat redaksi padat arti.

Sekaitan dengan hal ini Rasyîd Ridhâ menulis:

Jika semua ajaran akidah Islam yang disampaikan al-Qur’an, seperti tentang keimanan
kepada Allah, malaikat, rasul dan seterusnya disatukan secara urut dalam tiga surat saja; jika

14
semua ajaran tentang ibadah disusun dan disatukan dalam beberapa surat saja; jika semua
hukum, etika, nilai-nilai keutamaan yang diajarkannya disampaikan dalam sepuluh surat saja
atau lebih; seandainya kaidah-kaidah dasar tentang hukum syariah, hukum-hukum perdata,
politik, ekonomi, kepemilikan, sosial dan hukum-hukum pidana lainnya diurut dan disatukan
dalam beberapa surat secara tersendiri; jika kisah-kisah yang dibawakan al-Qur’an dengan
ajaran, petuah, dan wejangan yang dikandungnya dipaparkan dalam satu atau dua surat saja
secara tersendiri layaknya buku sejarah; jika semua muatan al-Qur’an yang telah disebutkan
dan yang belum disebutkan dipisahkan secara sendiri-sendiri, pastilah al-Qur’an akan
kehilangan keistimewaan hidayah teragungnya dari ajaran tasyrik yang dibawanya, juga akan
kehilangan hikmah dari diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, yaitu ta’abbud, juga tentulah
para penghafalnya akan kehilangan banyak ajaran, pelajaran, dan nilai-nilai ideal yang
dikandungnya. Sebab, misalnya, jika ada orang yang hafal satu atau dua surat saja, maka
yang akan ia dapatkan hanya satu ajaran saja, umpamanya tentang tentang akidah atau
tentang hukum saja, sementara ajaran-ajaran lainnya luput darinya. Selain akan kehilangan
banyak mutiara kandungan al-Qur’an, juga seandainya disusun secara sendiri-sendiri
berdasarkan tema-tema tertentu, maka ia akan kehilangan ciri paling khas dari kemukjizatan
al-Qur’an itu sendiri.

3.      Al-Ij’jâz al-Tasyrî’î

Kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek ini adalah bahwa al-Qur’an datang membawa
manhaj tasyrî’ yang sempurna, yang menjamin terpenuhinya segala kebutuhan manusia
seluruhnya pada setiap zaman dan tempat. Dengan ajaran ini kondisi manusia, baik sebagai
individu maupun kelompok, menjadi mulia dan luhur, di dunia dan akhirat. Model tasyrî’
qur’ânî ini sangat berbeda dengan semua jenis hukum, aturan dan perundangan buatan
manusia.

Masmû’ Abû Thâlib menilik beberapa butir yang menjadi bukti kemukjizatan al-Qur’an
dalam aspek ini, Sebagai berikut:

1. Memperbaiki dan meluruskan akidah dengan jalan menunjukkan manusia akan


hakikat asal kejadian (al-mabda`) dan akhir (al-ma’âd) kehidupan serta
kehidupan di antara keduanya. Butir ini berisi ajaran tentang keimanan kepada
Allah, malaikat, kitab, para rasul dan hari akhir.

15
2. Memperbaiki dan meluruskan praktik ibadah dengan jalan menunjukkan
manusia akan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang dapat menyucikan jiwa dan
mental manusia.
3. Memperbaiki akhlak dengan jalan menunjukkan manusia akan nilai-nilai
keutamaan dan perintah untuk menjauhi segala bentuk kekejian dan keburukan,
serta menjaga keseimbangan.
4. Memperbaiki dan meluruskan kehidupan dengan jalan memerintahkan manusia
agar mereka menyatukan barisan, menghapus segala benih fanatisme dan gap
yang membawa kepada perpecahan. Ini dilakukan dengan jalan mengingatkan
mereka bahwa mereka berasal dari jenis dan jiwa yang sama.
5. Meluruskan kehidupan politik dan tata kehidupan bernegara. Ini dilakukan
dengan jalan memancangkan keadilan mutlak, persamaan antara sesama
manusia dan memelihara nilai-nilai luhur keutamaan seperti keadilan, dedikasi,
kasih sayang, persamaan dan kecintaan dalam segala bentuk hukum dan
interaksi sosial.
6. Memperbaiki dan meluruskan perilaku ekonomi dan pendayagunaan harta,
dengan jalan anjuran untuk membudayakan hidup hemat, memelihara harta dari
kesia-siaan dan kepunahan.
7. Meluruskan aturan perang dan perdamaian, dengan jalan memberikan
pengertian hakiki tentang perang, larangan menganiaya, kewajiban menepati
perjanjian dan mengutamakan perdamaian daripada peperangan.
8. Memerangi sistem perbudakan dan anjuran untuk memerdekakan para budak.
9. Membebaskan akal budi dan nalar pikir dari segala tiran yang
membelenggunya, seraya memerangi pemaksaan, intimidasi dan absolutisme.

16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Al-Qur’an memuat multidimensi yang kesemuanya diperuntukkan bagi kebaikan umat


manusia. Sebanyak dimensi yang dikandung al-Qur’an sebanyak itu pula mukjizat yang
dimilikinya. Itu tidak lain karena setiap dimensi yang dimilikinya, pada saat yang sama juga
merupakan dimensi-dimensi kemukjizatan al-Qur’an. Dari sini kita dapat dengan tegas
mengatakan bahwa al-Qur’an adalah seluruhnya mukjizat. Tidak ada pemilahan. Tidak ada di
antara muatan al-Qur’an yang bukan mukjizat.

            Unsur mukjizat ada empat, yaitu hal yang atau peristiwa yang luar biasa, terjadi
atau dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung tantangan terhadap yang meragukan, dan
tantangan tersebut tidak mampu di layani.

Menurut Syeikh Muhammad Ali al- Shabuniy, segi-segi kemukjizatan al-quran ada
sebelas. Beberapa dalil tentang kemukjizatan al-quran:

1. Al-quran tersebar luas dimuka bumi ini, termasuk di jazirah Arab, khususnya
di Kota Mekkah, yang merupakan daearah yang belum mengenal peradaban dan
kebudayaan metroplis sebagaimana yang telah dihasilkan oleh berbagai
masyarakat yang dianggap maju.
2. Al- quran dibawa oleh rasulullah Saw dan juga disebarluaskan kepada
penduduk bumi ini oleh salah seorang penduduk Mekkah yang belum pernah
mengecap pendidikan dan pengajaran meski hanya sedikit. Sebagaimana yang
dinyatakan dalam al-quran: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-
quran) sesuatu kitab pun dan kamu (tidak) menulis suatu kitab dengan tangan
kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah
orang-orang yang mengingkari (mu).

B. Saran

Demikian tugas pembuatan makalah ini meskipun jauh dari kesempurnaan, harapan
kami dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui tentang kemukjizatan al-quran yang
sangat luar biasa tersebut. Dan semoga dengan adanya pembuatan makalah ini kita dapat
mengambil manfaatnya khususnya bagi para pembaca sekalian.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abû Thâlib, Masmû Ahmad, Khulashah al-Bayân fî Mabâhits min ‘Ulûm al-


Qur’ân,Cairo: Dâr al-Thibâ’ah al-Muhammadiyah, cet. I, 1994.

Al-‘Aqqâd, ‘Abbâs Mahmûd, al-Falsafah al-Qur’âniyah,Cairo: Dâr al-Hilâl, tt.

Al-Ghazâlî, Muhammad, al-Mahâwir al-Khamsah lî al-Qur’ân al-Karîm, Mansoura:


Dâr al-Wafâ`, cet. I, 1989.

Al-Qaththân, Mannâ’, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Mansyûrât al-‘Ashr al-


Hadîts, cet. III, 1973.

Al-Shabûnî, Muhammad ‘Alî, al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Mu`assasah


Manâhil al-‘Irfân, cet. II, 1980.

Al-Suyûthî, Jalâluddîn, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah,


cet. III, 1995.

Baiquni, Achmad, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,Yogyakarta: PT. Dana


Bhakti Primayasa, cet. I, 1996.

Ismâ’îl, Fâthimah, al-Qur’ân wa al-Nazhr al-‘Aqlî, Virginia: International Institute of


Islamic Though, cet. I, 1993.     

Khalaf, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilm Ushûl al-Fiqh,Cairo: Maktabah al-Da’wah al-Islâmiyah,


cet. VIII, 1990.

Muhammad, Mamdûh Hasan, I’jâz al-Qur’ân lî al-Bâqilânî,Cairo: Dâr al-Amîn, cet. I,


1993.

Ridhâ, Muhammad Rasyîd, al-Wahy al-Muhammadî,Beirut: al-Maktab al-Islâmî, cet.


X, 1985.

Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan al-Qur’an,Bandung: Mizan, cet. XIII,


1996.

http://kumpulanmakalah94.blogspot.co.id/

http://firmankumai.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ulumul-quran-tentang.html

http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.co.id/2012/03/makalah-mukjizat-al-quran.html

http://adeeeeeeee.blogspot.co.id/p/makalah-kemukjizatan-al-quran.html

18
19

Anda mungkin juga menyukai