Anda di halaman 1dari 37

HEMODIALISIS (CUCI DARAH)

A. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) adalah sebuah terapi . Kata ini berasal dari kata
haemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti dipisahkan.
Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Penggganti Ginjal, yang
digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi gingjal, baik akut
maupun kronik. Perinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan
menerapkan proses dufusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam
membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis dapat dikerjakan
untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat
pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik). Pada
dasarnya untuk dapat dilakukan Hemodialisa memerlukan alat yang
disebut ginjal buatan (dialiser), dialisat dan sirkuit darah. Selain itu juga
diperlukan akses vaskuler. Hemodialisis berfungsi membuang produk-
produk sisa metabolisme seperti potassium dan urea dari darah dengan
menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi sebagai ginjal
menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya,
dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu, penderita
dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat
racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam
dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui
suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme)
dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran
semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah
dialirkan kembali ke dalam tubuh.

 B. Proses Hemodialisis

    

Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dializer(ginjal buatan), lalu darah
pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin dialisis
yang paling baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim koputerisasis dan secara
terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir
darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH
dll. Bila ada yang tidak normal, alarem akan berbunyi. dua diantara mesin
dialisis yang paling besar adalah fresenius dan gambro. Dalam hemodialisis
memerlukan akses vaskular(pembulu darah) hemodalisis (AVH) yang cukup baik
agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan
darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinu selama hemodialis 4-5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang dipembulu darah vena di leher atau
paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara
arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih
populer bila disebut(brescia) cimino fistula. kemudian darah dari tubuh pasien
masuk kedalam sirkulasi darah mesin hemodialisis yang terdiri dari selang
inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ketubuh). kedua
ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk kepembulu darah
pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk kedialisar. Jumlah darah yang
menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser darah
dibersihkan, sampah-sampah secara kontinu menembus membran dan
menyebrang ke kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat mengalir
dalam mesin hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam
dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialidat merupakan cairan yang
pekat dengan bahan utama elektr;it dan glukosa , cairan ini dipompa masuk
kemesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses
pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses hamodialisis, darah
pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada diluar tubuh yaitu dalam
sirkulasi darah mesin. Driving force yang digunakan adalah pebedaan
konsentrasi zat yang terlarut berupa racun seperti partikel-partikel kecil, seperti
urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan klorida pada darah dan dialysate.
Semakin besar konsentrasi racun tersebut didalam darah dan dialysate maka
proses difusi semakin cepat. berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana
pengankutan adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialisis
bersandar apda pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir,
dimana bila diasylate mengalir kedalam berlawanan arah dengan mengalir
extracorporeal sirkuit. metoda ini dapat meningkatkan efektivitas dialisis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan.
urea dan sisa metabolisme lainya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam
dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut adalam darah digunakan
prinsip ultrafiltrasi. driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang
lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membran. Jika tekanan dari
dialyzer di turunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akn didapatkan darah yang bersih
setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin
hemodialisis modern, sehingga keefektifitasannya dalam menggantikan peran
ginjal sangat tinggi. 
C. Penyebab Harus Dilakukan Hemodialisis (Cuci Darah): Cuci darah dilakukan
jika gagal ginjal dan dapat menyebabkan: a) Kelainan fungsi otak ( Ensefalopati
Uremik ) b) Perikarditis (Peradangan Kantong Jantung ) c) Asidosis ( Peningkatan
Keasaman Darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobata lainnya.
d) Gagal Jantung e) Hiperkalemia ( Kadar Kalium Yang Sangat Tinggi Dalam
Darah ) f) Hipoksemia. Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting
yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonar. g) Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit.
Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan factor risiko
terjadinya perdarahan. h) Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang
sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. i) Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat. 

D. Jenis Cuci Darah: Ada 2 jenis cuci darah: 

1. Peritoneal dialisis

    

Cuci darah peritoneal adalah metode yang kurang dikenal cuci darah, walaupun
hal ini menjadi lebih umum. Cuci darah peritoneal melibatkan menggunakan
peritoneum sebagai filter. Periotenaum adalah selaput tipis yang melapisi
bagian dalam perut, dan mengelilingi dan mendukund organ-organ perut,
seperti perut dan hati. Seperti ginjal,periotoneum berisi ribuan pembuluh darah
kecil, sehingga berguna sebagai alat penyaringan. Selama cuci darah peritoneal,
tabung fleksibel kecil yang dikenal ssebgai karakter terpasang ke sayatan di
perut anda, dan cairan khusus yang dikenal sebagai cairan Cuci Darah, dipompa
ke rongga peritoneal anda. Rongga peritoneal adalah ruang sekiar peritoneal.
Saat darah bergerak melalui peritoneum, produk limbah dan kelebihan cairan
yang dipindahkan keluar dari drah dan ke dalam cairan Cuci Darah. Cairan Cuci
Darah ini kemudian dikeringkan keluar dari rongga. 

 1. Hemodialisa
    

Hemodialisa adalah jenis cuci darah yang kebanyakan orang sadari. Ini
melibatkan memasukan jarum, yang melekat oleh tabung untuk mesin cuci
darah, ke dalam pembuluh darah. Pada proses hemodialisa , darah akan
dialirkan melalui saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah
metabolisme dan air yang berlebih. Kemudian darah yang bersih akan
dikembalikan ke dalam tubuh. Pengeluaran sampah dan air serta garam
berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah dan kandungan
kimia tubuh jadi lebih seimbang. Setiap pasien HD diharuskan mematuhi jadwal
cuci darahnya. Dalam seminggu biasanya pasien menjalani 2 kali cuci darah,
masing-masing sekitar 4 jam. Namun adalakanya untuk kondisi tertentu,
menjadi lebih dari 2 kali seminggu. Ø Dialiser (ginjal buatan) `Seperti inilah
bentuk tipikal dari hollow fiber dializer. Di dalamnya terdapat serabut yang
memungkinkan darah untuk lewat. Cairan dialisis, yang merupakan cairan
pembersih dipompakan di antara serabut-serabut tersebut. Serabut tersebut
memiliki lubang-lubang halus yang memungkinkan air dan sampah metabolisme
terserap dalam cairan pembersih dan membawanya keluar. Ø Dialiser Reuse
Penggunaan dialiser berulang ini dinamakan reuse. Reuse merupakan tindakan
yang aman yaitu proses membersihkan dialiser sesuai dengan standart
prosedur yang telah teruji. Dialiser ini akan diuji kelayakannya terlebih dahulu
sebelum digunakan dan hanya digunakan pada satu orang untuk satu dialiser.
Sebelum tindakan cuci darah dilakukan, pastikan dialiser yang dipasang sesuai
dengan nama pasien pemilik. Ø Cara Dialisis (Dialisat) Cairan pencuci yang
disebut dialisat, adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah dan
kelebihan air dari tubuh. Cairan ini terdiri dari zat kimiawi yang membuatnya
seperti spon. Dokter akan memberikan spesifikasi cairan yang sesuai dengan
keadaan pasien. Ø Akses Jarum (Fistula) Jarum adalah bagian paling
menakutkan dari cuci darah. Krim anestesi ataupun spray digunakan untuk
mengurangi rasa sakit saat penusukan jarum pertama kali. Kebanyakan unit
renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan dan mengeluarakan darah.
Memang ada juga jarum khusus yang bisa digunakan dengan dua bukaan, tapi
jarum ini dianggap kurang efisien dan memerlukan waktu yang lebih lama. A.
Cara Penggunaan Mesin Dialisis Sebuah mesin dialisis adalah mekanisme yang
menyaring darah pasien untuk mengeluarkan produk sampah dan air yang
berlebih ketika pasien tidak memiliki ginjal lebih lanjut, atau jika ginjal tidak
berfungsi atau rusak. Prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Darah diekstraksi
melalui fistula arterio-vena, vena khusus dibentuk pada lengan bawah. Drah
dibawa ke tabung plastik dari mesin dialisis. 2. Mesin dialisis adlah mirip dengan
ginjal buatan. Ini memiliki tabung plastik yang mengangkut darah dipindahkan
ke dialyser untuk menyaring. 3. Dari dialyser tersebut, larutan garam adalah
disebarkan dengan darah, yang sekarang disebut dialisat. 4. Dialisat diproses
melalui penyaringan. Bagitu proses tersebut selesai, darah bersih dimasukan
kembali ke pasien. Kotoran sekarang telah di hapus hanya menyisakan darah
bersih. 5. Jika dialisis akan dilakukan di sebuah klinik dialisis khusus, jangan
terlambat datang. Kebanyakan sesi berlangsung selama sekitar empat jam
untuk sekali atau tiga kali seminggu tergantung kebutuhan tubuh pasien. 6.
Tugas ginjal manusia ditiru oleh mesin dialisis. Ini menghilangkan urea dan
beberapa garam dari darah sehingga, hindari selalu banyak garam dalam
makanan setelah anda dikembalikan. 7. Sebuah tabung membran semi-berpori
mengmungkinkan darah mengalir dari pasien ke larutan steril. Penting
komponen darah yang tegang oleh membran, garam dan aliran urea ke dalam
larutan steril sebelum dihapus. 8. Dialisis menghilangkan kelebihan cairan dari
darah dan menghilangkan urea, natium, magnesium, kalium, dan bahan kimia
lainnya. 9. Dialser ini melakukan proses cuci darah dimana darah memasuki
header merah dan berjalan melalui ribuan serat berongga tipis. Dialisat
sekarang memasuki header biru dari bawah dan mengalir di sekitar dapat
menyedot dari darah molekul besar dan menghapusnya. 10. Elektrolit dan
limbah pindah ke dialisat karena memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Langkah
ini disebut difusi. Dialisat segar ada setiap saat dan tidak pernah berakhir. 11.
Cairan dieliminasi dari darah seperti ginjal lakukan. 12. Menghapus cairan dari
darah adalah melaui filtrasi ultra, mirip dengan reverse osmosis. Dalam reverse
osmosis ukuran pori membran terlalu kecil sehingga hanya bisa memungkinkan
air untuk lulus, ukaran pori membran lebih besar di ultra filtrasi. Untuk
menggunakan mesin dialisis membutuhkan bantuan dokter. Seorang pasien
tidak bisa melakukannya sendiri. Selain itu, hanya dokter dapat mengdiagnosa
jika ada kebutuhkan untuk sebuah dialisis. Dan jika ada, hanya peran pasien
untuk berkonsultasi dengan dokter ginjal, bertanya tentang mesin dan
memungkinkan prosedur.
http://diaanaatn.blogspot.com/2014/04/hemodialisis-cuci-daraha_2.html

engenal Cuci Darah (Hemodialisa)


BY ADMIN · JUNE 11, 2012 · NO COMMENTS

KESEHATAN · TAGGED: CUCI DARAH, HEMODIALISA
Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO),
secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani
hidup bergantung pada cuci darah.
Di Indonesia, berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien
gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia
lanjut. Menurut Depkes RI 2009, pada peringatan Hari Ginjal Sedunia mengatakan hingga saat ini di Tanah Air
terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah. Sayangnya
hanya 7.000 pasien gagal ginjal kronik atau 10% yang dapat melakukan cuci darah yang dibiayai program Gakin dan
Askeskin.

Dari data PT Askes tahun 2009 menunjukkan insidensi gagal ginjal di Indonesia mencapai 350 per 1 juta penduduk,
saat ini terdapat sekitar 70.000 pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah.

Cuci darah (Hemodialisa, sering disingkat HD) adalah salah satu terapi pada pasien dengan gagal ginjal yang
dimana dalam hal ini fungsi “pencucian darah” yang seharusnya dilakukan oleh ginjal diganti dengan mesin. Dengan
mesin ini pasien tidak perlu lagi melakukan cangkok ginjal, pasien hanya perlu melakukan cuci darah secara periodik
dengan jarak waktu tergantung dari keparahan dari kegagalan fungsi ginjal.

Fungsi ginjal untuk “pencucian darah” adalah dengan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain.

Cuci darah dilakukan jika ginjal kita tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik atau biasa disebut
dengan gagal ginjal. Kegagalan ginjal ini dapat terjadi secara mendadak (gagal ginjal akut) maupun yang terjadi
secara perlahan (gagal ginjal kronik) dan sudah menyebabkan gangguan pada organ tubuh atau sistem dalam tubuh
lain. Hal ini terjadi karena racun – racun yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal tidak dapat dikeluarkan karena
rusaknya ginjal. Kelainan yang dapat terjadi yaitu meningkatnya kadar keasaman darah yang tidak bisa lagi diobati
dengan obat – obatan, terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh, kegagalan jantung memompa darah
akibat terlalu banyaknya cairan yang beredar di dalam darah, terjadinya peningkatan dari kadar ureum dalam tubuh
yang dapat mengakibatkan kelainan fungsi otak, radang selaput jantung, dan perdarahan.
Cuci darah dapat dilakukan dalam sementara waktu apabila kerusakan fungsi ginjal bersifat sementara, biasanya
sering terjadi pada kasus gagal ginjal akut. Tetapi, pada kasus gagal ginjal kronik dimana kerusakan fungsi ginjal
bersifat permanen, maka cuci darah dilakukan seumur hidup pasiennya.
Rata-rata setiap orang memerlukan waktu 9-12 jam dalam sepekan untuk mencuci seluruh darah yang ada, tetapi
karena dianggap terlalu lama, maka dibuat waktu cuci darahnya menjadi 3 kali  pertemuan dalam sepekan dan
disetiap pertemuannya dilakukan selama 3-4 jam. Tentu saja akan berbeda pada setiap orang yang memerlukan cuci
darah, hal itu sangat tergantung dari derajat kerusakan ginjalnya, diet sehari-hari, penyakit lain yang menyertainya
dan lain-lain. Sehingga dokterlah yang akan menentukannya untuk setiap pasien dengan tepat.

Mekanisme pada mesin cuci darah adalah dengan memompakan darah pasien ke dalam mesin kemudian lalu
dibersihkan dan dipompakan lagi ke dalam tubuh. Darah yang dipompakan ke dalam tubuh sekitar 200 – 300
ml/menit secara kontinu selama 4 – 5 jam oleh karena arus dari pembuluh darah yang deras maka diperlukan akses
intravena yang cukup besar, sehingga dibuat hubungan antara arteri dan vena pasien yang biasanya disebut dengan
cimino yang diletakkan di lipatan siku.

Efek samping yang dapat terjadi pada pasien hemodialiasis adalah keram pada otot, pusing lemah, mual, muntah,
infeksi pada pembuluh darah, berkunang – kunang, kelainan ritme jantung, perdarahan , gangguan pencernaan.

Untuk pasien dengan gagal ginjal, asupan makanan dan cairan akan membuat pasien menjadi lebih sehat, karena
didapatkan banyak pasien gagal ginjal dengan malnutrisi terutama akibat dari rendahnya konsumsi makanan,
perasaan mual, pembatasan diet, serta pengobatan yang dapat menyebabkan efek samping saluran pencernaan,
oleh karena itu diperlukan pengaturan diet yang seimbang dan tepat untuk pasien gagal ginjal, berikut adalah diet
yang tepat pada pasien dengan gagal ginjal :

1. Cari tahu berat tubuh ideal

Pasien harus selalu menimbang badannya setiap hari, jika terjadi kenaikan atau penurunan berat badan yang terlalu
banyak, pasien harus segera menghubungi dokternya. Karena kenaikan berat badan yang terlalu banyak yang terjadi
bersamaan dengan bengkak dan sesak dapat merupaka tanda – tanda terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh
pasien

2. Memenuhi kebutuhan kalori/energi dan protein sehari – hari

Kebutuhan energi bagi pasien dengan gagal ginjal adalah 30 – 35kkal/kgBB/hari, berat badan yang dimaksud adalah
berat pada saat pasien tidak bengkak.

Sebelum pasien menjalani cuci darah, pasien biasanya menjalani diet rendah protein, namun setelah menjalani cuci
darah jumlah dari asupan protein dapat ditingkatkan secara perlahan, jenis – jenis makanan yang mengandung
protein yaitu daging segar, daging ayam, ikan dan seafood lainnya, telur, serta produk susu, walaupun asupan
protein juga harus tetap dibatasi, pasien dapat bertanya kepada dokter lebih lanjut untuk mengetahui berapa jumlah
protein yang tepat untuk dikonsumsi pasien dialysis. Karena kebutuhan protein pada pasien sangat bergantung pada
jenis gagal ginjal yang dialami pasien dan cuci darah yang dijalaninya.
3. Rendah natrium

Natrium adalah mineral yang sering ditemukan secara natural pada makanan, biasanya banyak terdapat pada garam
dan daging yang diproses seperti sosis, snack – snack yang asin seperti crackers maupun keripik, ham,
dan bacon.  Memakan terlalu banyak natrium akan menyebabkan pasien selalu haus dan menyebabkan tubuh
menahan lebih banyak cairan
4.  Mengurangi asupan cairan

Cairan disini tidak hanya berbentuk air tetapi juga segala makanan yang berbentuk cairan pada suhu kamar, buah –
buahan dan sayuran juga mengandung banyak cairan sehingga harus dilakukan penghitungan cairan juga terhadap
makanan tersebut. kebutuhan cairan dihiting dari berat kering pasien yaitu berat saat pasien baru saja menjalani
hemodialisa saat semua cairan berlebih sudah dibuang, biasanya kebutuhan cairan antara 500 -1000 ml per harinya,
namun pasien harus bertanya lebih lanjut ke dokternya berapa cairan yang sebenarnya diperbolehkan utnuk
dikonsumsi.

Cara mengontrol rasa haus dalam menjalani pengurangan asupan cairan antara lain dengan mengurangi makanan
asin yang dapat merangsang rasa haus, minum air secara perlahan dengan gelas berukuran kecil, bekukan
minuman dalam bentuk es batu berukuran kecil dan kunyah secara perlahan.

5.  Mengurangi kadar kalium

Kalium adalah elektrolit yang dapat mempengaruhi ritme dari jantung, biasanya kadar kalium akan meningkat akibat
proses cuci darah. Makanan – makanan yang mengandung kadar kalium yang tinggi adalah alpukat, buncis, kiwi,
jeruk, kentang, bayam, pisang, yoghurt, kismis, jambu, kentang, kacang

6.  Mengurangi mineral fosfat

Dalam keadaan gagal ginjal fosfat akan menumpuk dalam darah sehingga menarik kalsium dari tulang dan
menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Makanan yang kaya akan fosfat antara lain susu, keju, es krim,
buncis, kacang polong, minuman bersoda, bir, coklat, dan kacang – kacangan.

Disusun oleh dr. Yahmin Setiawan, MARS (Direktur LKC Dompet Dhuafa) dan Faradila RT (Mahasiswa FKUI
Semester 10 yang sedang magang di LKC Dompet Dhuafa)
http://www.lkc.or.id/2012/06/11/mengenal-cuci-darah-hemodialisa/
Mengenal Cuci Darah
(Hemodialisis)
Saat mendengar istilah cuci darah, pasti hampir sebagian
pembaca merasa gentar dan takut. Cuci darah atau hemodialisis
menjadi sebuah momok negatif dalam masyarakat umum,
dikarenakan adanya mitos bahwa cuci darah sama dengan
 
meninggal, bila sudah menjalankan cuci darah maka akan
dilakukan seumur hidup dan pasti meninggal. Pendapat ini tidak
 dr. Indro Chayadi Saleh
sepenuhnya benar, karena hemodialisis merupakan tindakan
medis yang merupakan alat terapi untuk pasien penyakit ginjal
dengan kondisi tertentu. Memang ada pasien yang membutuhkan seumur hidup
dilakukan cuci darah namun ada juga yang hanya membutuhkan beberapa kali saja dan
pasien akan kembali normal. Peluang perbaikan melalui hemodialisis tergantung dari
tingkat keparahan penyakit pasien yang disebabkan karena keterlambatan pengobatan,
oleh karena keengganan pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan cuci darah segera.
Namun harus diingat bahwa dari 1 juta orang dengan penyakit gagal ginjal terdapat 400
orang yang membutuhkan terapi cuci darah/hemodialisis.

Sejarah cuci darah dimulai dari seorang ahli kimia asal Skotlandia bernama Prof
Thomas Graham yang pada tahun 1854 menemukan prinsip pemisahan bahan /zat
melalui membran semipermeable. Pada tahun 1912 dilakukan hemodialisis pertama
kepada hewan dengan menggunakan ginjal buatan (Artificial Kidney) oleh Jhon L Abel,
LG Rowntre dan BB Turner dari John Hopkins Medical School. Hemodialisis pertama
pada manusia dilakukan oleh George Haas pada tahun 1914 di Jerman. Sedangkan di
Indonesia hemodialisis pertama kali dilakukan pada tahun 1972 di RS Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Sebelum membahas lebih lanjut mari kita pahami beberapa pengertian cuci
darah. Hemodialisis adalah suatu tindakan membersihkan racun
dalam tubuh, karena ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh. Hemodialisis dilakukan pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal akut dalam kondisi tertentu.

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang dialami selama 3 bulan


atau lebih dengan definisi sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal.
Penyakit ginjal kronik dapat sampai ke tingkat cuci darah secara bertahap namun
progresif dan bersifat irreversibel, Jadi bila pasien ini memerlukan cuci darah berarti
kerusakan ginjal sudah berlangsung lama dan biasanya memerlukan cuci darah seumur
hidup.

Penyakit ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara


mendadak dimana sebelumnya ginjal dalam keadaan normal dan pada beberapa kasus
perlu dilakukan cuci darah. Pasien dengan penyakit ginjal akut bila penyebab penyakit
ginjalnya dapat diobati maka fungsi ginjal akan kembali membaik dan tidak
memerlukan cuci darah lagi.

Kapan dilakukan cuci darah? Idealnya Cuci darah dilakukan bila fungsi


ginjal (Laju Filtrasi Glomerolus/LFG) kurang dari 15 ml/menit. Namun dalam
pelaksanaannya ada beberapa pedoman yaitu, LFG kurang dari 10 ml/menit dengan
disertai gejala uremia dan malnutrisi. Atau LFG kurang dari 5 ml/menit untuk pasien
dengan kerusakan ginjal akibat diabetes (Nefropati Diabetik) walaupun tanpa gejala
dapat dilakukan lebih awal untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Kondisi-kondisi tertentu yang perlu segera (cito) dilakukan hemodialisis yaitu:

-   Asidosis berat, yaitu kondisi pH darah pasien yang sangat rendah dan tidak dapat

   dikoreksi lagi dengan obat-obatan.

-   Intoksikasi : kondisi keracunan, dilakukan cuci darah untuk membantu menurunkan
tingkat

   keparahannya, contohnya keracunan methanol.


-   Uremia: kondisi pasien dengan tingkat sisa metabolisme ureum dalam tubuh sangat
tinggi

     dengan gejala klinis: mual muntah, kecegukan yang tidak berhenti,  

     penurunan kesadaran, bahkan kejang - kejang.

-   Elektrolit imbalance. Pada pasien dengan penyakit ginjal terjadi gangguan elektrolit
dalam

     tubuh, umumnya yang menjadi masalah adalah kelebihan kalium, menjadi
hiperkalemi.

     Kondisi ini bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan pada jantung.

-   Overload, terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi penumpukan
cairan

     dalam paru-paru yang disebut sebagai Edema Paru, sehingga menyebabkan pasien
menjadi

     sesak nafas hebat.

Komponen dalam hemodialisis ada bermacam-macam, seperti Dialyzer (Kidney


artificial), blood line, avfistula, cairan bicarbonate, cairan asam. Dari semua komponen
ini yang terpenting adalah Dialyzer (Kidney artificial) yang berfungsi sebagai ginjal
buatan, didalamnya terjadi proses perpindahan zat-zat beracun dari tubu

http://www.husada.co.id/index.php/promo-kegiatan/tips-kesehatan/142-mengenal-cuci-darah-
hemodialisis

Hemodialisis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya pemisahan zat-zat
terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui proses
penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis.
Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah ‘cuci darah’.

Cara kerja[sunting | sunting sumber]


Pada hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan diedarkan dalam sebuah mesin di
luar tubuh, sehingga cara ini memerlukan jalan keluar-masuk aliran darah. Untuk itu dibuat jalur
buatan di antara pembuluh arteri dan vena atau disebut fistula arteriovenosa melalui pembedahan.
Lalu dengan selang darah dari fistula, darah dialirkan dan dipompa ke dalam mesin dialisis. Untuk
mencegah pembekuan darah selama proses pencucian, maka diberikan obat antibeku
yaitu Heparin.

Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin yang bernama dialiser. Di
dalam dialiser, terjadi proses pencucian, mirip dengan yang berlangsung di dalam ginjal. Pada
dialiser terdapat 2 kompartemen serta sebuah selaput di tengahnya. Mesin digunakan sebagai
pencatat dan pengontrol aliran darah, suhu, dan tekanan.

Aliran darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada kompartemen lainnya dialirkan
dialisat, yaitu suatu carian yang memiliki komposisi kimia menyerupai cairan tubuh normal. Kedua
kompartemen dipisahkan oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat mengalir secara
berlawanan arah. Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada dalam darah dapat berpindah melalui
selaput semipermeabel menuju dialisat. Itu karena, selama penyaringan darah, terjadi
peristiwa difusi dan ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan protein darah lebih besar dari zat
sampah dan racun, sehingga tidak ikut menembus selaput semipermeabel. Darah yang telah
tersaring menjadi bersih dan dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Dialisat yang menjadi kotor
karena mengandung zat racun dan sampah, lalu dialirkan keluar ke penampungan dialisat.

Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dalam campuran, dari bagian pekat ke bagian yang
lebih encer. Difusi dapat terjadi bila ada perbedaan kadar zat terlarut dalam darah dan dalam
dialisat. Dialisat berisi komponen seperti larutan garam dan glukosa yang dibutuhkan tubuh. Jika
tubuh kekurangan zat tersebut saat proses hemodialisis, maka difusi zat-zat tersebut akan terjadi
dari dialisat ke darah.

Ultrafiltrasi merupakan proses berpindahnya air dan zat terlarut karena perbedaan tekanan
hidrostatis dalam darah dan dialisat. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialisat memaksa air
melewati selaput semipermeabel. Air mempunyai molekul sangat kecil sehingga pergerakan air
melewati selaput diikuti juga oleh zat sampah dengan molekul kecil.
Kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Setelah proses penyaringan dalam dialiser
selesai, maka akan didapatkan darah yang bersih. Darah itu kemudian akan dialirkan kembali ke
dalam tubuh.

Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 hingga 12 jam dalam seminggu untuk menyaring seluruh
darah dalam tubuh. Tabi biasanya akan dibagi menjadi tiga kali pertemuan selama seminggu, jadi 3
- 5 jam tiap penyaringan. Tapi hal ini tergantung juga pada tingkat kerusakan ginjalnya. [1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Hemodialisis

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA


MARCH 11, 2014CAHYAAGNESTI  ALL ABOUT ME LEAVE A COMMENT

A. DEFINISI
Hemodialisa adalah Menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi
permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan
membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381).

Hemodialise adalah pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semi
permeable ( alat dialysis) ke dalam dialisat. ( Tisher, C. C, dkk .1997)Hemodialisa adalah
difusi pertikel larut dari satu kempartemen cairan ke kompatemen lain melewatai membran
semi permeabel ( Hudak, M. C. 1996 : 39).

Dialisa adalah suatu proses pembuangan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membran semipermiabel, berdasarkan prinsip difusi osmosis dan aultrafiltrasi( engram, B.
1998 : 164).

Hemodialisa adalah lintasan darah melalui sel;ang dari luar tubuh ke ginjal buatandimana
pembuangan kelebihan zat terlarut can cairan terjadi ( Engram. B. 1998 : 164)

B. ETIOLOGI
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibatdari :
azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat,
kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisadiatasi, batu
ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. PATOFISIOLOGI
Terjadi gagal ginjal, ginjal tidak bisa melaksanakan fungsinya faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melaui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari
keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien.Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar
kimia serum dan gejala-gejala. Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin
menurun dibawah 10 ml/mnt,yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10
mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai labolatorium absolute adalah
terdapatnya gejala-gejala uremia.  
 D. TERAPI DIALISIS
1. Sebagai ginjal buatan dan pada prinsipnya adalah meningkatkan pgendealianoleh
model kinetik urea.
2. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatin, dan asam urat.
3. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan bending antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif ( penghisap ) dalam kompartemen dialisat ( ultrafiltrasi ).
4. Mempertahankan / mengembalikan sytem buffer tubuh.
E. PROSEDUR DIALISA
Alat-alat dialisis dibuat serabut berlekuk-lekuk dan piringan paralel. Kompsisinya terdiri
10.000 serabut berdiameter kecil dimana darah bersirkulasi melaui serabutserabut
tersebut.Piringan paralel terdiri dari lempengan-lempengan membran, disusun secara
paralelyang membentuk kompartemen untuk darah dan dialisat.Bahanyang digunakan :
Kuprotan, selulosa asetat, dan beberapa kopolimer sintesis berlubang-lubang kecil
( poliakrilonitril), polimetil-mettakrilat dan polisulfon, Piranti keras yang digunakan pada
kebanyakan system sialysis meliputi :
 Pompa darah
 Pompa infus untuk pemberian heparin
 Alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh, bila terjadi ketdakamanan,konsentrasi
dialisa,
  perubahan tekanan , udara, dan bocoran darah.- System dialisis terbaru terdiri aras
unit tunggal yang mencagkup alat pelepasandialisat dan komponen untuk
memonitor darah.
F. PROSEDUR PEMASANGAN
Tingkat kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan beragam
diantara pasien-pasien, yang meliputi tahap penyakit, masalah-masalah lain, keseimbangan
cairan dan elektrolit, nilai-nilai laboratorium, remuan klinis lain,respon terhadap tindakan
dialysis sebelumnya, status emosional dan observasi.

Prosedur

Setelah pengkajian pra dialysis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan


perlatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasidi capai
melalui satu beberapa pilihan-pilihan fitsula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar ( diameter 15/16 ) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fitsula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang di pasang baik pada vena
subklavia, jugularis interna atau femoralis, harus di buka dalam kondisi aseptic sesuai
dengan kebijakan institusi.Jika akses vesculae telah di tetapkan, darah mulai mengalir di
bantu oleh pompa darah
Bagian sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial” keduanya
untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai
dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum arterialdi letakan paling dekat dengan
anastomis AV pada fitsula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang diklep selalu dihubungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada
kejadian hipotensi, darah yang mengalir dan pasien dapat di klem sementara cairan normal
salin yang diklem di buka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki
tekanan darah.

Transfusi darah dan plasma ekspander juga dapat di sambungkan ke sirkuit pada keadaan
ini dan di biarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah tergantung perlalatan yang
digunakan.

1. Di liser adalah komponen paling penting selanjutnya dari sirkuti. Darah mengalir
kedalam kempartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan
dansisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara dan foam
yangmengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara
padakondisi seperti ini setiap obat-obat yang akan di berikan pada dialysis
diberikanmelaui port obat-obatan. Penting untuk di ingat bagaimanapun bahwa
kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai dialsys selesai kecuali
memang di perintahkan lain.
2. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang posdialiser. Setelah waktu tindakan yang di resepkan, dialysis
diakhiridengan mengklem darah dari pasien, membuka selang cairan normal salin,
dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser
dibuangkedalam perangkat akut, meskipun program dialysis kronik sering membeli
perlatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.Tindakan
kewaspadaan umum harus dikuti teliti sepanjang tindakan dialisis karena
pemanjanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
G. KOMPOSISI DIALISAT
Konsentrasi glukosa standar dari dialisat adalah 200 mg/dl. Komsentrasi natrium dan
kalsium diresepkan pada situasi klinis tertentu. Irigasi rendah kalsium dapat digunakan
pada terapi hiperkalasemia akut dan kronik. Dapar basa dialisat dapat berupa asetat
ataupun bikarbonat. Pada keadaan tidak  bekerjanya fungsi hati, asetat diubah mol menjadi
bikarbonat. asetat dapat menyebabkan hipotensi, depresi miokardium, nausea, muntah dan
sakit kepala. Dialisis bikarbonat walaupun lebih mahal biasanya dapat mencegah gejala –
gejala tersebut. Tindakan ini merupakan terapi pilihan pada pasien dengan gangguan
pernafasan, ketidakstabilan hemodinamika, penyakit hati dan asidosis metabolic berat,dan
pada pasien yang menjalani dialisis aliran cepat.hemodialisa mencakup shunting /
penglihatan arus darah dari tubuh pasien kedialisator dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi
dan kembali ke sirkulasi pasien.Sekarang ada 4 cara utama agar masuk ke aliran darah
pasien ini terdiri dari:

1. Fistula aeteriola vena


2. Eksternal arteriovenus shunt arus arteriovena eksternal.
3. Kateterisasi vena femoral
4. Kateterisasi vena subklavia
 H. PROSEDUR DIALISIS PERITONEAL
1. Siapkan pasien untuk pemasangan kateter dan prosedur dialisis dengan
memberikan penjelasan tentang prosedur secara menyeluruh, formulir ijin
tindakan di tandatangani sesuai kebijakan rumah sakit.
2. Kandung kemih harus dikosongkan tepat sebelum prosedur untuk menghindari
kecelakaan tusukan trokar.
3. Pasien dapat menerima obat pra operasi untuk meningkatkan relaksasi selama
tidur.
4. Cairan pendialisis dihangatkan sampai suhu tubuh atau sedikit
hangat,menggunakan alat yang dibuat khusus umtuk tujuan ini tidak dianjur
kanmenghangatkan dilisis peritonial dalam oven gelombang mikro karena
penghangatan cairan ridak sama dan inkonsistensi dari satu oven gelombang.
5. TTV dasar seperti suhu, nadi, pernafasan dan berat badan dicatat. Sebuah tempat
tidur berskala sangat ideal untuk mementau berat badan pesien dengan sering
dan karenanya haus digunakan bila memungkinkan. Memindahkan pasien
letargiatau disorientasi pada temapt tidur berskala akan menimbulakan masalah
seperti perubahan lrtak kateter.
6. Dilakukan pengkajian fisik abdomen atau trauma sebelum pemasangan kateter.
7. Instruksi khusus tentang pembuangan cairan, penggantian dan pemberian obat
harus ditulis dokter sebelum prosedur.
I. TEKNIK
1. Dengan kondisi steril, insisi kecil garis median dibuat dibawah umbilikus.
2. Trokar dimasukkan melalui insisi kedalam rongga peritonial, obturator dilepaskan
kateter dilepaskan.
3. Cairan dialisis mengalir kedalam rongga abdomen melalui gaya gravitasi secepat
mungkin ( 5 – 10 menit ) bila mengalirnya terlalu lambat mungkin perlu
dikateterisasi.
4. Saat larutan di infuskan selang diklem, dan larutan dibiarkan dalam rongga
abdomen selama 30 – 45 menit
5. Botol larutan / kantong diletakkan dibawah rongga abdomen, dan dialirkan keluar
rongga abdomen oleh gaya gravitasi.
6. Bila sistemnya paten dan letak kateternya baik larutan akan mengalir keluar
dengan baik dan mengalir kuat, drainase harus berlangsung lebih daei 20 menit.
7. Siklus ini diulang secara kontinyu selama waktu yang telah ditentukan yang
bervariasi dari 12 – 36, tergantung pada tujuan pengobatan kondisi pasien dan
ketetapan fungsi sistem.
8. Harus digunakan sarung tangan selama menanganinya.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi teknis

1. Pemulihan cairan tidak sempurna.


Cairan yang keluar harus berbanding /lebih banyak dari gairan yang dimasukkan kemasan
preparat dialysis komersial berisi 1000 – 2000 lm cairan bila setelah beberapa kali
pertukaran volume yang dikeluarkan kurang ( sampai 500 ml lebih )dari jumlah yang
dimasukkan,harus evaluasi tanda – tanda retensi cairan meliputi distensi abdomen /
keluhan begah. Indikasi yang paling akurat tentang jumlah cairan yang terkumpul kembali
adalah berat badan,bila cairan keluar dengan lambat,ujung kateter mungkin terbenam
dalam omentum / tersumbat fibrin.

1. Kebocoran disekitar kateter.


Kebocoran superficial setelah operasi dapat dikontrol dengan penjahitan ekstradan
mengurangi jumlah dialisat yang dimasukkan dalam peritoneal.Peningkatan tekanan intra
abdomen juga menyebabkan kebocoran dialisat,oleh karena ituharus dihindari terjadinya
muntah kontinyu, batuk, dan gerakan selama periodeawal pasca operasi.

1. Cairan peritoneal bersemu darah.

Warna ini ditemukan pada awal aliran keluar tetapi harus bersih setelah beberapa
waktu.Perdarahan banyak setiap waktu merupakan indikasi masalah yang serius dan harus
diselidiki dengan cepat.

Komplikasi fisiologis

1. Hipotensi
2. Kram otot
3. Sindrom ketidak seimbangan dialysis
4. Hipoksemia
5. Aritmia
6. Perdarahan
7. Nyeri
K. Pengkajian

1. Sebelum dialisa.
a)      Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alasan perawatan dirumah sakit.

 Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.


 Fistula tersumbat bekuan.
 Pembuatan fistula.
b)      Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah,jumlah cairan yang diijinkan, obat –
obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlahhaluaran urin.

c)      Kaji kepatenan fistula bila ada. Bilapaten, getaran ( pulsasi ) akan terasa desiran akan
terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya pulsasi dan bunyi desiran menandakan
fistula tersumbat.d.Kaji terhadap manifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan
tentang dialisa :

 Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan dialisa
terakhir.
 Rales, pernafasan cepat pada saat istirahat,peningkatan sesak nafas dengan kerja
fisik maksimal.
 Kelelahan dan kelemahan menetap.
 Hipertensi berat
 Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium.
 Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia.
 

1. Sesudah dialisa
Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan selama
dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan menggunakan anti koagulan
selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari sisi akses dan terhadap
perdarahan internal.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1)      Kekurangan volume cairan b.d efek ultrafiltrasi selama dialysis :

a)      Kaji TTV : BB, masukan dan haluaran pradialisis.

b)      Kaji derajat penumbunan cairan dalam jaringan pradialisis.

c)      Tentukan ketepatan derajat dan ketepatan ultrafiltrasi untuk tindakan.

d)     Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi.

e)      Periksa kadar kalsium, natrium, kalium, CO2 pradialisis.

2)      Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk dialysis :

a)      Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang fungsi ginjal dan alasan
dialysis.

b)      Kaji kesiapan untuk belajar.

c)      Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar termasuk
alasan pasien kehilangan fungsi ginjal: tanda dan gejala yang b.d kehilangan fungsi ginjal.
d)     Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan takut dan ansietas.

3)      Ketidakberdayaan b.d perasaan kurang kontrol,ketergantungan pada dialysis, sifat


kronis penyakit.

a)      Mendiskusikan perasaan pasien,meyakinkan bahwa perasaan tersebutnormal.

b)      Beri dukungan pasien dan keluarga.

c)      Bantu pasien untuk tetap terorientasi terhadap realitas,untuk tetap optimis bahwa
fungsi ginjal akan pulih normal bila keadaannya memungkinkan.

4)      Resiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasi sekunder terhadap
penusukan dan pemeliharaan akses vascular, emboli udara,ketidaktepatan konsentarsi /
suhu dialisat.

a)      Mempertahankan lingkungan steril selama pemasukan kateter.

b)      Melakukan radiografi dada setelah pemasukan kateter kevena subklavia.

c)      Amati tanda pneumothorak, ketidakteraturan jantung, perdarahan hebat,dan periksa


bunyi nafas bilateral.

d)     Ganti balutan kateter secara rutin sesuai kebijakan unit.

e)      Pastikan bahwa detektor udara telah terpasang dan berfungsi baik selama dialisis.

https://cahyaagnesti.wordpress.com/2014/03/11/asuhan-keperawatan-hemodialisa/

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Menurut Price dan Wilson (1995) Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen
lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa.
Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai
respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam
dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar
volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan
aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran
semipermeabel. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut
dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa
dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan
untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan
buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006). Pasien
hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam pelaksanaan hemodialisa
sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi, sehingga diperlukan asuhan keperawatan
untuk membantu pasien menjalani hemodialisa dengan komplikasi yang minimal.

2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan pendahuluan pasa Asuhan Keperawatan pasien Hemodialisa adalah :

a. Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa, indikasi, kontra indikasi dan komplikasi yang
mungkin terjadi pada saat hemodialisa.

b. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa.

c. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemodialisa.

B. KONSEP TEORI

Hemodialisa
a. Pengertian

Menurut Price dan Wilson (1995) Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen
lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa.
Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai
respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan
air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat
dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui
ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler,
antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telahmenjadi metode
yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu
membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke
aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui
pembedahan (NKF, 2006).

b. Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin
darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil
keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat
jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat
dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita
danglomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus
menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien
dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut
seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian
Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin
menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL.Pasien yang
terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan
dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif
dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis.
Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

c. Kontra Indikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif
terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI
(2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada
hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis
hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

d. Tujuan

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.

2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai
urin saat ginjal sehat.

3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

e. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan
dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan
memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi
antikoagulasi sistemik.Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh
efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran
dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher &
Wilcox, 1997). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan
sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah
dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk
ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari
membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk
dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama
dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillarydializer yang terdiri dari
ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-
tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak
karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa
darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan
dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai
dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt
(AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri
dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui
tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur
vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan
suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga
terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa.

Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga
sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang
membransemipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi,osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi
terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam
kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif.
Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut.
Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum
dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah
melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk
membantu aliran denganquick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran
kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat
untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena
akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin
keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm
untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau
lamanyahemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam
dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200–
300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan
dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air,
dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel
darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

f. Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering
sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :

1) Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang
cepat dengan volume yang tinggi.

2) Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3) Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa


Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain
dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemenini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

5) Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6) Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu
perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.

7) Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

8) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada aksesvaskuler.

9) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah :


- Sindrom uremia

- Mual, muntah, perdarahan GI.

- Pusing, nafas kusmaul, koma.

- Perikarditis, cardiar aritmia

- Edema, gagal jantung, edema paru

- H ipertensi

Manifestasi klinik

§ Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal

§ Kuku ; kuku tipis dan rapuh

§ Rambut : kering dan rapuh

§ Oral ; halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi

§ Lambung ; mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.

§ Pulmonary ; uremic “lung” atau pnemonia

§ Asam basa ; asidosis metabolik

§ Neurologic ; letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal

§ Hematologi : about it, perdarahan

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

c. PK : Perdarahan
d. PK : Hiperkalemia

e. PK : Hipoglikemia

f. PK : Asidosis

g. PK : Anemia

http://samire-samire.blogspot.com/2011/04/askep-hemodialisa.html

Askep Hemodialisa (HD)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMODIALISA

Tindakan hemodialisa dilakukan ketika ginjal sudah tidak dapat berfungsi dengan normal. Pada
gagalginjal kronik maka hemodialisa bisa dilakukan seumur hidup bila tidak melakukan operasi
transplantasi ginjal. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hemodialisa, maka akan kita uraiakan
seperti dibawah ini.
I.    DEFINISI
Menurut Setyawan (2001) hemodialisis ialah suatu teknologi modern sebagai terapi pengganti untuk
mengekskresikan air, sisa metabolisme & zat racun (seperti ureum, kreatinin, asam urat, dll) dari
peredaran darah manusia melalui membran semi permeable. Membrane ini berfungsi sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses osmosis, difusi, & ultrafiltrasi.
Menurut Nursalam (2006) Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh kumpulan zat sisa
metabolisme tubuh. Hemodialisis digunakan untuk pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.

II.    TUJUAN
a.    Mengeluarkan urea, kreatinin dan asam urat.
b.    Mengeluarkan cairan tubuh yang berebih.
c.    Mempertahankan sistem buffer tubuh.
d.    Mempertahankan kadar elektrolit tubuh.
e.    Memperbaiki kualitas kesehatan pasien.

III.    PROSES HEMODIALISIS


1.    Persiapan alat
a.    Mesin hemodialisa
b.    Air Water Treatment (RO) sekali HD butuh 120 L
c.    Cairan bicnat 20 L
d.    Cairan asetat 15 L
e.    Dializer
f.    Arterial – Venouse Blood Line (AVBL), terdiri dari arterial blood line (ABL)/inlet/warna merah &
nenouse blood line (VBL)/outlet/warna biru.
g.    Nacl 0,9% 1000 cc
h.    heparin
i.    Infus set makro
j.    Spuit 20 cc
k.    Spuit 5 cc
l.    Spuit 1 cc
m.    Sarung tangan
n.    Alcohol 70%
o.    Bethadine cair
p.    Kassa steril
q.    Set HD (bengkok, kom bethadine (2) & arteri klem)
r.    Duk bolong (1 – 2 bh)
s.    Timbangan BB & pengukur TB
t.    Tensimeter
u.    Stetoskope
v.    Gelas ukur

2.    Persiapan klien


a.    Timbang berat badan pasien sebelum tindakan.
b.    Atur posisi sesuai kenyamanan pasien & mempermudah saat tindakan HD
c.    Ukur TTV pasien sebelum mulai.

3.    Pelaksanaan
a.    Persiapan mesin:
1)    Cek ketersediaan air RO apakah jumlah memadai, minimal 70% dari penampung untuk dilakukan
tindakan HD.
2)    Nyalakan tombol “on/off” pada mesin, kemudian lakukan proses rinse dengan water selama 10 mnt.
3)    Masukkan selang dialisat ke dalam jerigen bicnat untuk list warna biru & jerigen asetat untuk list
warna merah.
4)    Hidupkan mesin dengan posisi normal untuk proses preparation (PREP).
b.    Menyiapkan sirkulasi
1)    Buka set AVBL kemudian untuk ABL pasang ke bagian pump mesin & VBL ke bagian sensor buble.
2)    Tempatkan dialiser pada tempatnya dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda
biru) dibawah
3)    Hubungkan ujung selang merah dari arteri blood line dengan ujung ‘inset’ dari dialiser
4)    Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan buble trap di
holder dengan posisi tengah, kemudian ujung selang diletakkan pada gelas ukur (perhatikan tehnik steril).
5)    Pasang Nacl 0,9% 1000 cc dengan makro set kemudian hubungkan ke selang arteri.
6)    Buka klem NaCl 0,9%, isi selang arteri sampai keujung selang lalu klem.
7)    Klem selang untuk heparin.
8)    Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas, tujuannya agar dialiser
bebas dari udara.
9)    Jalankan pompa darah (QB) dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara
bertahap.
10)    Isi buble trap bagian inlet dengan NaCl 0,9% sampai batas yang ditentukan.
11)    Untuk mengeluarkan udara dalam dialyzer pijat perlahan selang dengan klem/tangan untuk
mendorong lebih cepat.
12)    Setelah cairan digelas ukur 200 cc, maka buble trap bagian outlet di isi sesuai batas yang
ditentukan.
13)    Setelah cairan di gelas ukur 300 cc, matikan QB & klem selang outlet.
14)    Sambungkan ujung biru (UBL) dengan ujung merah (ABL) dengan menggunakan konektor.
15)    Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah.
16)    Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 12 menit siap untuk dihubungkan
dengan pasien (soaking), untuk menghangatkan dialyzer & minimal kecepatan QB 225 ml/mnt.
c.    Melakukan insersi, tergantung dengan pasien: 
1)    Akses pembuluh darah langsung
2)    Melalui double lumen
3)    Melalui simino
4)    Melalui graft cimino.     
d.    Proses HD
1)    Menyambungkan selang inlet & outlet dari mesin & dari pasien.
2)    Menentukan UFG (berapa cairan yang akan ditarik) & waktu HD. Missal: UFG: 2 liter dalam 4 jam.
3)    Setelah itu putar QB mulai 100 – 150 
4)    Tekan UF untu mulai proses HD.
5)    Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi adalah berpindahnya bahan terlarut karena adanya perbedaan kadar dalam darah
dengan dialisat. Semakian tinggi perbedaan maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam
dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan bahan terlarut yang disebabkan perbedaan
tekanan hidrostatis dalam darah & dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas
darah dan dialisat 

IV.    INDIKASI & KONTRA INDIKASI HEMODIALISIS


a.    Indikasi
1)    ensefalopati uremik
2)    Perikarditis 
3)    Asidosis 
4)     Gagal jantung
5)    Hiperkalemia 
6)    GFR < 15 ml/mnt, dll.
b.    Kontra indikasi
akses vaskuler sulit, hemodinamik tidak stabil dan gangguan kekentalan darah. penyakit alzheimer, dan
enselofati (PERNEFRI, 2003).

V.    FREKUENSI HEMODIALISIS


sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 2 - 3 x/mgg, setiap HD berlangsung ± 4 jam. 
Program dialisis dikatakan berhasil, jika :
a.    Pasien mencapai BB kering.
b.    Pasien makan dengan diit normal.
c.    Kadar Hb ≥ 10 g/dl.
d.    Tekanan darah normal.

VI. KOMPLIKASI
e.    Tekanan darah rendah
f.    Kram pada otot saat HD berjalan
g.    Mual atau muntah
h.    Sakit kepala
i.    Sakit dada
j.    Gatal-gatal
k.    Demam dan menggigil
l.    Kejang 
m.    Irama jantung tidak teratur akibat penuruan Ca, Mg, K & bikarbonat.
n.    Perdarahan
o.    Gangguan pembekuan darah
p.    Infeksi

VII. ASUHAN KEPERAWATAN

a.    Pengkajian
Pengkajian sebelum hemodialisis:
•    Riwayat penyakit, keluhan saat ini
•    Usia
•    Keseimbangan cairan, elektrolit
•    Nilai laboratorium: darah rutin, HBsAg, Hep. C, HIV, asam urat, ureum & creatinin.
•    Respon terhadap dialysis sebelumnya.
•    Status emosional
•    Pemeriksaan fisik: head to toe

Pengkajian setelah hemodialisis:


•    Tekanan darah: hipotensi
•    Keluhan: pusing, palpitasi
•    Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

b.    Masalah keperawatan


1.    Gangguan pola nafas.
2.    Kelebihan volume cairan.
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4.    Intoleransi aktivitas.
5.    Harga diri rendah
6.    Risiko cidera 
7.    Risiko infeksi
c. Rencana tindakan
http://catatanasuhankeperawatan.blogspot.com/2014/04/askep-hemodialisa-hd.html

Anda mungkin juga menyukai