Anda di halaman 1dari 10

Vertigo

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang berarti
memutar. Vertigo adalah perasaan berputar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar
(vertigo sirkuler), namun terkadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau ditarik
menjauhi bidang vertikal (vertikal linier). Dalam bahasa Indonesia istilah pusing sangat
membingungkan, sebab terlalu luas pemakaiannya. Istilah pusing yang tidak berputar dipakai
kata “pening”, sedangkan untuk vertigo (“pening berputar”), dipakai kata pusing.1,2
Berdasarkan kejadiaannya, vertigo ada beberapa macam yaitu, vertigo spontan,
vertigo posisi, dan vertigo kalori. Vertigo spontan bila timbul tanpa rangsangan. Rangsangan
timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya penyakit Meniere oleh sebab tekanan endolimfa
yang meninggi. Vertigo posisi adalah vertigo yang timbul akibat perubahan posisi kepala.
Vertigo timbul karena terangsangnya kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris (kotoran
kupula) atau pada kelainan servikal. Vertigo kalori adalah vertigo yang dirasakan saat
pemeriksaan kalori, sebagai pembanding antara vertigo yang pernah dialaminya saat tes
kalori. Bila berbeda maka keluhan vertigo yang dirasakan diragukan.1
Penting untuk melakukan anamnesis sehingga keluhan vertigo diketahui dengan jelas,
karena kebanyakan pasien dengan pusing (dizziness) mengalami kesulitan untuk
mendeskripsikan gejala yang mereka alami. Pasien diminta untuk mendeskripsikan rasa
pusing yang mereka rasakan (rasa ringan atau berputar). Keadaan yang memprovokasi
vertigo juga perlu untuk diketahui (perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, dan
ketegangan). Pasien dapat ditanyai mengenai pola pusing yang dirasakan, misalnya berapa
lama rasa pusing berlangsung (beberapa detik, menit, jam, atau hari); seberapa sering
munculnya (setiap hari, setiap minggu, atau dalam interval lebih panjang); dan apakah
muncul dalam satu episode atau beberapa kali. Pada anamnesis dapat ditenyakan mengenai
gangguan pendengaran penyerta atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis,
penggunaan obat ototoksik (streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria, dan lainnya), serta
adakah penyakit sistemik (anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru, dan
kemungkinan trauma akustik).2,3,4
Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala akibat gangguan
keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat.  Vertigo
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh sehingga timbul ketidakcocokan antara
posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.2
Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan bola mata yang terdiri dari dua fase, yaitu fase lambat dan
fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi vestibuler terhadap rangsangan, sedangkan fase
cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus adalah parameter akurat untuk
menentukan aktivitas sistem vestibuler. Nama nistagmus tergantung komponen cepatnya,
sehingga ada nistagmus horizontal, nistagmus vertikal, dan nistagmus rotatoar.1
Nistagmus dan vertigo adalah gejala yang berasal dari satu sumber, namun belum
tentutimbul bersama. Pada keadaan tertentu vertigo mungkin tidak terasa, walaupun ada
nistagmus. Pada kelainan perifer gejala vertigo dapat dihilangkan dengan latihan.1
Nistagmus adalah parameter penting dalam tes kalori untuk menentukan adanya
kelaianan sistem vestibuler dan kelainan pada vestibuler sentral. Tes nistagmus posisi juga
penting dalam menentukan diagnosis.1

Pemeriksaan Gangguan Keseimbangan


Anamnesis
Pertama-tama pemeriksa harus memastikan apakah pusing yang dirasakan oleh pasien
benar merupakan vertigo atau bukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan pada
pasien, “Saat anda mendapat serangan pusing, apakah kepala anda terasa ringan atau anda
merasa dunia di sekitar anda berputar?”. Vertigo adalah rasa melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, dan sebagainya. Selanjutnya perlu ditentukan penyebab vertigo tersebut:
perifer atau sentral. Pemeriksa dapat menanyakan keadaan yang memprovokasi timbulnya
vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah
timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau
membaik.2 Gejala penyerta lain seperti sakit kepala, tinitus, hilangnya pendengaran, double
vision, mual, muntah, bicaranya tidak jelas, rasa kebal di sekitar mulut, pandangan suram,
dan serangan jatuh.4
Selain itu, ditanyakan pula apakah gejala vertigo muncul setelah trauma pada kepala,
atau pada penyebab sistemik seperti keracunan aminoglikosida atau infeksi ringan pada
saluran napas atas. Riwayat operasi atau infeksi pada telinga, menyelam di kedalaman lautan,
dan tiupan keras pada telinga juga perlu ditanyakan dalam anamnesis.4

Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin, kanamisin),


antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin), antidepresan, antihipertensi, barbiturat, kokain,
diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin, sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.4
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan vertigo
sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem saraf pusat atau vertigo perifer
yang berkaitan dengan sistem vestibuler. Selain itu, harus dipertimbangkan pula faktor
psikologik atau psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik
yang juga harus dipikirkan, antara lain aritmia jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemia, dan hipoglikemia. Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan
menentukan bentuk vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan
terapi kausal dan simtomatik yang sesuai.2

Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri karena hipotensi ortostatik mungkin menjadi
penyebab umum terjadinya pusing pada pasien yang dirujuk ke ahli neurologi. Bising karotis,
irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. Perubahan ortostatik
pada tekanan darah sistolik (misalnya penurunan 20 mmHg atau lebih) dan pulsasi (misalnya
peningkatan 10 bpm) pada pasien dengan vertigo saat berdiri dapat mengidentifikasi masalah
dehidrasi atau disfungsi autonomik.4
Selain itu juga perlu dinilai ketajaman visual (penglihatan yang adekuat penting untuk
keseimbangan) dan inspeksi muskuloskeletal (artritis yang berarti dapat mengganggu gaya
berjalan).4

Pemeriksaan Neuro-Otologikal
a. Gaze Testing
Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial, atas,
dan bawah. Pemeriksa mencari gaze-evoked nystagmus pada setiap posisi.4 Gaze-evoked
nystagmus adalah nistagmus dua arah dengan nistagmus ke arah kanan pada pandangan ke
kanan dan nistagmus ke arah kiri pada pandangan ke kiri. Banyak pasien dengan gaze-evoked
nystagmus yang juga akan bermanifestasi nistagmus ke arah atas pada pandangan ke atas.
Bidirectional gaze-evoked nystagmus merupakan hasil abnormalitas sistem saraf pusat dan
tidak pernah disebabkan abnormalitas vestibular perifer. Terdapat banyak penyebab gaze-
evoked nystagmus. Penyebab paling umumnya adalah efek obat, misalnya antikonvulsan.5
b. Pemeriksaan Nervus Vestibular
Tes head-thrust digunakan untuk mendiagnosa vestibular neuritis dan labirinitis. Pada
tes ini, pasien diminta untuk melihat ke hidung pemeriksa. Pemeriksa menempatkan
tangannya pada kepala pasien dan secara cepat memutar kepala pasien kira-kira 10-15° ke
satu sisi. Jika aparatus vestibular berfungsi sebagaimana mestinya, pasien akan dapat
menjaga kefokusannya pada hidung pemeriksa. Jika aparatus vestibular tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, mata pasien akan mengalami deviasi ke satu sisi dan kemudian
dengan cepat kembali melihat ke hidung pemeriksa. Gerakan mata cepat ini disebut saccade
dan mengindikasikan tes head-thrust positif.6

c. Gait Assessment
Uji Romberg digunakan terutama untuk tes fungsi proprioseptif, bukan fungsi
serebelar. Untuk melakukan tes fungsi ini, pasien harus memiliki cara berdiri yang stabil
dengan mata terbuka dan kemudian mengalami penurunan keseimbangan dengan mata
tertutup (Romberg +). Ketika input visual dihilangkan, pasien harus bergantung pada
proprioseptif untuk menjaga keseimbangan.12 Pasien dengan ataxia serebelar tidak dapat
mengkompensasi defisit input visual dan pasien ini berdiri tidak stabil baik saat mata terbuka
maupun tertutup. 13 Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.2
Dapat dilakukan uji berjalan (Stepping test) yaitu pasien diminta berjalan 50 langkah,
bila tempat berubah melebih 1 meter dan badan berputar lebih dari 30 o menunjukkan adanya
gangguan keseimbangan.1

d. Pemeriksaan Fungsi Cerebellum


Pemeriksaan fungsin cerebellum dapat dilakukan dengan melakukan past pointing
test. Pasien diminta untuk merentangkan tangan dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, lalu kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. Tes jari hidung, dilakukan pasien dalam
kondisi duduk, dengan pasien diminta untuk menunjuk hiduk dengan jari dalam keadaan
mata terbuk dan tertutup.1,2

e. Positional Testing (Tes provokasi)


Tes posisi yang paling sering digunakan adalah manuver Dix-Hallpike. Cara
melakukan uji Dix-Hallpike adalah dari posisi duduk di atas tempat tidur, kepala pasien
diputar ke satu sisi pada 45o, yang meluruskan kanal semisirkular posterior dengan potongan
sagital kepala. Kemudian pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya
menggantung 45o di bawah garis horizontal, pada ujung tempat tidur.7
Dalam beberapa detik, muncul vertigo dan nistagmus torsional. Jika kepala
digantungkan ke arah kanan akan menyebabkan nistagmus torsional yang berlawanan arah
jarum jam, dan pada kepala yang digantung ke kiri akan menghasilkan nistagmus torsional
sesuai arah jarum jam. Dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesi yang diderita adalah lesi
perifer atau sentral.8
Jika lesinya perifer, maka vertigo dan nistagmus akan timbul setelah periode laten
yang berlangsung kira-kira 2-10 detik dan akan hilang dalam waktu kurang dari satu menit,
vertigo dan nistagmus itu sendiri akan berkurang atau menghilang bila tes dilakukan berulang
kali (fatigue). Sedangkan jika lesinya sentral, maka tidak terdapat periode laten, nistagmus
dan vertigo akan berlangsung lebih dari satu menit, nistagmus dan vertigo akan tetap muncul
bila tes ini dilakukan berulang kali.8
Gambar 1. Manuver Dix-Hallpike.

Selain maneuver dix-hallpike, dapat dilakukan maneuver side lying:8

o Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan


vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik
o Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan dengan
kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver side lying
kanan
o Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap menoleh ke
kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul
o Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver side
lying kiri.
o Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah
provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus
menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan
dengan nistagmus.1
Pemeriksaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien lurus ke depan.1

Arah Mata Pasien Saat Fase Cepat Indikasi


Ke atas, berputar ke kanan VPPJ kanalis posterior kanan
Ke atas, berputar ke kiri VPPJ kanalis posterior kiri
Ke bawah, berputar ke kanan VPPJ kanalis anterior kanan
Ke bawah, berputar ke kiri VPPJ kanalis anterior kiri
Tabel 1. Arah nistagmus dan indikasi hasil pemeriksaan tes provokasi1

Terkadang dengan perasat Dix-Hallpike atau Side lying dapat timbul nistagmus
horizontal. Nistagmus ini dapat terjadi karena VPPJ kanalis horizontal. Bila timbul nistagmus
ini maka dilakukan pemeriksaan dengan perasat Roll.1

f. Bithermal Caloric Test


Bithermal Caloric Test digunakan untuk mengevaluasi fungsi kanal semisirkular
horizontal. Perubahan suhu menstimulasi aliran cairan di dalam kanal semisirkular
horizontal; jika sistem ini berfungsi, nistagmus akan muncul. Frekuensi stimulasi yang sangat
lambat bukan kondisi yang normalnya terjadi selama kehidupan sehari-hari. Masing-masing
telinga dites sendiri-sendiri, dan responnya dibandingkan.4
Irigasi kanal auditori eksternal dengan air dingin dan hangat dapat digunakan untuk
memperlihatkan penurunan fungsi labirin dalam bentuk pemburukan atau hilangnya
nistagmus yang diinduksi thermal pada sisi yang terkena. Caloric Test ini dilakukan dengan
posisi pasien berbaring pada meja pemeriksaan, dengan kepala miring ke depan sebesar 30 o,
sehingga kanalis semisirkularis horizontal berada dalam posisi vertikal, posisi sensitivitas
maksimal kanal terhadap rangsangan thermal. Kemudian kedua telinga diirigasi bergantian
dengan 250 ml air dingin (30oC) dan air hangat (44oC) masing-masing selama 30 detik dan
jarak setiap irigasi lima menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan
irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-120 detik). Irigasi dengan air dingin
akan menginduksi deviasi mata ke sisi yang diirigasi selama kira-kira 20 detik, kemudian
akan diikuti dengan nistagmus yang berlawanan dengan sisi yang diirigasi pada orang
normal. Sedangkan irigasi dengan air hangat akan menginduksi nistagmus ke sisi yang
dirigasi.8
Irigasi secara serempak pada kedua kanal dengan air dingin menyebabkan deviasi
mata ke bawah, dengan nistagmus (komponen cepat) ke atas. Irigasi bilateral dengan air
hangat menghasilkan gerakan mata ke atas dan nistagmus ke bawah. Caloric testing dapat
memberi jawaban terpercaya apakah organ akhir vestibular bereaksi, dan perbandingan
respon dari kedua telinga akan mengindikasikan kanal telinga mana yang paresis. Rekaman
gerakan mata selama tes ini, memberikan hasil kuantitatif respon tersebut.5
Irigasi udara hangat dan dingin dapat digantikan untuk irigasi langsung jika terdapat
perforasi membran timpani. Respon telinga kanan dan kiri dibandingkan. Perbedaan lebih
besar dari 20% biasanya dianggap abnormal dan dilaporkan sebagai kelemahan sisi kiri atau
kanan. Total respon ke arah kanan dibandingkan dengan total respon ke arah kiri, dan
hasilnya dilaporkan sebagai directional preponderance ke arah kanan atau kiri. Perbedaan
lebih dari 30% dianggap berarti/signifikan. Directional preponderance abnormal tanpa
kelemahan unilateral menunjukan kondisi patologis sentral.5
Pasien dengan unilateral atau bilateral caloric loss total sebaiknya dites dengan ice
caloric irrigation pada telinga yang terlibat. Seringkali, nistagmus dapat dimunculkan dengan
stimulus yang lebih kuat. Stimulus ice caloric ini tidak nyaman untuk pasien dan sebaiknya
penggunaannya dibatasi. Harus dicatat bahwa tidak adanya respon kalori terhadap irigasi air
hangat, dingin, ataupun es tidak dapat dianggap sebagai indikasi vestibular (labirin) tidak
berfungsi total. Hal ini sebaiknya dikonfirmasikan dengan tes kursi berputar (Barany chair)
atau tes elektronistagmografi (ENG).6 Tes Barany chair dan ENG juga dapat menyebabkan
stimulasi vestibular (labirin). Namun ENG memberikan metode yang lebih menyaring dalam
mendeteksi gangguan fungsi labirin karena tes ini merekam akurat gerakan mata tanpa fiksasi
visual.6

Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid
mengidentifikasi penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes laboratorium
tersebut mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan gejala atau tanda yang
menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu menegakkan diagnosis
penyakit Meniere.9
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang memiliki
tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau kehilangan
pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien dengan pusing dan
tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukan lesi sistem saraf pusat
pada MRI kepala.7
Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa vertigo karena
keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana kebanyakan penyakit sistem
saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan. Studi neuroimaging dapat digunakan
untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang meluas, neoplasma, atau perkembangan
abnormalitas jika terdapat gejala lain yang menunjukan salah satu diagnosis di atas.7
Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak
diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere. Radiografi
konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk mendiagnosa vertigo servikal
(contohnya vertigo yang dipicu oleh input somatosensori dari gerakan kepala dan leher) pada
pasien dengan riwayat yang mengarah ke diagnosis ini.7
Daftar Pustaka

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. “Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher”. 2010. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Bauer CA, Konrad HR. Peripheral Vestibular Disorders: Abstrak, Gejala dan Tanda,
Diagnosis, Penatalaksanaan. Bailey BJ, Johnson JT, et al, Editors : Head & Neck Surgery
Otolaryngology 2006; 2295 -2302.
3. Bailey, Byron J., Johnson, Jonas T. “Head and Neck Surgery-Otolaryngology vol. 2”.
2006. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Thompson TL, Amedee R. Vertigo: A Review of Common Peripheral and Central
Vestibular Disorder.The Ochsner Journal. 2009; 9: 20-26.
5. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology, Head and Neck Surgery,
2nd ed. USA: The Mc Graw Hill Companies. 2007.
6. Chang, Andrew K. 2011. Benign Positional Vertigo in Emergency Medicine Workup.
Medscape Reference 2011. http://emedicine.medscape.com/article/791414-
workup#a0721 , diakses pada 26 Januari 2020.
7. Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. 2007. American Hearing Research Foundation.
http://www.american-hearing.org/disorders/benign-paroxysmal-positional-vertigo-bppv/,
diakses pada 26 Januari 2020.
8. Benjamin C, Kyle K, Robert Y, Marc B. 2019. Chapter 11 Pathophysiology and
Diagnosis of BPPV. Switzerland: Springer

Anda mungkin juga menyukai