Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

OLEH :

Komang Trisna Ratna Dewi

C1219019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR

I. LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)


A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
dan umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2010).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2013).
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebih pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Wijaya & Putri, 2013).
Berdasarkan atas beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekananyang berlebih pada
tulang.

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan
dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
a. Tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisisatau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasitulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atautrabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfungsi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan,
estrogen, dan testosterone merangsang pertumbuhan tulang panjang.
Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut
kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persedian dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulangdengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi
dasar(glukosaminoglikan, asam polisakarida, dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteositadalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah
selmultinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi, dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulangdewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalamkanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.
Periosteummengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang
paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakansel
pembentuk tulang.
Endosteumadalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada
permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan
70% endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih
dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus
sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan
sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam
menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan.
Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif
(resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan
tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerusdan dapat
berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang
berubah selama hidup. Pembentukan tulangditentukan oleh rangsangn
hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu
tulang, danterjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas
berespon terhadap berbagai sinyal kimiawiuntuk menghasilkan matriks
tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid.
Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid
dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian
osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel
tulang sejati. Seiring dengan terbentuknyatulang, osteosit dimatriks
membentuk tonjolan-tonjolan yangmenghubungkan osteosit satu dengan
osteosit lainnyamembentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam
nonkristal ini dianggap sebagaikalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu
dapat dipindahkan dengancepat antara tulang, cairan interstisium, dan
darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena
aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalahsel fagositik
multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di
tulang.Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim
yangmencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya
terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit.Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas
menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas mulai mengisi daerah yang
kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua
yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebihkuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan
remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi
aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah
total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang.
Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi. Pada usiadekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan
hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh
olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres
mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas
osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan
hormon perturnbuhanadalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat
melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosterone
akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan
merangsang penutupanlempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang).
Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan
tulang.
Vitamin Ddalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara
langsung dengan bekerjapada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsiumdi usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D
dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan
meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D
dalamjumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan
akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh
kelenjar paratiroid yangterletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan
hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar
kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan
merangsang pemecahan tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam
darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk
menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen
tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain hormon paratiroidadalah meningkatkankalsium serum
dengan menurunkansekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid
meningkatkan ekskresi ion fosfatoleh ginjal sehingga menurunkan kadar
fosfat darah. Pengaktifanvitamin D di ginjal bergantung pada hormon
paratiroid. Sedangkan kalsitoninadalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjartiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan
osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum.

2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
(Sumber: Dwisang, 2014)

C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Menurut Doenges (2014), penyebab fraktur antara lain:
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsungberada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.

2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.

D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA


Menurut Mansjoer (2014), tanda dan gejala fraktur antara lain:
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah,
berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma, dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan, perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
7. Pergerakan abnormal.
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
E. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh traumagangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik.Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yangterbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkanpendarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadiperubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma danpoliferasi menjadiedem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Frakturterbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkangangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler
yangmenimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping
itufraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapatterjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakanintegritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh traumagangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baikfraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapatmenimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenaitulangsehingga akan
terjadineurovaskuleryang akan menimbulkan nyeri geraksehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka
dapatmengenaijaringanlunakyangkemungkinandapatterjadiinfeksiterkontaminasid
engan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akandilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yangtelah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
(Sumber: Price, 2012)
F. PATHWAY
Terlampir.

G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis
 

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak


atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. X-ray: Untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang:Untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: Untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan: Peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kretinin: Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
atau cedera hati (Wijaya & Putri,2013).

I. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih
lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan
gips atau macam-macambidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi. Tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat, jika
ada keputusan pasien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat
mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang, yaitu:
1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi terbuka
dengan fiksasi internal.ORIFakan mengimobilisasi fraktur dengan
melakukan pembedahan untuk memasukkan paku, scrup atau pen
ke dalam tempat fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada
fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk
merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang
tua.
2) Open ReductionTerbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal
dapat menggunakan kanselosascrew atau dengan metal metakrilat
(akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti
gips.
(Sumber: Muttaqin, 2008)
II. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
A. PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian primer
a. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b.  Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
c. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.

2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardia
4) Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
5) Capillary refill melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Kenyamanan
2) Nyeri tiba-tiba saat cedera
3) Spasme/kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan lokal
(Sumber: Price, 2012)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot.
3. Kerusakan integritas kulit b/d tekanan pada tonjolan tulang.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b/d
5. Risiko infeksi b/d prosedur invasive
D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam
proseskeperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalamtahap pelaksanaan
terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Aziz
Alimul, 2009).
E. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC
NIC
. KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Outcome untuk mengukur Intervensi
Definisi: Pengalaman penyelesaian dari Keperawatan
sensori dan emosional Diagnosis yang Disarankan
yang tidak  Kontrol nyeri:
untuk
menyenangkan yang  Mengenali kapan nyeri
muncul akibat Menyelesaikan
terjadi Masalah:
kerusakan jaringan
yang actual atau  Menggambarkan faktor
potensial atau penyebab Manajemen
digambarkan dalam  Menggunakan tindakan Sedasi:
hal kerusakan pengurangan nyeri  Kaji nyeri
sedemikian rupa tanpa analgesic dengan
(International
 Mengenali apa yang PQRST
Association for the
Study of Pain): awitan terkait dengan gejala  Stimulasi
yang tiba-tiba atau nyeri listrik syraf
lambat dari intensitas  Melaporkankan nyeri transkutaneus
ringan hingga berat yang terkontrol  Latihan
dengan akhir yang  Tingkat nyeri:
dapat diantisipasi atau autogenik
 Panjang episode nyeri
diprediksi dan  Peningkatan
 Mengerang dan
berlangsung <6 bulan. mekanika
menangis
Batasan tubuh
 Ekpresi nyeri wajah
karakteristik:  Mengelurkan keringat  Peningkatan
 Bukti nyeri dengan  Kehilangan nafsu koping
menggunakan makan  Manajemen
standar daftar Outcome tambahan untuk energy
periksa nyeri untuk mengukur batasan  Manajemen
pasien yang tidak karakteristik
 Tingkat nyeri terpantau lingkungan
dapat  Terapi latihan:
secara regular
mengungkapkanny  Mengambil tindakan kontrol otot
a (mis., Neonatal untuk mengurangi nyeri  Terapi musik
Infant Pain  Tidur  Pengaturan
Assessment  Nafsu makan
posisi
Checklist for  Status kenyamanan
 Keparahan mual &  Relaksasi otot
Senior with
muntah progresif
Limited Ability to
Outcome yang berkaitan  Peningkatan
Communicate) dengan fakor yang
 Diaphoresis berhubungan atau tidur
 Dilatasi pupil outcome menengah  Monitor tanda-
 Tingkat stress tanda vital
 Eksspresi wajah
 Pengetahuan: manajemen
nyeri (mis., mata nyeri  Terapi
kurang bercahaya,  Pemulihan pembedahan: relaksasi
tampak kacau, penyembuhan
gerakan mata  Pemulihan pembedahan:
berpencar atau segera setelah oprasi
tetap pada satu
fokus, meringis)
 Fokus menyempit
(mis., persepsi
waktu, proses
berfikir, penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
 Focus pada diri
sendiri
 Keluhan tentang
intensitas
menggunakan
standar skala nyeri
(mis., skla Wong-
Baker FACES,
skala analog visual,
skla penilaian
nomerik)
 Keluhan tentang
karakteristik nyeri
dengan
menggunakan
standar instrument
nyeri (mis., McGill
Pain Questionnaire,
Brief Pain
Inventory)
 Laporan tentang
perilaku nyeri/
perubahan aktivitas
(mis., anggota
keluarga, pemberi
asuhan)
 Mengekspresikan
perilaku (mis.,
gelisah, merengek,
menangis,
waspada)
 Perilaku distraksi
 Perubahan pada
parameter
fisiologis (mis.,
tekanan darah,
frekuensi jantung,
frekuensi
pernapasan,
saturasi oksigen,
dan entidalkarbon
dioksida)
 Perubahan posisi
untuk menghindari
nyeri
 Perubahan selera
makan
 Putus asa
 Sikap melindungi
nyeri
 Sikap tubuh
melindungi
Faltor yang
berhubungan:
 Agens cedera
biologis (mis.,
infeksi, iskemia,
neoplasma)
 Agens cedera fisik
(mis., abses,
amputasi, luka
bakar, terpotong,
mengangkat berat,
prosedur bedah,
trauma, olahraga
berlebihan)
 Agens cedera
kimiawi (mis., luka
bakar, kapsaisin,
metilen klorida,
agens mustard).

2 Kerusakan Outcome Untuk Intervensi


Integritas Kulit: Mengukur Penyelesaian Keperawatan
Definisi:Kerusakan dari Diagnosis: yang Disarankan
pada epidermis atau  Kulit dan membran untuk
dermis mukosa Menyelesaikan
Batasan Outcome Tambahan Masalah:
karakteristik : Untuk Mengukur Batasan Perawatan Luka:
 Benda asing Karakteristik:
 Angkat balutan
menusuk  Respon alergi dan plester
permukaan kulit  Penyembuhan luka pelekat
 Kerusakan bakar  Monitor
integritas kulit  Pemulihan luka bakar karekteristik
Faktor-faktor yang Outcome yang Berkaitan luka
berhubungan: dengan Faktor yang  Ukur luas luka
 Agens Berhubungan atau yang sesuai
farmaseutikal Outcome Menengah:  Singkirkan
 Faktor mekanik  Posisi tubuh benda-benda
 Hipertermia  Status sirkulasi yang tertanam
 Hipotermia  Keseimbangan cairan misalnya kaca,
 Kelembapan  Respon pengobatan krikil, logam
 Fungsi sensori  Bersihkan
 Perfusi jaringan dengan normal
Kontrol resiko hipertermia saline
 Berikan
perawatan
ulkus pada
kulit
 Berikan
perawatan
insisi pada
luka
 Reposisi
pasien
setidaknya
setiap 2 jam
 Anjurkan
keluarga dan
pasien
mengenai
tanda-tanda
gejala infeksi.

3 Hambatan mobilitas Outcome Untuk Intervensi


fisik Mengukur Penyelesaian Keperawatan
Definisi: keterbatasan dari Diagnosis: yang Disarankan
dalam bergerak fisik  Ambulasi
untuk
satu atau lebih  Ambulasi: kursi roda
ekstremitas secara Menyelesaikan
 Pergerakan
mandiri dan terarah. Masalah:
Batasan Outcome Tambahan Perawatan Tirah
karakteristik: Untuk Mengukur Batasan Baring:
 Dispnea setelah Karakteristik:  Jelaskan alas an
beraktivitas diperlukannya
 Adaptasi terhadap
 Gangguan sikap tirah baring
disabilitas fisik
berjalan
 Keseimbangan  Ajarkan latihan
 Gerakan lambat  Kemampuan berpindah
 Gerakan spastik ditempat tidur,
Outcome yang Berkaitan
 Gerakan tidak dengan cara
dengan Faktor yang
terkoordinasi yang tepat
Berhubungan atau
 Instabilitas postur  Tempatkan
 Kesulitan membolak Outcome Menengah:
matras atau
balik posisi  Intoleransi terhadap
kasur terapeutik
 Keterbatasan aktifitas
 Tingkat dengan cara
rentang gerak
ketidaknyamanan yang tepat
 Ketidaknyamanan
 Daya tahan Peningkatan
 Melakukan aktivitas
 Partisipasi terhadap Mekanika Tubuh
lain sebagai
latihan  Kaji komitmen
pengganti
 Tingkat kecemasan
pergerakan (mis., pasien untuk
meningkatkan belajar dan
perhatian pada menggunakan
aktivitas orang lain,
postur tubuh
mengendalikan
perilaku, focus pada yang benar
aktivitas sebelum  Kolaborasikan
sakit) dengan
 Penurunan fisioterapis
kemampuan dalam
melakukan mengembangka
keterampilan
n peningkatan
motorik halus
 Penurunan mekanika tubuh,
kemampuan sesuai indikasi
melakukan  Edukasi pasien
keterampilan tentang
motorik kasar pentingnya
 Penurunan waktu postur tubuh
reaksi
yang benar
 Tremor akibat gerak
Faktor yang untuk mencegah
berhubungan: kelelahan,
 Agens farmaseutikal ketegangan dan
 Ansietas injuri.
 Depresi  Bantu
 Disuse pasien/keluarga
 Fisik tidak bugar untuk
 Gangguan fungsi mengidentifikasi
kognitif
latihan postur
 Gangguan
tubuh yang
metabolisme
 Gangguan sesuai.
muskuloskeletal Terapi Latihan:
 Gangguan Ambulasi
neuromuskular  Beri pasien
 Gangguan pakaian yang
sensoriperseptual tidak
 Gaya hidup kurang mengekang
gerak
 Sediakan tempat
 Indeks massa tubuh
di atas persentil ke- tidur
75 sesuai usia berketinggian
 Intoleransi aktivitas rendah, yang
 Kaku sendi sesuai
 Keeganan memulai  Bantu pasien
pergerakan untuk duduk
 Kepercayaan disisi tempat
budaya tentang
tidur untuk
aktivitas yang tepat
 Kerusakan integritas memfasilitasi
struktur tulang penyesuaian
 Keterlambatan sikap tubuh
perkembangan  Bantu pasien
 Kontraktur untuk berdiri
 Kurang dukungan dan ambulasi
lingkungan (mis.,
dengan jarak
fisik atau sosial)
tertentu
 Kurang pengetahuan
tentang nilai  Bantu pasien
aktivitas fisik untuk
 Malnutrisi membangun
 Nyeri pencapaian yang
 Penurunan kekuatan realistis untuk
otot ambulasi jarak.
 Penurunan kendali
otot
 Penurunan
ketahanan tubuh
 Penurunan massa
otot
 Program
pembatasan gerak.
4 Defisiensi Outcome Untuk Intervensi
Pengetahuan Mengukur Penyelesaian Keperawatan
Definisi: ketiadaan dari Diagnosis: yang Disarankan
atau defisiensi  Pengetahuan:manajemen
untuk
informasi kognitif penyakit akut
yang berkaitan Menyelesaikan
 Pengetahuan:
dengan topic tertentu. Masalah:
pencegahan jatuh
Batasan Pendidikan
Karakteristik: Outcome Tambahan
kesehatan:
 Ketidakakuratan Untuk Mengukur Batasan
 Pertimbangkan
melakukan tes Karakteristik:
riwayat individu
 Ketidakakuratan  Perilaku patuh: aktifitas
dalam konteks
mengikuti perintah yang disarankan
 Perilaku patuh: personal dan
 Kurang pengetahuan
 Perilaku tidak tepat pengobatan yang riwayat social
(mis., histeria, disarankan budaya individu,
bermusuhan, agitasi,  Motivasi keluarga dan
apatis) Outcome yang Berkaitan masyarakat.
Faktor yang dengan Faktor yang  Tentukan
berhubungan: Berhubungan atau pengetahuan
 Gangguan fungsi Outcome Menengah: kesehatan dan
kognitif  Pemikiran abstrak gaya hidup
 Gangguan memori  Konsentrasi
 Kurang informasi perilaku saat ini
 Motivasi
 Kurang minat untuk  Memori pda individu,
belajar keluarga, atau
 Kurang sumber kelompok
pengetahuan sasaran.
 Salah pengertian Pencegahan
terhadap orang lain
jatuh:
 Identifikasi
perilaku dan
faktor yang
mempengaruhi
risiko jatuh
 Kaji ulang
riwayat jatuh
bersama dengan
pasien dan
keluarga
 Identifikasi
karakteristik
dari lingkungan
yang mungkin
meningkatkan
potensi jatuh
(misalnya, lantai
licin dan tangga
terbuka)
 Sediakan alat
bantu (misalnya,
tongkat atau
walker) untuk
menyeimbangka
n gaya berjalan
 Dukung pasien
untuk
menggunakan
tongkat atau
walker dengan
tepat.
5 Ansietas Outcome Untuk Intervensi
Definisi: perasaan Mengukur Penyelesaian Keperawatan
tidak nyaman atau dari Diagnosis: yang Disarankan
kekhawatiran yang  Tingkat kecemasan untuk
samar disertai respons Outcome Tambahan Menyelesaikan
otonom (sumber Untuk Mengukur Batasan Masalah:
sering kali tidak
Karakteristik: Pengurangan
spesifik atau tidak
diketahui oleh  Control kecemasan diri Kecemasan:
individu); perasaan  Koping  Gunakan
takut yang disebabkan  Tanda-tanda vital pendekatan
oleh antisipasi Outcome yang Berkaitan yang tenang dan
terhadap bahaya. Hal dengan Faktor yang meyakinkan
ini merupakan isyarat Berhubungan atau  Jelaskan semua
kewaspadaan yang
Outcome Menengah: prosedur
memperingatkan
individu akan adanya  Pemulihan terhadap termasuk sensai
bahaya dan kekerasan ayang akan
memampukan  Adaptasi terhadap dirasakan
individu untuk disabilitas fisik  Bantu klien
bertindak menghadapi  Status kenyamanan: fisik mengidentifikasi
ancaman.  Tingkat stress
Batasan situasi yang
karakteristik: memicu
Perilaku: kecemasan
 Agitasi  Control stimulus
 Gelisah untuk kebutuhan
 Gerakan ekstra klien secara
 Insomnia tepat.
 Kontak mata yang Terapi relaksasi:
buruk
 ciptakan
 Melihat sepintas
 Mengeskpresikan lingkungan yang
kekhawatiran karena tenang dan
perubahan dalam tanpa distraksi
peristiwa hidup dengan lampu
 Perilaku mengintai yang redup dan
 Tampak waspada suhu lingkungan
Afektif: yang nyaman
 Berfokus pada diri
 dorong klien
sendiri
 Distress untuk
 Gelisah mengambil
 Gugup posisi yang
 Ketakutan nyaman dengan
 Menggemerutukkan pakaian longgar
gigi dan mata
 Menyesal tertutup
 Peka  minta klien
 Perasaan tidak untuk rileks dan
adekuat merasakan
 Putus asa sensasi yang
 Ragu terjadi
 Sangan khawatir
 gunakan suara
 Senang berlebihan
Fisiologis: yang lembut
 Gemetar dengan irama
 Peningkatan yang lambat
keringat untuk setiap
 Peningkatan kata
ketegangan suara
bergetar
 Tremor
 Tremor tangan
 Wajah tegang
Simpatis:
 Anoreksia
 Diare
 Dilatasi pupil
 Eksitasi
kardiovaskuler
 Gangguan
pernapasan
 Jantung berdebar-
debar
 Kedutan otot
 Lemah
 Mulut kering
 Peningkatan denyut
nadi
 Penngkatan
frekuensi
pernapasan
 Peningkatan reflex
 Peningkatan tekanan
darah
 Vasokontriksi
superfisial
 Wajah memerah
Parasimpatis:
 Anyang-anyangan
 Diare
 Dorongan berkemih
berlebih
 Gangguan pola tidur
kesemutan pada
ekstremitas
 Letih
 Mual
 Nyeri abdomen
Kognitif:
 Bloking pikiran
 Cenderung
menyalahkan orang
lain
 Gangguan
konsentrasi
 Lupa
 Melamun
Faktor yang
berhubungan:
 Ancaman kematian
 Kebutuhan yang
tidak dipenuhi
 Stressor
 Hereditas
 Dll.

6 Risiko cedera Outcome Untuk Intervensi


Definisi: rentan Mengukur Penyelesaian Keperawatan
mengalami cedera dari Diagnosis: yang Disarankan
fisik akibat kondisi  kejadian jatuh
untuk
lingkungan yang Outcome yang
berinteraksi dengan Menyelesaikan
Berhubungan dengan
sumber adaptif dan Masalah:
Faktor Risiko:
sumber defensive Manajemen
individu, yang dapat  ambulasi
lingkungan:
mengganggu  keseimbangan
keselamatan:
kesehatan.  koordinasi pergerakan
 identifikasi
Faktor risiko:  kontrol risiko
kebutuhan
 Eksternal:
 Agens keamanan
nasokomial pasien
 Gangguan fungsi berdasarkan
kognitif fungsi fisik dan
 Gangguan fungsi kognitif serta
psikomotor riwayat perilaku
 Hambatan fisik di masa lalu
(mis., desain,  modifikasi
struktur, lingkungan
pengaturan
untuk
komunitas,
pembangunan, meminimalkan
peralatan) bahan
 Hambatan berbahaya dan
sumber nutrisi berisiko
(mis., vitamin,  sediakan alat
tipe makanan) untuk
 Mode beradaptasi
transportasi tidak
aman (misalnya, kursi
 Pajanan pada untuk pijakan
kimia toksik dan pegangan
 Pajanan pada tangan)
pathogen Pencegahan
 Tingkat imunisasi jatuh:
di komunitas  Identifikasi
 Internal:
perilaku dan
 Disfungsi
faktor yang
biokomia
 Disfungsi efektor mempengaruhi
 Disfungsi imun risiko jatuh
 Disfungsi  Kaji ulang
integrasi sensori riwayat jatuh
 Gangguan bersama dengan
mekanisme pasien dan
pertahanan keluarga
primer (mis.,
kulit robek)  Identifikasi
 Gangguan karakteristik
orientasi afektif dari lingkungan
 Gangguan sensasi yang mungkin
(akibat dari meningkatkan
cedera medulla potensi jatuh
spenalis, diabetes (misalnya, lantai
militus, dll)
licin dan tangga
 Hipoksia jaringan
terbuka)
 malnutrisi
 Sediakan alat
bantu (misalnya,
tongkat atau
walker) untuk
menyeimbangka
n gaya berjalan
 Dukung pasien
untuk
menggunakan
tongkat atau
walker dengan
tepat.
7 Risiko syok Outcome Untuk Intervensi
Definisi: rentan Mengukur Penyelesaian Keperawatan
mengalami dari Diagnosis: yang Disarankan
ketidakcukupan aliran  Keparahan syok:
untuk
darah ke jaringan anafilaksis
tubuh, yang dapat Menyelesaikan
 Keparahan syok:
mengakibatkan Masalah:
kardigenik
disfungsi seluler yang Pencegahan
mengancam jiwa,  Keparahan
syok:
yang dapat syok:hipovolemik
 Monitor
menggangu Outcome yang
terhadap
kesehatan. Berhubungan dengan
adanya tanda-
Faktor risiko: Faktor Risiko:
 Hipoksemia tanda respon
 Keparahan kehilangan
 Hipoksia syndrome
darah
 Hipotensi inflamasi
 Status sirkulasi
 Hipovelemia sistemik
 Keparahan cedera fisik
 Infeksi (misalnya,
 Control risiko
 Sepsis peningkatan
 Sindrom respons suhu, takikardi,
inflamasi sistemik takipnea,
hipokarbia,
leukositosis)
 Monitor status
suhu dan
respirasi
 Berikan cairan
melalui IV dan
atau oral,
sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
pasien dan
keluarga
mengenai
faktor-faktor
pemicu syok
 Anjurkan
pasien dan
keluarga
mengenai
tanda/gejala
syok yang
mengancam.
Monitor tanda-
tanda vital

E. EVALUASI
Menurut Nursalam (2011) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria. M., et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.
Doenges, M. E. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
Keperawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dwisang, E. L. (2014). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan Paramedis.
Tanggerang Selatan: BINARUPA AKSARA.
Helmi, N. Z. (2013). Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika.
Mansjoer, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Moorhead, Sue., et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition.
United States of America: Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta :
EGC.
NIC. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. ELSEVIER.
NOC.2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), 6th edition. ELSEVIER.
Price, S. A. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Wijaya, A. S.,& Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori, dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

PATHWAY

Kecelakaan
Trauma eksternal lebih dari
kekuatan tulang
Tulang tidak mampu
menahan trauma
FRAKTUR

Fiksasi eksterna Pergeseran fragmen tulang


Trauma jaringan
yang patah
Luka terbuka
Anestesi ORIF
Penurunan pertahanan utama
Peristaltik
Kerusakan
Trauma jaringan tubuh
Nafsu makan integritas kulit
Jalan masuk organisme

Ketidakseimbangan
nutrisi: Kurang Nyeri akut Kekuatan otot dan Risiko infeksi
dari kebutuhan kemampuan gerak
tubuh kurang

Hambatan
mobilitas fisik
(Sumber: Mutaqqin, 2008)

Anda mungkin juga menyukai