a. UU No 1 tahun 1945 yang mengatur tentang kedudukan komite nasional daerah (KND)
TENTANG
Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu diadakan aturan buat
sementara waktu Untuk menetapkan kedudukan Komite Nasional Daerah; Mengingat : pasal 18
dan 20 Undang Undang Dasar 1945 dan Maklumat Wakil Presiden No. X, tanggal 16 Oktober
1945; Dengan Persetujuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan : Menetapkan
Undang-Undang sebagai berikut :
Pasal 1
Komite Nasional Daerah diadakan- ketjuali di Daerah iSurakarta dan Jogjakarta- di Keresidenan,
di ldianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri. ga Kota berautonomi, Kabupaten dan lain-lain
daerah jang e .l
Pasal 2
Rakjat Daerah, jang bersama-sama dengan dan ww Komite Nasional Daerah mendjadi Badan
Perwakilan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerdjaan mengatur rumah-tangga
daerahnja, asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
jang lebih luas dari padanja.
Pasal 3
Oleh Komite Nasional Daerah dipilih beberapa orang, sebanjak-banjaknja 5 orang sebagai Badan
Executief, jang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah mendjalankan
Pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu.
Pasal 4
Ketua Komite Nasional Daerah jang lama harus diangkat sebagai Wakil Ketua Badan jang
dimaksudkan dalam pasal 2 dan 3.
Pasal 5
Biaya untuk keperluan Komite Nasional Daerah disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 6
Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan dan perubahan dalam daerah-daerah
harus selesai dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari. Djakarta, tanggal 23 Nopember 1945,
PENDJELASAN
a. Apakah Kepala Daerah yang qualitatus qua memimpin Badan Perwakilan Rakjat dan badan
sxecutief itu, djuga berkedudukan sebagai anggauta jang mempunjai suara (stem) dalam badan-
badan tersebut?
b. Seterusnja, djika Kepala Daerah (Residen, Bupati atau Kepala-kota) berhalangan, siapakah
jang menjadi gantinja untuk memimpin persidangan dari badan-badan tersebut?
c. Apakah seorang bukan dari anggauta Badan perwakilan Rakjat boleh ditunjuk sebagai
anggauta lita badan executief?
d. Apakah artinja Komite Nasional Indonesia menjadi Badan Perwakilan Rakjat Daerah dan ga
sebagainya? .le Begitulah masih banjak soal-soal jang menimbulkan kesulitan undang-undang
tersebut. Oleh sebab itu didalam kita berusaha mengadakan pendjelasan itu, perlu kita
mengetahui ww tudjuan serta sebab-sebab jang telah menggerakkan Badan Pekerdja Pusat untuk
mengusulkan Undang- Undang tersebut kepada Pemerintah ; dan untuk mengetahui hal itu perlu
kita mendapat notulen rapat Badan Pekerdja ketika merundingkan Undang-Undang itu serta
meneliti pengumuman-pengumuman Badan Pekerja jang mengenai Undang-Undang tersebut
jang dapat kita gunakan sebagai " memorie van toelichting". Meskipun notulen tidak semua ada
pada kita, akan tetapi dalam perundingan itu Prof. Soepomo dan saja sebagai wakil Pemerintah
turut merundingkan rentjana Undang-Undang tersebut dalam Badan Pekerdja, sehingga
walaupun tidak autentik saja dapat memberikan keterangan tentang "wordingsgeschidenisnja"
Undang-Undang ini. Akan tetapi bagaimanapun djuga, untuk mengetahui azas dan tudjuan
Undang-Undang itu tidak tjukup kiranja, djika kita mengambil dasar "ingat-ingatan" sadja. Tjara
sematjam ini "juridis" kurang harganja. Oleh karenanja, maka kita harus mentjoba mentjari dasar
dan tudjuan itu hanja dari pada pengumuman-pengumuman Badan Pekerdja jang dimuat dalam
Berita Republik Indonesia, terutama dalam pengumuman No. 2 dan Nomor 3, serta penjelasan
kedudukan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, jang dapat dipergunakan sebagai
perbandingan. Selain dari itu ada pada kita surat pengantar Rantjangan Undang-Undang, dari
Komite Nasional Indonesia Pusat pada Presiden tanggal 27-10-1945 No. 30/B.P. jang dapat
dipergunakan sebagai penjelasan umum. Dalam pengumuman Nomor 2 terdapat alenia jang
demikian bunjinja: "Maka kedudukan Komite Nasional Daerah perlu lekas diatur supaya hilang
keragu-raguan tentang kedudukannya dan lekas tercapai keadaan yang sama diseluruh Negara
kita". 4 Kemudian dalam pengumuman No. 3 ada dikatakan : Dalam waktu dua bulan semenjak
berdirinya Republik kita, sudah ternyata benar-benar Komite-Komite itu memenuhi
kewajibannya sebagai Badan yang harus mempertahankan dan membantu Pemerintah, jang
mula-mula belum terbentuk dan belum dapat bekerdja dengan seksama". Setelah dikatakan
bahwa dalam dua bulan kekuasaan sipil seluruhnya dapat dimiliki oleh Pemerintah kita, maka
dikatakan : ..Dengan keadaan itu setelah berusaha supaya tiap-tiap urusan Negara djangan lagi
diurus oleh Komite Nasional Indonesia, tetapi oleh Badan Pemerintah jang bersangkutan,
sampailah waktunya Komite Nasional berganti sifat". Kemudian dikatakan dalam " Penjelasan
tentang Kedudukan Badan Pekerja K.N.I. Pusat tidak berhak lagi mengurus hal-hal yang
berkenaan dengan tindakan Pemerintah (executief)". Selanjutnya dalam surat pengantar tanggal
27-10-1945 tersebut : " Badan Pekerdja" berpendapat bahwa Komite (Nasional) dan Si-ku dan
Ku dalam kota tak perlu dilanjutkan berdiri. Badan Pekerdja - begitulah surat tersebut - telah
membitjarakan sifat mana hendaknya diberi kepada Komite Nasional Daerah yang terus
diadakan. Kesimpulan pembitjaraan ialah : Komite Nasional Daerah itu hendaknya menjadi
Badan legislatief, dipimpin oleh Kepala Daerah, sedang sebagian dari Komite Nasional itu
dipimpin oleh Kepala Daerah, sedang sebagian dari Komite Nasional itu dipimpin (pula) oleh
Kepala Daerah, hendaknja mendjalankan pemerintahan sehari-hari. Dari pada pengumuman-
pengumuman dan surat-surat pengantar tersebut, dapat kita menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. bahwa Komite Nasional Indonesia mula-mula dibentuk sebagai pembantu pemerintah, dimasa
lita kekuasaan sipil masih ditangan Djepang, pamong-Pradja, Polisi dan lain-lain alat-alat
pemerintah masih ditangan Djepang; ga
3. bahwa keadaan dualisme jang demikian itu sangat melemahkan kedudukan dan kekuasaan
Pangreh- Pradja dan polisi jang merupakan alat-alat Pemerintahan jang resmi, menurut faham
kami sendiri, jang menjadi ukuran untuk dunia internationaal, apakah benar-benar bahwa local
government de facto ada ditangan kita dengan beres (running well). Berhubung dengan itu maka
soal ini harus lekas dipetjahkan. Oleh karenanja Badan Pekerdja memajukan rantjangan Undang-
Undang kepada Presiden untuk mengaturnja. Dari pada pemandangan diatas dapat ditangkap,
bahwa tudjuan jang terutama dari pada Undang-Undang itu ialah menarik kekuasaan dari Komite
Nasional Indonesia. Sedang penggantian sifat Komite Nasional Indonesia sebagai badan (dan
sebagian executief) dapat dipandang sebagai tindakan jang tepat untuk mengadakan forum,
dalam mana Pemerintahan daerah dapat mempertahankan atau bertanggung jawab atas tindakan
atau sikapnja tentang Pemerintahan sehari-hari. Dengan djalan demikian tertjapailah - menurut
faham saja - usaha Pemerintah Pusat untuk menjempurnakan Pemerintah daerah berdasarkan
kedaulatan Rakjat. Dalam usaha memberi tempat kepada komite Nasional indonesia Daerah
sebagai Badan perwakilan Rakjat perlu diperhatikan:
A. Pemandangan Umum
Terlebih dahulu perlu dikemukakan disini bahwa undang-Undang No. 1 dibuka dengan
menimbang : bahwa sebelumnja diadakan pemilihan umum, perlu diadakan pemilihan umum,
perlu diadakan aturan sementara waktu untuk menetapkan kedudukan Komite Nasional
Indonesia Daerah. Dalam pembukaan ini ternjata, bahwa Undang-Undang ini dimaksudkan
sekedar mengatur kedudukan Komite Nasional Indonesia Daerah : untuk sementara waktu,
sebelum diadakan pemilihan umum. Sebagai peraturan sementara waktu, tentu perauturan ini
tidak sempurna dan tentu tidak akan memberikan kepuasan sepenuhja, karena harus diadakan
dengan tjepat sekedar mentjegah kemungkinan kekatjauan. Sebagai badan jang harus menunggu
pemilihan umum, maka tidak perlu diadakan pemilihan baru, agar Komite Nasional Indonesia
dapat mendjelma mendjadi Badan Perwakilan Rakjat. Lain daripada itu perlu diterangkan bahwa
sifat Komite Nasional Indonesia sebagai Badan Perwakilan Rakjat lain sekali daripada sifat
Komite Nasional Indonesia sebelum berganti sifat. Ketika Komite Nasional Indonesia dibentuk,
kekuasaan Djepang masih meradjalela dimana-mana pegawai Pangreh Pradja dan Polisi
sekalipun mereka telah bersumpah setia pada Republik, pada hakekatnya masih dibawah
kekuasaan Djepang. Oleh karena keadaan yang demikian itu, maka Komite Nasional pada masa
itu merupakan kaki tangan Republik dan mengerdjakan banyak hal-hal jang biasanya
dikerdjakan oleh Pangreh Pradja dan Polisi. Setelah kekuasaan sipil dapat direbut daripada
tangan 6 Djepang, dari kekuasaan mereka, maka dengan sendirinja hak-hak kekuasaan Komite
Nasional Indonesia itu harus dikembalikan kepada alat-alat pemerintahan jang resmi, dan dengan
pengembalian itu terbukalah satu lapangan yang lebih sesuai dan indah bagi K.N.I sebagai badan
jang meliputi segenap lapisan dan golongan Rakjat, ialah lapangan jang lebih sesuai dan indah
bagi Komite Nasional Indonesia sebagai Badan jang meliputi segenap lapisan dan golongan
Rakjat, ialah lapangan pendjelmaan kedaulatan Rakjat dan berganti sifat mendjadi : Badan
Perwakilan Rakjat. Sebagai Badan Perwakilan Rakjat, Komite Nasional Indonesia hanja
mempunyai suatu kewadjiban ialah : Mengadakan Undang-Undang untuk daerahnja.
Sungguhpun berbeda dalam dasarnya, tetapi sebagai pendjelmaan dapat dikatakan, bahwa
kewadjiban Komite Nasional Indonesia sebagai Badan Perwakilan Rakjat dapat diumpamakan
sebagai Gemeenteraad dan Regentschapsraad dahulu, jang mempunjai kewadjiban mengadakan
Gemeente dan Regentschapsverordening dan sebagai djuga Gemeenteraad dan
Regenstschapsraad berapat didalam gedong-gedong Kantor Gemeenteraad dan
Regenstschapsraad dan personeelnja tergabung dengan Badan tadi, begitulah pula Komite
Nasional Indonesia sebagai Badan Perwakilan Rakjat tidak seharusnja mempunjai gedung,
administrasi dan personeel jang tersendiri pada kantor-kantor Pemerintahan Daerah.
B. Pendjelasan sefasal-sefasal
Fatsal pertama. Komite Nasional Daerah diadakan di Djawa dan Madura (ketjuali di Daerah
Istimemewa Jogjakarta dan Surakarta) di Keresidenan, di kota berautonomie. Kabupaten dan
lain-lain daerah jang dipandang perlu oleh Menteri Dalam Negeri. lita
a. Ini berarti bahwa Komite Nasional Daerah di Propinsi, Kawedanan, Asistenan (Ketjamatan)
dan di Siku dan Ku dalam kota, ta' perlu dilandjutkan lagi. ga
b. Tentang Jogjakarta dan Surakarta, dalam surat pengantar rantjangan Undang-Undang tersebut
.le diterangkan bahwa ketika merundingkan rantjangan itu, B.P. Pusat tidak mempunjai
gambaran jang djelas. Djika - begitulah surat pengantar - sekiranja pemerintah menganggap
perlu untuk ww daerah tersebut diadakan aturan jang berlainan, Badan Pekerdja bersedia
menerima - untuk membicarakannja - rantjangan Undang-Undang jang mengenai daerah itu.
c. Tentang perkataan "di lain-lain daerah jang dianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri". Ini
tambahan diadakan berhubung dengan perkataan "mengatur rumah tangga daerahnja" dalam
fatsal 2. Ketika kita merundingkan ini, kita menggambarkan daerah tersebut, tersusun menurut
faham decentralisatie - wetgeving jang dulu, dengan mempunjai harta benda dan penghatsilan
sendiri (eigen middelen). Dengan kefahaman itu nistjaya sukar sekali untuk merentjanakan
budgetnya, djika andaikata daerah dibawahnya kabupaten, umpama assistenan atau desa djuga
dijadikan badan jang berautonomie dengan mempunyai "eigen middelen". Nistjaja buat
ketamsilan : djika desa telah memungaut padjak kendaraan dan rooiver gunningen dalam desa itu
nistjaja saja Kabupaten tidak akan dapat memungut lagi padjak-padjak itu dari object dan subject
yang sama. Dan lagi Pemerintah, pada waktu itu (seperti jang diutjapkan oleh Menteri
Kehakiman Prof. Soepomo) berkeberatan, bahwa bangunan-bangunan (adatinstituten) jang masih
dihargai oleh penduduk desa, akan dihapuskan okeh bangunan baru ini. Maka dari sebab itu
-begitulah Prof. Soepomo-- Sebelumnja hal ini harus diselidiki sedalam-dalamnja, sehingga kita
dapat gambaran jang terang tentang keadaan didesa-desa. Baiklah kita selidiki soal ini, djangan
sampai kecepatan untuk mengatur soal ini melahirkan akibat : kekalutan. Akan tetapi djika
Rakjat memang menghendaki bangunan baru ini, maka mereka diberi kesempatan untuk
mengusulkan hal itu kepada Menteri Dlam 7 Negeri. Seperti diatas telah diterangkan : desa
autonomie jang digambarkan ini berlainan dengan adatrechtelijke autonomi.
Fatsal kedua. Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah jang bersama-
sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah mendjalankan pekerdjaan mengatur rumah
tangga daerahnja, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
jang lebih luas dari padanya.
1e. "mendjadi" artinja berganti sifat (eigenschap), djadi samenstellingnia atau anggautanja ta'
perlu diganti. Ketika mendjawab pertanjaan Pemerintah, anggauta B.P. sebagai djurubitjara
Badan Perwakilan mengatakan : "- -- Fatsal 2 dimaksudkan untuk memberi tempat kepada
Komite Nasional Daerah, jang sekarang ada diawang-awang". (lihatlah Notulen Badan Pekerdja,
diterangkan dengan djelas, bahwa Komite Nasional Daerah (Badan Perwakilan Rakjat) itu
mendjadi "badan legislatief", sedang bagian dari Komite Nasional Indonesia jang terdiri dari
sebanjak-banjaknja 5 orang, dipilih oleh Komite Nasional Daerah diantaranja anggauta-
anggautanja, mendjalankan Pemerintahan sehari-hari (executief) bersama-sama dengan dan
dipimpin oleh Kepala Daerah.
2e Susunan :
3e. "bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah" : meskipun redactie tentang hal ini
sama dengan redactienja fatsal 3, maka menurut keterangan jang kami dapat dari Badan Pekerdja
lita
ketika mengadakan tanja djawab pada tanggal 28 Desember 1945, perkataan "bersama-sama"
disini (fatsal 2) harus diartikan bahwa Kepala Daerah jang memimpin Badan Perwakilan Rakjat
itu ta' ga mempunjai suara dalam Badan Perwakilan Rakjat itu. Djadi bukan "lid tevens
voorzitter" melainkan .le ketua sadja.
4e. "mengatur rumah-tangga", ini agak sulit, sebab dalam Undang-Undang ini ta' diterangkan
ww "wekkring" (lingkungan bekerdja) dari badan-badan tersebut. Lazimnja perkataan autonomi.
Apakah autonomi ini : autonomi Djepang ataukah autonomi Belanda? Dengan Osamu Seirei 12-
13, autonomi-Belanda telah dirobah sifat sebagai autonomi-Nippon. Djika-berhubung dengan
Peraturan Presiden No. 2, jaitu bahwa segala aturan jang ada sampai berdirinja Republik
Indonesia tetap berlaku, selama belum diadakan jang baru-kita dalam menafsirkan tudjuannja
Undang-Undang tersebut hanja memperhatikan redactienja sadja, maka strikt interpretatie badan-
badan tersebut hanja mempunjai hak autonomi Djepang, artinja : Keresidenan, Kabupaten dan
kota berautonomi tidak diperbolehkan mengatur hal-hal jang tidak dapat diatur oleh Sjuurei. Ken
dan Si Zyoorei. Akan tetapi ini semua bukanlah jang dimaksudkan oleh Badan Perwakilan
Rakjat. Seperti jang telah kami uraikan diatas, ketika kita berunding, kita menggambarkan
automi itu sedikitnja sama dengan autonomi menurut kefahaman decentralisatie-wetgeving.
Malahan kita dapat menentukan bahwa autonomi jang kita gambarkan itu bukan autonomi
Djepang atau bukan autonomi Belanda, melainkan autonomi Indonesia, jang berdasarkan
kedaulatan Rakjat. Dan menurut faham saja ini ta' bertentangan dengan Undang-Undang tersebut
diatas, karena pada hakekatnja status quo Pemerintahan daerah sudah dirubah oleh lahirnja
Undang-Undang No. 1, jaitu Badan Perwakilan Rakjat. Jang kami qualifiseer sebagai autonomi-
Indonesia itu lebih luas dari autonomi-Belanda, artinja dalam fatsal ini hanja ada perbatasan :
"asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah jang lebih
luas daripadanja". Ini berarti suatu kemerdekaan untuk mengatur (vrijheid van regeting),
meskipun dengan perbatasan. 8 Bagaimanapun djuga menurut keilhaman tata-usaha jang berlaku
di Negara-negara jang merdeka, maka lapangan pekerdjaan Badan Perwakilan Rakjat sebagai
badan legislatief dapat dibagi atas 3 bagian :
a. kemerdekaan tentang mengadakan aturan-aturan jang lazimnja diterdjemahkan dengan
perkataan : autonomi.
c. untuk mengadakan aturan buat suatu hal jang diperintahkan oleh Undang-Undang umum,
dengan penetapan bahwa aturan itu harus disahkan dahulu oleh Pemerintah atasan-diantaranja
autonomi dan self-governement. Djika hal-hal ini diperhatika, maka meskipun lapangan
pekerdjaan legislatief tadi ta' disebutkan, buat sementara (sebelum dipihak umum) Badan
Perwakilan Rakjat mengerdjakan pekerdjaaan-pekerdjaan dengan kepuasan.
Fatsal ke-tiga. Oleh Komite Nasional Daerah, dipilih beberapa orang, sebanjak-banjaknya 5
orang, sebagai badan executief jang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah
mendjalankan Pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu.
a. Susunan (samentelling) : anggauta 5 orang itu menurut pengumuman Badan Pekerdja No.2:
"dipilih oleh Komite Nasional Daerah diantara anggauta2-nja". Djadi terang sekali, bahwa 5
orang anggauta badan executief itu anggauta pula dari Badan Perwakilan Rakjat.
b. "bersama-sama dengan", ini menurut putusan dari Badan Pekerdja, berarti bahwa dalam Badan
lita Executief, Kepala Daerah merupakan : Ketua jang mendjadi anggauta pula : sebaliknja
seperti diatas telah didjelaskan, dalam Badan Legislatief, Kepala daerah hanya mendjadi Ketua
sadja. Oleh ga karena dengan Ketua ini djumlahnja anggauta badan-executief dapat mendjadi 6,
angka jang genap .le (even-getal), maka sukar sekali djika ada staking van stemmen (jang
mufakat sama dengan jang tidak mufakat), sedang tentang hal ini belum teratur. Menurut
pendapat kami kita harus ww mempergunakan kefahaman Barat : djika jang diundikan itu
orang.baiklah djika jang mufakat sama dengan jang tidak mufakat (staking van stemmen), hal ini
ditetapkan dengan undian (lot) pula. Djika jang diundikan barang atau hal sesuatu, baiklah dalam
hal demikian, usul dianggap : sebagai tidak diterima.
c. "Kepala-Daerah" qualitatus qua mendjadi ketua kedua badan, sehingga (begitulah putusan
Badan Pekerdja Pusat tgl. 28-12-1945) djika Kepala Daerah ini berhalangan, maka Wakil-Kepala
Daerah pulalah jang memimpinnja (djadi Wakil Residen, Patih atau Wakil-Kepala-Kota).
d. "Anggauta Badan Executief". Menurut keputusan B.P. Pusat, anggauta ini bukannja
"diensthoofd" (kepala djabatan, melainkan "politiek-leider" dari salah satu djawatan sebagai
gambaran Barat : "Wethouder voor openbare werken, wethouder voor onderwijs, dan sebagainja
: sehingga kehendak anggauta. Badan-executief senantiasa harus melalui Kepala-Daerah.
e. "Pemerintahan sehari-hari" (dagelijksche leidjag en uit voering van zaken). Apa jang diartikan
ini, tidak disebutkan : Bestuur. Selandjutnja badan in berkuadjiban untuk mendjalankan Undang-
Undang jang diputuskan oleh badan legislatief.
Dalam hal jang mengenai hak-hak Pemerintahan Pusat jang diperintahkan kepada Kepala-
Daerah in selfgovernment atau lainnja, badan ini tidak berhak menjampurinja, umpama tentang
polisi dll jang pimpinannja diserahan kepadanja. Ini ketjuali djika dengan Undang-Undang
badan-executief diserahi djuga selfgovernment. Bagaimanapun djuga sifatnya Kepala Daerah ini
dua, jaitu : sebagai wakil Pemerintah dan sebagai ketua, pemimpin badan-badan tersebut.
Fatsal keempat. Ketua Komite Nasional Indonesia lama harus mendjadi wakil-ketua-badan
executief dan Badan Perwakilan Rakjat.
Meskipun dalam redaksinja (tadi telah kami utarakan, bahwa accent-nja verordening ini
"ketjepatan", bukanlah "kesempurnaan) terang sekali, bahwa Ketua Komite Nasional Indonesia
lama mendjadi Wakil-Ketua badan tersebut, akan tetapi dalam fatsal 2 dan 3 terang pula, bahwa
jang memimpin kedua badan itu Kepala Daerah. Djadi menurut pendapat Badan Pekerdja : Kalau
Kepala- Daerah berhalangan, Wakil-Ketua-Daerah pula jang menggatinja.
Baiklah soal jang sulit ini kita kupas dengan menafsirkan redaksi dan kehendak serta mengingat :
sifat badan-badan tersebut. Pada azasnja : Kepala-Daerah itu uitvoerder (executief), maka dari itu
Wakil-Kepala-Daerah jang harus memimpin badan executief, djika Kepala-Daerah berhalangan,
sedang Wakil-Ketua (voorzitter K.N.I. lama q.q. duduk sebagai anggauta). Lain halnja dengan
pimpinan badan-legislatief (Badan Perwakilan Rakjat), disinilah pada tempatnja, bahwa Ketua
Komite Nasional Indonesia lama mewakili Kepala-Daerah jang berhalangan.
Fatsal ke-lima. Apabila kekurangan, Negeri nistjaya akan menjokong, djika Pemerintah Pusat
menimbang perlu.
b.UU No 22 tahun 1948 yang mengatur tentang pokok pokok pemerintahan daerah
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH[1]
Menimbang:
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), pasal 18, pasal 20 ayat (1) dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X;
Memutuskan:
Menetapkan peraturan sebagai berikut:
BAB I.
Pasal 1.
Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, ialah: Provinsi, Kabupaten
(Kota besar) dan Desa (Kota kecil) negeri, marga dan sebagainya, yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul dan dizaman sebelum Republik Indonesia
mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-Undang pembentukan
termaksud dalam ayat (3) dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan
Provinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Nama, batas-batas, tingkatan, hak dan kewajiban daerah-daerah tersebut dalam ayat (1) dan (2)
ditetapkan dalam Undang-Undang pembentukan.
BAB II.
Peraturan Umum.
Pasal 2.
Pemerintah daerah terdiri dari pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah
Daerah.
Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
BAGIAN II.
Pasal 3.
Bagi tiap-tiap daerah jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan dalam
Undang-Undang pembentukan.
Pasal 4.
c. Bertempat tinggal di dalam daerah yang bersangkutan sedikitnya enam bulan yang terakhir;
d. Cakap menulis dan membaca dalam bahasa Indonesia dengan huruf latin;
e. Tidak karena keputusan pengadilan yang tidak dapat dirubah lagi kehilangan hak menguasai
atau mengurus harta bendanya;
f. Tidak dengan keputusan pengadilan yang tidak dapat dirubah lagi dipecat dari hak memilih
atau dipilih;
Pasal 5.
c. Komisaris Negara;
e. Kepala Daerah dari Daerah yang bersangkutan dan dari daerah yang lebih atas;
f. Anggota Dewan Perwakilan Pemerintahan Daerah [sic!] yang setingkat lebih atas;
g. Pegawai yang bertanggung jawab tentang keuangan kepada daerah yang bersangkutan;
Pasal 6.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak boleh melakukan pekerjaan yang memberikan
keuntungan baginya dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan yang bersangkutan.
Anggota yang melanggar larangan tersebut dalam ayat (1) setelah diberi kesempatan untuk
mempertahankan diri dengan lisan atau tertulis dapat diperhentikan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang bersangkutan dan sebelumnya dapat diberhentikan sementara oleh Dewan
Pemerintah Daerah.
Terhadap putusan Pemberhentian tersebut dalam ayat (2) anggota yang bersangkutan dalam
waktu satu bulan sesudah menerima putusan itu, dapat diminta putusan Dewan Pemerintahan
Daerah yang setingkat lebih atas atau dari Presiden bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Provinsi.
Pasal 7.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menerima uang Sidang, uang jalan dan menginap
menurut peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan tersebut, harus disahkan lebih dahulu oleh Presiden bagi Provinsi dan bagi lain-lain
daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah dari pada daerah yang setingkat lebih atas.
BAGIAN III.
Pasal 8.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang atau berapat atas panggilan Ketuanya atau atas
permintaan seperlima dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau atas
permintaan Dewan Pemerintah Daerah; rapat diadakan di dalam satu bulan sesudah permintaan
diterima oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan.
Semua yang hadir dalam rapat tertutup berkewajiban merahasiakan segala hal yang dibicarakan
dalam rapat itu.
Merahasiakan itu berlangsung terus, baik bagi anggota-anggota dan pegawai-pegawai yang
mengetahui hal yang dibicarakan itu dengan jalan lain atau dari surat-surat yang mengenai hal
itu, sampai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membebaska mereka dari kewajiban tersebut.
Pasal 9.
a. anggaran pendapatan dan belanja, perhitungan anggaran pendapatan dan belanja dan
perubahan anggaran pendapatan dan belanja;
g. mengadakan perjanjian-perjanjian;
Pasal 10.
Untuk ketertiban rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membuat peraturan tata-tertib.
Pasal 11.
Rapat baru boleh berunding atau mengambi sesuatu putusan, jikalau jumlah anggota yang hadir
lebih dari separoh jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sesuatu putusan rapat yang dipandang sah bila mendapat suara yang terbanyak dari anggota yang
hadir.
Bila dalam pemungutan suara mengenai perkara jumlah suara sama, maka pemugutan suara yang
kedua kalinya dipertangguhkan sampai rapat pertama yang akan datang. Bila jumlah suara masih
sama, maka usul dianggap tidak diterima.
[paragraf 1] Pemungutan suara yang mengenai orang harus dengan tulisan diatas kertas dengan
tidak diberi tanda tangan. [paragraf 2] Bila jumlah suara sama, maka undianlah yang memberi
putusan.
Pasal 12.
Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat dituntut karena
pembicaraannya didalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau karena tulisannya yang
dikirimkan kepada rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAGIAN IV.
Pasal 13.
Dewan Pemerintah Daerah dipilih oleh dan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas dasar
perwakilan berimbang.
Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak boleh menjadi anggota Dewan
Pemerintah Daerah.
Pasal 14.
Anggota Dewan Pemerintah Daerah dipilih untuk suatu masa pemilihan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, kecuali jika ia berhenti, baik atas kemauan sendiri, maupun karena keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Barang siapa berhenti menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhenti pula menjadi
anggota Dewan Pemerintahan Daerah.
Pasal 15.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membuat pedoman untuk Dewan Pemerintah Daerah guna
mengatur cara menjalankan kekuasaan dan kewajibannya.
Pedoman tersebut dalam ayat (1) harus dapat pengesahan lebih dahulu dari Presiden bagi
Provinsi dan bagi ain-lain daerah dari Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari daerah
yang bersangkutan.
Pasal 16.
Anggota Dewan Pemerintah Daerah menerima uang kehormatan menurut peraturan yang
ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan tersebut harus disahkan lebih dahulu oleh Presiden bagi Provinsi dan bagi lain-lain
daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat yang lebih atas dari daerah yang bersangkutan.
Pasal 17.
BAGIAN V.
Kepala Daerah.
Pasal 18.
Kepala Daerah Provinsi diangkat oleh Presiden dari sedikit-sedikitnya dua atau sebanyak-
banyaknya empat orang calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Kepala Daerah Kabupaten (kota besar) diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari sedikit-
sedikitnya dua dan sebanyak-banyaknya empat orang calon yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (kota besar).
Kepala Daerah Desa (kota kecil) diangkat oleh Kepala Daerah Provinsi dari sedikit-sedikitnya
dua dan sebanyak-banyaknya empat orang calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Desa (kota kecil).
Kepala Daerah dapat diberhentikan oleh yang berwajib atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang bersangkutan.
Kepala Daerah istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa didaerah
itu dizaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-
syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat istiadat didaerah itu.
Untuk daerah istimewa dapat diangkat seorang wakil Kepala Daerah oleh Presiden dengan
mengingat syarat-syarat tersebut dalam ayat (5). Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah anggota
Dewan Pemerintahan Daerah.
Pasal 19.
Untuk mewakili Kepala Daerah (Wakil Kepala Daerah Istimewa) jika ia berhalangan oleh
Dewan Pemerintahan Daerah ditunjuk seorang diantara anggotanya.
BAGIAN VI.
Pasal 20.
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diangkat^) dan diberhentikan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah atas usul Dewan Pemerintah Daerah.
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga menjadi sekretaris Dewan Pemerintah Daerah
dan Sekretaris Kepala Daerah.
Bila Sekretaris berhalangan, Dewan Pemerintah Daerah menunjuk pegawai lain untuk gantinya.
Pasal 21.
Peraturan tentang pengangkatan, penskorsan, pemberhentian, gaji, pensiun, uang tunggu dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sedapat-dapatnya sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai Negeri.
Peraturan tersebut dalam ayat (1) harus disahkan lebih dahulu oleh Presiden bagi Provinsi dan
bagi lain-lain daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah yang setingkat lebih atas.
Pasal 22.
Pegawai Negeri atau pegawai daerah yang diperbantukan kepada daerah yang lebih rendah digaji
dari keuangan daerah yang lebih rendah itu.
Iuran untuk pensiun pegawai tersebut, jandanya, dan untuk tunjangan anak-anaknya bagi
pegawai Negeri atau bagi pegawai dari daerah yang lebih atas, oleh daerah yang dibantu
dipotong dari gaji mereka dan dimasukkan dalam kas Negeri atau kas daerah yang bersangkutan.
BAB III.
BAGIAN I.
Pasal 23.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
Hal-hal yang masuk urusan rumah tangga tersebut dalam ayat (1) ditetapkan dalam Undang-
Undang pembentukan bagi tiap-tiap daerah.
Pasal 24.
Kewajiban Pemerintah di daerah-daerah yang tidak termasuk urusan rumah tangga daerah, dapat
diserahkan dengan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau kepada
Dewan Pemerintah Daerah untuk dijalankan.
Dengan peraturan daerah, sesuatu daerah dapat menyerahkan kewajibannya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah dibawahnya untuk dijalankan.
Pasal 25.
Jika pemerintahan daerah melalaikan mengatur dan mengurus rumah tangganya, sehingga
merugikan daerah itu atau merugikan Negara, maka Pemerintah dengan peraturan Pemerintah
menentukan cara bagaimana daerah itu harus diatur dan diurus menyipang dari pasal 23.
Jika Pemerintahan daerah tidak menjalankan hal-hal yang diserahkan kepadanya seperti
termasuk dalam pasal 24, maka oleh Pemerintah dengan peraturan Pemerintah atau oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan dengan peraturan daerah ditunjuk badan-badan
Pemerintahan yang harus menjalankan pekerjaan itu.
Pasal 26.
Suatu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membela kepentingan daerah dan penduduknya
dihadapan Pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Suatu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membela kepentingan daerah dan penduduknya
dihadapan Dewan Pemerintahan Daerah dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atasnya.
Pasal 27
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari beberapa daerah dapat bersama-sama mengatur
kepentingan mereka bersama.
Peraturan tersebut dalam ayat (1), demikian juga tentang perubahan dan pencabutan, harus
disahkan lebih dahulu oleh Presiden bagi Provinsi, bagi lain-lain daerah oleh Dewan Pemerintah
Daerah setingkat lebih atas.
Bila tidak terdapat persetujuan tentang perubahan dan pencabutan dari peraturan bersama
tersebut dalam ayat (1), maka Presiden atau Dewan Pemerintahan Daerah tersebut dalam ayat (2)
yang memutuskan.
Pasal 28
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk kepentingan daerah atau untuk kepentingan pekerjaan
tersebut dalam pasal 24 membuat peraturan-peraturan yang disebut “Peraturan-Daerah” dengan
ditambah tingkatan dan nama daerah.
Dalam Peraturan daerah tidak diperkenankan diatur sesuatu yang telah diatur dalam Undang-
Undang atau Peraturan Pemerintah atau yang telah diatur dalam peraturan daerah yang lebih
tinggi tingkatannya.
Peraturan daerah tingkatan lebih atas tidak boleh mengatur hal-hal yang masuk urusan rumah
tangga daerah tingkatan lebih rendah.
Peraturan daerah tidak berlaku lagi jika hal-hal yang diatur didalamnya kemudian diatur dalam
Undang-Undang atau peraturan Pemerintah atau dalam peraturan daerah yang lebih tinggi
tingkatannya
Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
Peraturan daerah dipandang mulai berlaku sesudah ditanda-tangani oleh Kepala Daerah dan
diumumkan menurut cara yang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 29
Kecuali jikalau dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah diadakan ketentuan lain,
maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat menetapkan hukuman selama-lamanya tiga bulan
atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.- terhadap pelanggaran peraturan-peraturannya, dengan
atau tidak dengan merampas barang-barang yang ditentukan.
Perbuatan yang dapat dihukum sebagai termaksud dalam ayat (1) dipandang sebagai
pelanggaran.
Peraturan daerah yang memuat peraturan-peraturan pidana untuk berlaku harus disahkan terlebih
dahulu oleh Presiden bagi peraturan Provinsi dan bagi peraturan daerah lain-lainnya oleh Dewan
Pemerintah Daerah tingkatan lebih atas.
Pasal 30
Bila untuk menjalankan sesuatu Putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut Undang-
Undang ini, harus ditunggu pengesahan lebih dulu dari Presiden bagi Provinsi dan bagi lain-lain
daerah dari Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas, maka putusan itu dapat dijalankan,
apabila Presiden atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut dalam tiga bulan terhitung mulai hari
putusan itu dikirimkan untuk mendapat pengesahan, tidak mengambil ketetapan.
Waktu tiga bulan itu dapat diperpanjang selama-lamanya tiga bulan lagi oleh Presiden atau
Dewan Pemerintah Daerah tersebut dan hal itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang bersangkutan.
Bila putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut dalam ayat (1) tidak dapat disahkan,
maka Presiden atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut memberitahkan hal itu dengan
keterangan cukup kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan.
[paragraf 1] Terhadap penolakan pengesahan itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkutan dapat memajukan keberatan kepada Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas
dari Dewan Pemerintah Daerah yang menolak. [paragraf 2] Bila penolakan pengesahan itu
terjadi oleh Dewan Pemerintah Daerah Provinsi, maka keberatan itu diajukan kepada Presiden.
Pasal 31
Jika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memutuskan hendak melebihi anggaran pendapatan dan
belanja yang telah ditetapkan, maka putusan itu harus disahkan lebih dahulu oleh Presiden bagi
Provinsi dan bagi lain-lain daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.
Pasal 32
Pasal 33.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengadakan pinjaman uang bagi daerah dengan
pengesahan Presiden bagi Provinsi dan bagi lain-lain daerah dari Dewan Pemerintah Daerah
setingkat lebih atas.
BAGIAN II.
Pasal 35
BAGIAN III.
Kepala Daerah.
Pasal 36.
Kepala Daerah mengawasi pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah
Daerah dan berhak menahan dijalankannya putusan-putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Dewan Pemerintah Daerah, bila dipandangnya putusan-putusan itu bertentangan dengan
kepentingan umum atau bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan-peraturan
Pemerintah dan peraturan-peraturan dari daerah yang lebih atas, bila putusan-putusan itu diambil
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah di bawah provinsi.
Penahanan tersebut dalam ayat (1) harus dalam tujuh hari diberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan, demikian juga
kepada Presiden bagi Provinsi dan bagi daerah-daerah lainnya kepada Dewan Pemerintah Daerah
yang setingkat lebih atas.
Bila dalam tiga bulan Presiden atau Dewan Pemerintah Daerah tersebut dalam ayat (2) tidak
mengambil putusan, maka putusan yang ditahan menjalankannya itu, segera sesudah tempo itu
lampau, dijalankan.
BAB IV.
BAGIAN I.
Pendapatan Daerah.
Pasal 37.
d. dan lain-lain.
BAGIAN II.
Pasal 38.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan peraturan cara mengurus keuangan daerah.
Dengan persetujuan Menteri yang bersangkutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat
menyerahkan pekerjaan yang berupa menerima, mengeluarkan, menyimpan, dan sebagainya
kepada pegawai Negeri yang menjalankan pekerjaan sedemikian rupa bagi Negara.
BAGIAN III.
Pasal 39.
Untuk pertama kali anggaran pendapatan dan belanja daerah ditetapkan dengan Undang-Undang.
Buat selanjutnya anggaran pedapatan dan belanja daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Sesudah tahun pertama anggaran pendapatan dan belanja harus disahkan lebih dahulu oleh
Presiden bagi Provinsi dan bagi lain-lain daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih
atas.
Tiap-tiap perubahan anggaran pendapatan dan belanja juga harus mendapat pengesahan.
Apabila tidak dapat disahkan maka dalam waktu satu bulan sesudah hari keputusan itu, hal itu
harus diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkuta dengan
keterangan tentang sebab-sebabnya.
[paragraf 1] Terhadap penolakan pengesahan itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat
memajukan keberatan kepada Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas dari Dewan
Pemerintah Daerah yang menolak. [paragraf 2] Bila penolakan pengesahan itu terjadi oleh
Dewan Pemerintah Daerah Provinsi, maka keberatan itu diajukan kepada Presiden.
Apabila anggaran pendapatan dan belanja bagi tahun yang bersangkutan pada tanggal 1 Januari
belum mendapat pengesahan, maka anggaran tahun yang baru lalu untuk sementara waktu
dipakai sebagai pedoman lebih dahulu.
Pasal 40.
Tentang cara menyusun anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
BAGIAN IV.
Pasal 41.
Ketentuan-ketentuan yang mengenai tanggung jawab pegawai atas pengeluaran belanja oleh
pegawai ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V.
TENTANG PENGAWASAN TERHADAP DAERAH
Pasal 42.
Putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah, jikalau bertentangan
dengan kepentingan umum, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau peraturan Daerah yang
lebih tinggi tingkatannya, dapat ditunda atau dibatalkan, bagi Provinsi oleh Presiden dan bagi
lain-lain Daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas.
Putusan penundaan atau pembatalan diberitahukan dalam limabelas hari sesudah hari putusan itu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau kepada Dewan Pemerintah Daerah yang
bersangkutan disertai dengan alasan-alasannya.
Lamanya tempo penundaan disebutkan dalam surat ketetapan dan tidak boleh lebih dari enam
bulan.
Apabila dalam enam bulan karena penundaan itu tidak ada putusan pembatalan, maka putusan
daerah itu dipandang berlaku.
Pasal 43.
Perselisihan tentang pemerintahan antara Provinsi dengan Provinsi atau antara Provinsi dengan
Daerah-daerah lain diputus oleh Presiden, perselisihan antara Kabupaten dan Kabupaten dengan
Desa diputus oleh Provinsi perselisihan antara Desa dengan Desa diputus oleh Kabupaten.
Pasal 44.
Tiap-tiap putusan baik oleh Presiden maupun oleh Dewan Pemerintah Daerah sebagai termaksud
dalam pasal 42 dan 43 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia atau menurut cara
yang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan.
Pasal 45.
Untuk kepentingan pimpinan dan pengawasan maka Pemerintah dapat: a. meminta keterangan
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah; b. mengadakan
penyelidikan dan pemeriksaan tentang segala sesuatu yang mengenai pekerjaan mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah
Daerah.
Ketentuan tersebut dalam ayat (1) berlaku juga bagi daerah tingkatan lebih atas terhadap daerah
yang lebih rendah.
ATURAN PERALIHAN.
Pasal 46.
Daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang telah berdiri
menurut Undang-Undang No. 1 tertanggal 23 Nopember 1945 dan lain-lain penetapan
Pemerintah, berjalan terus sehingga diadakan pembentukan Pemerintahan baru untuk Daerah-
daerah itu menurut Undang-Undang ini atau dihapuskan atau dirubah.
Daerah-daerah administrasi yang ada pada waktu berlakunya Undang-Undang ini, terus berdiri
sampai dihapuskan.
Selama Undang-Undang pemilihan belum ada, dan selama pemilihan menurut Undang-Undang
pemilihan belum dapat dijalankan, maka cara pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Dewan Pemerintah Daerah dijalankan menurut cara yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
Untuk sementara waktu angkatan Kepala Daerah dijalankan menyimpang dari ketentuan dalam
pasal 18 ayat (1), (2), dan (3).
UNDANG-UNDANG.
Menimbang :
tentang pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (LembaranNegara tahun 1957 No.79).
Mengingat :
diubah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I.
Pasal 1.
59) jis pasal 1 dan pasal 2 ayat 2 UU No. 15 tahun 1956 (Lembaran
Negara tahun 1956 No. 33) yo. Undang-undang No. 20 tahun 1957
pembubaran Daerah Maluku Selatan dan pembentukan Daerahdaerah Otonom Maluku Tengah
dan Maluku Tenggara (LembaranNegara tahun 1955 No.3).
Pasal 2.
Pasal 3.
Daerah.
BAB II
Pasal 4.
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 31 ayat 1 Undangundang No.1 tahun 1957
urusan rumah-tangga dan kewajiban Daerah
meliputi :
daerah.
(2) Penyerahan urusan tersebut sub C dan D selanjutnya akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 5.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 6.
Pasal 7.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8.
Pasal II
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
ttd.
SOEKARNO
Diundangkan
Menteri Kehakiman,
ttd.
G.A. MAENGKOM
ttd.
SANOESI HARDJADINATA
MEMORI PENJELASAN
MENGENAI
MALUKU.
Umum.
1957. Dalam wilayah bekas Negara Indonesia Timur ini perlu diadakan
Peraturan Pemerintah R.I.S. No. 21 tahun 1950 baharu didapati Propinsipropinsi administratip
saja, yaitu Propinsi-propinsi:
1. Sulawesi
2. Nusa Tenggara
3. Maluku.
Pasal 1.
Pasal 2.
Dalam ayat 2 dari pasal ini perkataan "Presiden", yang tercantum dalam
administrasi dalam hal ini sesuai dengan jiwa Undang-undang No.1 tahun
Pasal 3.
Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam ayat I dari pasal
ini harus disesuaikan dengan jumlah minimum menurut pasal 7 Undangundang No. I tahun 1957
seperti telah diubah dengan pasal I Undangundang No. 73 tahun 1957, yaitu harus sama dengan
jumlah tertinggi
Pasal 4.
bawahan, pasal ini hanya menyebut secara umum bidang urusan rumah
tangga bagi Daerah Tingkat I Maluku tersebut, yang akan diatur lebih
Tingkat I Maluku.
Pasal 5
Telah jelas.
Pasal 6.
Pasal 7, 8 dan 9.
--------------------------------
CATATAN
*) Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-49 pada tanggal 7 Mei
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Menimbang:
Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara
No. 22 tahun 1948, Undang-undang No. 1 tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6
Presiden No. 7 tahun 1965 serta untuk mewujudkan Daerah-daerah yang dapat
selekas mungkin;
Republik Indonesia No. 514 tahun 1961 dan No. 5 47 tahun 1961:
Mengingat:
1. Pasal 1 ayat (1), pasal 5 ayat (1), pasal 18 dan pasal 20 ayat (1) Undang-undang
Dasar;
Memutuskan:
Pertama mencabut:
Kedua menetapkan:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
BAB I.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 1.
(1) Yang dimaksud dengan "Daerah" dalam Undang-undang ini, ialah daerah besar
dan daerah kecil tersebut dalam pasal 18 Undang-undang Dasar yang berhak
dengan istilah-istilah "Kotaraya", "Kotamadya" dan "Kotapraja", adalah istilahistilah untuk nama
jenis Daerah dan bukan merupakan penunjukan sesuatu
wilayah administratif.
(3) Yang dimaksud dengan "Kota" ialah kelompokan penduduk yang bertempat
tinggal bersama-sama dalam satu wilayah yang batasnya menurut peraturanperaturan yang telah
ditentukan.
(4) Yang dimaksud dengan "Desa" atau daerah yang setingkat dengan itu adalah
(5) Jika dalam Undang-undang ini disebut "setingkat lebih atas", maka yang
dimaksudkan adalah:
b. Daerah tingkat II bagi Daerah tingkat III yang terletak dalam wilayah
(6) Dalam Undang-undang ini istilah keputusan dapat diartikan juga peraturan.
BAB II.
Pasal 2.
(1) Wilayah Negara Republik Indonesia terbagi habis dalam Daerah-daerah yang
berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri dan tersusun dalam
No. 10 tahun 1964, sebagai Kotapraja tersebut pada ayat (1) pasal ini, baik
Pasal 3.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
(1) Pembentukan Daerah termaksud dalam pasal 2 ayat (1), nama, ibu-kota dan
Pasal 4.
(1) Kota dengan memperhatikan faktor-faktor sosial ekonomis, penduduk dan lainlain, dapat
dibentuk menjadi Kotaraya, Kotamadya atau Kotapraja dimaksud
dalam pasal 2.
(2) Sesuatu atau beberapa desa atau daerah yang setingkat dengan desa, dengan
susunan asli yang masih hidup dan berlaku, dapat dibentuk menjadi Daerah
tingkat III.
BAB III.
Pasal 5.
(1) Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah.
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri menurut hierarchi yang ada.
Pasal 6.
Pasal 7.
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri dari seorang Ketua dan beberapa
Pasal 8.
Pasal 9.
(1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih oleh dan
(2) Selama Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum ada,
rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipimpin oleh seorang anggota Dewan
Pasal 10.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan disahkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Sekretariat Daerah dikepalai oleh seorang Sekretaris Daerah yang melakukan
BAGIAN II
$ 1. Kepala Daerah.
Pasal 11.
II dan
(1) Kepala Daerah tingkat I diangkat oleh Presiden dari sedikit-dikitnya dua dan
(2) Apabila dari pencalonan itu tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk
diangkat menjadi Kepala Daerah, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkutan diminta oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden untuk
(3) Apabila juga pada pencalonan yang kedua seperti di maksud ayat (2) diatas
tidak ada calon yang memenuhi syarat, maka Presiden mengangkat seorang
Pasal 13.
(1) Kepala Daerah tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dengan
orang calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkutan.
(2) Apabila dari pencalonan itu tidak ada calon dyang memenuhi syarat untuk
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
(3) Apabila juga dalam pencalonan yang kedua seperti dimaksud dalam ayat (2)
diatas tidak,ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala
Pasal 14.
(1) Kepala Daerah tingkat III diangkat oleh Kepala Daerah tingkat I dengan
persetujuan Menteri Dalam Negeri dari sedikit- dikitnya dua dan sebanyakbanyaknya empat
orang calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(2) Apabila dari pencalonan itu tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk
(3) Apabila juga pada pencalonan yang kedua seperti dimaksud dalam ayat (2)
diatas tidak ada calon yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Kepala
Daerah oleh Kepala Daerah tingkat I dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri,
Pasal 15.
Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah ialah warga negara Indonesia yang selain
pelaksanaannya
3. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan
pemerintahan;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
pemerintahan;
pemerintahan;
Pasal 16.
atau keuntungan;
bersangkutan;
memerlukan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
Pasal 17.
(1) Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 tahun atau untuk masa yang
sama dengan masa duduk Dewan Perwakilan Daerah yang bersangkutan tetapi
(2) Kepala Daerah tidak dapat diperhentikan karena sesuatu keputusan Dewan
mengangkat menghendakinya.
(3) Kepala Daerah berhenti karena meninggal dunia atau diperhentikan oleh
b. karena berakhir masa jabatannya dan telah diangkat Kepala Daerah yang
baru;
c. karena tidak memenuhi lagi sesuatu syarat dimaksud dalam pasal 15;
Pasal 18.
(1) Menteri Dalam Negeri menetapkan peraturan tentang pejabat yang mewakili
Kepala Daerah, apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan.
(2) Selama Pemerintah Daerah dari Daerah yang dibentuk berdasarkan Undangundang ini belum
terbentuk dan tersusun menurut ketentuan-ketentuan dalam
Pasal 19.
Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang nama jabatan dan gelarnya, kedudukan
Pasal 20.
a. bagi Daerah tingkat I dihadapan Menteri Dalam Negeri atau pejabat yang
ditunjuk olehnya;
b. bagi Daerah lainnya dihadapan Kepala Daerah setingat lebih atas atau
(2) Susunan kata-kata sumpah atau janji yang dimaksud dalam ayat (1) adalah
sebagai berikut:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
"Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk dipilih dan diangkat menjadi
Kepala Daerah, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun,
siapapun juga.
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung ataupun
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang
Daerah daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan, dan akan
Negara.
Pasal 21.
(1) Wakil Kepala Daerah dimaksud dalam pasal 6 diangkat dari antara sedikitdikitnya dua dan
sebanyak-banyaknya empat orang calon Dewan Perwakilan
Daerah tingkat III yang ada dalam Daerah tingkat I yang bersangkutan.
(2) Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Kepala Daerah sebagai dimaksud dalam
(3) Larangan bagi Kepala Daerah dimaksud dalam pasal 16 berlaku pula bagi Wakil
Kepala Daerah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
(4) Wakil Kepala Daerah adalah pegawai Negara yang gelar dan nama jabatannya,
Pemerintah.
(5) Wakil Kepala Daerah diangkat untuk suatu masa jabatan yang sama dengan
masa jabatan Kepala Daerah atau untuk masa yang sama dengan masa duduk
kembali.
(6) Wakil Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan
mengangkat menghendakinya.
(7) Wakil Kepala Daerah berhenti karena meninggal dunia atau diberhentikan oleh
c. karena tidak memenuhi lagi sesuatu syarat dimaksud dalam pasal 15 jo.
ayat (2) pasal ini;
(8) Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala Daerah mengangkat sumpah atau
(9) Susunan kata-kata sumpah ata janji yang dimaksud dalam ayat (8) adalah sama
dengan susunan kata-kata sumpah atau janji dalam pasal 20 ayat (2) dengan
ketentuan, bahwa perkataan Kepala Daerah harus dibaca Wakil Kepala Daerah.
BAGIAN III.
Pasal 22.
(1) Bagi tiap-tiap Daerah jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
jumlah penduduk yang harus mempunyai eorang wakil dalam Dewan Perwakilan
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
ketentuan tersebut dalam ayat (1) sub a, b, dan c ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri.
(3) Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berlaku untuk masa lima tahun.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengisi lowongan keanggotaan
antar waktu, duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu hanya untuk
Pasal 23.
Yang dapat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ialah warga negara
Indonesia yang:
b. bertempat tinggal pokok dalam wilayah Daerah yang bersangkutan sedikitdikitnya enam bulan
yang terakhir, atau bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tingkat II dan III yang bukan Kotamadya atau Kotapraja dapat juga
Kotamadya atau Kotapraja yang dilingkari oleh Daerah Tingkat II atau Daerah
Indonesia;
e. menyetujui Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
pelaksanaannya;
f. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan
Pasal 24.
b. Menteri;
d. Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau anggota Badan Pemerintah Harian
c. Ketua, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah yang lain;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
f. Kepala Dinas Daerah, Sekretaris Daerah dan Pegawai yang bertanggung jawab
a. menjadi adpokat, pokrol atau kuasa dalam perkara hukum, dalam mana
d. melakukan pekerjaan yang memberikan keuntungan baginya dalam halhal yang berhubungan
langsung dengan Daerah yang bersangkutan.
(2) Terhadap larangan-larangan tersebut dalam ayat (1), Kepala Daerah semufakat
(3) Anggota yang melanggar larangan tersebut dalam ayat (1), setelah diberi
sementara.
dalam ayat (3), anggota yang bersangkutan dalam waktu satu bulan sesudah
Daerah yang setingkat lebih atas dan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tingkat I kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 26.
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhenti karena meninggal dunia,
a. Permintaan sendiri;
b. tidak lagi memenuhi sesuatu syarat seperti tersebut dalam pasal 23 dan
24;
bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat I diambil oleh Menteri
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Dalam Negeri atas usul Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mendengar
Badan Pemerintah Harian dan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
lainnya oleh Kepala Daerah yang setingkat lebih atasnya atas usul Kepala
(3) Atas keputusan yang diambil menurut ketentuan dalam ayat (2) diatas, kecuali
dalam hal dimaksud dalam ayat (1) sub a, anggota yang bersagnkutan dalam
waktu satu bulan sesudah menerima putusan itu, berhak untuk meminta
Pasal 27.
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menerima uang sidang, uang jalan
Daerah.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak menerima uang
sidang untuk rapat yang dipimpin atau dihadirinya, tetapi kepadanya diberikan
dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diberikan pula uang
kehormatan setiap bulannya, uang jalan dan penginapan, bila dipandang perlu
diberikan pada akhir masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua atau pada waktu
(3) Peraturan Daerah dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas ditetapkan dengan
mengingat pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah
tingkat I dan oleh Kepala Daerah setingkat lebih atas bagi lain-lain Daerah.
Pasal 28.
(1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua dan anggota Dewan
Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I atau pejabat yang dikuasakan, dan
dihadapan Kepala Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah-daerah lain atau
(2) Pengangkatan sumpah (janji) dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Daerah sebagai dimaksud dalam pasal 22 ayat (4) dilakukan dihadapan Ketua
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
(3) Susunan kata-kata sumpah (janji) termaksud pada ayat (1) dan (2) adalah
sebagai berikut:
tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau
Rakyat Daerah ..., tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
(4) Pada waktu pengangkatan sumpah (janji), instansi yang berwenang, pejabat
yang dikuasakan atau Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimaksud dalam
ayat (1) dan (2) berusaha supaya segala sesuatu dilaksanakan dalam suasana
khidmad.
Rakyat Daerah.
Pasal 29.
(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang atau berapat atas panggilan
Ketuanya.
Perwakilan Rakyat Daerah, maka Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan
tersebut untuk bersidang atau berapat dalam satu bulan sesudah permintaan
itu diterimanya
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang sekurang- kurangnya sekali dalam
tiga bulan.
(3) Semua yang hadir pada rapat tertutup berkewajiban untuk merahasiakan
(4) Kewajiban merahasiakan seperti tersebut dalam ayat (3) berlangsung terus,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
yang mengenai hal itu, sampai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membebaskan
Pasal 30.
(1) Rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terbuka untuk umum, kecuali jika
(2) Tentang hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat diambil keputusan,
kecuali tentang:
d. Perusahaan Daerah;
kepentingan umum.
Pasal 32.
Ketua Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerahj idak dapat dituntut
karena pembicaraannya didalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau karena
tulisannya yang disampaikan kepada rapat Dewan Perwakilan Rakayt Daerah, kecuali
jika mereka dengan itu mengumjmkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan
BAGIAN IV.
Pasal 33.
tersebut dalam ayat (1) sub a, b dan c ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
(3) Masa jabatan anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah sama dengan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
(4) Jumlah anggota Badan Pemerintah Harian tersebut dalam ayat (1) harus tetap
terisi; setiap kali timbul lowongan harus diangkat seorang anggota baru yang
Yang dapat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian ialah warganegara Indonesia
yang:
Indonesia;
pelaksanaannya;
4. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan
pemerintahan;
pemerintahan;
pemerintahan;
ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke- samping termasuk menantu
dan ipar.
Pasal 35.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
II dan
(2) Prosedur pengangkatan anggota Badan Pemerintah Harian dimaksud dalam ayat
Daerah yang setingkat dimaksud dalam pasal-pasal 12, 13 dan 14, kecuali
mengenai jumlah calon yang harus diajukan sebanyak dua kali jumlah anggota
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 36 sub a, seorang anggota
(4) Anggota Badan Pemerintah Harian berhenti karena meninggal dunia atau
bersangkutan;
c. karena tidak memenuhi lagi sesuatu syarat dimaksud dalam pasal 34 dan
pasal 36.
Pasal 36.
c. merangkap menjadi adpokat, pokrol atau kuasa dalam perkara hukum, dalam
e. langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam pacht dibawah tangan
mengenai sesuatu milik Daerah ataupun ikut serta dalam pembelian suatu
keuntungan baginya;
Negeri.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Pasal 37.
(2) Susunan kata-kata sumpah (janji) termaksud dalam ayat (1) adalah sebagai
berikut:
"Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk diangkat menjadi anggota Badan
Pemerintah Harian langsung atau tidak langsung, dengan nama atau dalih
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini tidak sekali-kali akan menerima, langsung ataupun
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota Badan Pemerintah Harian .... dengan sebaik-baiknya dan sejujurjujurnya, bahwa saya
senantiasa akan setia kepada Undang-undang Dasar 1945
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya akan membantu Kepala Daerah ...
saya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran dan akan setia kepada Negara,
Pasal 38.
(1) Anggota Badan Pemerintah Harian menerima uang kehormatan, uang jalan,
uang penginapan, uang perjalanan pindah, uang pengganti biaya berobat untuk
dan uang tanda penghargaan pada masa akhir jabatannya atau bilamana ia
(2) Peraturan Daerah tersebut pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan
BAB IV.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
BAGIAN I
Ketentuan Umum.
Pasal 39.
(1) Pemerintah Daerah berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumahtangga
Daerahnya.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan dimaksud dalam ayat (1), dalam Undangundang
pembentukan Daerah sebagai pangkal ditetapkan urusan-urusan yang
(3) Dengan Peraturan Pemerintah tiap-tiap waktu, atas usul dari Dewan Perwakilan
dan III atas usul dari Kepala Daerah setingkat lebih atas, urusan-urusan
Pasal 40.
Pusat untuk diatur dan diurus sendiri oleh Daerah, dengan Peraturan
(2) Dalam Peraturan Pemerintah dimaksud dalam ayat (1) harus diatur pula biayabiaya belanja
urusan serta alat perlengkapannya yang harus diserahkan kepada
Pasal 41.
(1) Sesuatu Daerah dengan Peraturan Daerah dapat memisahkan sebagian atau
diurus sendiri oleh Daerah tingkat bawahan yang ada dalam wilayah Daerahnya.
(2) Peraturan tersebut dalam ayat (1) tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I dan oleh Kepala Daerah setingkat
(3) Bagi penyerahan dimaksud ini, berlaku pula ketentuan termaskud dalam pasal
Pasal 42.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
pasal 39, 40 dan 41, peraturan perundangan Pusat atau Peraturan Daerah
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang ditunjuk oleh dan dalam peraturanperaturan yang
dimaksud.
(3) Dalam peraturan-peraturan dimaksud pada ayat (1), harus diatur pula biayabiaya belanja
pelaksanaan urusan serta alat perlengkapannya yang harus
Pasal 43.
bersama.
(2) Keputusan bersama mengenai hal yang dimaksud dalam ayat (1) demikian juga
tentang perubahan dan pecabutannya harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri
Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I dan oleh Kepala Daerah setingkat lebih atas
(3) Bila tidak terdapat kata sepakat tentang perubahan atau pencabutan peraturan
tersebut dalam ayat (1), maka Menteri Dalam Negeri atau Kepala Daerah
(4) Untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi sesuatu bentuk kerja sama
BAGIAN II.
1. Kepala Daerah.
Pasal 44.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Pemerintah Pusat.
Pasal 45.
(1) Dalam menjalankan tugas kewenangannya, baik yang terletak dibidang urusan
kepada Dean Perwakilan Rakyat Daerah atau apabila diminta oleh Dewan
Negeri dan bagi Kepala Daerah tingkat II dan III kepada Kepala Daerah setingkat
lebih atas.
Pasal 46.
Dalam hal-hal yang dipandan perlu, Kepala Daerah dapat menunjuk seorang kuasa
untuk mewakilinya.
Pasal 47.
(2) Wakil Kepala Daerah membantu Kepala Daerah dalam menjalankan tugas
kewenangannya sehari-hari menurut pedoman yang diberikan oleh Menteri
Dalam Negeri.
(3) Apabila dipandang perlu, Kepala Daerah dapat menyerahkan kepada Wakil
Pasal 48.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
(1) Jika Kepala Daerah tidak dapat melakukan tugas kewenangannya Wakil Kepala
(2) Jika Kepala Daerah meninggal dunia atau diperhentikan, Wakil Kepala Daerah
BAGIAN III.
Pasal 49.
Pasal 50.
(3) Peraturan Daerah tidak boleh mengatur hal-hal yang termasuk urusan rumah
tingkatannya.
Pasal 51.
(2) Dalam hal pelanggaran ulangan peraturan pidana dimaksud dalam ayat (1),
dalam waktu tidak lebih dari satu tahun sejak dijatuhkan pidana dalam
pelanggaran pertama tidak dapat dirubah lagi maka dapat diancamkan pidana
sampai dua kali maksimum dari pidana yang termaksud dalam ayat (1).
(3) Perbuatan tindak pidana sebagai dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
(4) Peraturan Daerah yang memuat peraturan pidana tidak dapat berlaku sebelum
disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi peraturan Daerah tingkat I dan oleh
Kepala Daerah setingkat lebih atas bagi Peraturan Daerah lainnya.
Pasal 52.
Dengan Peralturan Daerah dapat ditunjuk pegawai-pegawai Daerah yang diberi tugas
Pasal 53.
kekuasaan, maka dalam Peraturan Daerah dapat ditetapkan, bahwa segala biaya
Pasal 54.
Perwakilan Rakyat Daerah harus ditanda tangani juga oleh Kepala Daerah.
hukum dan mengikat, dilakukan menurut ketentuan dalam ayat (4) pasal ini.
bagi Peraturan Daerah tingkat I yang bersangkutan itu dan bagi lain-lain Daerah
dalam wilayahnya.
(5) Peraturan Daerah mulai berlaku pada hari yang ditentukan dalam peraturan
tersebut atau jika ketentuan ini tidak ada, Peraturan Daerah mulai berlaku
pada hari ke-30 sesudah hari pengundangan termaksud alam ayat (4).
(6) Peraturan Daerah yang tidak boleh belaku sebelum disahkan oleh Penguasa
Pasal 55.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membela kepentingan Daerah dan
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membela kepentingan Daerah dan
yang bersangkutan.
Pasal 56.
(1) Jika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ternyata melalaikan tugas kewenangan
dimaksud dalam pasal 39 ayat (1), sehingga merugikan Daerah itu atau
(2) Jika hal seperti tersebut dalam ayat (1) terjadi maka sambil menunggu
(3) Apabila berhubung dnegan sesuatu hal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak
Rakyat Daerah.
BAGIAN IV.
Pasal 57.
Kepala Daerah dalam urusan dibidang urusan otonomi dan dibidang tugas
tidak;
pedoman yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dan terhadap itu
(3) Apabila dipandang perlu, Kepala Daerah dapat menugaskan kepada seorang
Rakyat Daerah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
BAB V.
SEKRETARIS DAN PEGAWAI DAERAH.
BAGIAN I.
Ketentuan Umum.
Pasal 58.
Semua Pegawai Daerah, begitu pula pegawai Negeri/Pegawai Daerah lainnya yang
Pasal 59.
Latihan dan pendidikan pegawai yang bekerja dibawah pimpinan Kepala Daerah
sebagai tersebut pada pasal 58, diatur oleh Menteri Dalam Negeri atau bersama-sama
Pasal 60.
Menteri Dalam Negeri mengatur lapangan kariere dari pegawai Daerah, dengan
BAGIAN II.
Sekretaris Daerah.
Pasal 61.
b. Daerah tingkat III diangkat oleh Kepala Daerah tingkat I atas usul Kepala
dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) dan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah serta diberi tugas pula untuk membantu anggota Badan Pemerintah
Harian dalam segala hal untuk kelancaran jalannya pekerjaan yang ditugaskan
Pasal 63.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Bila Sekretaris Daerah berhalangan menjalankan tugas, maka tugas Sekretaris Daerah
Pasal 64.
BAGIAN III.
Pegawai Daerah.
Pasal 65.
gaji, pensiun, uang tunggu dan hal-hal lain sebagainya mengenai kedudukan
(2) Peraturan tersebut dalam ayat (1) tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh
Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I dan oleh Kepala Daerah setingkat
Pasal 66.
Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 65, maka pegawai Daerah, kecuali
Sekretaris Daerah, diangkat, diberhentikan untuk sementara oleh Kepala Daerah dan
Pasal 67.
(2) Pegawai Negeri atau pegawai Daerah yang diperbantukan kepada Daerah digaji
dari keuangan Daerah yang menerima pegawai itu, kecuali apabila dalam
Pasal 68.
(1) Atas permintaan Kepala Daerah, dengan keputusan Menteri yang bersangkutan
(2) Dalam hal tersebut dalam ayat (1), syarat-syarat dan hubungan kerja antara
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
BAB VI
KEUANGAN DAERAH.
BAGIAN I.
Pasal 69.
b. pajak-pajak Daerah;
c. retribusi Daerah;
f. pinjaman;
Pasal 70.
(2) Pemerintah Daerah berhak untuk memungut pajak dan retribusi Daerah
(3) Peraturan pajak dan retribusi Daerah tidak dapat berlaku sebelum disahkan
oleh Penguasa yang berwenang menurut cara yang ditetapkan dalam Undangundang serta dapat
berlaku surut.
(4) Perwakilan atau pembebadan pajak Daerah tidak dilakukan kecuali di dalam
hal-hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam peraturan pajak Daerah yang
bersangkutan.
3. Perusahaan Daerah
Pasal 71.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Perusahaan Daerah.
4. Pinjaman.
Pasal 72.
pinjaman uang untuk kepentingan dan atas beban Daerah, dengan ketentuan
pengesahan dari;
dimaksud.
(3) Untuk hal-hal dimaksud dalam ayat (1) Menteri Dalam Negeri dapat
Pasal 73.
Pemerintah Daerah tidak boleh mengadakan usaha-usaha lain seperti yang dimaksud
dalma pasal 69 sub g yang mengakbitkan beban bagi rakyat, kecuali dengan keputusan
Dean Perwakilan Rkayat Daerah, yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Pemerintah bagi Daerah tingkat I dan oleh Kepala Daerah setingkat lebih atas bagi
lain-lain Daerah.
Pasal 74.
umum tidak dapat dijual, diserahkan hak-haknya kepada fihak lain, dijalankan
(1) hanya dapat dilakukan dimuka umum, kecuali bilamana Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menetapkan hahwa yang demikian itu dapat dlakukan di bawah
tangan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
BAGIAN II.
Pasal 75.
pembayaran atau penyerahan uang, surat-surat bernilai uang dan barangbarang untuk
kepentingan Daerah, atas permintaan Daerah yang bersangkutan
c. kepada sesuatu bank yang ditunjuk oleh Menteri Urusan Bank Sentral,
(3) Bila dipandang perlu dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan peraturanperalturan tata-
usaha pengelolaan tentang keuangan Daerah, peraturanperaturan pertanggungan jawab pegawai
yang menjalankan pekerjaanpekerjaan dimaksud dalam ayat (2) dan peraturan tentang pegawai-
pegawai
BAGIAN III.
Daerahnya.
(2) Anggaran keuangan dimaksud yang dibagi dalam Anggaranj Belanja dan
dilaksanakan sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I
dan oleh Kepala Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah lainnya.
Pasal 77.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
menyusun:
BAB VII.
Pasal 78.
oleh:
Pasal 79.
(1) Bila untuk menjalankan sesuatu keputusan Daerah harus ditunggu pengesahan
lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I dan bagi lain-lain
Daerah dari Kepala Daerah setingkat lebih atas, maka keputusan itu dapat
dijalankan apabila Menteri atau Kepala Daerah yang bersangkutan dalam tiga
bulan terhitung mulai dari keputusan itu diterima untuk mendapat pengesahan,
(2) Waktu tiga bulan itu dapat diperpanjang selama-lamanya tiga bulan lagi oleh
(3) Bila keputusan Daerah tersebut dalam ayat (1) tidak dapat disahkan, maka
Menteri Dalam Negeri atau Kepala Daerah memberitahukan hal itu dengan
(4) Terhadap penolakan pengesahan tersebut dalam ayat (3) Daerah yang
bersangkutan dalam waktu satu bulan terhitung mulai saat pemberitahuan yang
BAGIAN II.
Pasal 80.
Keputusan-keputusan Pemerintah Daerah, jikalau bertentangan dengan kepentingan
Pasal 81.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
(2) Pembatalan seperti dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah mendengar
Kepala Daerah setingkat lebih atas yang berwenang melakukan pembatalan itu.
Pasal 82.
keputusan yang dibatalkan itu, sepanjang akibat itu masih dapat dibatalkan.
umum itu.
Pasal 83.
yang bersangkutan dalam tempo 15 (lima belas) hari sesudah tanggal putusan
itu.
(2) Lamanya pertangguhan dimaksud dalam ayat (1) disebutkan dalam surat
keputusan yang bersangkutan dan tidak boleh melebihi enam bulan. Pada saat
(3) Apabila dalam tempo tersebut dalam ayat (2) berdasarkan pertangguhan itu
BAGIAN III
Pasal 84.
dalam satu wilayah Daerah tingkat I, diputus oleh Kepala Daerah tingkat
I yang bersangkutan apabila mengenai perselisihan antara Daerahdaerah tingkat II, atau oleh
Kepala Daerah tingkat II yang bersangkutan,
tingkat III yang terletak dalam wilayah Daerah tingkat II yang berlainan
tetapi terletak dalam satu wilayah Daerah tingkat 1, diputus oleh Kepala
Daerah tingkat I.
(2) Keputusan termaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada Daerah-daerah yang
bersangkutan.
BAGIAN IV.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Pasal 85.
(1) Bagi kepentingan umum, Menteri Dalam Negeri atau pegawai Pemerintah Pusat
pemeriksaan tentang segala sesuatu mengenai pekerjaan mengurus rumahtangga Daerah maupun
mengenai tugas pembantuan oleh Pemerintahan
Daerah.
(2) Ketentuan tersebut dalam ayat (1) berlaku juga bagi sesuatu Daerah terhadap
Pasal 86.
pada ayat (1) pasal ini, Menteri Dalam Negeri mengambil tindakan yang
dianggap perlu.
BAGIAN V.
Pengumuman.
Pasal 87.
BAB VIII.
Peraturan Peralihan.
Pasal 88.
mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri berdasarkan Undangundang No. 1 tahun 1957
serta Daerah Istimewa Aceh berdasarkan
b. "Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya" yang menurut Undang-undang No.
Undang-undang ini yang berhak mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri berdasarkan
Penpetapan Presiden No. 2 tahun 1961
Undang-undang ini.
d. "Daerah Tingkat II" yang berhak mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri
berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957 adalah
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
mengingat kedudukan dan hak-hak asal-usul dalam pasal 18 Undangundang Dasar yang masih
diakui dan berlaku hingga sekarang atau
dihapuskan;
(3) Daerah-daerah Swapraja yang de facto dan/atau dejure sampai pada saat
berlakunya Undang-undang ini masih ada dan wilayahnya telah menjadi wilayah
Akibat-akibat dan kesulitan yang timbul diatur oleh Menteri Dalam Negeri atau
Penguasa yang ditunjuk olehnya dan apabila dipandang perlu diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 89.
bertentangan dengan isi dan maksud Undang-undang ini, tetap berlaku selama
maka segala sesuatu dijalankan menurut instruksi-instruksi dan petunjukpetunjuk yang ada atau
yang dapat diadakan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3) Selama kekuasaan pemerintahan di Daerah yang dibentuk berdasarkan Undangundang ini
belum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah menurut Undangundang ini, maka kekuasaan
tersebut dijalankan oleh Pemerintah Daerah yang
BAB IX.
PERATURAN PENUTUP.
Pasal 90.
Pemerintahan Daerah".
Disahkan di Jakarta.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
SUKARNO.
Diundangkan di Jakarta
Sekretaris Negara,
MOHD ICHSAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
PENJELASAN
ATAS
tentang
I. UMUM.
Dasar dengan berpedoman kepada Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garisgaris
Besar Haluan Negara yang dipidatokan Presiden pada tanggal 17 Agustus 1959
dan telah diperkuat oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
II/MPRS/1960 dan Keputusan Presiden No. 514 tahun 1961, maka Undang-undang ini
22 tahun 1948, Undang-undang No. I tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 tahun
1959 (disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 dan Penetapan Presiden
No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) juncto Penetapan Presiden No. 7 tahun 1965
dengan maksud dan tujuan berdasarkan gagasan Demokrasi Terpimpin dalam rangka
landasan bagi pembentukan dan penyusunan Pemerintahan Daerah dan dapat diakhiri
Daerah yang memenuhi sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh Ketetapan
Sejiwa dengan Ketetapan M.P.R.S. dimaksud diatas, bertepatan dengan saat mulai
dicabut.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
dalam tiga tingkatan Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri (Otonomi).
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri itu, tidak seharusnya
ada lagi Daerah lain selainnya hanya wilayah administratif saja. Daerah tingkat III
pelaksanaan Ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960, termuat pada § 392 No. 1 angka 4,
Dalam pada itu, untuk menampung masa peralihan, ditetapkan, bahwa sejak saat
ditetapkan berdasar kan Undang-undang No. I tahun 1957 dan Penetapan Presiden No.
6 tahun 1959 (disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 dan Penetapan
Presiden No. 5 tahun 1960 (disempurnakan) juncto Penetapan Presiden No. 7 tahun
1965, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini berlaku terus, hingga
dirubah, dicabut atau diganti dengan peraturan-peraturan baru berdasarkan Undangundang ini.
yang ada atau yang dapat diadakan oleh Menteri Dalam Negeri.
Dalam rangka membagi habis seluruh wilayah Indonesia dalam Daerah-daerah besar
dan kecil, Undang-undang ini menentukan hanya ada tiga tingkatan Daerah, yaitu
tingkat I, tingkat II dan tingkat III yang semuanya mempunyai bentuk-bentuk susunan
pemerintahan berdasarkan Undang-undang ini. Oleh karena tingkat III yang terendah
itu nantinya akan harus menggantikan semua kesatuan masyarakat hukum, maka
sejak semula dalam pembentukan Daerah tingkat III itu sudah harus diperhitungkan
Semua Daerah, yang dewasa ini telah terbentuk, mengembangkan sejarahnya dengan
haluan baru dan landasan hukum yang lebih kuat dan kokoh untuk menunaikan tugas
sejarahnya turut membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur memenuhi
Sesuai dengan lambang Negara Bhineka Tunggal Ika, maka dalam rangka pembentukan
Kesatuan yang kuat harus merata dan mendalam, karena itu maka dalam Undangundang perlu
diadakan jaminan-jaminan esensialia, yaitu:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Sesepuh Daerah dibantu secara aktif oleh Wakil Kepala Daerah dan Badan
Pemerintah Harian;
Daerahnya;
yang menghubungkan serta membimbing aktivitas itu dengan daya kerja yang
1957 terdiri dari Dewan Pemerintah Daerah dengan Kepala Daerah sebagai Ketua dan
anggota, dan yang anggota-anggotanya bersama-sama harus memberikan
pertanggungan jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan garisgaris besar
Manipol-Usdek harus ditinggalkan dan kekuasaan pemerintahan di Daerah
diletakkan dalam tangan Kepala Daerah dan dibantu oleh Wakil Kepala Daerah serta
maka perlu kedudukan Kepala Daerah itu diperkuat dan diberi fungsi yang penting
sekali, bukan saja menjadi pusat daya upaya kegiatan Pemerintah Daerah yang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
bergerak dibidang urusan rumah tangga Daerah, tetapi yang juga menjadi mata rantai
yang kuat dalam organisasi Pemerintah Pusat. Maka dari itu Kepala Daerah bukan saja
merupakan pimpinan Pemerintah Daerah, tetapi Kepala Daerah itu juga merupakan
Kalau Kepala Negara tidak dapat lagi dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka
sudah sewajarnya pula bahwa Kepala Daerah itu tidak boleh lagi ditumbangkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar dengan jalan demikian itu dapat diciptakan
suatu kekuatan sentral di Daerah yang riil, berkewibawaan dan tidak mudah goyah
Dalam konstruksi ini unsur demokrasi tetap mempunyai peranan yang penting sekali,
tetapi bukan demokrasi liberal namun demokrasi terpimpin yang tidak lagi didasarkan
atas faham trias politika. Kepala Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat
sehari-hari dibantu oleh Wakil Kepala Daerah dan sebuah badan yang dinamakan
Ditinjau dari keseluruhanhya, Kepala Daerah - seperti telah diuraikan dimuka - bukan
saja merupakan pimpinan Pemerintah Daerah yang berhak mengatur dan mengurus
Dengan demikian, maka akan terdapat suatu keseimbangan yang harmonis antara
Pusat dan Daerah, dimana Daerah akan lebih mendekati Pusat dan tidak dapat
dilepaskan dari hubungan Pusat, sebaliknya pula Pusat tidak dapat lepas dari Daerah.
Memelihara keseimbangan yang harmonis itu adalah suatu kewajiban Kepala Daerah
yang menurut Manifesto Politik Republik Indonesia adalah seorang tetua yang tidak
Seperti dinyatakan diatas, sebagai salah satu jaminan esensialia, Kepala Daerah wajib
kata yang luas, baik dalam bidang administrasi Negara, maupun dalam bidang
ekonomi dan sosial, yang tetap sejurusan dengan garis kebijaksanaan umum
Pemerintah Pusat.
dalam pada itu merupakan "rechtsplicht" baginya pula untuk memelihara keamanan
dan ketertiban umum (tata tentram) sebagai dasar untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat (kerta raharja) dengan kebijaksanaan yang senantiasa harus sejurusan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
antara kedua kewajiban menurut hukum itu, kebijaksanaan, merupakan unsur pokok
yang menjadi persoalan, seperti dalam hal Kepala Daerah menganggap ada
kepentingan yang lebih besar atau lebih luas yang perlu diperhitungkan atau untuk
perundangan yang berlaku tidak atau belum dapat memberikan fungsinya sebagai
keyakinan Kepala Daerah harus ditempuh, ada bertentangan dengan bunyinya sesuatu
peraturan atau ketentuan dan dalam hubungan itu tindakan atau keputusannya
Maka dapatlah difahami, bahwa dalam menilai pelaksanaan tugas, kewajiban dan
kewenangan serta tanggung jawab seorang Kepala Daerah, unsur kebijaksanaan perlu
diakui dan diperhatikan sebagai unsur pokok. Keharusan yang demikian itu wajib
Dengan demikian, maka tanggung jawab Kepala Daerah yang amat besar dan luas itu,
bisa mendapat penilaian yang wajar. Dari sebab tanggung jawab dan kekuasaan yang
diletakkan dalam tangan Kepala Daerah itu adalah besar sekali, maka sudah
selayaknya bilamana tanggung jawab ini perlu diimbangi pula dengan syarat-syarat
Oleh karena Kepala Daerah merupakan seorang oknum terpenting dalam daerahnya,
maka untuk jaminan-jaminan adanya kepercayaan rakyat Daerah kepada diri seorang
Kepala Daerah haruslah Kepala Daerah itu diangkat oleh Pemerintah Pusat dari caloncalon,
sedikit-dikitnya dua dan sebanyak-banyaknya empat, yang diajukan oleh
Perlu dijelaskan lagi disini, bahwa Badan Pemerintah Harian itu merupakan pembantu
Kepala Daerah, memberi nasehat kepada Kepala Daerah, diminta atau tidak diminta.
meskipun kedudukan Menteri Negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi
mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena Menteri-menterilah yang terutama
Daerah itu ada segi-segi, yang dapat dipandang sama seperti hubungan dan tata-kerja
Menteri itu menerima tugas pekerjaan tertentu dari Presiden dan Presiden sendirilah
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Dalam pada itu, bilamana Presiden menganggap perlu, maka Presiden dapat
Kedudukan dan hubungan tata kerja pejabat-pejabat di Pusat dalam hal ini, adalah
juga dimiliki oleh Kepala Daerah dan anggota-anggota Badan Pemerintah Haian.
Daerah, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut tidak berhak menjatuhkan
Kepala Daerah.
Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian oleh Kepala Daerah dengan tidak merusak
pertalian hierachie yang ada antara Kepala Daerah dan Sekretariat Daerah serta
keseluruhan pekerjaan yang termasuk urusan rumah tangga Daerah serta urusan tugas
Daerah.
Kepala Daerah dapat juga memberi tugas kepada anggota Badan Pemerintah Harian
kepadanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sudah barang tentu Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sudah barang tentu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu
tidak dapat pula menjatuhkan anggota Badan Pemerintah Harian yang bersangkutan
itu.
Mengingat berat dan luas tugas pekerjaan Kepala Daerah pada umumnya, dengan
perlu untuk mengangkat seorang Wakil Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah ini tidak
saja mewakili Kepala Daerah jika ia berhalangan, tetapi pejabat tersebut harus
Dengan adanya Wakil Kepala Daerah itu tidak berarti, bahwa pimpinan pemerintahan
Daerah lalu berada dalam dua tangan. Yang mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab penuh adalah tetap Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah bukan saja pembantu
sendiri, sehingga Kepala Daerah tidak menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan bahwa Wakil Kepala Daerah bukanlah Wakil Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Dalam pada itu hubungan dan pertanggungan jawab Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kepada instansi atasan perlu melalui Kepala Daerah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Dengan berlakunya Undang-undang baru ini dapatlah diakhiri keadaan yang kurang
yang ditimbulkan dualisme dalam sistim Undang-undang No. 1 tahun 1957. Dengan
peraturan baru ini di Daerah ada satu Sekretariat yaitu yang dinamakan Sekretariat
Daerah, yang tidak saja meliputi administrasi tugs wewenang Kepala Daerah sebagai
pimpinan Pemerintah Daerah dan alat Pemerintah Pusat tetapi juga meliputi
administrasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tentang hak otonomi Daerah kiranya tidak perlu diragu-ragukan, bahwa Pemerintah
akan terus dan konsekwen menjalankan politik desentralisasi yang kelak akan menuju
Melanjutkan politik yang demikian ini berarti melanjutkan segala usaha penyerahan
c.q. pemberian hak-hak kepada Daerah da kepada alat Pemerintah Pusat di Daerah.
Akibatnya ialah, bahwa urusan-urusan yang kini masih ada dalam kekuasaan atau
menjadi tugas dan kewenangan Daerah (disentralisir). Sudah barang tentu tindakantindakan
penyerahan tugas wewenang kepada Daerah itu harus diimbangi dengan
Undang-undang No. 6 tahun 1959 tetap akan merupakan pedoman dan dasar untuk
Dengan demikian urusan-urusan yang kini termasuk tugas wewenang Pemerintah Pusat
semakin lama akan semakin banyak beralih menjadi tugas wewenang Daerah.
Dalam pasal 39 ayat (1) telah ditentukan bahwa Pemerintah Daerah berhak mengatur
Kelihatannya memang nampak jelas, tegas dan terang apa tugas wewenang
Pemerintah Daerah itu, tidak lain yaitu mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya. Akan tetapi bilamana dipikirkan betul-betul secara lebih panjang dan
lebih mendalam, ternyata bahwa ketentuan yang kelihatannya mudah dimengerti itu
Memang ketentuan ini tidak boleh dibaca lepas dari hubungan-hubungan dengan
a. apakah sebetulnya yang dimaksud dengan urusan rumah tangga Daerah itu,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 41 -
c. apakah Pemerintah Daerah bebas dalam mengatur dan mengurus rumah tangga
Daerahnya dan
pemerintahan yang kita warisi dari zaman yang lampau, tetapi adalah badanbadan pemerintahan
yang diciptakan dengan Undang-undang Nasional sesudah
Walaupun tidak memberikan ketegasan yang pasti tentang arti urusan rumah tangga
namun sebagai pangkal bertolak perlu diadakan ketentuan yang termaktub dalam
pasal 39 ayat (1) itu, oleh karena dipelosok-pelosok wilayah negara yang demikian
luasnya itu memang terdapat banyak dan bermacam jenis urusan-urusan yang
mungkin terluput dari perhatian Pemerintah Pusat dan karena itu mendapat perhatian
prinsip, bahwa hal-hal yang dapat diselesaikan setempat dan tidak mempengaruhi
keadaan umum atau kepentingan Nasional, sebaiknyalah diurus dan diatur oleh
Pemerintah setempat.
Tetapi oleh karena Daerah yang kecil itu, wilayahnya merupakan bagian wilayah dari
pada Daerah yang lebih besar dan pula merupakan juga bagian wilayah Negara, dan
jika diperhatikan pula, bahwa menurut Undang-undang ini ada tiga jenis Daerah yang
bertingkatan, maka diwilayah Daerah yang terkecil itu sama-sama bekerja empat
jenis pemerintahan dalam bidang yang sama, yaitu sama-sama mengatur dan
Daerah satu dengan Daerah lain yang lebih tinggi atau lebih rendah tingkatannya,
begitu pula antara Daerah dan Negara, perlu diadakan ketentuan-ketentuan lain
untuk memelihara dan menyalurkan hubungan yang baik dan harmonis antara Daerahdaerah satu
dengan yang lainnya dan antara Daerah dan Negara, yaitu :
mengatur soal-soal pokok yang telah diatur dalam peraturan perundangan yang
c. Peraturan Daerah tidak boleh mengatur hal-hal yang termasuk urusan rumah
tangga Daerah bawahan dalam wilayahnya;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
Walaupun demikian masih pula belumlah diperoleh suatu gambaran yang jelas apakah
yang dimaksud dengan urusan rumah tangga Daerah itu dan belumlah diketahui
Masalah ini memang dalam praktek telah menimbulkan pula banyak kesukarankesukaran dan
persoalan-persoalan juridis yang tidak mudah dapat dicari cara
penyelesaiannya yang memuaskan, khusus di Negara yang masih muda usia seperti
Republik Indonesia.
Untuk menggambarkan betapa sukarnya menentukan isi dan batas-batas urusan rumah
tangga Daerah, ada baiknya bilamana dalam penjelasan Undang-undang yang sekarang
ini dimuat kembali apa yang dijelaskan dalam "Penjelasan Umum" Undang- undang
No. I tahun 1957 dahulu mengenai masalah yang bersangkutan ini dan yang berbunyi
sebagai berikut:
"BAGIAN UMUM".
dengan maksud pasal 131 Undang-undang, Dasar Sementara yang berarti juga akan
Pada umumnya soal-soal tersebut diatas tidak dapat dipisahkan dari soal-soal pokok,
sesungguhnya dalam pelbagai masyarakat dalam Negara itu. Kita telah menciptakan
yang meliputi kepentingan seluruh wilayah Negara Kesatuan itu dan seluruh bangsa
dipusatkan itu,
Mengenai keadaan yang sesungguhnya dalam masyarakat, maka soal itu dapat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
kecerdasannya dan yang tidak boleh pula dilupakan akhlak umum, yang membedakan
lapangan tekhnik.
Ad. 1.
Dari gambaran pikiran yang tersimpul pada keterangan umum itu, dapatlah kita
masyarakat yang tertentu itu terbatas kepada pengertian urusan Pusatkah atau
kepentingan Pusatkah soal yang dihadapi dan jika jawabannya tidak menurut
kebijaksanaan Pusat itu, maka soal itu adalah urusan Daerah semata-mata.
Tentu dalam Negara Hukum seperti sifat Negara kita ini, yaitu dalam arti hukum
tertulis, jika mengenai pembagian kekuasaan itu, maka kebijaksanaan yang dimaksud
Dalam istilah hukum, yang dipakai dalam Undang-undang ini, urusan dan kepentingan
Pusat yang tidak diatur itu dengan secara tertulis, dinamakan kepentingan umum.
Jika kita telah mengerti, apa yang dimaksud dengan urusan Pusat, yaitu segala apa
yang menurut peraturan ditugaskan sendiri oleh Pusat kepada dirinya dan apa yang
disebut kepentingan umum, sebagai tadi tersebut diatas, maka nyatalah bahwa yang
selebihnya itu termasuk kepada pengertian otonomi bagi kesatuan masyarakat dalam
Negara itu.
Teranglah kepada kita, bahwa pembagian kekuasaan yang sedemikian itu bukan
Pada azasnya memang tidak mungkin untuk menetapkan secara tegas tentang urusan
"rumah tangga daerah" itu, hal mana terutama disebabkan karena faktor-faktor yang
terletak dalam kehidupan masyarakat Daerah itu sendiri yang merupakan suatu hasil
dari pertumbuhan pelbagai anasir dalam masyarakat itu dan yang dalam
bertambahnya dan berkembangnya perhubungan manusia yang satu dengan yang lain,
dan demikian pula kesatuan-kesatuan masyarakat yang satu dengan yang lain.
Dengan berpegangan kepada pokok pikiran itu, maka pemecahan perihal dasar dan isi
otonomi itu hendaknya didasarkan kepada keadaan dan faktor-faktor yang riil, yang
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 44 -
Sistim ketatanegaraan yang terbaik untuk melaksanakan tujuan tersebut ialah sistim
yang bersesuaian dengan keadaan dan susunan masyarakat yang sewajarnya itu.
Karena itu perincian yang tegas, baik tentang urusan rumah tangga Daerah, maupun
mengenai urusan-urusan yang termasuk tugas Pemerintah Pusat, tidak mungkin dapat
diadakan, karena perincian yang demikian itu tidak akan sesuai dengan daya
dapat dirasakan tidak sesuai lagi apabila masih diurus oleh Daerah itu, disebabkan
urusan tersebut sudah mengenai kepentingan yang luar dari pada Daerah itu sendiri.
Dalam keadaan yang demikian itu urusan tersebut dapat beralih menjadi urusan dari
Daerah yang lebih atas tingkatannya atau menjadi urusan Pemerintah Pusat, apabila
Demikian pula sebaliknya, urusan yang tadinya dijalankan oleh Pemerintah Pusat atau
sepatutanya urusan itu dilakukan oleh Daerah, maka urusan tersebut dapat
diserahkan kepada dan beralih menjadi urusan Daerah atau urusan Daerah bawahan.
kepentingan umum itu dapat diurus dan dipelihara, sehingga dicapailah hasil yang
sebesar-besarnya.
Dalam memecahkan persoalan tersebut, perlu kiranya kita mendasarkan diri pada
keadaan yang riil, pada kebutuhan dan kemampuan yang nyata, sehingga dapatlah
tercapai harmoni Daerah itu sendiri maupun dengan Pusat Negara ...... "
Tetapi oleh karena di Indonesia ini Daerah-daerah otonom itu baru ada kemudian dari
pada Negara, maka walaupun Daerah-daerah diberi hak untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, dapat dikatakan bahwa seluruh tugas kewenangan
yang ada sudah dalam tangan Pemerintah Pusat, sehingga Daerah-daerah yang
dibentuk kemudian itu dalam teori akan tidak mempunyai bidang lagi yang berarti
Berhubung dengan itu, maka hak-hak otonomi yang diberikan kepada Daerah itu harus
diimbangi dengan usaha-usaha pemisahan tugas wewenang yang dapat diatur dan
diurus oleh Daerah dari tangan Pemerintah Pusat untuk diserahkan kepada
Pemerintah Daerah.
Teranglah kiranya, bahwa otonomi Daerah tidak dapat dilepaskan dari desentralisasi.
Dalam Undang-undang ini masalah desentralisasi telah diatur dalam pasal 40, yaitu
mengenai pemisahan dan penyerahan tugas wewenang Pusat kepada Daerah dan
dalam pasal 41 dari Daerah yang lebih tinggi kedudukannya kepada Daerah yang
dibawahnya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
Kepada Daerah bukan saja diberi hak-hak otonomi untuk mengurus dan mengatur
rumah-tangganya sendiri, tetapi kepada Daerah juga diberi tugas kewajiban untuk
Pemerintah Pusat, tetapi pula yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang lebih
Untuk memberi tuntutan kepada Daerah-daerah yang baru dibentuk, agar Daerahdaerah itu sudah
dapat mengetahui urusan-urusan apa yang termasuk rumah tangga
Daerahnya, maka dalam pasal 39 ayat (2) Undang-undang ini diadakan ketentuan yang
urusan-urusan apa yang termasuk rumah tangga Daerah, dengan disertai alat
Disamping itu telah pula diadakan ketentuan yang menyatakan, bahwa tiap-tiap
waktu dengan Peraturan Pemerintah atau dengan Peraturan Daerah dari Daerah yang
Daerah yang bersangkutan, urusan rumah tangga Daerah yang telah ditetapkan dalam
ayat 3). Dalam hubungan ini maka untuk melancarkan dan menyempurnakan
penyerahan tugas-tugas baru kepada Daerah dapat dibentuk suatu Dewan Otonom
Daerah dan kepada Dewan itu dapat pula diserahi tugas untuk mengatur masalah
Dalam garis besarnya urusan rumah tangga Daerah yang diletakkan diatas landasan
sistim otonomi riil itu dan aktivita Daerah mengenai tugas pembantuan dalam
b. status Daerah, yaitu Propinsi atau Kotaraya, Kabupaten atau Kotamadya dan
menentukan corak dan isi rumah tangga Daerahnya, luas dan batas-batas
c. bentuk dan corak urusan rumah tangga Daerah dipengaruhi oleh berbagai
d. sukar, bahkan tidak mungkin untuk menyusun suatu daftar perincian secara
Daerah yang seragam berlaku bagi semua Daerah, malahan perincian yang
demikian itu akan tidak sesuai dengan dinamik kehidupan masyarakat Daerah
yang bersangkutan.
e. dalam kebebasan mengatur dan mengurus rumah tangganya Daerah tidak dapat
f. begitu pula tidak diperbolehkan mencampuri urusan rumah tangga Daerah lain,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
berwenang.
Sudah menjadi pengertian umum, bahwa pokok-pokok dasar dan tujuan setiap Daerah
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri ialah dapat membuktikan
dengan penerimaan sendiri dan untuk itu tidak menggantungkan diri kepada ganjaran,
subsidi atau sumbangan, serta selanjutnya yang merasa wajib dan karena itu
mengerahkan seluruh dana dan kekuatan agar berswadaya dan berswasembada dalam
segala bidang, sesuai dengan Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar
Daerah seperti badan hukum lainnya untuk dapat hidup serta menyelenggarakan
Sudah barang tentu untuk dapat melayani kepentingan umum dalam wilayahnya
dengan sebaik-baiknya, Daerah harus mengetahui dengan jelas dan tegas dari mana
sumber-sumber keuangan yang telah ada tidak cukup lagi untuk menutup belanja
yang diperlukannya.
golongan:
b. pajak Daerah termasuk pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah dan
retribusi Daerah;
c. penerimaan dari sebagian pendapatan pajak Negara, bea masuk, bea keluar
dan cukai serta penerimaan dari pada Pemerintah Pusat yang berupa ganjaran,
d. Penerimaan Daerah sendiri, antara lain yang penting ialah pajak, retribusi dan
Nasional;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
Yang dimaksud dengan lain-lain hasil usaha Daerah ialah hasil pencaharian dari
pacht hak dan milik Daerah. upah karena telah memberikan jasa-jasa baik kepada dan
atas permintaan pihak ketiga, upah pemeriksaan sesuatu yang harus dilakukannya
Untuk mengurus rumah tangga Daerahnya dengan sebaik-baiknya, maka Daerah untuk
suatu masa tertentu harus mempunyai rencana yang teratur dan tersusun dalam suatu
anggaran keuangan, dalam mana harus ada keseimbangan antara pengeluaran dan
penerimaan Daerah.
Dari angka-angka dalam anggaran keuangan Daerah itu, rakyat Daerah dapat
Dalam melaksanakan anggaran keuangan Daerah harus dijaga betul-betul agar jangan
sampai ada pengeluaran yang melewati batas-batas yang telah ditentukan atau
tidak sah (onrechtmatig), begitu pula harus dijaga agar pendapatan Daerah yang
dan
Daerah;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 48 -
Oleh karena masalah keuangan Daerah ini adalah penting sekali bagi Daerah, maka
dalam waktu yang singkat. Dalam pada itu, untuk mencapai keseragaman yang sangat
Staatsblad 1936 No. 432, yang disesuaikan dengan instruksi tahunan Menteri Dalam
Negeri, dapat diteruskan untuk sementara waktu menurut ketentuan dalam pasak 89
ayat (2) sampai pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah dimaksud dalam pasal 77.
Dalam menyusun anggaran keuangan Daerah, sepanjang mengenai pendapatan
kepada Daerah,
Daerah,
d. Penerimaan Daerah sendiri antara lain yang penting ialah pajak, retribusi dan
perusahaan Daerah.
umum dari Daerah. Karena itu pengelolaan perusahaan Daerah perlu didasarkan atas
Untuk dapat merealisir cita-cita yang akan membawa Daerah kearah kemajuan yang
cepat, Pemerintah Daerah tidak saja harus menyusun anggaran belanja dan
seimbang yang menurut pasal 76 hanya berlaku untuk satu tahun saja, akan tetapi
anggaran keuangan Daerah dimaksud harus pula dilaksanakan secara teliti dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 49 -
pula dilakukan sedemikian dan harus ada bukti pertanggungan jawab dengan
secara teratur, sehingga tidak mudah ada uang atau milik Daerah menjadi hilang atau
Pengelolaan keuangan Daerah yang tepat dan sehat serta seksama sebagai dimaksud
diatas, akan memberi gambaran dan pemandangan setiap waktu tentang cara
Dalam hubungan ini untuk menjaga jangan sampai batas-batas yang sudah ditetapkan
dalam anggaran dilampaui, maka harus ditetapkan siapa-siapa yang akan bertanggung
Yang perlu diatur dengan sebaik-baiknya ialah tugas kewajiban pegawai yang
menjalankan pekerjaan kas Daerah Dalam hal ini bilamana Daerah tidak mempunyai
pegawai Daerah sendiri, yang dapat menjalankan pekerjaan itu, maka menurut pasal
75, pekerjaan itu atas permintaan Daerah. melalui Menteri Dalam Negeri, dapat
ditugaskan kepada:
c. sesuatu bank yang ditunjuk oleh Menteri Urusan Bank Sentral dan Menteri
Dalam pada itu dan untuk selanjutnya, disamping instruksi tahunan tentang
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
yang sejak beberap aklai telah diubah dan ditambah mengenai masalah pengelolaan
berturut-turut Bab VI, Bab VII dan Bab IX peraturan tersebut untuk sementara waktu
1. Propinsi mengenai ad a,
Untuk melakukan pekerjaan keuangan Daerah yang berupa menunaikan S.P.M.U yang
diterbitkan oleh Kepala Daerah yang bersangkutan dan yang memberatkan anggaran
keuangan Daerah serta hal menerima, menyimpan dan sebagainya dari pada
termuat dalam instruksi tata-usaha dan organisasi kantor-kantor Kas Negara dan
V. PENGAWASAN
Daerah yang baru ini,ialah ditujukan untuk menjamin dapat diselenggarakannya satu
Pimpinan Nasional dari Pusat sampai di Daerah-daerah yang terbawah serta keutuhan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 51 -
kesatuan Republik Indonesia dalam rangka Undang-undang Dasar Proklamasi 1945 dan
Dalam pada itu seperti telah dinyatakan diatas sifat-sifat dan syarat-syarat dari pada
d. gotong-royong,
f. berkepribadian Nasional.
Untuk mencapai maksud dan tujun itu, maka layak dan pada tempatnya, apabila
pengawasan itu, ditinjau dari segi ketata-negaraan dalam rangka Negara Kesatuan,
merupakan segi hubungan suplementer saja, sebab makin baik jalannya Pemerintahan
administrasi yang dapat merugikan masyarakat Daerah dan Negara, maka disamping
oleh Daerah atau terhadap keputusan Daerah yang sudah mempunyai kekuatan
hukum, juga bilamana keputusan Daerah itu secara formil tidak memerlukan
Menurut sistimatik Undang-undang baru ini terdapat tiga macam pengawasan, yaitu
a. pengawasan umum,
c. pengawasan repressif.
PENGAWASAN UMUM.
pengawasan yang diperlukan belumlah dapat disusun dengan sempurna dan karena itu
tidak dapat menyalurkan tugasnya demikian rupa sehingga dapat berjalan effektif dan
lancar.
Daerah perlu diimbangi dengan sistim pengawasan yang berdaya guna, betapapun hal
ini nampaknya tidak dapat dihubungkan dengan hak-hak otonomi Daerah itu.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 52 -
Untuk menjalankan pengawasan seperti yang dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) sub c,
pada Departemen Dalam Negeri diadakan satuan-satuan organisasi dan pada Kepalakepala
Daerah dipekerjakan pegawai-pegawai Negeri khusus untuk melaksanakan
Departemen Dalam Negeri diadakan Pula satuan organisasi lain, yaitu Inspeksi
Departemen Dalam Negeri sendiri, jika mempunyai tugas untuk memeriksa keuangan
Daerah, baik keuangan Pusat yang dikuasai oleh atau dikuasakan kepada Daerah
maupun keuangan Pemerintah Daerah sendiri yang terletak dibidang otonomi Daerah.
Inspeksi Keuangan ini berada langsung dibawah pimpinan Menteri Dalam Negeri dan
mempunyai cabangnya pada tiap Daerah yang walaupun administratif tidak lepas dari
Dalam hubungan ini perlu dikemukakan, bahwa Menteri Dalam Negeri atau pegawai
Pemerintah Pusat yang bertindak atas namanya, untuk kepentingan umum dapat
pekerjaan termasuk dalam bidang otonomi Daerah maupun bidang urusan tugas
PENGAWASAN PREVENTIF.
Dasar-dasar pokok pengawasan preventif ini diatur dalam pasal-pasal 78 dan 79, BAB
VII, Bagian I yang mengandung prinsip, bahwa sesuatu peraturan atau keputusan
Sebagian dari pada hak pengawasan preventif ini menurut pasal 78 telah diserahkan
kepada Kepala Daerah terhadap Daerah-daerah tingkat bawahan yang ada dalam
wilayah Daerahnya.
Menurut sistimatik ini, maka sesuatu peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan yang mengenai pokok-pokok tertentu tidak berlaku sebelum
disahkan oleh :
Peraturan atau keputusan apa yang memerlukan pengesahan terlebih dahulu itu, hal
ini akan diatur dengan Undang-undang lain atau dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 53 -
bahwa dalam Undang-undang baru ini sudah banyak ditentukan peraturan atau
a. pasal 27 ayat (3) mengenai penetapan uang sidang Dewan Perwakilan Rakyat
b. pasal 31 ayat (2) mengenai tata-tertib rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. pasal 38 ayat (2) mengenai honorarium dan lain-lain dari Badan Pemerintah
Harian,
g. pasal 65 ayat (2) mengenai peraturan tentang, hal dan kedudukannya pegawai
Daerah,
Oleh karena pengawasan preventif ini erat hubungannya dengan pengawasan umum
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, yang di Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah
sebagai alat Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kepala Daerah, maka peraturanperaturan Daerah,
begitu pula keputusan-keputusan lain yang ditetapkan oleh Dewan
bersangkutan.
tingkat I di Lembaran Daerah tingkat I yang bersangkutan itu dan yang merupakan
syarat tunggal sebagai dasar hukum untuk mengikat, begitu pula keputusan-keputusan
lain dari pada Daerah yang perlu diundangkan atau diumumkan dalam Lembaran
Daerah tingkat I, dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (lihat ayat (2) dan (3) pasal 54).
Perlu dikemukakan disini, bahwa tidak semua keputusan-keputusan Daerah itu harus
oleh penguasa yang berwenang, oleh karena keputusan-keputusan yang demikian ini
b. mengadakan sangsi atau ancaman hukuman berupa denda atau kurungan atas
c. memberi beban kepada rakyat Daerah untuk memberikan sebagaian dari harta
benda milik rakyat dalam bentuk uang (pajak atau retribusi Daerah);
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 54 -
a. pengesahan harus sudah diberikan dalam tempo tiga bulan terhitung mulai hari
b. apabila jangka waktu mengesahkan keputusan itu masih kurang cukup, maka
dapat minta putusan banding kepada instansi yang lebih tinggi dari pada
PENGAWASAN REPRESSIF.
atau keputusan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau dengan
Dalam sistimatik otonomi. Pemerintah Daerah berhak, apabila tidak secara positif dan
dahulu harus disahkan oleh instansi yang berwenang, untuk mengambil keputusankeputusan
tentang segala hal mengenai urusan rumah tangga Daerahnya, tanpa
maupun keputusan lain, bila bertentangan dengan kepentingan umum atau dengan
1. Menteri Dalam Negeri atau Penguasa yang ditunjuk olehnya bagi keputusankeputusan Daerah
tingkat I dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 55 -
Apabila Kepala Daerah yang setingkat lebih atas dimaksud tadi, tidak menjalankan
Pemerintah Daerah tingkat II, maka Menteri Dalam Negeri atau Penguasa yang
Sistim pengawasan secara bertingkat ini, yang dapat dikoreksi dengan pengawasan
langsung oleh Pemerintah Pusat sendiri, jika pengawasan yang diletakkan dalam
tangan Kepala Daerah tingkat lebih atas tidak berjalan lancar, dengan adanya
struktur dan sistim pemerintahan Daerah yang menimbulkan kesukaran dan kesulitan
seperti dimasa-masa yang lampau, justru oleh karena Kepala Daerah yang sekarang ini
bukan saja merupakan alat Pemerintah Daerah yang tidak saja memegang pimpinan
kuasa eksekutif tetapi oleh karena juga Kepala Daerah itu merupakan alat Pemerintah
Pusat.
Kepala Daerah dalam kedudukannya yang demikian ini, sebagai pemegang dan
termasuk rumah tangga Daerahnya, banyak dapat mempengaruhi keadaan dan apriori
perundangan yang lebih tinggi tingkatannya dan yang oleh karenanya dapat
dipertangguhkan atau dibatalkan oleh Kepala Daerah tingkat atasan atau oleh Menteri
Dalam Negeri.
kesukaran dan kesulitan lagi seperti zaman dahulu. Pengawasan repressif ini diatur
dalam paal-pasal 80 sampai dengan pasal 83. BAB VII, Bagian II. Pengawasan ini
dilakukan secara bertingkat, yang bilamana tehnis tidak dapat berjalan lancar, masih
membuka pintu bagi Pemerintah Pusat untuk bertindak korektif, haitu terhadap
Daerah tingkat II dan III, dengan jalan melakukan sendiri hak pengawasan itu secara
langsung.
pula dilakukan secara langsung tidak usah melalui tingkat pertanggungan terlebih
tingkatannya dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 56 -
Pasal 1 dan 2.
Menurut pasal 1 ayat (1) semua badan-badan pemerintahan yang mempunyai hak
Daerah-daerah ini adalah pula daerah-daerah besar dan kecil termaksud dalam pasal
18 Undang-undang Dasar. Istilah "Daerah" adalah istilah tehnis bagi penyebutan
sesuatu bagian teritoir yang berpemrintahan sendiri dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
mengenai hal-hal ini dipakai pedoman dalam melaksanakan Garis-garis Besar Pola
ad III sub Ib dari pada Ketetapan No. II/MPRS/1960 dan mengandung pokok-pokok
2. Daerah terdiri dari 3 tingkatan, tingkat I dan II sebagaimana yang telah ada dan
3. Tingkat III diadakan pada Daerah Kecamatan atau Daerah kesatuan masyarakat
dimaksud, maka menurut ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbagi dalam 3 jenis Daerah yang bertingkatan, yaitu berturutturut dari atas
kebawah:
a. Daerah tingkat I,
Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah tingkat III adalah Darah tingkat II dan bagi
Daerah tingkat I dinamakan "Propinsi" dan yang khusus mempunyai wilayah yang
Berdasarkan prinsip yang sama ini, maka Daerah tingkat II dinamakan "Kabupaten" dan
Berhubungn dengan penjelasan diatas, bahwa "Daerah" adalah istilah teknis bagi
penyebutan sesuatu bagian teritoir dan nama "Propinsi", "Kabupaten" dan sebagainya
adalah menunjukkan jenis Daerah, maka daerah yang bersifat "istimewa" yang
didasarkan atas ketentuan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar atau yang ditetapkan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 57 -
Karena itu, maka sebutan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan sifat keistimewaannya
yang bersumber pada pasal 18 Undang-undang Dasar dan sebutan Daerah Istimewa
bukan saja karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara, akan tetapi juga karena
Jakarta merupakan kota pelabuhan yang penting sekali, lagi pula karena merupakan
suatu kota teladan dan kota internasional yang mengingat luas dan jumlah
kegiatan internasional, dan agar dapat memenuhi syarat-syarat istimewa sebagai kota
teladan dan kota modern, begitu pula untuk menjunjung tinggi nama dan kehormatan
Bangsa Indonesia, maka di Daerah ini harus dilaksanakan pembangunan secara besarbesaran
yang intensif sekali. Maka karena itu, untuk mencapai effisiensi kerja yang
cepat dan lancar menurut satu garis komando langsung yang tegas, bagi Daerah ini
masih berlaku Penetapan Presiden No. 2 tahun 1961, yang memberikan dasar dari
Pertumbuhan dan perkembangan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta adalah pesat sekali
dan Kotaraya ini tentu akan menjadi kota metropolistis, yang membawa pemekaran
kepentingan-kepentingan khusus.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya itu, luas wilayah dan jumlah penduduknya
Karena itu, maka dalam wilayah Ibu-Kota Negara akan tumbuh Daerah-daerah tingkat
lain dan diperlukan bentuk-bentuk pemerintahan khas untuk tetap mencapai effisiensi
yang menentukan adanya Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta dengan status khusus begitu
Daerah tingkat I, maka Daerah-daerah tingkat I yang lain, adalah "Propinsi" menurut
tingkat I Jawa Barat menjadi Propinsi Jawa Barat tingkat I Maluku menjadi
Kecuali keistimewaan yang ada pada ketiga Daerah dimaksud diatas yaitu Daerah
Khusus Ibu-Kota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh,
status atau sifat istimewa bagi Daerah-daerah lain tidak akan diadakan lagi pada
saatnya diharapkan bahwa status atau sifat istimewa bagi Yogyakarta dan Aceh akan
hapus.
Begitu pula semua Daerah tingkat II selain Kotapraja adalah Kabupaten, misalnya
Daerah tingkat II Agam dinamakan sekarang "Kabupaten Agam" dan seterusnya, dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 58 -
Negara kini telah habis terbagi dalam 25 Daerah tingkat I, yaitu 25 Propinsi (sudah
termasuk Kotaraya Jakarta, dan Propinsi Irian Barat) sedang tiap-tiap Propinsi telah
Pembagian dalam Daerah-daerah ini sudah brang tentu masih juga belum dapat
dikatakan sempurna dan memuaskan dan dikelak kemudian hari masih akan
terutama yang baru saja dibentuk seharusnya terlebih dahulu diberi kesempatan dan
membentuk Daerah-daerah yang baru, dapat dilaksanakan dengan mudah dan teratur.
Menurut Undang-undang ini dalam pasal 4 ayat (2), sesuatu atau gabungan desa atau
Daerah yang setingkat dengan desa atau kecamatan, dengan mengingat keadaan
dibentuk sebagai Daerah tingkat III dengan nama Kecamatan atau Kotapraja.
hukum adat yaitu kesatuan masyarakat hukum yang setingkat dengan desa yang
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai pembawaan sejarah
pertumbuhannya, dimana ikatan kesatuan atau adat kebiasaannya demikian kuat dan
Nama "Propinsi", "Kabupaten" atau "Kecamatan" dalam istilah tehnis menurut Undangundang
ini bukan lagi merupakan nama penunjukan sesuatu wilayah kerja seorang
pejabat lingkungan Departemen Dalam Negeri, tetapi adalah jenis Daerah, yaitu suatu
Begitu pula nama ,Kotapraja" bukan lagi merupakan sesuatu Daerah tingkat II, tetapi
Diakui, bahwa istilah-istilah itu dalam permulaan masa berlakunya Undang-undang ini
akan menimbulkan rasa kurang puas dan salah faham, namun seperti halnya dengan
nama Propinsi atau Kabupaten yang semula hanya dikenal di Jawa-Madura saja,
lebih-lebih kalau diingat, bahwa memang sukar sekali untuk mencarikan nama baru
yang cocok, begitu pula kiranya dengan nama Kotaraya dan Kotamadya.
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (3) dan (5) sudah jelas dan tidak memerlukan
Pasal 3.
yang isinya dapat menunjukkan hak hidup bagi Daerah itu, yang terdiri atas setidaktidaknya
nama ibukota dan batas Daerah serta kewenangan pangkalnya dan anggaran
wilayah Daerah; demikian pula ibukota mungkin perlu dipindah atau nama daerah
perlu diubah dengan nama yang lebih aseli atau lebih sesuai dengan sejarahnya, maka
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 59 -
dalam ayat (2) pasal ini ditetapkan bahwa perubahan-perubahan atau penyempurnaan
Pemerintah.
Pasal 4.
Mengenai pembentukan Daerah tingkat III, seperti yang dimaksud pada ayat (2) pasal
Ayat (2) pasal ini tidaklah harus ditafsirkan, bahwa Daerah tingkat III baru akan
atau beberapa desa atau Daerah yang setingkat dengan desa sudah mencapai tingkat
taraf tertentu, sehingga sebelum taraf itu dicapai tidak akan dibentuk Daerah tingkat
II, melainkan maksudnya ialah hal-hal itu diperhatikan untuk menentukan, apakah
suatu atau atau beberapa desa dan Daerah yang setingkat dengan desa dibentuk
Konstruksi Pemerintah Daerah menurut Undang-undang ini, yakni terdiri dari Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah dijelaskan dalam Penjelasan
karena itu Kepala Daerah bertanggung-jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri menurut hierarchie yang ada (pasal 5 ayat 2). Disamping itu Kepala Daerah
adalah pula kepercayaan Rakyat Daerahnya yang diwakili dalam Dewan Perwakilan
revolusioner.
Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu memilih dan mempunyai sendiri Ketua
dan Wakil-wakil Ketuanya yang harus menjamin poros Nasakom (pasal 7 dan pasal 9
ayat 1), tetapi Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempertanggungjawabkan tugasnya
kepada Kepala Daerah yang menjadi penanggung-jawab umum
(lihat juga pasal 45 ayat 2), maka dalam menjalankan seluruh tugas-kewenangannya
itu Kepala Daerah tidak diwenangkan menjalankan politik lain dari pada politik
Negara dan karena itu Kepala Daerah adalah pula pegawai Negara (Pasal 19).
Mengingat demikian luas dan berat tugas dan kewajiban Kepala Daerah, maka didalam
perlu dibantu oleh Wakil Kepala Daerah dan para anggota Badan Pemerintah Harian.
Adanya bantuan Wakil Kepala Daerah dan anggota-anggota Badan Pemerintah Harian
ini tidak merubah tanggung-jawab atas pemerintahan Daerah yang etap ada ditangan
Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah dan anggota Badan Pemerintah Harian
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 60 -
Menurut Undang-undang ini, Kepala Daerah seperti telah diuraikan dalam Penjelasan
Umum, idiil dan strukturil diberi kedudukan khas dalam susunan ketatanegaraan. Ia
bukan saja merupakan alat Pemerintah Daerah, tetapi juga alat Pemerintah Pusat dan
dalam demokrasi terpimpin Kepala Daerah itu tidak saja memegang pimpinan dan
mengayomi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetapi pula ia adalah pelaksana semua
Sebagai alat yang mempunyai tugas untuk merealisasikan dasar dan tujuan revolusi,
iapun tidak dapat ditumbangkan oleh Dewan Perwakilan revolusi, iapun tidak dapat
ditumbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, walaupun hal yang demikian ini
tidak menguraikan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan keteranganketerangan tentang
pertanggungan jawab mengenai kebijaksanaan pemerintahan
Untuk mencapai maksud dan tujuan dimaksud diatas, serta menjamin terdapatnya
pemerintahan Daerah yang stabil dan berkewibawaan, sudah barang tentu tidak
setiap orang dapat menduduki jabatan Kepala Daerah yang amat penting dan berat
itu dan karenanya harus ditentukan cara bagaimana orang dapat menjadi Kepala
Cara-cara untuk dapat menduduki jatah Kepala Daerah, diatur dalam pasal-pasal 11,
12, 13 dan 14, yaitu bagi Kepala Daerah tingkat I diangkat oleh Presiden atas
Dalam Negeri, dan bagi Daerah-daerah lain diangkat oleh Penguasa yang ditunjuk oleh
Apabila dari pencalonan pertama tidak ada calon yang memenuhi syarat-syarat untuk
diangkat menjadi Kepala Daerah, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
Adalah tidak wajar bila dalam pencalonan yang kedua ini Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah mengajukan calon-calon yang telah diajukan dalam pencalonan yang pertama,
calon-calon pertama itu tidak memenuhi syarat-syarat untuk diangkat menjadi Kepala
kedua kalinya tidak diajukan nama calon-calon yang sudah disebut dalam pencalonan
Apabila juga pada pencalonan yang kedua ini tidak ada calon yang memenuhi syarat,
Pasal 15
Yang dimaksudkan dengan syarat "tidak pernah memusuhi Revolusi Indonesia" ialah
orang-orang yang tidak pernah secara langsung ikut atau membantu musuh-musuh
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 61 -
atau dalam Jawatan-jawatan atau Dinas-dinas Daerah) yang terdapat dalam syaratsyarat tersebut
dalam pasal 15 ini, disamping berupa himpunan syarat-syarat negatif
yang sekurang-kurangnya harus dimiliki oleh calon Kepala Daerah, mengandung pula
syarat-syarat positif khusus mengenai hal pendidikan, pengalaman dan umur, agar
dengan demikian ini akan terdapat keseimbangan antara akseptabilitas politis dan
Untuk menjaga jangan sampai terjadi penerobosan terhadap syarat-syarat yang telah
ditentukan ini, maka calon yang dimajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
pegawai Negeri.
pimpinan, baik mengenai bidang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah seperti telah
diuraikan dimuka, diangkat oleh Pemerintah Pusat dan diberi kedudukan sebagai
pegawai Negara.
pula, karena seorang Kepala Daerah hanya dapat menunaikan tugasnya dengan baik,
kepentingan umum.
Pasal 16.
Larangan-larangan yang disebut dalam pasal ini adalah bersifat mutlak, sehingga
Daerah memerlukan (lihat juga penjelasan pasal II sampai dengan pasal 14).
Pasal 17.
Masa jabatan Kepala Daerah adalah selama lima (5) tahun yakni sesuai dengan masaduduk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selama masa jabatan dimaksud Kepala
Daerah menjalankan tugas dan kewajiban serta wewenangnya. Dalam hal masa
jabatannya berakhir dan ia berhenti sebagai Kepala Daerah baginya tetap terbuka
kemungkinan untuk dapat diangkat kembali untuk suatu masa jabatan yang sama
lamanya juga, dengan melalui prosedur yang telah ditentukan dalam Undang-undang
ini.
Pasal 18.
Wakil Kepala Daerah adalah seorang pembantu Kepala Daerah baik dalam
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 62 -
ditentukan baginya. Wakil Kepala Daerah tidak saja mewakili Kepala Daerah jika
Kepala Daerah berhalangan, tetapi juga didalam hal Kepala Daerah diberhentikan
oleh Penguasa yang berwenang mengangkat atau bila Kepala Daerah meninggal dunia,
Wakil Kepala Daerah akan mewakili dan menjalankan tugas kewajiban dan
kewenangan Kepala Daerah untuk sisa masa jabatan Kepala Daerah yang ia wakili.
Dalam-hal bagi Daerah yang bersangkutan telah diangkat seorang Kepala Daerah yang
baru, tugas perwakilan yang dimaksud berakhir. Bagi Daerah-daerah yang baru
Pasal 19.
Untuk sementara waktu masih berlaku Peraturan Presiden No. 17 tahun 1961
mengenai nama, jabatan, gelar, penghasilan dan keuntungan lain Kepala Daerah.
Pasal 20.
Cukup jelas.
Pasal 21
Berbeda dengan ketentuan mengenai Kepala Daerah dalam pasal 17 ayat (3) sub b,
maka Wakil Kepala Daerah diberhentikan karena berakhir masa jabatannya, tanpa
Selanjutnya isi pasal ini cukup jelas,lihat juga mengenai syarat pengangkatan Kepala
Pasal 22.
Oleh karena kepadatan penduduk tidak merata diseluruh wilayah Negara, maka perlu
Rakyat Daerah sesuatu Daerah,a gar dengan demikian itu Daerah yang sangat sedikit
Bagi Daerah yang banyak sekali penduduknya, dapat dicegah terbentuknya suatu
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang amat besar jumlah anggotanya sehingga
menjadi "log", yang tidak menguntungkan Daerah, tetapi malahan akan dapat
Agar jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu senantiasa dapat
Masa duduk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan, tidak lagi empat tahun
seperti yang ditentukan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957 dahulu, akan tetapi
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 63 -
dijadikan lima tahun, dengan ketentuan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Perwakilan Rakyat Daerah itu hanya untuk sisa masa lima tahun dimaksud.
Berhubung dengan diadakannya ketentuan yang dimaksud dalam pasal 89 ayat (3),
maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong-Royong yang ada, masih dapat terus
Pasal 23.
adalah perlu untuk menjaga, agar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu
minimal mempunyai cukup kesadaran, kecakapan dan penetahuan untuk dapat
Umur 21 tahun harus sudah tercapai pada waktu yang bersangkutan ditetapkan
kelompok penduduk dan pada umumnya merupakan juga faktor penarik yang tidak
kecil artinya bagi pemusatan tempat-tempat tinggal tetap kaum intelek dan para
cerdik pandai.
Dari sebab anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah wakil rakyat
yang bertempat dinggal dalam wilayah Daerah yang bersangkutan, maka penduduk
sesuatu Kotamadya sudah barang tentu tidak akan dapat menjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah tingkat II yang berbatasan, karena Kotamadya
yang sama tingkatannya dengan Darah tingkat II berdiri sejajar, sehingga wilayah
Kotamadya itu bukan merupakan bagian wilayah dari pada Daerah tingkat II yang
melingkarinya. Hal yang demikian ini sedikit banyak akan dapat menimbulkan
Daerah tingkat II, sedang kebanyakan penduduk yang telah maju dalam pendidikan
dan pengetahuan, lebih suka bertempat tinggal dalam Kotamadya yang dilingkarinya,
maka dengan ketentuan dalam pasal 23 sub b itu telah dibuka kemungkinan,
penduduk Kotamadya itu dapat dipilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Kata "dilingkari" tidak perlu ditafsirkan demikian, bahwa Kota-madya itu harus
sepenuhnya berada ditengah-tengah garis batas wilayah Daerah tingkat II yang
bersangkutan itu.
Jadi penduduk Kotamadya yang sebagian berbatasan dengan Daerah atau beberapa
Daerah tingkat II dalam hal ini dapat dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dari lebih dua Daerah, misalnya penduduk Kotamadya Binjai yang
berbatasan dengan Daerah tingkat II Langkat dan Daerah tingkat II Deli Serdang,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 64 -
dapat dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari ketiga
Daerah tersebut, tetapi calon itu diperbolehkan menjadi anggota hanya dari satu
Uraian diatas berlaku pula bagi Kotaparaja dan Daerah tingkat III yang melingkarinya.
Menurut sub g seorang anggota partai terlarang, sesuai dengan ketentuan pasal 9
kepartaian" jis pasal 9 Peraturan Presiden No. 13 tahun 1960 dan Peraturan Presiden
dapat dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kecuali mereka
Kepribadian Indonesia yang berarti pula menyetujui dan bersedia turut aktif
Pasal 24.
meliputi semua pejabat dari Daerah, yang bersangkutan dengan keuangan Daerah,
termasuk Kepala Biro/kepala Bagian dan pegawai yang bertugas di Biro/Keuangan dari
Daerah yang bersangkutan dan yang bertugas serta bertanggung jawab dalam bidang
keuangan Daerah.
Pasal 25.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan sesuatu baik secara langsung ataupun
kepentingan Daerah yang bersangkutan dan yang dapat menurunkan derajat atau
wakili.
Bilamana larangan itu tidak bertentangan dengan kepentingan Daerah, maka menurut
ayat (2), Kepala Daerah setelah mendengar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
memerlukannya.
yang bersangkutan dapat minta putusan banding kepada Kepala Daerah setingkat
lebih atas atau bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah tingkat I
sementara dalam waktu satu bulan sesudah anggota yang bersangkutan itu menerima
putusan tersebut.
Pasal 26.
Cukup jelas.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 65 -
Pasal 27.
1. uang sidang, uang jalan dan uang penginapan bagi para anggota-anggotanya;
3. uang kehormatan untuk setiap bulannya, uang jalan dan penginapan, uang
setelah berhenti dari jabatan dengan hormat bagi Ketua dan Wakil Ketua.
mengingat pedoman yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat I
dan oleh Kepala Daerah tingkat I bagi Daerah-daerah tingkat II dan III.
Mengenai hal-hal dimaksud diatas, bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong-Royong, yang berdasarkan ketentuan dalam pasal 89 ayat (3) masih dapat
Pasal 28.
Ketentuan ini hanya berlaku bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk
menurut pasal 22 ayat (5) Undang-undang ini dan tidak bagi anggota-anggota antar
waktu yang mengisi lowongan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah GotongRoyong
yang masih ada.
Pasal 29.
Perkataan sidang atau rapat dalam ketentuan ini mengandung arti sama dengan
perakataan "zitting" atau "vergadering" dalam bahasa asing. Suatu sidang dapat
ditentukan untuk suatu waktu, dalam pada mana dapat diadakan rapat secara
berturut-turut. Penetapan waktu dan penyelenggaraan dari rapat atau sidang ini
Kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang dibicarakan dalam rapat tertutup
tidak saja mengenai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan tetapi berlaku
juga para pegawai/pekerja yang ada dalam ruangan dimana diadakan rapat atau
sidang tertutup semua yang hadir dan mengetahui hal-hal yang dibicarakan dalam
rapat tertutup itu, begitu pula mereka yang dapat mengetahuinya dengan jalan lain,
umpamanya pegawai yang karena tugas kewajibannya menerima laporan dari lain
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 66 -
Apabila dengan mempergunakan dasar dimaksud dalam ayat (3), tidak bisa dicapai
kata mufakat, maka keputusan itu diserahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang mengambil keputusan dengan memperhatikan semua pendapat
yang ada dan apabila dengan menempuh cara demikian tidak dicapai hasil pula,
Pasal 30.
Pada umumnya rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terbuka bagi umum; sifat
terbuka itu adalah adalah sesuai dengan cita-cita demokrasi, dimana umum juga
dapat mengikuti dengan saksama segala apa yang dibicarakan dalam rapat-rapat
Dengan demikian maka umum dapat mengadakan kritik-kritik dan pembahasanpembahasan atas
pembicaraan dan putusan yang diambil dalam rapat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah itu melalui surat-surat kabar, radio dan lain-lain.
maka rapat memutuskan untuk mengadakan rapat tertutup, kecuali mengenai hal-hal
Pasal 31.
Cukup jelas.
Pasal 32.
Maksud peraturan ini adalah agar supaya anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dapat mengeluarkan pendapatnya dengan bebas, dengan tidak perlu takut
akan dituntut karena hal-hal yang dengan lisan atau tertulis telah dikemukakan dalam
rapat, Meskipun demikian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus mempunyai
sopan-santun sendiri dan senantiasa harus mengingat tata cara berbicara dalam rapat
Pasal 33.
anggota badan Pemerintah Harian bagi Daerah tingkat I sebanyak 7 orang, Daerah
tingkat II sebanyak 5 orang dan Daerah tingkat III sebanyak 3 orang dipandang sesuai,
harus dimungkinkan.
Harian itu kepada Menteri Dalam Negeri diharapkan proses akan dapat cepat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 67 -
Jumlah anggota Badan Pemerintah Harian menurut ketentuan ini harus terus diisi
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 42.
daerah setingkat lebih atas dapat dilakukan di Daerah dengan sebaik-baiknya apabila
oleh Daerah. Berhubung dengan itu, dalam pasal ini ditentukan agar peraturanperaturan
perundangan Pusat atau peraturan Daerah setingkat lebih atas, sedapat
rumah tangga. Daerah setingkat lebih atas, sebagian atau seluruhnya, sebagai tugas
pembantuan kepada Daerah yang ditunjuk oleh dan dalam peraturan-peraturan itu.
yang ditunjuk itu guna pelaksanaan tugas pembantuan yang dimaksud. Pemerintah
Pasal 43.
Mengenai pasal 43 dijelaskan, bahwa pasal ini mengatur dasar-dasar pokok kerja sama
antara Daerah-daerah untuk mencapai daya kerja yang lebih kuat mengenai soal-soal
kerja sama.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 68 -
Pasal 43 ayat (1), (2) dan (3) memberikan beberapa ketentuan kerja sama resmi ini,
sedangkan ayat (4) menentukan bahwa Menteri Dalam Negeri dapat mengadakan
Kerja sama ini tidak terbatas saja kepada Daerah-daerah yang sama tingkatnya, akan
tetapi dapat dilakukan juga antara Daerah-daerah yang tidak sama tingkatnya yang
berkehendak untuk mencapai suatu tujuan yang, sama untuk kepentingan penduduk
itu tidak dapat dilaksanakan bilamana tidak disahkan oleh instansi atasan dan sudah
barang tentu rencana- rencana untuk mengadakan kerja sama dengan lain-lain Daerah
itu harus dimusyawarahkan dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkutan.
Dalam keadaan yang memaksa, Kepala Daerah diperbolehkan juga untuk mengambil
inisiatif untuk mengadakan kerja sama tetapi dengan ketentuan, bahwa keputusan
yang demikian itu kemudian harus pula dimusyawarahkan dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan, karena kerja sama itu pada umumnya
membawa akibat-akibat finansiil yang tidak dapat lepas dari campur tangan Dewan
Selain dari pada itu jika untuk melaksanakan kerja sama perlu dibentuk sebuah badan
atau panitia, maka dalam peraturan kerja sama itu harus pula diatur tentang
Apabila kerja sama itu terjadi antara Daerah tingkat I dengan Daerah-daerah tingkat
lain maka pengesahan terhadap keputusan kerja sama itu dilakukan oleh instansi yang
lebih tinggi dari Daerah yang tertinggi tingkatnya i.c. oleh Menteri Dalam Negeri.
Bila kemudian tidak terdapat kata sepakat tentang perubahan atau pencabutan
peraturan tentang kerja sama, maka Menteri Dalam Negeri atau Kepala Daerah yang
Kepala Daerah yang bertanggung jaab atas maju mundurnya Daerah serta
kekertaraharjaan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 69 -
jawatan-jawatannya,
Pusat.
bermusyawarah dengan alat-alat Negara yang bertugas dan berwenang dalam bidangbidang
tersebut didaerahnya; sebaliknya dengan kewajiban bagi alat-alat Negara yang
eksekutif Pemerintah Daerah, baik dibidang urusan rumah tangga Daerah maupun
diminta oleh Dewan tersebut atau bilamana dipandang perlu oleh Kepala Daerah.
Dalam menjalankan tugas kewenangan ini, Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan
karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (lihat pasal 17).
dalam pasal 44 ini, nampaklah perwujudan fungsi Kepala Daerah. Dalam memimpin
maka unsur kebijaksanaan pada semua tindakan dan keputusan Kepala Daerah, serta
dalam pasal 44 sekali-kali bukanlah politik polisionil beleid yang ada ditangan seorang
penjajahan.
Kebijaksanaan politik polisionil yang ada pada seorang Kepala Daerah dalam alam
Sosialisme Indonesia yang berdasarkan Panca Sila dengan demokrasi terpimpin sebagai
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 70 -
politik Bangsa Indonesia yang progressif revolusioner untuk mencapai tujuan revolusi,
Peristilahan kita belum cukup kaya untuk mengganti istilah "politik polisionil" yang
sebenarnya sudah lapuk itu dengan suatu istilah baru yang khas dan berkepriabdian
Indonesia seperti yang dimaksudkan diatas, sehingga dalam pasal 44 ini istilah
Pasal 45 ayat (2) menetapkan, bahwa seorang Kepala Daerah bertanggung jawab
Hal Perwakilan yang termaktub dalam pasal 46 perlu diadakan, agar tegas siapa yang
akan mewakili Daerah untuk bertindak jika daerah menjadi penggugat atau tergugat
dalam perkara perdata atau perkara pidana. Bukan perwakilan didalam pengadilan
saja, tetapi juga diluar pengadilan Kepala Daerah yang bersangkutan itu akan
mewakili Daerahnya. Dalam soal perwakilan ini, Kepala Daerah dapat menunjuk orang
Cukup jelas.
Didalam hal sesuatu materi/persoalan telah diatur dengan Peraturan Daerah dan
ternyata kemudian bahwa materi /persoalan dimaksud diatur oleh peraturanperundangan yang
lebih tinggi tingkatannya, maka Peraturan Daerah dimaksud karena
hukum dengan sendirinya tidak berlaku lagi dengan segala sesuatunya harus
tinggi tingkatannya.
Dalam hal dipandang perlu maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur tentang
ketentuan-ketentuan dan bentuk dari Peraturan Daerah, agar dapat terpenuhi caracara
melaksanakan peraturan-perundangan yang lebih tinggi tingkatannya yang harus
Perwakilan Rakyat Daerah ditanda-tangani oleh Kepala Daerah (pasal 54 ayat 2).
Dalam pada itu pengundangan adalah syarat tunggal untuk mendapatkan kekuatan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Wakil Rakyat Daerah dapat membela
dan/atau Kepala Daerah yang lebih tinggi tingkatannya dan kepada Pemerintah dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 71 -
(pasal 55) agar dengan demikian ada saluran, sehingga kepentingan Daerah dan
Pasal 57.
sepenuhnya Kepala Daerah dalam urusan dibidang rumah tangga dan dibidang tugas
a. pegawai Negara;
b. pegawai Negeri;
c. pegawai Daerah;
Penjelasan Pemerintah yang diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat GotongRoyong pada
tanggal 5 Juni 1961 mengenai pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 18
tahun 1961 menunjukkan betapa eratnya hubungan mengenai status hukum antara
pegawai Negeri dan pegawai Daerah; maka pokok-pokok ketentuan mengenai status
hukum pegawai Negeri yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 18 tersebut diatas
berlaku pula bagi seluruh pegawai Daerah. Dalam rangka hubungan yang demikian,
untuk dapat lebih menjamin adanya pengertian mental, pendidikan, pengetahuan dan
kemampuan yang merata pada setiap pegawai, maka ditetapkan ketentuan yang
Sepanjang Undang-undang No. 18 tahun 1961 belum mengatur tentang latihan dan
pendidikan pegawai Daerah, maka Menteri Dalam Negeri didalam mengatur lapangan
kariere pegawai dalam mengadakan latihan dan pendidikan pegawai mengikutsertakan pegawai
Daerah. Dengan demikian terbuka kemungkinan bagi kariere
yang dikomandokan dari satu sumber pimpinan di Daerah, dalam pada mana menurut
sistimatik Undang-undang ini Kepala Daerah itu telah diberikan kedudukan khas dalam
rangkaian susunan ketatanegaraan yang tidak mudah dapat tergoyahkan, maka dalam
administrasi pemerintahan Daerah Sekretaris Daerah itu dijadikan poros yang utama
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 72 -
tugas Pemerintah Daerah dilakukan oleh Sekretariat Daerah yang dikepalai oleh
Oleh karena Sekretaris Daerah itu menurut pasal 62 bukan saja merupakan Sekretaris
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dari Kepala Daerah dalam kedudukannya
sebagai alat Pemerintah Daerah, tetapi juga adalah Sekretaris dari Kepala Daerah
dalam kedudukannya sebagai alat Pemerintah Pusat, maka Sekertariat Daerah itu
mencakup sekaligus dua Kantor Administrasi Pemerintah Pusat dan kantor Adminitrasi
pemerintahan Daerah.
Untuk menjaga agar dalam administrasi Pemerintahan Daerah ada kontinuitas dalam
pimpinannya yang setiap kali tidak akan turut berubah manakala ada pergeseran atau
menurut ketentuan dalam pasal 61 telah ditentukan, bahwa Sekertaris Daerah itu
Sekretaris Daerah dilakukan oleh pejabat yang tunjuk oleh Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 64.
Pasal 73.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 73 -
itu selalu akan mendengarkan saran dan pendapat dari Menteri Iuran Negara dan/atau
Menteri yang lain, sepanjang apa yang akan diatur didalam keputusan Dewan
Pasal 76.
Dalam jangka panjang memang diharapkan agar Daerah itu dapat ber-swasembada
dan ber-swadaya menutup kebutuhan rumah tangganya sendiri, akan tetapi sekarang
ini Daerah baru dalam taraf memupuk kemampuan untuk dapat membiayai belanja
routine.
Pasal 86.
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang, sekarang pada
saat mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta. Baginya tidak terikat jangka masa jabatan dimaksud
pasal 17 ayat (1) dan pasal 21 ayat (5), dengan pengertian bahwa bagi pengangkatan
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah kemudian, berlaku ketentuan proseduril
Mengetahui :
Sekretaris Negara,
MOHD. ICHSAN.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Menetapkan :…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
Republik Indonesia No. 514 tahun 1961 dan No. 547 tahun 1961;
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), pasal 5 ayat (1), pasal 18 dan pasal 20 ayat (1)
Undang-undang Dasar;
VIII/MPRS/1965;
4. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran-
Negara tahun 1960 No. 104) Ketetapan
Ketiga.
Memutuskan :
KESATU:
Mencabut :
1. Inlandsche Gemeente Ordonnantie Java en Madoera (Stbld. 1906 No. 83) dengan
2. Inlandsche Gemeente Ordonantie Buitengewesten (Stbld. 1938 No. 490 jo. Stbld.
3. Reglement…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
Inlandsche Gemeenten op Java en Madoera (Stbld. 1907 No. 212) dengan segala
baik dari Pemerintah Pusat, maupun dari sesuatu Pemerintah Daerah yang
KEDUA:
Menetapkan:
BAB I.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 1.
Pasal 2…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
Pasal 2.
a. "Daerah" adalah daerah menurut ketentuan dan pengertian Undangundang tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah;
dan Jawatannya baik di Pusat maupun yang berada di Daerahdaerah tingkat I dan tingkat II;
Daerah;
Daerah;
h. "Dukuh"…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Pasal 3
Desapraja.
Pasal 4.
satu Desapraja.
(3) Penggabungan termasud dalam ayat (1) atau (2) ditetapkan dengan
(4) Peraturan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
(4) Peraturan Daerah termaksud dalam ayat (3) tidak dapat berlaku
Pasal 5.
(3) Peraturan Daerah termaksud dalam ayat (2) tidak dapat berlaku
Pasal 6
BAB II…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
BAB II.
DESAPRAJA.
BAGIAN I.
Ketentuan Umum.
Pasal 7.
BAGIAN II.
Pasal 8.
Musyawarah Desapraja.
Pasal 9.
bersangkutan.
(2) Kepala…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
yang bersangkutan.
setempat.
(4) Peraturan termaksud dalam ayat (3) tidak dapat berlaku sebelum
Pasal 10.
Desapraja, yang:
pedoman-pedoman pelaksanaannya,
d. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan
e. mempunyai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
Pasal 11.
tingkat I.
Pasal 12.
Tingkat II;
pasal 10;
(2) Keputusan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
(2) Keputusan termaksud dalam ayat (1) tidak dapat berlaku sebelum
Pasal 14.
(2) Susunan kata-kata sumpah atau janji termaksud dalam ayat (1)
saya sebagai Kepala Desapraja dengan sebaik-baiknya dan sejujurjujurnya, bahwa saya
senantiasa akan membantu memelihara
rahasiakan.
Saya…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Negara.
Pasal 15.
(1) Menteri Dalam Negeri menetapkan nama jabatan, tanda jabatan dan
pakaian seragam Kepala Desapraja dan Pamong Desapraja.
perlu.
Pasal 16.
BAGIAN III…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
BAGIAN III.
Pasal 17.
Desapraja.
empat tahun.
tahun tersebut.
(7) Peraturan Daerah tingkat I termaksud dalam ayat (6) tidak dapat
Pasal 18…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Pasal 18.
Desapraja, yang :
a. sekurang-kurangnya telah berumur 21 tahun;
bersangkutan;
d. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan
Pasal 19.
Daerah tingkat I.
Pasal 20…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Pasal 20.
pasal 18;
bersangkutan.
(3) Terhadap keputusan termaksud dalam ayat (2), dalam waktu satu
Pasal 21.
(3) Susunan kata-kata sumpah (janji) termaksud dalam ayat (1) dan (2)
penyesuaian seperlunya.
Pasal 22…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Pasal 22.
Wakil-wakil ketua.
Musyawarah Desapraja.
BAGIAN IV.
Pasal 23.
sekali dalam tiga bulan atas panggilan Ketua. Sidang dapat juga
diadakan setiap waktu bila dianggap perlu oleh Ketua atau atas
permintaan sedikit-dikitnya sepertiga dari jumlah anggota.
tertua usianya.
Daerah tingkat I.
Pasal 24…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Pasal 24.
kepada Ketua.
BAGIAN V.
Pasal 25.
Kepala Desapraja.
(4) Peraturan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Daerah tingkat I.
(5) Peraturan termaksud dalam ayat (4) tidak dapat berlaku sebelum
Pasal 26.
seperlunya.
Pasal 27.
(2) Keputusan termaksud dalam ayat (1) tidak dapat berlaku sebelum
BAGIAN VI…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
BAGIAN VI.
Pasal 28.
(1) Panitera Desapraja adalah pegawai Desapraja yang memimpin
Pasal 29.
(2) Peraturan Desapraja termaksud dalam ayat (1) tidak dapat berlaku
Pasal 30.
(2) Petugas-…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
itu dengan nama lain atau pejabat-pejabat lainnya menurut adatkebiasaan setempat, diadakan
menurut keperluannya.
Musyawarah Desapraja.
Pasal 31.
(2) Peraturan terrnaksud dalam ayat (1), tidak dapat berlaku sebelum
Desapraja.
BAGIAN VII.
Pasal 32.
Musyawarah Desapraja.
(3) Anggota…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Pasal 33.
Desapraja.
BAB III.
BAGIAN I.
Ketentuan umum.
Pasal 34.
tangga daerahnya.
(2) Segala…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
(2) Segala tugas kewenangan yang telah ada berdasarkan hukum adat
Undang-undang ini.
Pasal 35.
Pasal 36.
berwenang.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
BAGIAN II.
Pasal 37.
BAGIAN III.
Pasal 38.
Pasal 39.
I.
Pasal 40…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Pasal 40.
BAGIAN IV.
Pasal 41.
(2) Keputusan untuk bekerja sama termaksud dalam ayat (1) ditetapkan
(3) Keputusan terrnaksud dalam ayat (2) tidak dapat berlaku sebelum
Pasal 42.
(1) Desapraja dan Daerah tingkat III dapat bersama-sama mengatur dan
(2) Keputusan untuk bekerja sama termaksud dalam ayat (1) ditetapkan
Pasal 43…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Pasal 43.
termaksud dalam pasal 42, tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh
Daerah tingkat III tersebut tidak terletak dalam satu lingkungan Daerah
tingkat II.
Pasal 44.
Daerah tingkat I.
yang bersangkutan.
BAGIAN V…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
BAGIAN V.
Pasal 45.
BAB IV…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
BAB IV.
DESAPRAJA.
BAGIAN I.
Pasal 46.
ada pada waktu Undang-undang ini berlaku, seluruhnya menjadi hartabenda kekayaan dan
sumber penghasilan Desapraja.
Pasal 47.
(2) Peraturan termaksud dalam ayat (1) tidak berlaku sebelum disahkan
Pasal 48.
d. mengadakan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
BAGIAN II.
Pasal 49.
Musyawarah Desapraja.
Pasal 50.
Kepala Desapraja dapat mengerahkan tenaga gotong-royong dari
Pasal 51.
nilai dalam mata uang, baik nilai harga maupun nilai jasa.
(2) Pemerintah…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
BAGIAN III.
Pasal 52.
Pasal 53.
berlaku.
(3) Peraturan tentang pajak dan retribusi termaksud dalam ayat (1) dan
II.
Pasal 54…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Pasal 54.
Pasal 55.
dan 54 Desapraja dapat memperoleh penghasilan dari pinjaman dan lainlain hasil usaha yang
sesuai dengan kepribadian Indonesia.
Pasal 56.
Untuk menjalankan perkara hukum mengenai tuntutan penagihan piutang
BAGIAN IV.
Pasal 57.
Pasal 58…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal 58.
keuangan.
anggaran keuangan.
pedoman bekerja.
(6) Jika penolakan hanya mengenai sebagian dari anggaran induk, maka
tanggal 31 Desember.
(8) Setiap…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Daerah tingkat I.
BAB V.
PENGAWASAN DAN BIMBINGAN ATAS DESAPRADJA
BAGIAN I
Ketentuan umum.
Pasal 59.
mengambil ketentuan.
(2) Jangka waktu tiga bulan termaksud dalam ayat (1) dapat
tingkat II.
Pasal 60.
(2) Untuk…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
(2) Untuk kepentingan termaksud dalam ayat (1) dimana perlu atau atas
permintaan Desapraja yang berkepentingan, Pemerintah Daerah
BAGIAN II.
Pasal 61.
tingkat II.
(5) Jika setelah lewat enam bulan sesuatu keputusan Desapraja yang
Pasal 62…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
Pasal 62.
(2) Bandingan termaksud dalam ayat (1) harus dimajukan dalam jangka
yang bersangkutan.
BAB VI.
Pasal 63.
BAB VII…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
BAB VII.
PERATURAN PERALIHAN.
Pasal 64.
bersangkutan.
(2) Pernyataan termaksud dalam ayat (1) dapat dikuasakan oleh Menteri
Pasal 65.
(2) Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Desapraja itu.
Pasal 67.
BAB VIII.
ATURAN TAMBAHAN.
Pasal 68.
BAB IX.
KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 69.
TENTANG DESAPRAJA".
Agar…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Disahkan di Jakarta
ttd
SUKARNO.
Diundangkan di Jakarta
Sekretaris Negara,
ttd
MOHD. ICHSAN.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
1. PENJELASAN UMUM.
1. Sejak Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakunya kembali
wilayah Republik Indonesia dengan berpedoman kepada Manifesto Politik dan segala
No. I/ MPRS/1960, No. II/MPRS/1960, No. V/MPRS/1965, No. VI/ MPRS/ 1965 dan
itu,dimasa penderitaan jajahan ternyata mempunyai daya tahan yang kuat dan selama
peperangan kolonial telah mempunyai jasa-jasa yang bernilai tinggi. Untuk masa depan
dapat diharapkan bahwa kesatuan-kesatuan, masyarakat hukum adat itu akan mempunyai
peranan penting pula dalam penyelesaian dan mencapai tujuan revolusi, mengingat
bahwa bagian terbesar dari pada tenaga-tenaga pokok revolusi sebagaimana dinyatakan
Karena itu, maka maksud-maksud utama yang hendak dicapai dengan Undangundang ini adalah
untuk memberikan tempat dan kedudukan yang wajar kepada kesatuankesatuan masyarakat
hukum itu dalam rangka dan rangkaian ketatanegaraan menurut
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
sehingga mempunyai penuh daya-guna yang dinamis untuk penyelesaian dan mencapai
tujuan Revolusi Agustus 1945 dan Pembangunan Nasional Semesta Berencana yang
Panca Sila, masyarakat tanpa penghisapan atas manusia oleh manusia (tanpa exploitation
de I'homme per I'homme) sebagi tujuan revolusi yang menjadi Amanat Penderitaan
Rakyat.
menjebol dan membadan membangun haruslah diadakan retooling disegala bidang, sebab
revolusi tidak bisa berjalan dengan alat-alat yang lama. Karena itu harus pula diciptakan
dan dilahirkan fikiran-fikiran baru dan konsepsi-konsepsi baru, untuk mengganti saranasarana,
alat-alat dan aparatur-aparatur yang tidak sesuai dengan "out-look" baru. Hukum
Ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960 dalam hal termaksud terdapat dalam pasal
4 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan Pola
Manifesto Politik dan Amanat Presiden tentang Pembangunan Semesta Berencana serta
yang mengatur kedudukan dan tugas kewajiban kesatuan-kesatuan masyarakat hukum itu,
yaitu Inlandsche Gemeente Ordonnantie (Stbl. 1906 No. 88) yang berlaku buat Jawa dan
Madura (diluar "vorstenlanden") dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten
(Stbl. 1938 No. 490 jo. Stbld. 1938 No. 681) yang berlaku buat daerah-daerah luar Jawa
dan Madura. Bersama dengan itu peraturan-perundangan lainnya dan berpedoman kepada
Sesuai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
Sesuai dengan maksud dan kepentingan penjajahan, hakekat dari pada perundangundangan
kolonial itu adalah mengatur cara bagaimana kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum itu dijadikan alat yang murah tetapi effektif untuk mencapai maksud-maksud
yang wajar, sehingga dengan demikian dapatlah kesatuan-kesatuan masyarakat hukum itu
Sisa-sisa feodalisme yang berat, yang terus membelenggu tenaga produktif dan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1964 (Tavip) dan menggantinya dengan satu Undangundang
Nasional yang memberikan segala kemungkinan bagi kesatuan- kesatuan
masyarakat hukum itu untuk berkembang secara yang sesuai dengan perkembangan
4. Dalam hal itu, maka pangkal bertolak adalah isi dan jiwa dari pasal 18 Undangundang Dasar,
yang menentukan bahwa wilayah Indonesia dibagi atas daerah besar dan
kecil dengan mengingati hak-hak asal-usul atas daerah-daerah yang bersifat istimewa.
pokok-pokok Pemerintah Daerah telah menentukan akan membagi habis seluruh wilayah
Indonesia dalam tiga tingkatan daerah besar dan kecil, yaitu Daerah tingkat I, II dan III.
Dengan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
Dengan terbagi habisnya wilayah Indonesia dalam Daerah- daerah otonom itu,
maka berarti juga bahwa dibawah Daerah tingkat III tidak seharusnya ada lagi daerah lain
selain dari hanya daerah administrasi saja. Karena itu maka Desapraja menurut Undangundang
ini tidaklah berada didalam dan tidak menjadi bawahan Daerah tingkat III, tetapi
adalah sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya Daerah tingkat III
Jawa dan Bali, Negeri di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya
itu tercakup dalam rangka pasal 18 tersebut. Ini berarti bahwa kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum itu haruslah mendapat tempat dalam rangka dan rangkaian Pemerintah
Daerah. Oleh karena kesatuan-kesatuan masyarakat hukum itu mempunyai pula hak
dibawah Daerah tingkat III hanya akan ada daerah administrasi belaka, maka adalah wajar
menjadi Daerah tingkat III, sehingga pada akhirnya Daerah tingkat III inilah yang
segera terlaksana mengingat waktu dan tempat, dengan memperhatikan pula faktor-faktor
tingkat III, akan menjadi Desapraja sebagaimana dinyatakan dalam Bab 1. Tetapi
akhirnya dapat ditingkatkan semuanya menjadi Daerah tingkat III, dengan atau tidak
Hal…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Hal itu berarti bahwa disatu fihak Undang-undang harus mengatur hal-hal yang
seragam tentang Daerah-daerah besar dan kecil (Daerah tingkat I, II dan III), dilain pihak
harus pula mengingati unsur-unsur yang bersifat khusus diberbagai bagian wilayah
Indonesia, terutama dalam Daerah tingkat III yang terbawah dan yang langsung
Undang-undang ini sedapat mungkin juga telah memperhatikan dan mengambil unsurunsur dari
Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, sehingga kedua
timbal-balik ini adalah juga mengingat pedoman pelaksanaan Ketetapan M.P.R.S. No.
diatas, khususnya yang termaksud dalam huruf (f) dan (g), maka Undang-undang ini
adalah satu-satunya Undang-undang Nasional tentang Desapraja. Ini berarti bahwa segala
Undang-undang ini menjadi Desapraja, haruslah sesuai dan atau disesuaikan dengan
6. Oleh karena Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang tidak
semuanya sama iklim dan kesuburan tanahnya, maka perkembangan penduduk dan
kebudayaannya tidak semuanya bersamaan. Dalam perjalanan sejarah yang ribuan tahun,
dewasa ini kita dapati tingkat perkembangan kesatuan masyarakat setempat. Disamping
masih terdapat suku-suku kecil yang masih sederhana tingkat kebudayaannya, terdapat
kesatuan masyarakat yang hidup bersama dalam suatu daerah yang tertentu batas-batasnya
susunan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
susunan penguasanya yang sama dipilihnya sendiri dan sama ditaati oleh anggota-anggota
Berlainan dengan keadaan dimasa yang lampau, maka Undang-undang ini dengan
tegas menyatakan bahwa Desapraja adalah badan hukum yang dapat bertindak didalam
dan diluar pengadilan sebagai satu kesatuan yang dapat diwakili oleh Kepalanya.
masyarakat hukum, sebagai termaksud dalam pasal 1 Undang-undang ini, tidak akan
dibentuk Desapraja, tetapi langsung dapat dijadikan daerah administrasi dari Daerah
tingkat III.
berlain-lainan, misalnya Kampung, Mukim, Negeri, Marga (di Sumatera), Desa (di Jawa,
Bali dan Madura). Kampung Temenggungan (di Kalimantan), Wanua, Distrik Pekasan (di
Sulawesi), Banjar, Lomblan (di Nusatenggara Barat), Manoa, Laraingu, Kenaian,
Kafetoran, Kedaton, Kedaluan (di Nusa Tenggara Timur), Soa, Hoana Negory (di Maluku
dan Irian Barat). Demikian juga nama atau gelar kepala-kepala kesatuan masyarakat
hukum itupun berlain-lainan pula antara satu tempat dengan tempat lainnya.
masyarakat hukum itu digunakan nama Desapraja yang diartikan sebagai kesatuan
8. Kesatuan-…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
menjadi Desapraja pada saat Undang-undang ini berlaku, akan dicatat dalam suatu daftar
yang diurus dan diselenggaraan oleh Kepala Daerah tingkat I, Dalam daftar ini dicatat
pula dengan maksud nantinya meningkatkan Desapraja menjadi Daerah tingkat III, maka
kecil. Penggabungan ini dapat terjadi baik atas dasar kepentingan umum, maupun atas
menjadi lebih kecil, misalnya karena sebagian dari daerahnya lebih mudah diurus jika
dimasukkan kedaerah Desapraja lainnya yang berdekatan atau karena pemecahan itu
9. Bentuk dan susunan alat-kelengkapan Desapraja diatur dalam Bab II Undangundang ini, yang
dalam batas-batas yang dimungkinan, telah memasukkan juga unsurunsur bentuk dan susunan
Pemerintahan Daerah, dengan tetap memperhatikan unsurunsur khusus menurut adat kebiasaan
yang terpakai dalam Desapraja setempat.
Penguasa sebagai pengurus dan penyelenggara Desapraja terdiri dari dua unsur
pokok, yaitu Kepala Desapraja dan Badan Musyawarah Desapraja. Unsur Stabilitasi dan
kewibawaan penyelenggaraan Desapraja terutama terletak pada kedudukan yang kuat dari
Kepala Desapraja sebagai penyelenggara utama urusan rumah tangga Desapraja dan
sebagai alat Pemerintah Pusat. Karena itu juga Kepala Desapraja karena jabatannya
adalah Ketua Badan Musyawarah Desapraja dan tidak bisa dijatuhkan oleh sesuatu
Biarpun…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
maka Kepala Desapraja juga diharuskan setiap waktu mengadakan musyawarah dengan
penting. Hal ini sekaligus juga berarti bahwa setiap waktu Kepala Desapraja diharuskan
Desapraja adalah bahwa wakil-wakil Ketua Badan Musyawarah Desapraja dipilih sendiri
10. Oleh karena Kepala Desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumahtangga Desapraja
dan sebagai alat Pemerintah Pusat, maka ia tentu akan banyak
Pemerintah Pusat.
itu bukanlah hal-hal yang bersifat penyelenggaraan sehari-hari (routine), tetapi hal-hal
yang menyangkut orang banyak dan/atau akan membebani masyarakat Desapraja. Dalam
berbagai hal tertentu telah diatur dalam berbagai pasal dari Undang-undang ini dalam halhal apa
Badan Musyawarah Desapraja berwenang atau tidak boleh tidak harus diikutsertakan.
Tetapi selain dari yang telah diatur itu, tentunya masih banyak lagi hal-hal penting
masyarakat Desapraja.
Dalam pada itu harus dijaga pula jangan sampai Kepala Desapraja terlalu terikat
11. Salah satu hak asal-usul dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adalah hak
Sesuai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
Sesuai dengan maksud dan juga pasal 18 Undang-undang Dasar, maka hak
Desapraja dan anggota-anggota Badan Musyawarah Desapraja dipilih secara umum dan
langsung oleh semua warga Desapraja yang berhak, sedangkan Pamong Desapraja dipilih
oleh Badan Musyawarah Desapraja dari calon-calon yang diajukan oleh Kepala
Desapraja.
Peningkatan atas hak asal-usul ini adalah bahwa semua warga Desapraja yang
telah dewasa baik pria maupun wanita sama mempunyai hak untuk memilih dan dipilih
sesuai dengan jaminan Undang-undang Dasar mengenai asas kedaulatan rakyat dan hakhak
warga negara.
II/MPRS/1960, pedoman pelaksanaan atas § 396 angka 6 huruf (a) II dan huruf (e).
Daerah tingkat I untuk mengaturnya, agar dapat juga diperhatikan hal-hal yang khusus
harus diperhatikan menurut keadaan setempat, umpamanya cara-cara yang praktis untuk
melaksanakan pemilihan menurut adat kebiasaan dengan tidak mengurangi prinsipprinsip umum
yang dikemukakan diatas dan yang juga diatur dalam ketentuan-ketentuan
12. Berlainan dengan masa lampau, maka Kepala Desapraja dipilih dan diangkat
untuk sesuatu masa jabatan yang terbatas, yaitu paling lama 8 tahun. Pembatasan masa
jabatan ini belum sepenuhnya disesuaikan dengan masa jabatan Kepala Daerah,
mengingat bahwa maka pada tingkat pertama dianggap cukup dibatasi untuk selama 8
tahun. Batas ini diperkirakan sudah memenuhi kehendak untuk setiap jangka waktu
Juga…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Juga untuk Pamong Desapraja masa jabatannya adalah paling lama 8 tahun, sama
dengan masa jabatan Kepala Desapraja. Ada kemungkinan bahwa kepala Desapraja dan
Pamong Desapraja dipilih dan diangkat serentak pada waktu yang sama, sehingga mereka
itu seharusnya berhenti pual serentak pada waktu yang bersamaan pula karena habis masa
itu, maka sebelum Kepala Desapraja dan/atau Pamong Desapraja yang baru dilantik,
maka Kepala Desapraja dan/atau Pamong Desapraja yang lama harus tetap menjalankan
13. Mengenai penghasilan bagi Kepala Desapraja dan Pamong Desapraja akan
pedoman Menteri Dalam Negeri. Mengingat bahwa Desapraja ini nanti akan ditingkatkan
menjadi Daerah tingkat III, maka Undang-undang ini menghendaki hapusnya sistim
masa lampau, seperti sistim pemberian tanah bengkok, atau memberikan sebagian hasil
dari pengusahaan kekayaan daerah Desapraja secara langsung dan sebagainya semacam
Karena itu, untuk penghasilan Kepala Desapraja dan Pamong Desapraja ditentukan
harus melalui anggaran keuangan Desapraja, jadi termasuk dalam anggaran pendapatan
dan perbelanjaan Desapraja, dibayar dari kas Desapraja kepada masing-masing yang
berhak. Dalam tingkat permulaan dapat diatur, bahwa segala bentuk pemberian
penghasilan menurut sistim lama dapat berjalan terus untuk suatu masa tertentu, dengan
ketentuan bahwa semuanya dinilai dengan uang yang dimasukkan dalam anggaran
pendapatan dan dikeluarkan lagi dalam jumlah yang diperlukan menurut patutnya.
Kemudian dari segala sumber penghasilan dari segala macam kekayaan dan hartabenda
Desapraja seluruhnya adalah menjadi sumber penghasilan kas Desapraja, sedang
penghasilan Kepala Desapraja serta para Pamong Desapraja dibayar menurut suatu
peraturan gaji tertentu, sehingga tidak akan ada lagi penghasilan Kepala Desapraja dan
para Pamong Desapraja dalam bentuk apapun juga tidak melalui anggaran keuangan
Desapraja. Dengan ketentuan demikian itu dimaksudkan juga s upaya nantinya dapat
ditentukan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
pokok, tambahan dan kenaikan berkala dari penghasilan Kepala Desapraja yang mungkin
dapat dipakai untuk seluruh wilayah Indonesia seperti penghasilan Kepala Derah tingkat
III.
menjadi pembawaan sejarahnya, karena itu sistim tersebut harus dijamin dan dihormati.
Sistim ini dalam tingkat perkembangannya secara kenegaraan adalah sumber dai sistim
langsung dengan rakyat banyak seperti rapat-rapat desa atau rembug-rembug desa secara
lama di Jawa dan Madura, kecuali sangat tidak praktis, juga sukar mencapai quorum,
Sesuai dengan azas kerakyatan Panca Sila dalam Undang-undang Dasar, yaitu
memungkinkan pelaksanaan musyawarah dapat berjalan lebih praktis dan lebih dinamis.
dibatasi 4 tahun, sehingga lembaga ini lebih cepat dapat menampung unsur-unsur
peremajaan yang diperlukan, sesuai dengan perkembangan tingkat kemajuan dan tingkat
Untuk…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
keanggotaannya bisa sampai 25 orang, suatu jumlah yang sama dengan maksimum
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat III, juga unsur kelompok
kediaman (tempat tinggal) penduduk diutamakan pula untuk mempunyai perwakilan,
disamping perhitungan menurut jumkampung dan semacam itu) baik besar maupun kecil,
Selebihnya dari satu, memperhatikan jumlah penduduk menurut perbandingan antara satu
dukuh dengan dukuh lainnya. Dengan demikian maka Badan Musyawarah Desapraja ini
betul-betul menjadi lembaga perwakilan seluruh warga Desapraja, meskipun tidak semua
Desapraja, mengingat pula beratnya tanggung jawab Kepala Desapraja, maka disamping
adanya Badan Musyawarah Desapraja, jika perlu dapat diadakan Badan Pertimbangan
diminta oleh Kepala Desapraja. Mengingat kedudukan anggota-anggota Badan ini adalah
sekalipun tidak mengikat, tentu mempunyai pengaruh yang berguna bagi Kepala
17.Pengertian…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
17. Pengertian Pamong Desapraja dalam Undang-undang ini dibatasi pada Kepalakepala dukuh,
dusun, kampung dan sebagainya semacam itu (sterusnya disebut dukuh
tugas-kewajiban Desapraja untuk setiap dukuh yang dikepalainya dan bertanggung jawab
kepada Kepala Desapraja. Setiap waktu dianggap perlu, Kepala Desapraja mengadakan
Desapraja.
itu, yaitu yang mengepalai dan memimpin dukuh terbesar yang menjadi tempat
kedudukan Kepala Desapraja adalah juga merangkap menjadi Wakil Kepala Desapraja.
18. Jabatan yang biasa disebut Carik atau Juru tulis dan lain-lain, dalam Undangundang ini
disebut Panitera Desapraja sebagai suatu jabatan yang dalam bentuk sederhana
merupakan Sekretaris dari Desapraja, karena itu ia diangkat dan diberhentikan oleh
hukum itu terdapat sejumlah tenaga-tenaga yang melakukan tugas-tugas tertentu, seperti
didukuh-dukuh lainnya, seterusnya ada pula petugas yang mengawasi pemeliharaan dan
Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
tidak termaksud dalam pengertian Pamong atau pegawai Desapraja, tetapi mereka adalah
pembentu-pembantu Kepala Desapraja dan Pamong Desapraja. Biasanya mereka itu ada
yang, mendapat sekedar bayaran penghargaan jasa, ada pula yang hanya mendapat
sekedar fasilitas tertentu, umpamanya dibebaskan dari pembayaran pajak Desapraja dan
mengatur sesuatu bentuk pembayaran tertentu bagi mereka dengan melalui juga anggaran
keuangan Desaparaja, umpamanya sebagai uang jasa yang tertentu setiap bulannya.
tingkat III susunan yang tersebut diatas itu sudah dapat berkembang menjadi kelengkapan
19. Kewenangan mengurus rumah-tangga sendiri adalah juga hak asal-usul, baik
sejarah dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum. Karena itu adalah hal yang paling
menjadi hak otonomi Daerah. Dilihat dari sudut ini, maka hak otonomi Daerah yang
dikehendaki seluas-luasnya sesuai dengan kemampuan setiap Daerah, adalah hak otonomi
mengurus rumah-tangga sendiri dari setiap Desapraja adalah sebagaimana adanya pada
Selanjutnya setiap waktu kewenangan yang menjadi isi dari otonomi Desapraja itu
dapat diubah, dikurangi atau ditambah dengan maksud-maksud dan tujuan untuk
Ini berarti bahwa dalam perkembangannya nanti, akan ada kewenangan yang
dicabut atau dihapuskan, sebaliknya akan ada pula urusan-urusan Daerah yang akan
diserahkan kepada Desapraja, atau Desapraja itu diikut-sertakan dan diberi tugas ikut
20. Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
20. Dalam penyelenggaraan urusan rumah-tangga Desapraja, akan ada lembagalembaga yang
dianjurkan atau dapat dianjurkan pendiriannya oleh Pemerintah yang dpat
Mesjid dan lain-lainnya, yang lapangan pekerjaannya dan organisasinya bersifat setempat
saja, hanya mendatar dan tidak mempunyai hubungan organisasi yang bersifat vertikal
dan dianjurkan pendiriannya oleh Desapraja serta dibantu dimana perlu bagi kelancaran
pekerjaannya.
lembaga-lembaga seperti Rukun Kampung dan Rukun Tetangga itu akan dapat diberi
memperbesar daya-gunanya untuk menduduki taraf yang lebih baik menuju kepada
peningkatannya menjadi Daerah tingkat III dan ikut-sertanya mengambil bagian dalam
ketentuan ini menjadi pendorong untuk segala aktivitas yang baik dari Desapraja, menurut
ketentuan dan dalam rangka pelaksanaan Manifesti Politik dan segala pedoman
pelaksanaannya.
22. Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
III, yaitu mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dari penduduknya masingmasing.
bersama atau dengan cara lain, apakah bersifat sementara waktu yang endek atau
berjangka panjang, apakah dalam bentuk pengerahan, tenaga bersama dari penduduk
masing- masing untuk sesuatu maksud tertentu dan sebagainya, terserah menurut keadaan
setempat.
23. Mengingat bahwa tugas kewenangan Desapraja itu tidak terpisah bahkan satu
dengan tugas kewenangan Negara dan Daerah, maka setiap kelalaian dalam menjalankan
tugas kewenangan oleh sesuatu Desapraja, akan merugikan bagi kepentingan Negara dan
Oleh Karena itu setiap kelalaian bagaimanapun juga bentuknya, besar atau kecil,
sedikit atau banyak, harus segera diatasi. Karena itu Pemerintah Daerah tingkat I dan
Pemerintah Daerah tingkat II diharuskan mengambil segala tindakan yang perlu untuk
Sebelum ada ketentuan dari Pemerintah Daerah tingkat I, maka Pemerintah Daerah
Jika kelalaian itu terjadi oleh karena Badan Musyawarah Desapraja tidak dapat
atau terhalang memenuhi tugas kewajibannya maka Kepala Desapraja dapat bertindak
tanpa Badan tersebut. Dan kalau kelalaian itu terjadi oleh karena Kepala Desapraja tidak
Desapraja akan ditunjuk untuk menjalankan segala tugas kewenangan Desapraja. Dan
jika tidak ada salah seorang Pamong Desapraja yang dapat diberi beban itu, maka
24. Bab…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
rumah-tangga sendiri berpangkal kepada apa yang ada pada waktu Undang-undang ini
berlaku, demikian juga segala hak atas benda-benda, keuangan dan penghasilan yang ada
pada setiap kesatuan masyarakat hukum yang ada pada waktu Undang-undang ini
setiap waktu dapat diperbaharui, diubah dan ditertibkan kembali dengan keputusan Badan
dengan tuntutan kemajuan yang hendak dicapai, sesuai pula dengan kepentingan
pelaksanaan tugas-kewajibannya.
seperti yang disebutkan diatas, maka Pemerintah Daerah tingkat II dapat mengadakan
ketentuan-ketentuan umum yang sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara. Ini
berarti bahwa dalam ha hak-hak Desapraja atas tanah, cara penggunaannya dan
penyelenggaraannya haruslah tunduk pada garis umum dari politik "landreform" yang
disebutkan dalam Jalannya Revolusi Kita (Jarek), karena itu mengenai soal tanah tersebut,
penghasilan Desapraja haruslah memenuhi tuntutan garis umum dari Jarek untuk
Sesuai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
Sesuai dengan garis tersebut, maka Dasapraja nantinya tidak akan mengenal lagi
sistim tanah bengkok untuk penghasilan Kepala Desapraja dan Pamong Desapraja, tidak
akan mengenal lagi sistim penggunaan tenaga kerja tanpa bayaran seperti janggolan, tidak
akan mengenal lagi penghasilan dan pemberian atau pembagian penghasilan tanpa
keputusan atau tanpa persetujuan Badan Musyawarah Desapraja dan tanpa melalui
anggaran keuangan dan kas Desapraja, sehingga dengan demikian akan berakhirlah
Dalam hubungan ini perlu dijelaskan, bahwa selain tanah-tanah Kas Desapraja
bengkok yang adapun selanjutnya akan dikuasai dan dipergunakan untuk kepentingan
Desapraja, yang berarti bahwa hasil dari tanah-tanah tersebut dimasukkan dalam Kas
Landreform.
26. Seperti telah dikemukakan pada angka ke 14, kecuali sistim demokrasi gotongroyong, juga
gotong-royong secara demokratis adalah juga hal asal-usul menurut adatkebiasaan kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum yang menjadi, pembawaan sejarah
pertumbuhannya. Dan menurut Manipol gotong-royong adalah unsur kepribadian
Indonesia. Bergotong-royong, baik dalam bentuk pengerahan tenaga kerja maupun dalam
bentuk urusan barang dan uang, tetap akan dipelihara dan diperkembangkan, karena
kegotong-royongan inipun merupakan kekayaan yang besar sekali nilainya dan jasanya
jika diselenggarakan sesuai dengan azas-azasnya yang demokratis dan diatur serta
(menggarap) tanah, membuka hutan, memungut (panen dan sebagainya), ada gotongroyong
untuk kepentingan bersama setempat (memelihara jalan-jalan, kuburan, pengairan,
pertemuan, tanah lapang dan lain-lain bangunan) dan ada gotong-royong untuk
kepentingan Negara yang sekalipun tidak langsung, tetapi juga termasuk dalam
Untuk…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Untuk memelihara agar prinsip demokratis dari gotong-royong itu, juga untuk
menghindarkan jangan sampai gotong-royong itu menjadi bersifat rodi atau terlalu banyak
mengganggu hari-hari kerja bagi kepentingan hidup penduduk dan jangan pula melebihi
dari suatu jumlah hari kerja tertentu dalam setiap tahunnya, maka kegotong-royongan itu
akan diatur menurut keputusan Badan Musyawarah Desapraja dan akan diberi batas-batas
27. Karena gotong-royong itu adalah juga merupakan kekayaan yang besar
nilainya dan jasanya, maka berlainan dari masa yang lampau, segala hasil usaha gotongrohong
itu haruslah pula dinilai dalam bentuk uang, umpamanya hasil gotong-royong
ditaksir menurut patutnya, berapa harga hasil dari pekerjaan gotong-royong itu. Gotong
royong membikin betul tanggul atau kerusakan jalan umpamanya, dapat dinilai jasanya
dengan hari-hari kerja yang terpakai dan setiap hari kerja dapat dinilai lagi dengan mata
kekayaan Desapraja dan bersama dengan itu harus dijelaskan pula dalam pembukuan
Dengan cara-cara tersebut diatas, akan terpeliharalah kemurnian dari pada kegotongroyongan itu
dari segala bentuk penyelewengan dari pihak manapun juga.
yang dibangun dan diusahakan oleh Daerah atasannya. Bagain hasil ini mungkin dalam
bentuk menjadi peserta, mungkin juga dalam bentuk lain, umpamanya Desapraja
mendapat bagian karena perusahaan Daerah atasan itu menggunakan bahan-bahan baku
Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
sudah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan
mengadakan serta memungut retribusi Desapraja. Untuk ini perlu ada peraturan yang
ditetapkan oleh Badan Musyawarah Desapraja dan perlu disahkan lebih dulu oleh Kepala
Daerah tingkat II untuk mencegah pemungutan yang berlebih-lebih. Disamping itu seperti
juga Daerah menerima dari Pemerintah Pusat, demikian juga Desapraja hendaknya dapat
menerima dari Daerah pajak Daerah yang diserahkan kepada Desapraja dan sebagai dari
Mengingat jasanya bagi kepentingan Negara dan Daerah, maka sudah sepatutnya
lainnya, terutama bagi Desapraja yang kurang mampu, untuk setiap tugas pembantuan
itu dapat diberikan baik oleh Daerah tingkat I dan tingkat II maupun oleh Negara.
Selain dari semuanya itu, Desapraja juga dimungkin mendapat penghasilan dari
yang selama dimasa lampau bertumpuk-tumpuk menjadi pikulannya. Disamping itu akan
adanya anggaran keuangan Desapraja yang terpelihara dan teratur baik. Ini tidak berarti
penyelenggaraannya. Anggaran keuangan itu cukup diatur dan disusun secara sederhana
dimaksudkan itu.
Bagaimana…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Bagaimana cara mengatur dan menyusun anggaran keuangan, cara mengatur dan
tetapi cukup memenuhi kebutuhan dan mempunyai pula bentuk-bentuk seragam, akan
ditentukan dalam suatu Peraturan Daerah tingkat II dan petunjuk-petunjuk yang perlu
30. Bab V Undang-undang ini mengatur tentang pengawasan dan bimbingan atas
Desapraja. Dalam berbagai pasal Undang-undang ini telah selengkap mungkin diatur
bersifat repressif.
Dalam pada itu hal yang perlu ditekankan disini ialah mengenai maksud pokok
dari segala cara pengawasan itu adalah mengandung kebijaksanaan umum terhadap
Agustus 1945. Dan ini berarti pula bahwa segala cara pengawasan dan bentuk
Desapraja agar secepat mungkin pula dapat ditingkatkan menjadi Daerah tingkat III.
31. Dalam Bab VI diatur cara peningkatan Desapraja menjadi Daerah tingkat III.
Karena Daerah tingkat II adalah Daerah atasan yang terdekat dan yang sehari-hari
tingkat II inilah yang harus menilai apakah sesuatu Desapraja telah cukup matang untuk
ditingkatkan menjadi Daerah tingkat III, baik atas pertimbangan sendiri, maupun setelah
mempertimbangkan keinginan dari Desapraja yang bersangkutan, Jika menurut
pertimbangan dan penilaian Pemerintah Daerah tingkat II sesuatu Desapraja telah cukup
matang untuk ditingkatkan menjadi Daerah tingkat III, supaya hal itu diusulkan kepada
Menteri Dalam Negeri, baik untuk satu Desapraja, maupun beberapa Desapraja bersamasama.
Mengenai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
pembawaan revolusi, telah digabungkan menjadi satu dengn cara apapun juga dan sampai
pada waktu Undang-undang ini berlaku tidak terpecah-pecah kembali. Pemerintah Daerah
menjadi. Daerah tingkat III pada waktu Undang-undang ini dilaksanakan. Tetapi jika
menurut pertimbangan Menteri termaksud peningkatan itu belum sesuai, atau atas
32. Untuk satu masa peralihan (Bab VII), maka semua kesatuan masyarakat hukum
pasal I dan penjelasan umum angka 6 (tetapi yang bukan bekas-bekas Swaparaja yang
akan diatur lain), dengan sendirinya menjadi Desapraja dalam masa peralihan menurut
Undang-undang ini.
Bersama dengan itu, maka Kepala-kepala dari kesatuan masyarakat hukum
tersebut dengan sendirinya pula menjadi Kepala Desapraja dalam masa peralihan, yang
alat-alat kelengkapan lainnya dari undang ini. Ia dibantu oleh alat-alat kelengkapan
lainnya dari kesatuan masyarakat hukum tersebut, yang juga menjadi alat-alat
Dapat difahami bahwa alat-alat kelengkapan lama itu akan mengalami berbagai
kesulitan, karena disamping harus menjalankan tugas kewenangan menurut Undangundang ini,
masih juga harus melaksanakan dan meneruskan tugas kewenangan yang
lama.
Karena itu adalah diharapkan bahwa masa peralihan ini akan dapat diakhiri selekas
mungkin. Sebagai ancer-ancer, masa peralihan ke Desapraja selesai dalam jangka waktu 2
tahun dan 2 tahun setelah itu Desapraja hendaknya sudah dapat ditingkatkan menjadi
Untuk…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
mengatasi segala kesulitan yang ditemui selama masa peralihan, diadakan aturan
Pasal 1.
Undang-undang Dasar pasal 18: "Volksgemeenschappen seperti desa di Jawa dan Bali,
negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya", yang bukan
baru dengan satu nama untuk keseluruhan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang
wilayah Indonesia mempunyai nama asli yang bermacam-macam. Bersama dengan itu
Undang-undang ini memberi dasar dan isi Desapraja itu secara hukum yang berarti
Pasal 2.
Meskipun dalam sub c dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan isntansi atasan
bagi Desapraja adalah Pemerintah Daerah tingkat II, Pemerintah Daerah tingkat I dan
Pemerintah Pusat dengan segala Departemen dan Jawatannya, baik yang berada di Pusat
maupun di Daerah-daerah tingkat I dan II, tidaklah berarti bahwa Desapraja dapat
hierarchie.
Pasal 3…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Pasal 3.
Secara tegas dinyatakan dalam pasal ini bahwa Desapraja itu adalah suatu badan
hukum yang dapat bertindak didalam dan diluar pengadilan sebagai suatu kesatuan yang
Pergantian dari hak mewakili itu hanya dimungkinkan apabila Kepala Desapraja
karena sebab apapun juga berhalangan memenuhi tugas perwakilan itu, atau karena halhal yang
bersifat khusus, umpamanya menghadapi sesuatu perkara, Kepala Desapraja
dapat menunjuk seorang kuasa untuk mewakilinya, umpamanya seseorang akhli hukum.
Siapa yang berhak mewakili Kepala Desparaja, menurut ayat (3) akan ditentukan
Pasal 4.
Karena Desapraja itu banyak yang kecil-kecil, sehingga sukar untuk mempertinggi
daya-guna dan daya kreasinya, malahan akan tidak sesuai dengan tenaga dan keuangan
yang digunakan penyelenggaraan suatu daerah yang kecil dengan penduduk yang sedikit,
itu perlu adanya usul dari Daerah tingkat II yang langsung mengawasi, membimbing dan
bersangkutan.
Selain dari penggabungan yang diusulkan oleh Daerah tingkat II atas dasar
kepentingan umum seperti tersebut diatas, juga Desapraja sendiri yang merasa
yang mempunyai kehendak yang sama untuk bergabung itu (ayat 2).
Setiap…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
dari seluruh alat kelengkapan Desapraja dan harta-benda kekayaan serta sumber-sumber
begitu pula akibat-akibat lain yang mungkin terjadi. Karena itu diharuskan bahwa dalam
Peraturan Daerah tingkat I yang menetapkan penggabungan tersebut, dimuat juga caracara
penyelesaian segala akibat penggabungan itu (ayat 3), sedang Peraturan termaksud
Pasal 5.
Perlu juga ditampung bahwa sesuatu Desapraja mungkin dipecah sehingga menjadi
lebih kecil, terutama Desapraja yang berbatasan dengan Kota-kota (Kota Raya, Kota
Madya atau Kotapraja). Untuk perluasan Kota-kota itu, yang sekarang saja sudah menjadi
persoalan praktis adakalanya sebagian dari daerah Desapraja diperlukan untuk maksud
tersebut, bahkan adakalanya pula seluruh Desapraja itu diperlukan. Dalam hal hanya
sebagian daerah Desapraja yang diperlukan, maka Desapraja yang bersangkutan menjadi
lebih kecil dan kalau kenyataannya nanti sudah tidak akan memenuhi harapan bagi masa
depan Desapraja, mungkin juga yang sudah menjadi kecil itu akan digabungkan lagi
digabungkan menjadi dua atau tiga Desapraja, diantaranya mungkin akan ada sesuatu
Desapraja yang sebagian daerahnya digabungkan kepada Desapraja baru yang satu,
sedang bagian selebihnya kepada Desapraja baru yang lain sebagai hasil
penggabunganpenggabungan itu. Hal ini bisa terjadi karena letaknya atau karena perkembangan
penduduknya, atau karena hubungan ekonominya, atau karena sebab-sebab lain lagi,
digabungkan kepada Desapraja yang berlain-lain/atau kepada Daerah tingkat III, lebihlebih
didaerah-daerah kepulauan.
Pemecahan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Pemecahan dan penggabungan demikian itu atas dasar kepentingan umum dapat
dilakukan dengan melalui prosedure sebagaimana telah diatur dalam pasal 4 ayat (1), juga
mengenai penyelesaian dari segala akibat yang terjadi karena pemecahan itu harus diatur
dan ditentukan dalam Peraturan Daerah tingkat I yang berlakunya setelah disahkan oleh
Pasal 6.
memenuhi syarat-syarat seperti termaksud dalam pasal 1, karena itu diperlukan adanya
pendaftaran.
Daftar ini diperlukan untuk mengetahui dengan jelas berapa adanya Desapraja
pada setiap Daerah tingkat I dan berapa jumlah semua Desapraja diseluruh Indonesia
sejak Undang-undang ini berlaku dan pada setiap waktu kemudian harinya. Hal ini
penting sebagai bahan perhitungan untuk berbagai maksud, baik untuk Pemerintah Pusat
maupun untuk Pemerintah Daerah.
Dari daftar ini juga akan diketahui setiap tahunnya, berapa banyak Desapraja yang
telah ditingkatkan menjadi Daerah tingkat III atau yang telah digabungkan secara utuh
Pasal 7.
Karena dalam perkataan Desapraja itu telah mengandung juga adanya penguasaan
Desapraja.
Pasal 8…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Pasal 8.
Dari semua alat kelengkapan Desapraja, penyelenggara utama dari urusan rumah
tangga Desapraja adalah Kepala Desapraja, yang berkedudukan sebagi pemuka dan
dibebankan kepada Desapraja. Karena itu dalam segala kegiatan kenegaraan yang
dan ditaati.
Lain dari pada ituk mengingat bahwa Kepala Desapraja adalah alat Pemerintah
Pusat, maka dengan demikian dia tidak dapat melepaskan tanggung-jawabnya dalam hal
turut serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Pasal 9.
Sesuai dengan hak asal-usulnya, maka Kepala Desapraja haruslah dipilih langsung
oleh semua penduduk Desapraja, baik lelaki maupun wanita, yang sudah berumur 18
tahun atau sudah dianggap dewasa karena sudah kawin atau sudah pernah kawin, juga
Desapraja yang bersangkutan, karena sudah memenuhi tugas kewajiban yang dibebankan
Dan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
dan lain-lain alasan menurut adat-kebiasaan setempat (ayat 1). Dari hasil pemilihan
tersebut yang menurut peraturan dan menurut adat kebiasaan dapat dianggah sah, hal
mana harus dinyatakan dalam pertimbangan pengangkatan, calon yang mendapat suara
terbanyak mutlak, yaitu yang mendapat suara lebih dari separoh jumlah suara yang
diberikan, diangkat oleh Kepala Daerah tingkat I menjadi Kepala Desapraja untuk suatu
masa jabatan paling lama 8 tahun. Karena disini disebutkan paling lama, jadi mungkin
juga kurang dari 8 tahun, tetapi tentu saja tidak seharusnya kurang dari masa jabatan
dimaksudkan agar supaya Kepala Desapraja itu orang yang mempunyai sebesar mungkin
sebagai pimpinan, kecuali terdapat fakta-fakta bahwa calon prioritas itu tidak dapat
diangkat, sehingga dengan demikian yang berwenang mempunyai cukup alasan untuk
selain dari yang tersebut itu, umpamanya tentang cara memberikan suara, cara
memajukan calon dan lain-lain, dengan tidak merugikan prinsip-prinsip yang telah
ditentukan dalam Undang-undang ini, diserahkan kepada Daerah tingkat I, yang menurut
sementara dan pemberhentian Kepala Desapraja dalam wilayahnya. Peraturan ini harus
Pasal 10.
Pasal ini menentukan syarat-syarat untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi
Kepala Desapraja. Ia haruslah warga Desapraja, seperti penjelasan pasal 9 diatas, berjiwa
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dapat dinyatakan dari riwayat hidupnya bahwa ia turut
Syarat…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Syarat tentang tidak sedang kehilangan hak memilih dan dipilih, adalah
Kecakapan dan pengalaman yang dimaksud ini hendaknya tidak diartikan sempit.
pekerjaan apa saja yang menghendaki kecakapan mengurus dan bakat kepemimpinan,
pandangan hidup serta telah cukup dewasa untuk memikul tanggung jawab sebagai
Kepala Desapraja.
Pasal 11.
Desapraja. Untuk menjamin adanya keseragaman dalam hal larangan rangkapan jabatan
apa saja bagi Kepala desapraja, hal tersebut harus diatur oleh Pemerintah Daerah tingkat I
yang bersangkutan.
Kepala Desapraja merangkap menjadi Kepala Daerah, karena kedua jabatan itu bukan
saja mempunyai kekhusuan tanggung jawab akan kewenangan tugas dan kewajiban yang
dibebankan kepadanya masing-masing, tetapi juga ada saling hubungan dalam hal
pengawasan dan pimpinan, sehingga kedua jabatan tersebut mustahil dapat dirangkap
oleh satu orang. Dapat pula difahami, bahwa umpamanya tidak akan dibenarkan apabila
Pasal 12….
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal 12.
kekosongan penyelenggaraan urusan rumah tangga Desapraja, karena itu sebelum Kepala
Desapraja yang baru dilantik dan menerima penyerahan jabatan, maka Kepala Desapraja
yang lama harus tetap dalam jabatannya. Kalau kewenangan untuk mengngkat Kepala
Desapraja yang ada pada Kepala Daerah tingkat I dapat dikuasakan kepada Kepala
Daerah tingkat II yang bersangkutan (pasal 9 ayat 2), maka dalam hal pemberhentian
Kepala Desapraja tidaklah demikian. Tegasnya, untuk menjaga adanya obyektivitas dalam
hal pemberhentian seseorang Kepala Desapraja, maka tindakan tersebut hanya dapat
dilakukan oleh Kepala Daerah tingkat I atas usul dari Kepala Daerah tingkat II yang
bersangkutan.
Pasal 13.
Ayat (1) pasal ini menghendaki adanya suatu peraturan yang ditetapkan oleh
penghasilan bagi Kepala Desapraja. Segala penghasilan yang diberiken kepada Kepala
Desapraja haruslah melalui anggaran keuangan desapraja yang ditetapkan untuk setiap
tahun anggaran.
Peraturan penghasilan Kepala Desapraja termaksud dalam ayat (1) itu haruslah
mendapat pengesahan lebih dulu dari Kepala Daerah tingkat II (ayat 2), dengan maksud
bukan saja untuk menjaga keseimbangan antara jumlah yang patut diberikan dengan
yang sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam penjelasan umum.
Pasal 14.
Cuiup jelas.
Pasal 15…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Pasal 15.
Nama jabatan, tanda jabatan dan pakaian seragam Kepala Desapraja dan Pamong
Desapraja, agar bersifat Nasional ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedang yang
Pasal 16.
Ayat, (1) pasal ini dimaksudkan untuk mengatur perwakilan Kepala Desapraja
dalam hal ia berhalangan atau tidak dapat melakukan tugasnya, misalnya karena dalam
harus mewakili itu dari pedukuhan tempat kedudukan Kepala Desapraja atau Pamong
Yang menganggap perlu atau tidak perlu diadakannya pemilihan Kepala Desapraja
baru ialah Badan Musawarah Desapraja dengan persetujuan instansi atasan yang
berwenang dan dengan ketentuan bahwa pemilihan Kepala Desapraja baru itu tidak akan
menghambat peningkatan Desapraja yang bersangkutan menjadi Daerah tingkat III (ayat
2).
Lebih jauh lihat penjelasan pasal 3 dan pasal 25 serta penjelasan umum.
Pasal 17.
Ayat (1) pasal ini menentukan bahwa musyawarah Desapraja dilakukan dengan
Jumlah anggotanya, tidak termasuk Ketua (Kepala Desapraja) akan ditetapkan oleh
orang. Jumlah tersebut akan ditetapkan dengan memperhatikan banyaknya dukuh yang
terdapat dalam Daerah Desapraja yang bersangkutan serta banyaknya penduduk (ayat 1
dan 2).
Masa…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
anggota yang mengisi lowongan antar waktu, hanya menjadi anggota selama masa sisa
oleh segenap penduduk Desapraja (ayat 5) yang seperti penjelasan pasal 9 telah menjadi
diatur dalam Peraturan Daerah tingkat I untuk seluruh wilayahnya dan Peraturan ini tidak
mengenai cara pemilihan dan cara pencalonan dan lain-lain dengan tidak mengurangi
sebagai badan perwakilan yang merata mewakili segenap masyarakat Desapraja, maka
dalam peraturan Daerah yang dimaksud haruslah ada ketentuan yang menjamin, bahwa
sesuatu dukuh yang cukup banyak penduduknya dan karena itu patut diwakili, haruslah
Sedang dukuh yang besar-besar, juga dengan melihat jumlah banyaknya penduduk
Oleh karena itu maka cara menetapkan calon terpilih ialah calon yang mendapat
Pasal 18.
Musyawarah Desapraja, yaitu penduduk yang menurut adat kebiasaan setempat telah
menjadi warga Desapraja seperti penjelasan pasal 9, telah berumur sedikitnya 21 tahun,
suatu tingkat umur yang dapat dianggap sudah dapat memikul tanggung jawab untuk
Syarat…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
diperlukan untuk menjaga agar anggota Badan Musyawarah Desapraja setiap waktu dapat
menghadiri rapat-rapat yang diadakan, juga untuk menjamin bahwa dia selalu berada di
tengah-tengah masyarakat Desapraja untuk dapat memahami kehendak dan pikiranpikiran yang
hidup di tengah-tengah masyarakat Desapraja.
setidak-tidaknya cakap menulis dan membaca Bahasa Indonesia dalam huruf Latin.
Kecakapan di sini tentunya diperlukan secara yang setimpal bagi keperluan memenuhi
tugas kewajiban keanggotaan Badan Musyawarah Desapraja yang akan banyak membaca
dan menulis.
Haluan Negara itu bersama dengan segala pedoman pelaksanaannya, dengan perkataan
dan perbuatan.
Syarat ini tidak terpisah dari syarat berikutnya (huruf f), yaitu tidak menjadi
Huruf a dari pasal ini menentukan jenis jabatan-jabatan Desapraja yang tidak boleh
dirangkap oleh anggota Badan Musyawarah Desapraja. Selain dari itu, maka jabatanjabatan apa
dan pekerjaan-pekerjaan apa yang juga tidak boleh dirangkap dengan
Dalam…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
dan hal-hal yang mungkin merugikan Desapraja dan masyarakatnya, juga harus
sidang).
haruslah dijaga jangan sampai seseorang anggota Badan Musyawarah Desapraja sampai
keseimbangan antara kepentingan Desapraja dan Masyarakat Desapraja itu, maka dalam
Yang mungkin dibanding tentunya pemberhentian atas dasar ayat (1) huruf c dan
Pasal 21.
Cukup jelas.
Penyesuaian termaksud dalam ayat (3) pasal ini berarti penyesuaian kata-kata yang
perlu, yaitu perkataan "Kepala Desapraja" diganti dengan perkataan "anggota Badan
Musyawarah Desapraja".
Pasal 22
Pimpinan Badan Musyawarah Desapraja terdiri dari seorang Ketua dan beberapa
Kepala…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Ketua akan dipilih dari dan oleh anggota Badan Musyawarah Desapraja sendiri yang
bukanlah Wakil Kepala Desapraja, tetapi adalah salah seorang Wakil Ketua Badan
Pasal 23.
Cukup jelas.
Pasal 24.
keputusan dengan kata mufakat sebagai hasil musyawarah, sesuai dengan prinsip
Dalam hal belum terdapat kata mufakat untuk mengambil sesuatu keputusan
mengenai sesuatu soal, maka pembicaraannya dapat ditunda untuk memberi kesempatan
mengadakan pembicaraan dari hasi kehati dilur rapat, juga memberi kesempatan kepada
untuk mencapai kata mufakat, sedang soal yang dibicarakan perlu ada keputusannya,
maka keputusan atas soal tersebut diserahkan kepada Pimpinan, yaitu Ketua dan Wakilwakil
Ketua Badan Musyawarah Desapraja.
Jika dengan jalan inipun belum juga tercapai kata mufakat, maka sebagai tindakan
Pasal 25….
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Pasal 25.
menjadi Kepala dan memimpin sesuatu dukuh dalam daerah Desapraja. Mereka
urusan rumah-tangga Desapraja untuk dukuh yang dikepalai dan dipimpinnya itu. Mereka
bertanggung jawab kepada Kepala Desapraja.
lingkungan wilayahnya.
Untuk menjamin itu, maka calon-calon Pamong Desapraja yang jumlahnya sedikitdikitnya dua
dan sebanyak-banyaknya tiga orang untuk masing-masing, dukuh, tidak
didasarkan atas hasil pemilihan langsung dari penduduk, tetapi diajukan oleh Kepala
tetap diperhatikan, yaitu dalam bentuk persetujuan Badan Musyawarah Desapraja atas
Masa jabatan Pamong Desapraja dibatasi juga paling lama 8 tahun sama dengan
masa jabatan Kepala Desapraja. Diwaktu terjadi keberhentian para Pamong Desapraja
karena berakhir masa jabatannya, maka sebelumnya Pamong Desapraja yang baru dilantik
dan menerima jabatan, Pamong Desapraja yanglama harus tetap menjalankan tugas
kewenangannya.
Pasal 26.
Penyesuaian kata-kata sumpah atau janji termaksud dalam ayat (3) berarti bahwa
Pasal 27…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
Pasal 27.
Untuk itu lihat penjelasan pasal 13 dan selanjutnya lihat penjelasan umum.
Pasal 28.
umumnya dan tata-usaha Kepala desapraja pada khususnya. Ia berada langsung dibawah
perintah dan pimpinan Kepala Desapraja, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala
Dalam pasal ini tidak ditegaskan siapa yang harus mencalonkan seseorang untuk
menjadi panitera Desapraja. Ini berarti calon tersebut dapat dicalonkan oleh Kepala
Desapraja dan dapat juga dicalonkan oleh anggota-anggota Badan Musyawarah Desapraja
atau dicari bersama-sama setelah itu resminya dicalonkan atau dikemukakan oleh Kepala
Dasapraja. Yang sebaik-baiknya adalah bahwa calon itu sudah disetujui bersama lebih
dulu, dengan memperhatikan bahwa Panitera itu nanti haruslah betul-betul dapat bekerja
Desapraja. Syarat-syarat kecakapan juga tidak disebutkan dalam pasal ini, hal ini terserah
kepada pertimbangan, bahwa syarat yang diperlukan haruslah sesuai dengan tugas yang
akan diberikan kepadanya (tentunya tidak mungkin orang yang buta huruf dan sedikit
tetapi hendkanya memenuhi keperluan untuk bahan pengawasan dan penilaian tentang
keberesan dan kemajuan penyelenggaraan urusan rumah-tangga Desapraja. Karena itu,
Desapraja.
Pasal 29…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
Pasal 29.
Pasal 30.
Segala karya dari Petugas-petugas Desapraja tersebut dalam pasal ini termasuk
menjadi pegawai, manakala Desapraja telah meningkat menjadi Daerah tingkat III,
mungkin juga sebelum itu, tergantung menurut keadaan kemajuan Desa-praja yang
bersangkutan.
Karena itu juga, berlainan dari masa yang lampau, Petugas-petugas tersebut itu
tidak lagi dipilih, melainkan akan diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Desapraja,
dengan syarat persetujuan Badan Musyawarah Desapraja. Untuk setiap dukuh, caloncalon
Petugas-petugas yang diperlukan oleh dukuh masing-masing akan dicalonkan oleh
bahwa Petugas-petugas yang menurut adat-kebiasaan setempat memang telah ada tidak
dihapuskan, yang berarti pula dapat ditambah dengan Petugas-petugas lainnya jika
Pasal 31.
Pasal 32.
Jumlah…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
separoh dari jumlah anggota Badan Musyawarah Desapraja. Penetapan batas keanggotaan
ini mengandung maksud juga agar Badan Pertimbangan Desapraja itu jangan sampai
sama dengan masa jabatan Kepala Desapraja, dengan maksud agar Kepala Desapraja
yang baru mendapat kebebasan untuk memperbaharui susunan keanggotaan Badan
kehormatan, maka keanggotaan Badan tersebut tidak membawa sesuatu akibat keuangan.
Pasal 33.
Pasal 34.
Ayat (1) menentukan adanya wewenang asal-usul dari Desapraja yang berhak
pasal 1.
adalah segala tugas kewenangan yang ada berdasarkan hukum adat atau peraturanperundangan
dan peraturan-peraturan Daerah atasan yang berlaku, sepanjang tidak
Hukum adat yang dimaksud adalah yang tidak bertentangan dengan revolusi.
Seterusnya tugas kewenangan itu tidak diubah, ditambah atau dikurangi menurut
dengan maksud untuk meningkatkan Desapraja itu nanti menjadi Daerah tingkat III.
Pasal 35…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Pasal 35.
tugas kewenangan Desapraja. Mengingat bahwa Daerah tingkat II inilah yang terutama
langsung membimbing dan mengawasi Desapraja bawahannya, maka jika Daerah tingkat
Ayat (2) menentukan, bahwa setiap kali dilakukan penyerahan haruslah disertai
demikian maka Desapraja itu tidak saja diperbanyak tugas kewajibannya, tetapi juga
Pasal 36.
Selain penyerahan wewenang sebagai termaksud dalam pasal 35, kepada Desapraja
juga dapat dibebankan tugas-tugas pembantu 1, baik oleh Pemerintah Daerah tingkat II
Desapraja itu akan diberikan oleh Kepala Desparaja kepada pihak yang memberikan tugas
pembantuan tersebut. Untuk tertibnya pertanggungan jawab itu dan mengingat pula tugas
oleh Kepala Desapraja dengan melalui Kepala Daerah tingkat II. Hal ini hendaknya
diperhatikan oleh instansi-instansi yang memberikan tugas pembantuan tersebut (ayat 2).
Pasal 37…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 41 -
Pasal 37.
Lembaga-lembaga Kemasyarakatan.
Pasal 38,
Cukup jelas.
Pasal 39.
salinan keputusan Desapraja itu dikantor Desapraja, di Balai temrpat bersidang Badan
Musyawarah Desapraja atau ditempat-tempat umum seperti dipasar dan lain-lain. Jika
tidak demikian atau selain dari itu, akan ditentukan oleh Kepala Daerah tingkat I caracara yang
seragam, umpamanya dengan memuatkannya dalam Lembaran Daerah tingkat I
Pasal 40.
Dalam arti mengusahakan dan membela kepentingan itu termasuk juga haknya
Desapraja untuk menuntut sesuatu bantuan yang diperlukan dari Daerah atasannya.
dalam satu lingkungan Daerah tingkat II (pasal 41), antara Desapraja dengan Daerah
tingkat III dalam satu lingkungan Daerah tingkat II (pasal 42) dan antara Desapraja
dengan Desapraja atau antara Desapraja dengan Daerah tingkat III yang terletak dalam
Kerjasama…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
guna memelihara kecukupan persediaan air bagi keperluan bersama, untuk bersama-sama
Pasal 45.
Kelalaian yang berakibat merugikan seperti dimaksud pasal ini, mungkin terjadi
oleh karena kesalahan Kepala Desapraja atau kesalahan Badan Musyawarah Desapraja
atau oleh kedua alat-kelengkapan Desapraja yang terpenting itu atau kapan Desapraja
lainnya tidak dapat digunakan yang sesuai dengan kepentingannya, karena itu harus
ditaati dan diselesaikan oleh pemerintah Darah tingkat I, sebagai dimaksud ayat (1).
Karena yang langsung bertugas untuk mengawasi dan memimpin Desapraja itu
adalah Pemerintah Daerah tingkat II, maka penilaian atas kelalaian itu dinyatakan oleh
Kepala Daerah tingkat II yang berewenang dengan menyatakan juga alat kelengkapan
Ayat (3) dan ayat (4) menentukan tindakan-tindakan yang segera harus diambil
oleh Kepala Daerah tingakat II, sebelum Pemerintah Daerah tingkat I mengambil
Pada tingkat permulaan, maka segala harta-benda kekayaan dan segala macam
Untuk…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
fungsi dan masa depannya Desapraja, sterusnya akan dilaksanakan menurut ketentuanketentuan
umum yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tingkat II (pasal 47).
Pasal 48.
pinjaman uang dimaksud pada sub b baru boleh diberikan, setelah ada jaminan dan
terdapat buktibukti, bahwa Desapraja yang bersangkutan mempunyai bonafiditas dan
Pasal 49.
Pasal 50.
Gotong-royong yang dimaksudkan pasal ini adalah pengerahan tenaga gugurgunung yang
diperlukan dengan segera atau secara mendadak, umpamanya untuk
melawan dan mengatasi bahaya alam seperti banjir, gunung meletus dan lain-lain atau
untuk melawan hama tanaman yang dalam tempo singakt mungkin merusak hasil panen.
lebih dulu rapat Badan Musyawarah Desapraja untuk memutuskannya, karena itu Kepala
Desapraja dapat bertindak sendiri mengerahkan tenaga kerja gotong-royong pada setiap
Pasal 51.
Pasal 52…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 44 -
Pasal 52.
untuk menjaga jangan sampai Desapraja dirugikan. Selain dari itu Dasapraja juga dapat
menjadi peserta dari perusahaan Daerah atasan untuk mendapat bagian hasil atau
mendapat bagian hasil karena sesuatu jasa yang diberikan oleh Desapraja (ayat 1). Yang
Musyawarah Desapraja yang harus disahkan lebih dulu oleh Kepala Daerah tingkat II
Pasal 53.
(ayat 1 ). Sedang untuk menghapuskan pajak Desapraja hanya dapat dilakukan dengan
semestinya tidak dibayar. Pembayaran kembali pajak dimaksud harus dilakukan secara
langsung tanpa ditunda-tunda. Penghapusan pajak dimaksud dapat terjadi dalam dua hal,
yaitu seseorang dihapuskan pajaknya karena sesuatu sebab yang diatur dalam peraturan
Pasal 54…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
Pasal 54.
Untuk memperbesar daya-guna Desapraja dalam turut membangun masyarakat adil
dan makmur, maka kecuali tugas kewajibannya dapat ditambah, juga kemampuan
penyerahan pajak-pajak Daerah ata diberikan sebagian dari hasil pungutan pajak Daerah.
Disamping itu kepada Desapraja juga dapat diberikan bantuan keuangan, terutama
Pasal 55.
usaha produktif yang dapat menambah penghasilan dan lain-lain usaha yang sesuai
Pasal 56.
Cukup jelas.
Pasal 57.
dengan peraturan Daerah tingkat II berdasarkan pedoman Kepala Daerah tingkat I, supaya
Pasal 58…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
Pasal 58.
Setiap Desapraja harus membikin anggaran keuangan untuk setiap tahunnya yang
keuangan tersebut dapat secara sederhana, tetapi memberikan bahan-bahan yang perlu
petunjuk dan bimbingan dari Kepala Daerah tingkat II berdasarkan pedoman Kepala
Daerah tingkat I.
keuangan, termasuk juga pengeluaran dan pemasukan uang sebagai ganti nilai dari
Anggaran keuangan Desapraja yang oleh Kepala Daerah tingkat II tidak dapat
Pasal 59.
Desapraja yang tidak dapat berlaku sebelum disahkan oleh Kepala Daerah tingkat II
untuk kepentingan pengawasan dan bimbingan. Supaya hal itu tidak bersifat menghambat,
maka pasal ini memungkinkan bahwa sesuatu keputusan Desapraja yang telah lebih dari
tiga bulan lamanya belum disahkan atau dibatalkan atau diperpanjang menurut ayat (2),
maka keputusan tersebut dapat dilaksanakan secara sah (ayat 1).
Jika…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
Jika jangka waktu tiga bulan tersebut ternyata belum cukup untuk keperluan
penelitian atau karena sesuatu sebab lainnya, Kepala Daerah tingkat II dapat menetapkan
bahwa jangka waktu tersebut harus diperpanjang lagi untuk suatu masa tertentu, tetapi
tidak boleh lebih lama dari tiga bulan pula. Ketentuan perpanjangan waktu tersebut
haruslah disampaikan kepada Desapraja yang bersangkutan sebelum habis jangka waktu
memberikan segala keterangan yang diminta, baik oleh Pemerintah Daerah tingkat II
maupun tingkat I atau oleh petugas-petugas yang ditunjuk oleh Daerah atasan tersebut
(ayat 3).
Pasal 60.
bersifat preventif maupun yang bersifat repressif, adalah memberikan bimbingan kepada
pelaksanaan kewenangan tugas dan kewajiban tersebut, dapat mempertinggi dayagunanya, dapat
mendorong perkembangan kemajuannya sesuai dengan hri depan
Oleh karena itu, maka untuk maksud-maksud tersebut, dimana perlu atau atas
Pasal 61.
dibatalkan pelaksanaannya oleh Kepala Daerah tingkat II, keputusan mana disampaikan
kepada Desapraja yang bersangkutan dengan disertai segala keterangan yang perlu (ayat 1
dan 2).
Setiap…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 48 -
lanjutan dalam bentuk pembatalan segala akibat yang telah terjadi karena pelaksanaan
keputusan yang dibatalkan itu, sebegitu jauh hal itu memang masih mungkin dibatalkan
dan memang patut dibatalkan. Tentu akan ada akibat-akibat yang tidak mungkin
dibatalkan lagi atau memang tidak patut dibatalkan lagi, umpamanya sesuatu pungutan
yang sudah masuk kas Desapraja dan sudah diperhitungkan dalam anggaran keuangan,
tidak seharusnya pungutan itu dibayarkan kembali kepada yang membayar dalam tahun
anggaran yang sedang berjalan, melainkan dalam tahun anggaran yang berikutnya atau
sesuatu bangunan yang sudah didirikan, padahal kalau dirobohkan kembali hanya akan
merugikan dan tidak nyata perlunya untuk dirobohkan lagi, sebaiknya biarlah tetap berdiri
(ayat 3).
keputusan terakhir apakah pertangguhan itu akan disusul dengan pembatalan atau tidak.
Tetapi jika telah lewat tiga bulan sejak diterima keputusan pertangguhan tidak juga
disusul oleh keputusan pembatalan dan tidak diperpanjang (pasal 59 ayat 2) maka dengan
dengan sah.
Pasal 62.
Sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam pasal 40, maka sesuatu keputusan
Desapraja yang ditolak pengesahannya atau dibatalkan atau dipertangguhkan oleh Kepala
Daerah tingkat II, padahal menurut pertimbangan kepala Desapraja dan Badan
tidak tepat atau tidak cukup kuat alasannya, maka Desapraja dapat memajukan banding
kepada Kepala Daerah tingkat I dalam jangka waktu satu bulan terhitung sejak keputusan
bandingan yang dimajukan, Desapraja harus mentaati keputusan Kepala Daerah tingkat II
Ayat (4)…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 49 -
keputusannya dalam jangka waktu enam bulan, terhitung sejak diterimanya bandingan
Jangka waktu ini ditetapkan cuku lama, karena itu jika sudah lewat enam bulan,
tetapi belum juga ada sesuatu keputusan Kepala Daerah tingkat I apakah menolak atau
bandingan Desapraja itu dianggap dengan sendirinya sudah diterima, sehingga keputusan
yang ditolak pengesahannya dianggap sah, yang dibatalkan berjalan kembali, yang
Pasal 63.
bawahannya telah mencapai tingkat yang patut untuk menjadi daerah tingkat III, maka hal
ini harus diusulkan kepada Pemerintah Daerah tingkat I yang akan meneruskan usul
Desapraja dalam daerahnya untuk bersama-sama dibentuk menjadi Daerah tingkat III.
Dalam ayat (2) pasal ini ditentukan kemungkinan bahwa beberapa kesatuan
masyarakat hukum yang pada saat Undang-undang ini berlaku telah tergabung menjadi
satu, baik karena akibat revolusi ataupun berdasarkan sesuatu keputusan penguasa
Pemerintah Daerah tingkat I untuk langsung dijadikan Daerah tingkat III (jika hal itu
dianggap sudah tepat). Jika ternyata keadaannya belum memungkinkan, maka gabungan
itu akan menjadi Desapraja sebagaimana dan menurut cara yang termaksud dalam pasal
64.
Pasal 64…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
Pasal 64.
yang ada, maka semua kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah ada dan
pasal 1, tidak menjadi Desapraja, maka setiap kesatuan masyarakat hukum yang menjadi
Desapraja akan dinyatakan ketegasannya dengan suatu keputusan Menteri Dalam Negeri.
wilayah Indonesia, maka supaya pernyataan tersebut diatas segera dapat dilaksanakan
disemua Daerah tingkat I dalam tempo singkat, pernyataan termaksud dalam ayat (1)
Pasal 65 dan 66
Untuk masa peraihan tidak dapat lain bahwa segala alat kelengkapan lama dari
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang ada harus dengan sendirinya menjadi alat
kelengkapan Desapraja.
menduduki fungsi Kepala Desapraja dengan segala kewenangannya menurut Undangundang ini.
Demikian juga lembaga-lembaga yang merupakan perwakilan atau yang
Mereka itu semua adalah alat kelengkapan Desapraja dalam masa peralihan.
Sebagai…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 51 -
Sebagai petugas-petugas dalam masa perlihan, maka mereka menjalankan tugaskewajiban dalam
bentuk meneruskan tugas-kewajibannya yang lama, bersamaan dengan
pelaksanaan tugas dan kewajiban menurut ketentuan dan maksud Undang-undang ini,
maka tugas dan kewajiban yang tersebut belakangan inilah yang harus berlaku.
Pasal 67.
Cukup jelas.
Pasal 68.
Untuk menyempurnakan pelaksanaan Undang-undang ini, termasuk mengatur halhal yang belum
diatur dalam Undang-undang ini, akan diatur lebih jauh dalam peraturanperundangan lainnya.
Segala kesulitan yang timbul karena pelaksanaan Undang-undng ini dapat diatasi
dan diatur serta diputuskan oleh Menteri Dalam Negeri, baik dengan mengadakan
Pasal 69.
Cukup jelas.
TENTANG
Menimbang ;
b.bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber hukum bagi seluruh perangkat Negara ;
c.bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kedudukan Pemerintah
Daerah sejauh mungkin diseragamkan;
f.bahwa penyelenggaraan pemerintahan di daerah, selain didasarkan pada azas desentralisasi dan
azas dekonsentrasi juga dapat diselenggarakan berdasarkan azas tugas pembantuan;
g.bahwa untuk mengatur yang dimaksud di atas, perlu ditetapkan Undang- undang tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
Mengingat :
1.Pasal-pasal 5 ayat (1), 18, dan 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ;
5.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-
undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1969 Nomor 37; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2901);
MEMUTUSKAN :
BAB I
PENGERTIAN - PENGERTIAN
Pasal 1
b.Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah tingkat
atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya ;
c.Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
d.Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah tingkat
atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya ; *4596
e.Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
f.Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala
Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabatnya di daerah:
i.Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan dan
menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Menteri Dalam Negeri
bagi Daerah Tingkat I dan Gubernur Kepala Daerah bagi Daerah Tingkat II, sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
k.Polisi Pamong Praja adalah perangkat Wilayah yang bertugas membantu Kepala Wilayah
dalam menyelenggarakan pemerintahan khususnya dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan
kewajiban di bidang pemerintahan umum.
BAB II
PEMBAGIAN WILAYAH
Pasal 2
BAB III
DAERAH OTONOM
Pasal 3
(1)Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan
Daerah Tingkat II.
Pasal 4
(2)Pembentukan, nama, batas, ibukota, hak dan wewenang urusan serta modal pangkal Daerah
yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Undang-undang.
(3)Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama
Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 5
Dengan Undang-undang, suatu Daerah dapat dihapus apabila ternyata syarat-syarat dimaksud
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini sudah tidak terpenuhi lagi sehingga tidak mampu mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Pasal 6
Pasal 7
Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
(2)Penambahan penyerahan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, disertai perangkat,
alat perlengkapan, dan sumber pembiayaannya.
Pasal 9
Sesuatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dapat ditarik kembali dengan
peraturan perundang-undangan yang setingkat. *4598 Pasal 10
Pasal 11
(2)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12
Pasal 13
(1)Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 14
Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah ialah Warganegara Indonesia yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
b.setia dan taat kepada PANCASILA dan Undang-Undang Dasar *4599 1945;
d.tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap kegiatan yang
mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA dan
Undang-Undang Dasar 1945, seperti gerak an G-30-S/PKI dan atau Organisasi terlarang lainnya
;
g.berwibawa ;
h.jujur ;
i.cerdas, berkemampuan, dan trampil ; j.adil ; k.tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan
Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti ;
1.sehat jasmani dan rokhani ; m.berumur sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi
Kepala Daerah Tingkat I dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat II ; n.mempunyai
kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan ; o.berpengetahuan
yang sederajat dengan Perguruan Tinggi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat
dipersamakan dengan Sarjana Muda bagi Kepala Daerah Tingkat I dan berpengetahuan sederajat
dengan Akademi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan
Sekolah Lanjutan Atas bagi Kepala Daerah Tingkat II.
Pasal 15
(1)Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyknya 5 (lima) orang calon yang telah
dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/
Pimpinan Fraksi-fraksi depan Menteri Dalam Negeri.
(2)Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-
dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
(3)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 16
(1)Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah
dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah.
(2)Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala
Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. *4600
(3)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan
peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 17
(1)Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal
pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 18
(1)Sebelum memangku jabatannya Kepala Daerah diambil sumpahnya/ janjinya dan dilantik oleh
:
(3)Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Kepala Daerah untuk mengambil
sumpah/janji dan melantik Kepala Daerah Tingkat II atas nama Menteri Dalam Negeri.
(4)Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah sebagai
berikut : "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Daerah,
langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau
menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga
sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Daerah
dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan
PANCASILA sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya
atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam
menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan
Negara dan Daerah daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan dan akan
menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah, dan martabat Pejabat Negara.
Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu memajukan
kesejahteraan Rakyat Indonesia pada umumnya dan memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia
di Daerah pada khususnya dan akan setia kepada Bangsa dan *4601 Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(5)Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan bagi Kepala Daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Kedudukan, kedudukan keuangan, dan hak kepegawaian lainnya bagi Kepala Daerah, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
c.melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang memberikan keuntungan baginya dalam hal-hal yang
berhubungan langsung dengan. Daerah yang bersangkutan ;
Pasal 21
Kepala Daerah berhanti atau diberhentikan oleh pejabat yang berhak mengangkat, karena :
a.meninggal dunia ;
c.berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Daerah yang baru.
d.melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang ini ;
e.tidak lagi memenuhi sesuatu syarat yang dimaksud dalam Pasal 14 Undang-undang ini ;
g.sebab-sebab lain.
Pasal 22
(1)Kepala Daerah menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Daerah.
(2)Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah
menurut hierarkhi bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
(3)Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah
berkewajiban memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila
diminta oteh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4)Pedoman tentang pemberian keterangan pertanggung jawaban yang dimaksud dalam ayat (3)
pasal ini, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. *4602 Pasal 23
(2)Apabila dipandang, perlu Kepala Daerah dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk
mewakilinya.
Bagian Keenam Wakil Kepala Daerah
Pasal 24
(1)Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi
persyaratan.
(2)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan,
Gubernur Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat I kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri.
(3)Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari
Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.
(4)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan,
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat II
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah.
(7)Ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal-pasal 14, 19, 20 dan 21 Undang-undang ini
berlaku juga untuk Wakil Kepala Daerah.
(8)Wakil Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri
atas nama Presiden bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat I dan oleh Gubernur Kepala Daerah atas
nama Menteri Dalam Negeri bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat II.
(9)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (4) pasal ini diatur
lebih lanjut dengan Peaturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 25
(1)Wakil Kepala Daerah membantu Kepala Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
sehari-hari sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Apabila Kepala Daerah berhalangan, Wakil Kepala Daerah menjalankan tugas dan wewenang
Kepala Daerah sehari-hari.
Pasal 26
*4603 Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur tentang penjabat yang mewakili Kepala
Daerah dalam hal Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan.
Paragrap I Umum
Pasal 27
Susunan, keanggotaan, dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, begitu juga
sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi Anggota-anggotanya
diatur dengan Undang-undang.
Pasal 28
(1)Kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota bewan Perwakilan Rakyat Daerah
diatur denpn Peraturan Daerah.
(2)Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diatur dengan Peraturan Daerah.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini dibuat sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, berlaku sesudah ada
pengesahan pejabat yang berwenang.
Pasal 29
(1)Untuk dapat melaksanakan fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai hak :
a.Anggaran;
c.meminta keterangan;
d.mengadakan perubahan;
f.prakarsa;
g.penyelidikan.
(2)Cara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f
pasal ini, diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3)Cara pelaksanaan hak penyelidikan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf g pasal ini, diatur
dengan Undang-undang.
Pasal 30
b.menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekwen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c.bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang
diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah ;
d.memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan Rakyat dengan berpegang pada
program pembangunan Pemerintah.
Pasal 31
(1)Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun.
(2)Kecuali yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, atas permintaan sekurang-kurangnya
seperlima jumlah Anggota atau atas permintaan Kepala Daerah, Ketua memanggil Anggota-
anggota untuk bersidang dalam waktu 1 (satu) bulan setelah permintaan itu diterima.
(4)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini diatur dalam
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 32
(1)Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada dasarnya bersifat terbuka untuk umum.
(2)Atas permintaan Kepala Daerah, atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima jumlah
Anggota atau apabila dipandang perlu oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dapat
diadakan rapat tertutup.
d.perusahaan Daerah ;
g.persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ; *4605 h.pemilihan Ketua dan Wakil
Ketua dan pelantikan Anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4)Semua yang hadir dalam rapat tertutup wajib merahasiakan segala hal yang dibicarakan dan
kewajiban itu berlangsung terus baik bagi Anggota maupun pegawai/pekerja yang mengetahui
halnya dengan jalan apapun, sampai Dewan membebaskannya.
Pasal 33
(1)Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat dituntut dimuka Pengadilan karena
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik
dalam rapat terbuka maupun dalam rapat tertutup, yang diajukan secara lisan maupun tertulis
kepada Pimpinan Dewan Perwakilna Rakyat Daerah, Kepala Daerah atau Pemerintah, kecuali
jika dengan pernyataan itu ia membocorkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk
dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan-ketentuan mengenai pengumuman
rahasia Negara dalam BUKU KEDUA BAB I Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 34
(1)Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Peraturan Tata Tertib yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada
pengesahan pejabat yang berwenang.
Paragrap 4
Ketentuan apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat menjalankan Fungsi dan
Kewajibannya.
Pasal 35
(1)Apabila ternyata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I melalaikan atau karena sesuatu
hal tidak dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya sehingga dapat merugikan Daerah atau
Negara, setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala Daerah, Menteri Dalam Negeri
menentukan cara bagaimana hak, wewenang, dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
itu dijalankan.
(2)Bagi Daerah Tingkat II penentuan cara yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dilakukan
oleh Gubernur Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah yang bersangkutan.
Pasal 36
*4606 (1)Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah unsur staf yang membantu
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan tugas dan kewajibannya.
(2)Pembentukan, susunan organisasi, dan formasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
Pasal 37
(1)Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
(2)Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Dalam Negeri
dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.
(3)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan,
Gubernur Kepala Daerah mengajukan calon Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tingkat I kepada Menteri Dalam Negeri.
(4)Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II diangkat oleh Gubernur Kepala
Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.
(5)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan,
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tingkat II kepada Gubernur Kepala Daerah.
(6)Persyaratan dan tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2), (3), (4)
dan (5) pasal ini diatur dengan Peraturan Manteri Dalam Negeri.
Pasal 38
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan Peraturan
Daerah.
Pasal 39
(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi
tingkatannya.
(2)Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
(3)Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang *4607 termasuk urusan rumah
tangga Daerah tingkat bawahnya.
Pasal 40
(2)Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam
Lembaran Daerah yang bersangkutan.
(3)Peraturan Daerah yang tidak memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal yang
ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.
(1)Peraturan Daerah Tingkat I dan Peraturan Daerah Tingkat II dapat memuat ketentuan
ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.50.000,-(Limapuluh ribu- rupiah) dengan atau tidak dengan merampas barang tertentu untuk
Negara, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
(3)Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
Pasal 42
(1)Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan
hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
Pasal 43
Pasal 44
(2)Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah dan ditandatangani serta oleh Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 45
Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan Peraturan
Daerah atau urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan.
Pasal 46
(1)Di Daerah dibentuk Badan Pertimbangan Daerah yang keanggotaannya terdiri dari Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan unsur Fraksi-fraksi yang belum terwakili dalam Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2)Badan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini bertugas untuk memberikan pertimbangan-
pertimbangan kepada Kepala Daerah.
(3)Pembentukan, jumlah Anggota dan tata kerja Badan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan
(2) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Bagian Kesepuluh Sekretariat Daerah
Pasal 47
(1)Sekretariat Daerah adalah unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan Daerah.
(2)Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Sekretariat Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang,
Pasal 48
(2)Sekretaris Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang
memenuhi persyaratan atas usul Gubernur Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3)Sekretaris Daerah tingkat II diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam
Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan atas usul Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. *4609
(4)Persyaratan dan tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (3)
pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(5)Apabila Sekretaris Daerah berhalangan menjalankan tugasnya, maka tugas Sekretaris Daerah
dijalankan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Pasal 49
(2)Pembentukan susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
Pasal 50
(1)Pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu, dan hal-
hal lain mengenai kedudukan hukum Pegawai Daerah, diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
Pasal 51
(1)Pegawai Negeri dari sesuatu Departemen dapat diperbantukan atau dipekerjakan kepada
Daerah, dengan Keputusan Menteri atas permintaan Kepala Daerah yang bersangkutan.
(2)Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat dan hubungan kerja
Pegawai Negeri yang bersangkutan dengan perangkat Daerah sepanjang diperlukan.
Pasal 52
(1)Pegawai Daerah Tingkat I dapat diperbantukan atau dipekerjakan kepada Daerah Tingkat II
dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I, atas permintaan Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
(2)Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat dan hubungan kerja
Pegawai Daerah yang bersangkutan dengan perangkat Daerah Tingkat II sepanjang diperlukan.
Pasal 53
*4610 Semua pegawai, baik Pegawai Negeri maupun Pegawai Daerah, yang diperbantukan atau
dipekerjakan kepada sesuatu Daerah berada di bawah pimpinan Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 54
(1)Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Daerah di atur oleh Kepala Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Negeri yang diperbantukan atau dipekerjakan
kepada Daerah di atur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
(1)Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang pajak dan retribusi Daerah.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang, menurut cara yang diatur dalam Undang-undang dan tidak boleh
berlaku surut. *4611 (4)Pengembalian atau pembebasan pajak Daerah dan atau retribusi Daerah
hanya dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah.
Pasal 59
(1)Pemerintah Daerah dapat mengadakan Perusahaan Daerah yang penyelenggaraan dan
pembinaannya dilakukan berdasarkan azas ekonomi perusahaan.
Pasal 60
(1)Dengan Peraturan Daerah dapat diadakan usaha-usaha sebagai sumber pendapatan Daerah.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yang berwenang.
Pasal 61
(1)Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membuat
Keputusan untuk mengadakan hutang-piutang atau menanggung pinjaman bagi kepentingan dan
atas beban Daerah.
(2)Dalam Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan juga
sumber pembayaran bunga dan angsuran pinjaman itu serta cara pembayarannya.
(3)Keputusan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan Menteri
Dalam Negeri.
Paragrap 2
Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan serta Barang-barang Milik Daerah
Pasal 62
(2)Uang Daerah disimpan pada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah.
(3)Selama belum ada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah, atas permintaan Pemerintah
Daerah, Menteri Keuangan dapat menugaskan Kas Negara atau Bank Pemerintah tertentu untuk
melaksanakan pekerjaan mengenai penerimaan, penyimpanan, pembayaran atau penyerahan
uang, surat bernilai uang dan atau barang untuk kepentingan Daerah.
Pasal 63
(1)Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani *4612 kepentingan umum tidak
dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan,
kecuali dengan Keputusan Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(2)Penjualan dan penyerahan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hanya dapat dilakukan
dimuka umum, kecuali apabila ditentukan lain dalam Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini.
(3)Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kepala Daerah dapat menetapkan
Keputusan tentang :
a.penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya ;
(4)Keputusan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2), dan (3) pasal ini, berlaku sesudah ada
pengesahan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 64
(2)Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ditetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran tertentu, ditetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3)Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran tertentu, ditetapkan perhitungan
atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran sebelumnya.
(4)Apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada permulaan tahun anggaran yang
bersangkutan belum mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang dan belum
diundangkan, maka Pemerintah Daerah menggunakan anggaran tahun sebelumnya sebagai dasar
pengurusan keuangannya.
(5)Pemerintah Daerah wajib berusaha mencukupi anggaran belanja rutin dengan pendapatan
sendiri.
(6)Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perubahannya, sepanjang tidak dikuasakan
sendiri oleh Anggaran itu, dilaksanakan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.
(7)Pengesahan atau penolakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh pejabat yang
berwenang dapat dilakukan pos demi pos atau secara keseluruhan.
(9)Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur lebih lanjut cara melaksanakan ketentuan
yang dimaksud dalam ayat (8) pasal ini.
Pasal 65
(2)Peraturan Bersama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, demikian pula mengenai
perubahan dan pencabutannya, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.
(3)Dalam hal tidak tercapai kata sepakat mengenai perubahan dan atau pencabutan yang
dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka pejabat yang berwenang mengambil keputusan.
(4)Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan untuk melancarkan pelaksanaan kerjasama antar
Pemerintah Daerah.
Pasal 66
(1)Perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat I dan antara Pemerintah Daerah Tingkat I
dengan Pemerintah Daerah Tingkat II dan perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat II yang
tidak terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat II yang terletak dalam Daerah Tingkat I yang
sama, diselesaikan oleh Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 67
Menteri Dalam Negeri melaksanakan pembinaan dalam rangka penye lenggaraan pemerintahan
Daerah untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya, baik mengenai urusan
rumah tangga Daerah maupun mengenai urusan tugas pembantuan.
Pasal 68
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditentukan bahwa Peraturar. Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah mengenai hal-hal tertentu, baru berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang
berwenang.
*4614 Pasal 69
(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan, dapat
dijalankan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, atau apabila setelah 3 (tiga) bulan
sejak diterimanya Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tersebut, pejabat yang
berwenang tidak mengambil sesuatu keputusan.
(2)Jangka waktu 3 (tiga) bulan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang
berwenang dapat diperpanjang 3 (tiga) bulan lagi, dengan memberitahukannya kepada
Pemerintah Daerah yang bersangkutan sebelum jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini berakhir.
(3)Penolakan pengesahan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang diberitahukan kepada Pemerintah Daerah
yang bersangkutan disertai alasan-alasannya.
(4)Terhadap penolakan pengesahan yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, Daerah yang
bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai saat pemberitahuan penolakan
pengesahan itu diterima, dapat mengajukan keberatan kepada pejabat setingkat lebih atas dari
pejabat yang menolak.
Pasal 70
(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah tingkat atasnya ditangguhkan
berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang berwenang.
(2)Apabila Gubernur Kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menangguhkan atau
membatalkan Peraturan Daerah Tingkat II dan atau Keputusan Kepala Daerah Tingkat II sesuai
dengan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka penangguhannya dan atau pembatalannya
dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3)Pembatalan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat-
ayat (1) dan (2) pasal ini, karena bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-
undangan atau Peraturan Daerah Tingkat atasnya, mengakibatkan batalnya semua akibat dari
Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud, sepanjang masih dapat
dibatalkan.
(4)Keputusan penangguhan atau pembatalan yang dimaksud dalam ayat- ayat (1) dan (2) pasal
ini, disertai alasan-alasannya diberitahukan kepada Kepala Daerah yang bersangkutan dalam
jangka waktu 2 (dua) minggu sesudah tanggal keputusan itu.
(5)Lamanya penangguhan yang dinyatakan dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (4)
pasal ini, tidak boleh melebihi 6 (enam) bulan dan sojak saat penangguhannya, Peraturan Daerah
dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan *4615 kehilangan kakuatan berlakunya.
(6)Jika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pcnangguhan itu tidak disusul dengan
keputusan pembatalannya, maka Peraturan Daerah dan atau Keputusan-Kepala Daerah itu
memperolah kembali kekuatan berlakunya.
(7)Keputusan mengenai pembatalan yang dimaksud dalam ayat-ayat (4) dan (6) pasal ini,
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan atau Lembaran Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 71
(1)Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintahan Daerah.
(2)Menteri Dalam Negeri atau pejabat yang ditunjuk olehnya, mengadakan penyelidikan dan
pemeriksaan tentang segala hal mengenai pekerjaan Pemerintahan Daerah, baik mengenai urusan
rumah tangga Daerah maupun mengenai urusan tugas pembantuan.
(3)Ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, berlaku juga bagi Gubernur
Kepala Daerah terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II.
(5)Terhadap penolakan untuk memberikan keterangan yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini,
Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah dapat mengambil tindakan yang dianggap
perlu.
(6)Cara pengawasan umum yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri.
BAB IV
WILAYAH ADMINISTRATIP
(1)Dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi dalam Wilayah-wilayah Propinsi dan Ibu kota Negara.
*4616 (4)Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dalam
Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratip yang pengaturannya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
Apabila dipandang perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu
Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka
dekonsentrasi.
Pasal 74
(1)Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Propinsi atau
Ibukota Negara.
(2)Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Kabupaten
atau Kotamadya.
Pasal 75
Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 74 Undang-undang ini, maka
pembentukan, nama, batas, sebutan, ibukota, dan penghapusan Wilayah Umumnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Kepala Wilayah
Pasal 76
Pasal 77
Kepala Wilayah :
Pasal 78
a.Kecamatan bertanggungjawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya atau Kota
Administratip yang bersangkutan
b.Kota Administratip bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten yang bersangkutan
;
c.Kabupaten atau Kotamadya bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Propinsi yang
bersangkutan ;
d.Propinsi atau Ibukota Negara bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri.
Pasal 79
*4617 (1)Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Propinsi atau
Ibukota Negara.
(2)Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Kabupaten atau
Kotamadya.
(3)Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian Kepala Wilayah Kota Administratip dan
Kepala Wilayah Kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 80
Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan
dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkordinasikan pembangunan dan
membina kehidupan masyarakat di segala bidang.
Pasal 81
f.melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan diberikan kepadanya;
g.melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi
lainnya.
Pasal 82
(1)Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Propinsi
atau Ibukota Negara dan disebut Wakil Gubernur.
(2)Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Kabupaten
atau Kotamadya, dan disebut Wakil Bupati atau Wakil Walikotamadya.
Pasal 83
(1)Tindakan Kepolisian terhadap Kepala Wilayah Propinsi/Ibukota *4618 Negara hanya dapat
dilakukan atas persetujuan Presiden.
(2)Hal-hal yang dikecualikan terhadap ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah:
a.tertangkap tangan melakukan sesuatu tindak pidana;
b.dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati;
c.dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana BUKU KEDUA BAB I.
(3)Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini selambat-lambatnya dalam waktu
2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya harus dilaporkan kepada Jaksa Agung atau
kepada Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, yang pada gilirannya
harus melaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (duapuluh
empat) jam.
(5)Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini diberitahukan selambat-
lambatnya 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya kepada Kepala Wilayah atasan dari
yang bersangkutan, apabila menyangkut hal-hal yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 84
Bagian Keempat
Instansi Vertikal
Pasal 85
(1)Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Instansi Vertikal berada dibawah kordinasi Kepala
Wilayah yang bersangkutan.
(2)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 86
(2)Kedudukan, tugas, hak dan wewenang Polisi Pamong Praja yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Susunan organisasi dan formasi satuan Polisi Pamong Praja yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keenam Pembiayaan
Pasal 87
(1)Pembiayaan kegiatan Kepala Wilayah, Sekretariat Wilayah dan Polisi Pamong Praja
dibebankan pada anggaran belanja Departemen Dalam Negara.
(2)Sekretariat Wilayah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah Sekretariat Wilayah yang
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) Undang-undang ini.
Pasal 88
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 89
Pola organisasi Pemerintah Daerah dan Wilayah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
BAB VII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 91
a.Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, adalah Daerah Tingkat I dandaerah Tingkat II yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-
undang ini ; *4620
b.Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang, undang ini dengan sebutan Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada
ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah lainnya ;
c.Segala peraturan pemerintah yang telah ditetapkan atau dinyatakan berlaku berdasarkan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum dicabut atau diganti
berdasarkan Undang-undang ini ;
d.Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan berdasarkan Undang-undang ini dan belum
diatur pula dalam peraturan pelaksanaan dimaksud dalam huruf c pasal ini, maka diikuti instruksi
petunjuk atau pedoman yang ada atau yang akan diadakan oleh Menteri Dalam Negeri sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini ;
e.Kepala Daerah beserta perangkatnya yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini,
tetap menjalankan tugasnya kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 92
Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 91 huruf a Undang-undang ini,
maka pada saat berlakunya Undang-undang ini:
a.nama dan batas Daerah Tingkat I yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula nama dan batas Wilayah Propinsi
atau Ibukota Negara yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) Undang-undang ini;
b.nama dan batas Daerah Tingkat II yang dimaksud dalam Undang- undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula nama dan batas Wilayah
Kabupaten atau Kotamadya yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) Undang-undang ini;
c.ibukota Daerah Tingkat I yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula ibukota Wilayah Propinsi yang
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-undang ini;
d.ibukota Daerah Tingkat II yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula ibukota Wilayah Kabupaten yang
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4) Undang-undang ini;
e.Kecamatan yang ada sekarang, adalah Kecamatan yang dimaksud dalam ayat (3) Undang-
undang ini.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 93
b.segala ketentuan yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Undang-undang ini yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 94
SUDHARMONO, SH.
e. UU no 5 tahun 1979 tentang pokok pokok pemerintahan desa pada masa orde baru
Menimbang :
a.bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 84), tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan karenanya perlu diganti;
b.bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan
pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaan
Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan Desa agar
makin mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan
menyelenggarakan administrasi Desa yang makin meluas dan efektif;
c.bahwa berhubung dengan itu, dipandang perlu segera mengatur bentuk dan susunan
pemerintahan Desa dalam suatu Undang-undang yang dapat memberikan arah perkembangan
dan kemajuan masyarakat yang berazaskan Demokrasi Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar 1945;
Mengingat :
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/ 1978 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara;
3.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-
undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2901);
4.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
a.Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri;
c.Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan
pemerintahan Desa;
d.Lingkungan adalah bagian wilayah dalam Kelurahan yang merupakan lingkungan kerja
pelaksanaan pemerintahan Kelurahan;
f.Pembentukan Desa dan Kelurahan adalah tindakan mengadakan Desa dan Kelurahan baru di
luar wilayah Desa-desa dan Kelurahan-kelurahan yang telah ada;
g.Pemecahan Desa dan Kelurahan adalah tindakan mengadakan Desa dan Kelurahan baru di
dalam wilayah Desa dan Kelurahan;
h.Penyatuan Desa dan Kelurahan adalah penggabungan dua Desa dan Kelurahan atau lebih
menjadi satu Desa dan Kelurahan baru;
i.Penghapusan Desa dan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Desa dan Kelurahan yang ada.
BAB II DESA
Bagian Pertama Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan, dan Penghapusan Desa
Pasal 2
(1)Desa dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat luas wilayah, jumlah penduduk dan
syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.
(2)Pembentukan nama, batas, kewenangan, hak dan kewajiban Desa ditetapkan dan diatur
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(3)Ketentuan tentang pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa diatur dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri.
*4885 (4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sesudah ada pengesahan
dari pejabat yang berwenang.
Pasal 3
a.Kepala Desa;
a.Sekretariat Desa;
b.Kepala-kepala Dusun.
(4)Susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah Desa dan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(5)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (4) baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Bagian Ketiga Kepala Desa Paragrap Satu Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 4
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warganegara Indonesia yang :
d.tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam sesuatu kegiatan yang mengkhianati
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dsar
1945, seperti G.30.S/ PKI dan atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya;
e.tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti;
f.tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan Keputusan Pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan pasti, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
g.terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang bersangkutan sekurang-
kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan tidak terputus-putus, kecuali bagi putera Desa
yang berada di luar Desa yang bersangkutan;
i.sehat jasmani dan rokhani; j.sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang
berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu.
*4886 Pasal 5
(1)Kepala Desa dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia oleh penduduk Desa
Warganegara Indonesia yang telah berumur sekurang-kurangnya 17 (tujuhbelas) tahun atau
telah/pernah kawin.
(2)Syarat-syarat lain mengenai pemilih serta tatacara pencalonan dan pemilihan Kepala Desa
diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2), baru berlaku sedudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 6
Kepala Desa diangkat oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas nama
Gubernur Kepala Derah Tingkat I dari calon yang terpilih.
Pasal 7
Masa jabatan Kepala Desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 8
(1)Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa bersumpah menurut agamanya atau berjanji
dengan sungguh-sungguh dan dilantik oleh pejabat yang berwenang mengangkat atas nama
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2)Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut : "Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Desa, langsung atau tidak
langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan atau akan
memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Desa dengan
sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang
Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut
sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya
dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan
kepentingan Negara, Daerah dan Desa daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu
golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah dan Desa. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat *4887 tenaga membantu memajukan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa pada khususnya, akan setia
kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
(3)Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat
(1) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Meenteri-
Dalam Negeri.
Pasal 9
Kepala Desa berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang mengangkat karena :
a.meninggal dunia;
c.berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
d.tidak lagi memenuhi syarat yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini;
e.melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang ini;
f.melanggar larangan bagi Kepala Desa yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-undang ini;
g.sebab-sebab lain.
Pasal 10
(1)Kepala Desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa yaitu
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan
penanggungjawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam
rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa, urusan pemerintahan umum termasuk
pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi
utama pelaksanaan pemerintahan Desa.
(2)Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa yang
dimaksud dalam ayat (1), Kepala Desa:
(1)Kedudukan dan kedudukan keuangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala-kepala Urusan
dan Kepala-kepala Dusun diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 12
(1)Kepala Desa mewakili Desanya di dalam dan di luar Pengadilan. (2)Apabila dipandang perlu
Kepala Desa dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk mewakilinya.
Pasal 13
Kepala Desa dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang menjadi
kewajibannya, yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat Desa.
Pasal 14
Sekretariat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam menjalankan hak,
wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa.
Pasal 15
(1)Sekretariat Desa terdiri atas :
a.Sekretaris Desa;
b.Kepala-kepala Urusan..
(2)Sekretaris Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota. madya Kepala Daerah
Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah mendengar
pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa.
(3)Apabila Kepala Desa berhalangan maka Sekretaris Desa menjalankan tugas dan wewenang
Kepala Desa sehari-hari.
Pasal 16
(1)Untuk memperlancar jalannya pemerintahan Desa dalam Desa dibentuk Dusun yang dikepalai
oleh Kepala Dusun sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Kepala Dusun adalah unsur pelaksana tugas Kepala Desa dengan wilayah kerja tertentu.
(3)Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa.
(4)Syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Kepala Dusun diatur dalam Peraturan Daerah
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 17
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Musyawarah Desa ditetapkan dengan Peraturan
Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(5)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (4), baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 19
Keputusan Desa dan Keputusan Kepala Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
(1)Ketentuan lebih lanjut tentang Keputusan Desa diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1), baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Bagian Kedelapan Sumber Pendapatan, Kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran
Keuangan Desa
Pasal 21
a.Pendapatan asli Desa sendiri yang terdiri dari : -hasil tanah-tanah Kas Desa; -hasil dari
swadaya dan partisipasi masyarakat Desa; -hasil dari gotong royong masyarakat; -lain-lain hasil
dari usaha Desa yang sah.
b.Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang terdiri dari :
*4890 -sumbangan dan bantuan Pemerintah; -sumbangan dan bantuan Pemerintah Daerah; -
sebagian dari pajak dan retribusi Daerah yang diberikan kepada Desa.
(2)Setiap tahun Kepala Desa menetapkan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan
Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.
(3)Ketentuan lebih lanjut tentang sumber pendapatan dan kekayaan Desa, pengurusan dan
pengawasannya beserta penyusunan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
(4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 22
(1)Dalam Ibukota Negara, Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota Administratif
dan Kota-kota lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri,
dapat dibentuk Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf b.
(2)Kelurahan yang dimaksud dalam ayat (1), dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat luas
wilayah, jumlah penduduk dan syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(3)Pembentukan, nama dan batas Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(5)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 23
*4891 (3)Susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah Kelurahan yang dimaksud dalam ayat (1),
diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
(4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (3), baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
(2)Kepala Kelurahan adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Bupati/ Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II/Walikota atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan
memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tentang kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan syarat-syarat yang dimaksud dalam Pasal 4
kecuali huruf g Undang-undang ini.
Pasal 25
(2)Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut : "Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat, menjadi Kepala Kelurahan, langsung atau tidak
langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan atau akan
memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekalikali akan menerima
langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya
bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Kelurahan
dengan sebaikbaiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-
Undang Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa
saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan
kepentingan Negara, Daerah dan Kelurahan daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau
sesuatu golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah, dan
Kelurahan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat *4892 tenaga membantu
memajukan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Kelurahan pada
khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Pasal 26
Kepala Kelurahan berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang mengangkat karena :
a.meninggal dunia;
c.tidak lagi memenuhi syarat yang dimaksud dalam pasal 4 kecuali huruf g Undang-undang ini;
d.melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-undang ini;
c.melanggar larangan bagi Kepala Kelurahan yang dimaksud dalam Pasal 28 Undang-undang ini;
f.sebab-sebab lain.
Pasal 27
Dalam menjalankan tugas dan wewenang pimpinan pemerintahan Kelurahan, Kepala Kelurahan
bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat melalui Camat.
Pasal 28
Kepala Kelurahan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang menjadi
kewajibannya, yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat Kelurahan.
Pasal 29
Sekretariat Kelurahan adalah unsur staf yang membantu Kepala Kelurahan dalam menjalankan
tugas dan wewenang pimpinan pemerintahan Kelurahan.
Pasal 30
(2)Sekretaris Kelurahan dan Kepala-kepala Urusan adalah Pegawai Negeri yang diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II/Walikota atas nama
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan tentang kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)Apabila Kepala Kelurahan berhalangan maka Sekretaris Kelurahan menjalankan tugas dan
wewenang Kepala Kelurahan sehari-hari.
Pasal 31
(1)Untuk memperlancar jalannya pemerintahan Kelurahan di dalam Kelurahan dapat dibentuk
Lingkungan yang dikepalai oleh kepala Lingkungan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri.
(2)Kepala Lingkungan adalah unsur pelaksana tugas Kepala Kelurahan dengan wilayah kerja
tertentu.
(3)Kepala Lingkungan adalah Pegawai Negeri yang diangkat dan diberhentikan oleh
Bupati/Walikota atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dengan memperhatikan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 32
(1)Kerjasama antar Desa, antar Kelurahan dan antara Desa dengan Kelurahan diatur oleh pejabat
tingkat atas yang bersangkutan.
(2)Perselisihan antar Desa, antar Kelurahan dan antara Desa dengan Kelurahan penyelesaiannya
diatur oleh pejabat tingkat atas yang bersangkutan.
Pasal 33
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II/Walikota melaksanakan pembinaan dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa dan pemerintahan Kelurahan untuk mencapai
dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya baik mengenai urusan rumah tangga Desanya
maupun mengenai urusan pemerintahan umum.
Pasal 34
(1)Dengan Peraturan Daerah ditentukan bahwa Keputusan Desa mengenai hal-hal tertentu, baru
berlaku sesudah ada pengesahan dari Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
(2)Keputusan Desa dan Keputusan Kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum,
Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya dibatalkan oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
(4)Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan ayat (1), (2) dan (3) diatur dengan Peraturan
Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 35
(1)Desa atau yang disebut dengan nama lainnya yang setingkat dengan Desa yang sudah ada
pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini dinyatakan sebagai Desa menurut Pasal 1 huruf
a.
(2)Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berada di Ibukota Negara, Ibukota
Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota Administratif, dan Kota-kota lainnya yang tidak
termasuk dalam ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai Kelurahan menurut
Pasal 1 huruf b.
Pasal 36
(1)Kepala Desa, Kepala Kelurahan atau yang disebut dengan nama lainnya dan perangkatnya
yang ada pada saat berlakunya Undang-undang ini tetap menjalankan tugasnya kecuali
ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini.
(2)Lembaga Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lainnya yang sudah ada
pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan sebagai Lembaga Musyawarah Desa
menurut Pasal 17.
Pasal 37
Segala peraturan perundang-undangan yang ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
undang ini, tetap berlaku selama belum dicabut atau diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 38
Hal-hal yang belum diatur dan segala sesuatu yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya
Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
a.Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2779);
b.Segala ketentuan yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Undang-undang ini.
*4895 Pasal 40
SOEHARTO
SUDHARMONO, SH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN
1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA
I. . UMUM
1.Yang dimaksud dengan Desa dalam judul Undang-undang ini adalah Desa dan Kelurahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b Undang-undang ini, sehingga dengan
demikian yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah
Kelurahan.
2.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya
berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 37), maka mulai pada saat berlakunya Undang-undang ini, Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja tidak berlaku lagi.
4.Keadaan pemerintahan Desa sekarang ini adalah sebagai akibat pewarisan dari Undang-undang
lama yang pernah ada, yang mengatur Desa, yaitu Inlandsche Gemeente Ordonnantie (Stbl.1906
Nomor 83) yang berlaku untuk Jawa dan Madura dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie
Buitengewesten (Stbl. 1938 Nomor 490 jo Stbl. 1938 Nomor 681) yang berlaku untuk di luar
Jawa dan Madura. Peraturan perundang-undangan di atas ini tidak mengatur pemerintahan Desa
secara seragam dan kurang memberikan dorongan kepada masyarakatnya untuk tumbuh kearah
kemajuan yang dinamis. Akibatnya Desa dan pemerintahan Desa yang ada sekarang ini bentuk
dan coraknya masih beraneka ragam, masing-masing daerah memiliki ciri-cirinya sendiri, yang
kadang-kadang merupakan hambatan untuk pembinaan dan pengendalian yang intensif guna
peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Undang-undang ini mengarah pada penyeragaman
bentuk dan susunan pemerintahan Desa dengan corak Nasional yang menjamin terwujudnya
Demokrasi Pancasila secara nyata, dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam wadah yang
disebut Lembaga Musyawarah Desa.
5.Sebagai landasan yang dipakai dalam menyusun Undang-undang ini adalah Pancasila, Undang-
undang Dasar 1945 Pasal 18 yang berbunyi "Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar
kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-
hak asal usul dalam Daerah yang bersifat Istimewa", dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang menegaskan perlu
memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu menggerakkan masyarakat dalam
partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi Desa-yang makin
meluas dan efektif. Selain itu, juga Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah pada ketentuan Pasal 88 menyatakan bahwa "Pengaturan tentang
Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Undang-undang".
6.Undang-undang ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, hanya mengatur Desa dari segi pemerintahannya.
Undang-undang ini tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat *4897 hukum, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang masih hidup sepanjang
menunjang kelangsungan pembangunan dan ketahanan Nasional. Oleh sebab itu yang dimaksud
dengan pemerintahan Desa dalam Undang-undang ini adalah kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan yang terendah
langsung di bawah Camat. Dalam perkembangannya Desa-desa ini telah menjurus ke arah dua
pengkategorian sebagaimana terlihat pada Pasal 1 huruf a dan huruf b dalam Undang-undang ini.
7.Desa yang dimaksud Pasal 1 huruf a, di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan dan tata
pemerintahan sampai sekarang merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat, telah
memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya. Hak menyelenggarakan rumah tangganya ini
bukanlah hak otonomi sebagamana dimaksudkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Dengan demikian perkembangan dan pengembangan
otonomi selanjutnya baik kesamping, keatas dan atau ke bawah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tetap dimungkinkan sesuai dengan kondisi politik,
ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan Nasional. Disamping itu terdapat pula
suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah Camat yang disebut "Kelurahan"yang dapat dibentuk di Ibukota
Negara, Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota Administratif dan Kota-kota
lain dalam arti bahwa Kelurahan ini juga merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat, tetapi
tidak memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya.
8.Mengingat bahwa Desa dan Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk dan mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat,
menghadapi kemungkinan perkembangan, baik berupa pembentukan, pemecahan,penyatuan dan
penghapusan, maka Undang-undang ini menampung terjadinya hal-hal tersebut. Dalam
melakukan pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Desa dan Kelurahan perlu
diperhatikan syarat-syarat tertentu antara lain luas wilayah dan jumlah penduduk. Persyaratan itu
perlu diperhatikan supaya Desa dan Kelurahan yang dibentuk atau dipecah itu dapat diharapkan
memenuhi fungsinya sebagai suatu wilayah yang mempunyai pemerintahan yang terendah
langsung di bawah Camat yang mampu dan tangguh melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
termasuk pembangunan. Pengaturan lebih lanjut mengenai pembentukan, pemecahan,penyatuan
dan penghapusan Desa dan Kelurahan oleh Undang-undang ini diserahkan kepada Pemerintah
Daerah, karena Pemerintah Daerah yang bersangkutan dipandang lebih mengetahui fakta dan
keadaan Desa dan Kelurahan di Daerahnya.
9.Dalam pelaksanaan tugasnya Pemerintah Desa dan Pemerintah *4898 Kelurahan dibantu oleh
Perangkat Desa dan Perangkat Kelurahan. Kepala Desa dan Kepala Kelurahan sebagai orang
pertama mengemban tugas dan kewajiban yang berat, karena ia adalah penyelenggara dan
penanggungjawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan urusan
pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban. Disamping itu Kepala
Desa dan Kepala Kelurahan juga mengemban tugas membangun mental masyarakat Desa baik
dalam bentuk menumbuhkan maupun mengembangkan semangat membangun yang dijiwai oleh
azas usaha bersama dan kekeluargaan. Dengan beratnya beban tugas Kepala Desa dan Kepala
Kelurahan itu,maka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Kepala Desa dan Kepala
Kelurahan sebagai penanggungjawab utama di bidang pembangunan dibantu oleh Lembaga
Sosial Desa. Dengan pembantu-pembantu seperti tersebut di atas, diharapkan Kepala Desa dan
Kepala Kelurahan, dapat menyelenggarakan pimpinan pemerintahan Desa dan pemerintahan
Kelurahan dengan baik sesuai dan seimbang dengan laju perputaran roda pemerintahan dari atas
sampai bawah.
10.Sebanding dengan beratnya beban tugas Kepala Desa dan Kepala Kelurahan sebagaimana
telah digambarkan di atas, maka Undang-undang ini menekankan perlunya pemenuhan
persyaratan tertentu bagi para calon Kepala Desa dan Kepala Kelurahan. Diantaranya adalah
persyaratan pendidikan minimal yang dalam Undang-undang ini disyaratkan sekurang-
kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman
sederajat dengan itu. Dengan peningkatan persyaratan pendidikan ini diharapkan agar Kepala
Desa dan Kepala Kelurahan mampu menangani urusan-urusan, baik dalam rangka
penyelenggaraan urusan rumah tangga Desa maupun urusan pemerintahan umum termasuk
pembinaan ketentraman dan ketertiban.
11.Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam pemerintahan Desa terlihat dari adanya Lembaga
Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat masyarakat di Desa. Lembaga
Musyawarah Desa tersebut adalah merupakan wadah permusyawaratan/permufakatan dari
pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa dalam mengambil bagian terhadap pembangunan
Desa yang keputusan-keputusannya ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat dengan
memperhatikan sungguh-sungguh kenyataan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
yang bersangkutan.
12.Yang dimaksud dengan Gotong Royong dalam Undang-undang ini adalah bentuk kerjasama
yang spontan dan sudah melembaga serta mengandung unsur-unsur timbal-balik yang bersifat
sukarela antara warga Desa dan atau antara warga Desa dengan Pemerintah Desa untuk
memenuhi kebutuhan yang insidentil maupun berkelangsungan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan bersama baik material maupun spiritual.
Pasal 1
a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya termasuk
adat istiadat;
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pedoman Menteri
Dalam Negeri mengenai susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa mengatur hal-hal
sebagai berikut:
b.susunan organisasi;
c.tata kerja;
d.dan lain sebagainya, dengan mengindahkan adat istiadat yang berkembang dan berlaku
setempat. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 4
Yang dimaksud dengan penduduk Desa Warganegara Indonesia adalah warganegara Indonesia
yang bertempat tinggal di Desa yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk dipilih,
Pengertian kegiatan terlarang adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti kegiatan G.30.S/PKI dengan organisasi massanya dan
kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya. Yang dimaksud dengan putra Desa dalam
Undang-undang ini adalah mereka yang lahir di Desa dari orang tua yang terdaftar sebagai
penduduk-desa yang bersangkutan atau mereka yang lahir di luar Desa dan kemudian pernah
menjadi penduduk Desa yang bersangkutan sehingga betul-betul mengenal Desa tersebut.
Undang-undang ini menetapkan sekurang-kurangnya umur 25 (dua puluh lima) tahun yang dapat
dipilih menjadi Kepala Desa,dengan pertimbangan bahwa dalam usia inilah pada umumnya
orang dipandang sudah mantap kedewasaannya. Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan
rokhani adalah sehat jasmani dan rokhaninya yang menurut penilaian mampu melaksanakan
tugas-tugas dan pekerjaan sebagai Kepala Desa dengan baik. Pasal 5
*4900 Ayat (1) Dalam rangka pemilihan Kepala Desa yang dimaksud dengan azas :
a.Langsung. Pemilih mempunyai hak suara langsung memberikan suaranya menurut hati
nuraninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan.
b.Umum. Pada dasarnya semua penduduk Desa Warganegara Indonesia yang memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya telah berusia l7 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin,
berhak memilih dalam pemilihan Kepala Desa. Jadi pemilihan bersifat umum berarti pemilihan
yang berlaku menyeluruh bagi semua penduduk Desa Warganegara Indonesia menurut
persyaratan tertentu tersebut di atas.
d.Rahasia. Pemilih dijamin oleh peraturan perundang-undangan bahwa suara yang diberikan
dalam pemilihan tidak diketahui oleh siapapun dan dengan jalan apapun; Ayat (2) Pedoman
Menteri Dalam Negeri mengenai tatacara pemilihan Kepala Desa mengatur hal-hal sebagai
berikut:
b.panitya pemilihan;
C.pencalonan;
d.pelaksanaan pemilihan;
Pengertian atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I adalah dimaksudkan bahwa pada
hakekatnya pengangkatan Kepala Desa merupakan wewenang Gubernur Kepala Daerah Tingkat
1. Yang dimaksud dengan calon terpilih ialah calon yang terpilih,dengan suara terbanyak dengan
memperhatikan persyaratan dan tatacara pemilihan yang diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai
Pedoman yang dimaksud Pasal 5 ayat (2) Undang-undang ini. Pasal 7
Penetapan masa jabatan 8 (delapan) tahun adalah berdasarkan pertimbangan bahwa tenggang
waktu tersebut dipandang cukup lama bagi seorang Kepala Desa untuk dapat menyelenggarakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Dipandang dari segi kelestarian pekerjaan
waktu yang 8 (delapan) tahun itu cukup untuk memberikan jaminan terhindarnya perombakan-
perombakan kebijaksanaan sebagai akibat dari penggantian-penggantian Kepala-kepala Desa.
Ketentuan pembatasan untuk dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya adalah dengan *4901 maksud untuk menghindarkan kemungkinan menurunnya
kegairahan dalam menyelenggarakan pemerintahan di Desa. Pasal 8
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai
tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa mengatur hal-hal sebagai berikut
:
a. . tatacara pelantikan;
c.pengukuhan sumpah;
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain ialah perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau norma-norma yang hidup dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat Desa setempat, Pasal 10
Ayat (1) Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat
Desa, Kepala Desa antara lain melakukan usaha pemantapan koordinasi melalui Lembaga Sosial
Desa,Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan Lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang ada
di Desa. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya Kepala Desa di bidang ketentraman dan ketertiban
dapat mendamaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di Desa. Pertanggungjawaban Kepala
Desa kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II meliputi pelaksanaan urusan-
urusan pemerintahan dan urusan pembantuan maupun urusan-urusan rumah tangga Desa. Setelah
Kepala Desa memberikan pertanggungjawaban kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, selanjutnya menyampaikan keterangan pertanggungjawaban kepada-Lembaga
Musyawarah Desa. Ayat (2) Keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada Lembaga
Musyawarah Desa, dapat dijadikan pegangan pejabat yang berwenang mengangkat dalam
mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan, antara lain dalam rangka pemberian penghargaan
dana tanda kesetiaan, maupun pelaksanan sebagaimana dimaksud Pasal dan lain sebagainya.
Pasal 11
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai kedudukan dan Kedudukan Keuangan
Kepala Desa, Kepala-kepala Urusan dan Kepala-kepala Dusun mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.kedudukan;
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas *4902 Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13
Larangan bagi Kepala Desa melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang menjadi
kewajibannya yang merugikan kepentinan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat Desa adalah dimaksudkan untuk menghindarkan penyimpangan-penyimpangan yang
melanggar kepentingan umum,khususnya untuk kepentingan Desa itu sendiri. Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Berdasarkan pertimbangan bahwa
Sekretaris Desa sebagai Kepala Sekretariat adalah lebih banyak mengetahui urusan-urusan
pemerintahan Desa dibandingkan dengan Perangkat Desa lainnya, maka dalam hal Kepala Desa
berhalangan menjalankan tugasnya, Sekretaris Desa ditetapkan untuk mewakilinya. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5) Pedoman Menteri Dalam Negeri tentang syarat-syarat pengangkatan dan
pemberhentian Sekretaris Desa dan Kepala-kepala Urusan mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.syarat-syarat calon;
b.tatacara pengangkatan;
c.pemberhentian;
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai pembentukan Dusun dalam Desa ditetapkan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam,
faktor letak dan faktor sosial budaya termasuk adat istiadat;
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pedoman Menteri
Dalam Negeri tentang syarat-syarat pengangkatan dan pemberhentian Kepala-kepala Dusun
mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.syarat-syarat calon;
a.pembentukan;
b.kedudukan;
c.fungsi, tugas dan kewajiban;
Keputusan Desa ialah semua Keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa serta telah
mendapat pengesahan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Keputusan Kepala
Desa ialah semua keputusan yang merupakan pelaksanaan dari Keputusan Desa dan
kebijaksanaan Kepala Desa yang menyangkut pemerintahan dan pembangunan di Desa
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pasal 20
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai keputusan Desa mengatur hal-hal sebagai
berikut :
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kekayaan Desa adalah segala kekayaan dan sumber penghasilan
bagi Desa yang bersangkutan, misalnya tanah kas Desa, pemandian umum, obyek rekreasi dan
lain sebagainya. Swadaya masyarakat ialah kemampuan dari suatu *4904 kelompok masyarakat
dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan jangka
pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam kelompok masyarakat itu. Usaha-usaha
lain yang sah dimaksud sebagai rumusan umum untuk memungkinkan Desa menciptakan usaha-
usaha baru dalam batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di
dalamnya dapat dimasukkan usaha-usaha Desa seperti pasar Desa, usaha pembakaran kapur,
genteng dan batu bata, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Begitu juga pungutan-pungutan
Desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dimusyawarahkan/dimufakatkan dengan
Lembaga Musyawarah Desa dan telah mendapat pengesahan dari Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II. Sumbangan-sumbangan dari Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah,
dicantumkan agar dimungkinkan Desa menerima sumbangan-sumbangan tersebut untuk
dimasukkan dalam Anggaran (Bantuan Inpres, Bantuan Khusus Presiden dan lain-lain Instansi).
Dari retribusi Daerah diberikan atas obyek-obyek Pemerintah Daerah yang letaknya dalam Desa
yang bersangkutan (pemandian umum, obyek rekreasi, obyek pariwisata, dan lain-lain). Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai anggaran Penerimaan dan
Pengeluaran Keuangan Desa mengatur hal-hal sebagai berikut :
d.perubahan Anggaran;
e.perhitungan ;
f.pengawasan;
Yang dimaksud dengan Kota-kota lain ialah Desa yang telah menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan. Syarat-syarat pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan Kelurahan
dalam Undang-undang ini akan ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri, sedang
pekerjaannya diatur dengan Peraturan Daerah yang baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
pejabat yang berwenang. Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud ditetapkan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya termasuk
adat istiadat;
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Walikota adalah pejabat yang berwenang
mengangkat Kepala Kelurahan atas nama Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 25 Ayat(l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat
(3) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan
Kepala Kelurahan mengatur hal-hal sebagai berikut :
a.upacara pelantikan;
c.pengukuhan sumpah;
Dalam menjalankan tugas dan wewenang pimpinan pemerintahan Kelurahan, Kepala Kelurahan
perlu memperhatikan keadaan masyarakat. Pasal 28
Larangan bagi Kepala Kelurahan melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang
menjadi kewajibannya yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat adalah dimaksudkan untuk menghindarkan penyimpangan-penyimpangan yang
merugikan kepentingan umum,khususnya kepentingan Kelurahan itu sendiri, Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 24 ayat (2) Pasal 31
Ayat (1) Pedoman Menteri Dalam Negeri mengenai pembentukan Lingkungan dalam Kelurahan
mengatur hal-hal sebagai *4906 berikut:
a.faktor manusia/jumlah penduduk, faktor alam, faktor letak dan faktor sosial budaya termasuk
adat istiadat;
c.dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 24 ayat (2). Pasal 32
Ayat (1) kerjasama yang diatur oleh pejabat tingkat atas yang bersangkutan adalah kerjasama
yang mengakibatkan beban bagi masyarakat Desa dan Kelurahan yang bersangkutan. Ayat (2)
Sudah sewajarnya bahwa pejabat tingkat atas yang bersangkutan bertindak dan mengambil
keputusan untuk mengatasi perselisihan yang timbul antar Desa, antar Kelurahan dan antar Desa
dengan Kelurahan yang berada di bawah pengawasannya. Perselisihan itu dapat terjadi antara :
b.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Kecamatan;
c.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Daerah Tingkat II;
d.Desa/Kelurahan dengan Desa/Kelurahan lainnya yang tidak termasuk di dalam satu wilayah
Daerah Tingkat I. Perselisihan yang dimaksud dalam huruf a diputuskan oleh Camat, huruf b
oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, huruf c oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I,dan huruf d oleh Menteri Dalam Negeri. Perselisihan yang dimaksud dalam pasal ini
sudah tentu hanya perselisihan mengenai pemerintahan, jadi yang bersifat hukum publik,sebab
perselisihan yang bersifat hukum perdata sudah jelas menjadi wewenang pengadilan. Pasal 33
Ayat (1) Pada pokoknya Keputusan Desa yang untuk berlakunya memerlukan pengesahan dari
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II adalah yang :
c.menetapkan segala sesuatu yang memberatkan beban Keuangan Desa. Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Pengawasan umum adalah suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
terhadap segala kegiatan pemerintahan untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan dengan
baik. Pengawasan umum terhadap pemerintahan Desa dan pemerintahan Kelurahan dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala Daerah tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Walikota dan Camat
sebagai Wakil Pemerintah di Daerah yang bersangkutan. Pasal 35
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dilaksanakan secara bertahap mengingat
banyaknya perbedaan-perbedaan kualitatif yang terdapat pada Desa-desa di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Desa di Jawa, dan Bali, Kampung di Kalimantan dan lain sebagainya,
sehingga tidaklah mungkin dalam waktu yang singkat diperoleh keseragaman. Pasal 36
Ayat (1) Ketentuan ini dimasudkan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kekosongan
penyelenggaraan pemerintahan Desa dan Kelurahan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 37
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Menimbang :
Daerah;
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang
sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta
diganti;
Mengingat :
1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;
1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme;
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3811);
Dengan persetujuan
Memutuskan:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l
b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang
Legislatif Daerah.
pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
menugaskan.
h. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
1. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah di tingkat Pusat dan atau
m. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota.
n. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/
o. Desa atau yang discbut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
di Daerah Kabupaten.
termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
pemusatan dan distribusi pelayanan jasaserta perubahan nama dan pemindahan ibukota
BAB II
PEMBAGIAN DAERAH
Pasal 2
(1) Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi,
Pasal 3
terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua batas mil laut yang diukur
dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
BAB III
Pasal 4
(1) Dalam rangka Pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah
Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan
(2) Daerah-daerah sebagaimana pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan
Pasal 5
(2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
nama Daerah, serta perubahan nama daerah, serta perubahan nama dan
Pasal 6
(1) Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
KEWENANGAN DAERAH
Pasal 7
(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
pasal 8
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan
dilimpahkan tersebut.
Pasal 9
(1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam
(2) Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otononi termasuk juga kewenangan yang
tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Pasal 10
(1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya
peraturan perundang-undangan.
meliputi:
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
(3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah
Propinsi.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
Pasal 11
(1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
Pasal 12
Pasal 13
(1) Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka
tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
peraturan pcrundang-undangan.
BAB V
Bab Kesatu
Umum
Pasal 14
(1) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah
(2) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala, Daerah beserta perangkat Daerah
lainnya.
Bagian Kedua
Pasal 16
(1) DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk
(2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
Pasal 17
(1) Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-
panitia.
(3) DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD.
(4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 18
Walikota;
(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
Pasal 19
Daerah;
C. mengadakan penyelidikan;
(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan
(1) DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat
hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan
pembangunan.
(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak
permintaan, sebagai dimaksud pada ayat (1), diancam dengan pidana kurungan
(3) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur
Pasal 21
a. pengajuan pertanyaan;
b. protokoler; dan
e. keuangan/administrasi.
(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan
Pasal 22
peraturan perundang-undangan;
Pasal 23
(1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam
setahun.
(2) Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya
seperlima dari jumlah anggota atau atas pcrmintaan Kepala Daerah, Ketua
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
Pasal 24
Pasal 25
tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tcrtib DPRD atau atas kesepakatan di antara
pimpinan DPRD.
Pasal 26
Pasal 27
Anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan karena pernyataan dan atau
pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD, baik terbuka maupun tertutup, yang
mengumumkan ada yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau
hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam
Pasal 28
persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD Propinsi dan
Gubernur bagi anggota DPRD Kabupaten dan Kota, kecuali jika yang
(2) Dalam hal auggota DPRD tertangkap tangan melakukan tindak pidana,
Bagian Ketiga
Sekretariat DPRD
Pasal 29
(1) Sekretariat DPRD membantu DPRD dalam menyelenggarakan tugas dan
kewenangannya.
(2) Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh
Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas
(3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung
(4) Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga ahli dengan tugas membantu anggota
(5) Anggaran Belanja Sekretariat DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan
Bagian Keempat
Kepala Daerah
Pasal 30
Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif
Pasal 31
(1) Kepala, Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga
(2) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubcrnur
(2), ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang
(4) Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, gubernur berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada gubernur
Pasal 32
(3) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota
(3), ditetapkan dalam Peraturan Tata Tcrtib DPRD sesuai dengan pedoman yang
Pasal 33
Yang dapat ditetapkan menjadi Kepala Daerah adalah warga negara Republik
b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah
yang sah;
sederajat;
Pasal 34
(1) Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD
(2) Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah, ditetapkan oleh DPRD
(3) Untuk pcncalonan dan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
(4) Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil
Pasal 35
(1) Panitia pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas:
(2) Bakal calon Kepala Daerah dan-bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi
Pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada DPRD untuk
Ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.
Pasal 36
(1) Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai
(2) Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon
pimpinan DPRD.
(3) Dua fraksi atau lebih dapat secara bersama-sama mengajukan pasangan bakal
calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud
Pasal 37
(1) Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan
(2) Pimpinan DPRD mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi,
Kepala Daerah.
(3) Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab dengan para bakal calon.
(4) Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atas kemampuan
dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara
menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil
Kepala Daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh DPRD.
Pasal 38
(1) Nama-nama, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan
(2) Nama-nama calon-Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan calon
Wakil Walikota yang akan dipilih oieh DPRD ditetapkan dengan keputusan
pimpinan DPRD.
Pasal 39
(1) Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dilaksanakan
(2) Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam.
(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum dicapai, rapat
paripurna diundur paling lama satu jam Lagi dan selanjutnya pemilihan calon
tetap dilaksanakan.
Pasal 40
(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
(2) Setiap anggota DPRD dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon
Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dari pasangan calon yang
ayat (4).
(3) Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
ditetapkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan
Pasal 41
Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk sekali masa jabatan.
Pasal 42
(1) Kepala Daerah dilantik oieh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk
bahwa saya akan selalu taat dalam mengenalkan dan mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
Indonesia
(4) Tata cara pengucapan sumpah/janji dan pelantikan bagi Kepala Daerah
Bagian Kelima
Pasal 43
Pasal 44
kepada DPRD.
tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah
Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu
Pasal 45
(1) Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggung jawaban kepada DPRD pada setiap
(2) Kepala Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal
tertentu atas permintaan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
Pasal 46
(3) Bagi Kepala Daerah yang pcrtanggungjawabannya ditolak untuk kedua kalinya,
(4) Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 47
Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
Bagian Keenam
Pasal 48
a. turut serta dalam swata-perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara
masyarakat lain;
yang bersangkutan;
d. menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut dapat hidup
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan, selain
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Kepala Daerah
Pasal 49
a. meninggal dunia;
g. mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan
tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh DPRD.
Pasal 50
(2) Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dihadiri oleh
Pasal 51
apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, yang diancam, dengan hukuman
lima tahun atau.lebih, atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur
Pasal 52
(1) Kepala Daerah yang diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberhentikan untuk
(2) Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah
(3) Kepala Daerah yang setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti
melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
Pasal 53
(1) DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah secara
(2) Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
setelah pemberitahuan.
(3) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir,
Pasal 54
dimaksud dalam Pasal 53, tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah
Bagian Kedelapan
(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
hukuman mati.
(3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
24 jam.
Bagian Kesembilan
Pasal 56
(2) Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk,
taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang
(5) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal 43,
kecuali huruf g, Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil
Kepala Daerah.
(6) Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil Gubernur, Wakil Kepala Daerah
Kabupaten disebut Wakil Bupati dan Wakil Kepala Daerah Kota disebut
Wakil Walikota.
Pasal 57
(3) Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah
Pasal 58
(1) Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Kepala Daerah diganti
(2) Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah
tidak diisi.
(3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, sekretaris
(4) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, DPRD
Bagian Kesebelas
Perangkat Daerah
Pasal 60
Pasal 61
(2) Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur alas persetujuan pimpinan
Administrasi.
(4) Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati
atau Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil
kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan
Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala (3)
Daerah.
Pasal 62
(2) Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat alas usul Sekretaris Daerah.
(3) Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
(1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin
(3) Camat diangkat oleh Bupati/Walikota alas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/
Walikota.
Pasal 67
(1) Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan.
(2) Kepala Kelurahan disebut Lurah.
(3) Lurah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat oleh Walikota/
Pasal 68
(1) Susunan organisasi perangkat Daerah ditetapkan (1) Peraturan Daerah dan
(2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah (2) ditetapkan dengan
BAB VI
KEPALA DAERAH
Pasal 69
Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka
Pasal 70
Pasal 71
(1) Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika
Pasal 72
(1) Untuk melaksanakan Peraturan Dacrah dan alas kuasa peraturan perundang-
Daerah.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan
Pasal 73
(1) Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah yang bersifat mengatur
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mempunyai kekuatan hukum dan
Pasal 74
Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dengan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas
Daerah.
BAB VII
KEPEGAWAIAN DAERAH
Pasal 75
kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil di Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Daerah,
Pasal 76
serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang
Pasal 77
BAB VIII
KEUANGAN DAERAH
Pasal 78
(1) Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas
(2) Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiayai dari dan atas bebas
Pasal 79
b. dana perimbangan;
Pasal 80
(1) Dana perimbangan, sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas:
a. bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
(2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan,
perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima langsung oleh Daerah
penghasil.
(3) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan
serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, diterima oleh, Daerah penghasil dan Daerah lainnya
(4) Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
Pasal 81
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan/
atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan
persetujuan DPRD.
(2) Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan dilaksanakan
(3) Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri,
(4) Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 82
(2) Penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi Daerah
undangan.
Pasal 83
(1) Untuk mendorong pemberdayaan Daerah, Pemerintah memberi intensif fiskal dan
nonfiskal tertentu.
(2) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 84
Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan
Pasal 85
(1) Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak
(2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang:
a. penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya;
Pasal 86
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Belanja Negara.
berakhir.
(5) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan
dan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Pemerintah Propinsi
untuk diketahui.
Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pcndapatan dan Belanja Dacrah,
undangan.
BAB IX
KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 87
(1) Beberapa Daerah dapat mengadakan kerjasama antar Daerah yang diatur dengan
keputusan bersama.
(3) Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan
keputusan bersama.
(4) Keputusan bersama dan/atau kerjasama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan Daerah harus
Pasal 88
Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/
badan luar negeri, yang diatur dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut
Pasal 89
pada ayat (1), terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan
Agung.
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 90
C. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih Daerah yang
Pasal 91
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan hal-hal lain
Pasal 92
perundang-undangan.
BAB XI
DESA
Bagian Pertama
Pembentukan, Penghapusan dan/atau
Penggabungan Desa
Pasal 93
Pasal 94
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan
Pemerintahan Desa.
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Pasal 95
(1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
(2) Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari calon yang memenuhi
syarat.
(3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa
Pasal 96
Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa
Pasal 97
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa warga negara
C. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang
m. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur
Pasal 98
(1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.
dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
Pasal 99
Kabupaten.
Pasal 100
Kabupaten kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
Pasal 101
Pasal 103
a. meninggal dunia;
d. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; dan
(2) Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
Bagian Ketiga
Pasal 104
Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi
Pasal 105
(1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang
memenuhi persyaratan.
(2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota.
(3) Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
Bagian Keempat
Lembaga Lain
Pasal 106
Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa dan
Bagian Kelima
Keuangan Desa
Pasal 107
2). bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
e. pinjaman desa.
(2) Sumber pendapatan desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui
(3) Kepala desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan anggaran pendapatan dan
(4) Pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa ditetapkan oleh bupati.
(5) Tatacara dan pungutan objek pendapatan dan belanja desa dan badan perwakilan
desa.
Pasal 108
Bagian Keenam
Pasal 109
(1) Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur
(2) Untuk pciaksanaan kerja sama, scbagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
Pasal 110
bagian wilayah Desa menjadi wilayah permukiman, industri, dan jasa wajib
Pasal 111
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah
BAB XII
Pasal 112
Daerah.
Pasal 113
ditetapkan.
Pasal 114
lainnya.
pelaksanaannya.
(4) Daerah yang tidak dapat mcnerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan
Pemerintah.
BAB XIII
Pasal 115
Presiden mengenai:
(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri
oleh DPRD.
(3) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan karena jabatannya adalah Ketua
Pasal 116
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 117
Pasal 118
(1) Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat diberikan otonomi khusus dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 119
(2) Pengaturan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
Pasal 120
Pasal 121
Pasal 122
undang-undang ini.
Pasal 123
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124
Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas dan ibukota Propinsi
Daerah Tingkat I, Daerah Istimewa, Kabupaten Daerah Tingkat II, dan Kotamadya
Pasal 125
(1) Kotamadya Batam, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika,
pada ayat (1), sudah harus berubah statusnya menjadi Kabupaten/Kota jika
Pasal 126
(1) Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini tetap sebagai Kecamatan, Kelurahan, dan Desa atau yang
disebut dengan nama lain, sebagainiana yang dimaksud dalam Pasal 1 huruf
peraturan pcrundang-undangan.
(2) Desa-desa yang ada dalam wilayah Kotamadya ,Kotamadya Administratif, dan
Pasal 127
instruksi, petunjuk atau pedoman yang ada atau yang diadakan olch Pemerintah
dan Pemerintah Daerah j1ka tidak bertentangan dengan undang-undang ini
Pasal 128
Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
Wakil Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Walikotamadya Kepala Daerah
Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, pada saat mulai
Pasal 129
dihapus.
Pasal 130
(1) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih awal daripada
masa jabatan Kepala Daerah, jabatan wakil Kepala Daerah tidak diisi.
(2) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih lambat dari
pada masa jabatan Kepala Daerah, masa jabatan Wakil Kepala Daerah
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 131
lagi:
(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lcmbaran Negara Nomor
3153).
Pasal 132
Pasal 133
Pasal 134
Disahkan di Jakarta
ttd
Diundangkan di Jakarta
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANJUNG
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
dengan Undang-undang.
akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, di daerah pun,
desentralisasi.
(1) untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan
Daerah.
kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
Republik Indonesia.
kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak atau
berikut:
keanekaragaman Daerah.
(3) Pelaksanaan otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
(6) Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
Daerah.
2. Pembagian Daerah
Isi dan jiwa yang terkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945
masyarakat.
Kabupaten dan Daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
kepada rakyat. Oleh karena itu, hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk
5. Kepala Daerah
Tertentu yang intinya agar Kepala Daerah selalu bertakwa kepaga Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki etika dan moral, berpengetahuan dan berkemampuan sebagai
masyarakat.
Pimpinan Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu
bangsa, negara, dan masyarakat umum dari pada kepentingan pribadi, golongan,
dan aliran. Oieh karena itu, dari kclompok atau etnis, dan keyakinan mana
pun Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil, dan netral.
7. Kepegawaian
Daerah Kota dalam Daerah Propinsi diatur oleh Gubernur, sedangkan mutasi
dan/atau antar-Daerah Kabupaten dan Daerah Kota atau Daerah Propinsi dengan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada kesepakatan Daerah Otonom
tersebut.
8. Keuangan Daerah
(1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
(1) Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan
pemberdayaan masyarakat.
(3) Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum
atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa
warganya.
Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD
Otonomi Daerah. Karena itu, Peraturan Daerah yang ditetapkan Daerah Otonom
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
ayat (1)
cukup jelas
ayat (2)
Yang dimaksud Wilayah Administrasi adalah daerah administrasi menurut
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain adalah
Bahwa Daerah. Propinsi tidak membawahkan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Daerah dilengkapi dengan peta yang dapat menunjukkan dengan tepat letak
Daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud ditetapkan Peraturan Pemerintah didasarkan pada usul Pemerintah
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan moneter dan fiskal adalah kebijakan makro ekonomi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Pasal 9
Ayat (1)
perkebunan.
tanaman; dan
Ayat (2)
dan Daerah Kota yang ditangani oleh Propinsi setelah ada pernyataan
Ayat (3)
cukup jelas
Pasal 10
ayat (1)
Yang dimaksud dengan sumber daya nasional Ayat (1) adalah sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia yang tcrsedia di
Daerah
Pasal 11
Ayat (1)
sudah berada pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Oleh karena itu,
penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif, tetapi dilakukan
Ayat (2)
Kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
Pasal 12
cukup jelas
Pasal 13
cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat(1)
wilayah laut.
Ayat(2)
Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD bukan
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pemilihan anggota MPR dari Utusan Daerah hanya dilakukan oleh DPRD
Propinsi.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Ayat (2)
cukup jelas
Pasal 19
cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pejabat negara dan pejabat pemerintah adalah pejabat
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
cukup jelas
Pasal 22
cukup jelas
Pasal 23
cukup jelas
Pasal 24
cukup jelas
Pasal 25
cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
cukup jelas
Pasal 28
cukup jelas
Pasal 29
cukup jelas
Pasal 30
cukup jelas
Pasal 31
cukup jelas
Pasal 32
cukup jelas
Pasal 33
cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Daerah secara bersamaan adalah bahwa calon Kepala Daerah dan calon
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan rapat paripurna adalah rapat yang khusus diadakan
ayat (3)
cukup jelas
Pasal 38
ayat (1)
ayat (2)
Calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan calon
Pemerintah.
Pasal 39
cukup jelas
Pasal 40
cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Islam;
Hindu; dan
agama Budha.
Ayat (3)
cukup jelas
Ayat (4)
cukup jelas
Pasal 43
huruf a
cukup jelas
huruf b
cukup jelas
huruf c
cukup jelas
huruf d
cukup jelas
huruf e
huruf f
cukup jelas
huruf g
cukup jelas
Pasal 44
cukup jelas
Pasal 45
cukup jelas
Pasal 46
cukup jelas
Pasal 47
cukup jelas
Pasal 48
huruf a dan c
Pasal 49
cukup jelas
Pasal 50
cukup jelas
Pasal 51
cukup jelas
Pasal 52
cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Ayat (2)
cukup jelas
Pasal 54
cukup jelas
Pasal 55
cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
cukup jelas
Ayat (2)
cukup jelas
Ayat (3)
Hindu; dan
agama Buddha.
Ayat (4)
cukup jelas
Ayat (5)
cukup jelas
Pasal 57
cukup jelas
Pasal 58
cukup jelas
Pasal 59
cukup jelas
Pasal 60
cukup jelas
Pasal 61
cukup jela
Pasal 62
cukup jelas
Pasal 63
cukup jelas
Pasal 64
cukup jelas
Pasal 65
Pasal 66
cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
cukup jelas
Ayat (2)
cukup jelas
Ayat (3)
Ayat(4)
Ayat (5)
cukup jelas
Ayat (6)
cukup jelas
Pasal 68
cukup jelas
Pasal 69
Pasal 70
cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Paksaan itu harus didahului oleh suatu perintah tertulis oleh penguasa
hanya dilakukan dalam hal yang sangat perlu saja dengan cara seimbang
Ayat (2)
cukup jelas
Pasal 72
cukup jelas
Pasal 73
ayat (1)
mengatur dilakukan mcnurut cara yang sah, yang merupakan keharusan agar
perlu dimasyarakatkan.
ayat (2)
cukup jelas
Pasal 74
cukup jelas
Pasal 75
cukup jelas
Pasal 76
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
huruf a
angka 4
huruf b
cukup jelas
huruf c
cukup jelas
huruf d
lain-lain pendapatan Daerah yang sah adalah antara lain hibah atau
penerimaan dari Daerah Propinsi atau Daerah Kabupatcii/Kota lainnya,
Pasal 80
Ayat (1)
huruf a
negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam antara lain di
dan perikanan.
ayat (2)
Tidak termasuk bagian Pemerintah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
dan Bea Perolchan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dikembalikan kepada
Daerah.
ayat (3)
Cukup jelas
ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
DPRD.
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 82
Ayat (1)
Ayat (2)
Peraturan Daerah.
Pasal 83
Ayat (1)
lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
cukup jelas
Ayat (2)
Huruf c
Pasal 86
cukup jelas
Pasal 87
cukup jelas
Pasal 88
cukup jelas
Pasal 89
cukup jelas
Pasal 90
cukup jelas
Pasal 91
ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
swasta.
Ayat (2)
ayat (3)
cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Pasal 94
masyarakat Desa.
Pasal 95
Ayat (1)
Desa setempat.
Ayat (2)
cukup jelas
Pasal 96
Pasal 97
cukup jelas
Pasal 98
Ayat (1)
cukup jelas
Ayat (2)
Hindu; dan
agama Buddha.
Ayat (3)
cukup jelas
Pasal 99
cukup jelas
Pasal 100
Pasal 101
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
huruf d
Cukup jelas
Huruf e
berselisih.
Huruf f
cukup jelas
Pasal 102
Huruf a
cukup jelas
Huruf b
Pasal 103
ayat (1)
Huruf a
cukup jelas
Huruf b
cukup jelas
Huruf c
cukup jelas
Huruf d
tugasnya sebagai Kepala Desa sampai dengan dilantiknya Kepala Desa yang
baru.
Huruf e
cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Ayat (1)
Sumber pcndapatan yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak
retribusi yang sudah dipungut oleh Daerah Kabupaten, tidak Ayat (2)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
cukup jelas
Ayat (5)
cukup jelas
Pasal 108
cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 110
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
yang bersangkutan.
Pasal 112
Ayat (1)
supervisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 113
cukup jelas
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pasal 115
Ayat (1)
Pemerintah;
Ayat (2)
orang, yang terdiri atas 2 orang wakil Daerah Propinsi, 2 orang wakil
Daerah Kabupaten dan 2 orang wakil Daerah Kota dengan masa tugas selama
dua tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 116
cukup jelas
Pasal 117
cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Bangsa-Bangsa.
Ayat (2)
Pasal 122
Pasal 132
Ayat (1)
Ayat (2)
UU 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Status
Latar Belakang
Pertimbangan mengapa ada UU 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah:
bahwa ketentuan tugas dan wewenang dewan perwakilan rakyat daerah provinsi, kabupaten/kota
perlu dilakukan penyesuaian dengan undang-undang yang mengatur pemilihan gubernur, bupati,
dan wali kota;
bahwa untuk mengatasi permasalahan sebagaimana dimaksud pada huruf b, ketentuan tugas dan
wewenang dewan perwakilan rakyat daerah provinsi, kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perlu dilakukan
perubahan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
Dasar hukum
Dasar hukum UU 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah:
Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Isi UU 9/2015
Berikut isi UU 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (bukan seperti format aslinya) :
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657), diubah sebagai
berikut:
Ketentuan ayat (1) Pasal 63 diubah, sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
Kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dibantu oleh wakil kepala daerah.
Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Daerah provinsi disebut wakil
gubernur, untuk Daerah kabupaten disebut wakil bupati, dan untuk Daerah kota disebut wakil
wali kota.
Ketentuan ayat (1) huruf f Pasal 65 dihapus, sehingga Pasal 65 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang
RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
untuk dibahas bersama;
mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
dihapus.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah berwenang:
mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah
dan/atau masyarakat;
Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan
kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala
daerah.
Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada
wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan
sementara, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang kepala daerah oleh wakil
kepala daerah dan pelaksanaan tugas sehari-hari kepala daerah oleh sekretaris daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.
Ketentuan Pasal 66 ayat (3) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 66
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan
Daerah;
melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan
atau berhalangan sementara; dan
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wakil kepala daerah
melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah
yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wakil kepala
daerah menandatangani pakta integritas dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Wakil kepala daerah wajib melaksanakan tugas bersama kepala daerah hingga akhir masa
jabatan.
Pasal 88
Dalam hal pengisian jabatan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) belum
dilakukan, wakil gubernur melaksanakan tugas sehari-hari gubernur sampai dilantiknya wakil
gubernur sebagai gubernur.
Dalam hal pengisian jabatan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2)
belum dilakukan, wakil bupati/wakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari bupati/wali kota
sampai dengan dilantiknya wakil bupati/wakil wali kota sebagai bupati/wali kota.
Ketentuan Pasal 101 ayat (1), di antara huruf d dan huruf e, disisipkan huruf d1, sehingga Pasal
101 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 101
b . membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi
yang diajukan oleh gubernur;
d . dihapus.
d1 . memilih gubernur dan wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk
meneruskan sisa masa jabatan;
f . memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah provinsi terhadap rencana
perjanjian internasional di Daerah provinsi;
g . memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah provinsi;
i . memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah provinsi; dan
j . melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib.
Ketentuan Pasal 154 ayat (1), di antara huruf d dan huruf e, disisipkan huruf d1, sehingga Pasal
154 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 154
d . dihapus.
d1 . memilih bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dalam hal terjadi
kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan;
g . memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
i . memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah;
j . melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal II