Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SEJARAH WALI SONGO


“Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”

OLEH

KELOMPOK 7 :

 Iip Saripah
 Ahmad Fadilah
 Andiki
 Rizal Setiana

SMK NEGERI CAMPAKA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah Wali Songo“ ini dengan tepat
waktu.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Pada kesempatan ini, dengan tulis ikhlas penyusun menyampaikan terima


kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua penyusun, Bapak /Ibu guru dan
teman-teman yang telah memberikan bantuan dan partisipasinya baik dalam
bentuk moril maupun materil untuk keberhasilan dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan
manfaatnya bagi para pembaca. Amin.

Purwakarta, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 4

A. Pendidikan Islam pada Masa Walisongo 4


B. Walisongo dan Dakwahnya 7

BAB III PENUTUP 23

A. Kesimpulan 23
B. Saran 24

DAFTAR PUSAKA iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung


demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M
yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk
pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada
sekitar abad ke 9 M atau 11 M. Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan
historis semuanya benar, hal tersebut didasar bukti-bukti sejarah serta
penelitian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan metodenya
masing-masing.

Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah,


bahwa Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M. Hal tersebut
tak lepas dari peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara
tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di
tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di
tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan
masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena
ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan
serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam
menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.

Walisongo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa yang terbagi dari


Surabaya-Gresik-Lamongan JawaTimur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Keberhasilan Islamisasi Jawa merupakan
hasil perjuangan dan kerja keras Walisongo. Proses Islamisasi berjalan dengan
damai, baik politik maupun kultural, meskipun terdapat konflik itupun sangat
kecil sehingga tidak mengesankan sebagai perang maupun kekerasan ataupun
pemaksaan budaya. Penduduk Jawa menganut dengan suka rela. Walisongo
menerapkan metode dakwah yang lentur atau baik sehingga dapat diterima

1
baik oleh masyarakat jawa. Kehadiran para Wali ditengah-tengah Pulau Jawa
tidak dianggap sebagai ancaman.

Para Wali ini menyebarkan agama Islam dengan menggunakan


pendekatan budaya dengan cara akuluturasi seni budaya lokal yang dikemas
dengan Islam seperti wayang, tembang jawa, gamelan , upacara-upacara adat
yang digabungkan dengan Islam dan dengan kepiawaan para Wali
menggunakan unsur-unsur lama (Hindu-Buddha) sebagai media dakwah
mereka dan sedikit demi sedikit memasukan nilai-nilai ajaran agama islam
kedalam unsur tersebut atau dapat disebut metode sinkretisme yang berarti
pencampuradukan sebagai unsur aliran atau paham sehingga yang bentuk
abstrak yang berbeda membentuk keserasiaan. Dengan berkembang pesatnya
Islam pada masa Walisongo tersebut maka kita akan mencoba membahasnya
dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah, maka kami memuat rumusan


masalah sebagai berikut :

1. Siapakah Walisongo itu?


2. Melalui bidang apa saja walisongo menyebarkan agama islam?
3. Bagaimana pendekatan unsur-unsur dakwah Islam Walisongo?
4. Bagaimana eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini?

C. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Ingin mengetahui siapa walisongo itu.


2. Ingin mengetahui peran Walisongo di berbagai bidang dalam
menyebarkan Agama Islam.
3. Ingin mengetahui pendekatan unsur-unsur dakwah Islam Walisongo
4. Ingin mengetahui eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini.
5. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Giri

2
6. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Drajad
7. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Muria
8. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Kudus
9. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Kalijaga
10. Untuk mengetahui riwayat hidup dan cara dakwah Sunan Gunung Jati

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam pada Masa Walisongo

Interelasi Islam dan kebudayaan jawa di bidang pendidikan tidak luput


dari perjuangan Walisongo dalam mengislamkan tanah jawa dan
perkembangan pendidikan pesantren di tanah Jawa. Secara historis, asal-usul
pesantren tidak dapat di pisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad 14-
16. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia.
Lembaga pendidikan ini telah berkembang, khususnya di Jawa selama
berabad-abad.

Ada ahli sejarah yang menganggap bahwa pesantren adalah lembaga


pendidikan keagamaan yang merupakan kelanjutan dari lembaga pendidikan
pra-Islam, yang disebut mandala. Mandala telah ada sejak sebelum majapahit
dan berfungsi sebagai pusat pendidikan semacam sekolah dan keagamaan.
Bangunan mandala dibangun di atas tanah perdikan yang memperoleh
kebebasan sangat luas dari beban-beban penyerahan pajak, kerja rodi, dan
campur tangan pihak kraton serta pemilik tanah yang tidak berkaitan dengan
keagamaan. Mandala adalah tempat yang di anggap suci karena di situ tempat
tinggal para pendeta atau para pertapa yang memberikan kehidupan yang patut
di contoh masyarakat sekitar karena kesalehannya, dan laen-laen.

Pesantren dan mandala mempunyai persamaan-persamaan, diantaranya:

1. Sama-sama memiliki lokasi jauh dari keramaian di pelosok yang kosong


dan berada pada tanah perdikan atau desa yang telah memperoleh hak
istimewa dari penguasa. Banyak pertapaan atau mandala di bagian timur
jawa di masa Hindu yang dihuni para resi yang menjalankan latihan rohani
sambil bertani. Persamaan itu ia contoh kan sebagaimana sunan kalijaga

4
yang sering bersemedi dan melakukan tirakat di pertapaan mantingan yang
sepi, yang hal itu juga dilakukan oleh para resi dalam tradisi pra-Islam.
2. Lembaga pendidikan keagamaan Hindu Buddha mandala dan lembaga
pendidikan keagamaan Islam pesantren sama-sama memiliki tradisi ikatan
guru murid. Guru adalah bapak bagi murid dan murid berbapak kepada
gurunya. Ikatan guru murid ini merupakan ciri yang umum dalam
kehidupan di mandala, yaitu murid yang jauh dari orang tuanya diserahkan
pendidikannya kepada guru sebagai pengganti orang tua di lembaga
pendidikan pra Islam. Hubungan guru murid juga menjadi ciri dalam
pendidikan Islam, terutama karena perkembangan lembaga tarekat-tarekat
yang berada di pesantren.
3. Tradisi menjalin komunikasi antardharma, yang juga dilakukan anatara
pesantren dengan perjalanan rohani atau lelana. Mengambil contoh
perjalan hayam wuruk yang diiringi oleh rombongan keraton untuk
mengunjungi satu pertapaan ke pertapaan yang lain. Tapi ini berbeda
dengan pengembangan rohani dalam tradisi pesantren dengan tradisi
agama Hindu Budha. Pengembaraan rohani tersebut sangat berkaitan
dengan perjalanan ilmiah yang ingin dicapai dalam tradisi pesantren, yaitu
untuk menambah ilmu. Perjalanan ilmiah atau yang sebut rihlah ilmiah
memunculkan santri [berarti siswa atau murid sebuah pesantren] yang
terus menerus ingin menambah ilmunya.

Metode pengajarannya yang disebut halaqah (lingkaran). Dalam


halaqoh kiai biasanya duduk dekat tiang, sedangkan para murid duduk di
depannya membentuk lingkaran. Dalam halaqoh biasanya murid yang lebih
tinggi pengetahuannya akan duduk pada posisi yang lebih dekat dengan kiai
dari pada murid yang lainnya.

Pendekatan pendidikan yang digunakan Walisongo diantaranya yaitu


sebagai berikut:

5
1. Modeling

Yang perlu ditegaskan disini adalah bahwa modeling mengikuti


seorang tokoh pemimpin merupakan bagian penting dalam filsafat jawa.
Walisongo yang menjadi kiblat kaum santri tentu berkiblat pada guru
besar dan pemimpin muslimin Nabi Muhammad SAW.

2. Substansi Bukan Kulit Luar

Ajaran al-Qur’an dan hadits pada dasarnya berkisar dengan


hubungan tuhan dengan makhluk di bumi, dan tentang bagaimana agar
makhluk selamat lahir batin, dunia akhirat. Dengan demikian, tujuan
Walisongo adalah untuk menerangkan bagaimana menerapkan teori
modalitas hubungan Allah dengan hambanya agar mudah ditangkap.
Maka, ajaran tauhid adalah salah satu materi pokok yang disajikan sejak
awal. Karena lebih mengutamakan pendekatan substantif, maka jika
terlihat pendekatan Walisongo sering menggunakan elemen-elemen non
Islam, sesungguhnya hal ini adalah alat untuk mencapai tujuan yang tidak
mengurangi subtansi dan signifikansi ajaran yang diberikan.

3. Pendidikan Islam yang Tidak Diskriminatif

Bahwa pendidikan Islam Walisongo ditujukan pada masa dapat


dilihat pada rekayasa mereka terhadap pendirian pesantren. Pendidikan
yang merakyat ini justru dijadikan akibat dalam dunia pendidikan
pesantren dewasa ini. Pendekatan pendidikan Walisongo dewasa ini telah
berkembang dalam tradisi pesantren seperti kesalehan sebagai cara hidup
kaum santri, pemahaman, dan pengaripan terhadap budaya lokal, semua
ini adalah bagian dari warisan Walisongo.

4. Dengan pendekatan kasih sayang

Bagi Walisongo, mendidik merupakan tugas dan panggilan agama.


Mendidik murid sama halnya mendidik anak kandung sendiri. Pesan
mereka dalam konteks ini adalah “sayangi, hormati, dan jagalah anak didik

6
mu, hargai lah tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan
anak turunan mu. Beri mereka makanan dan pakaian hingga mereka dapat
menjalankan syariat islam, dan memegang teguh ajaran agama tanpa
keraguan.

B. Wali Songo dan Dakwahnya


1. Sunan Maulana Malik Ibrahim
a. Riwayat Hidup

Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-


Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada
paruh awal abad 14.

Maulana Malik Ibrahim ia bersaudara dengan Maulana Ishak,


ulama terkenal di Samudra Pasai, dan Maulana Ishak sekaligus ayah
dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari
seorang ulama Persia. Pasai merupakan tempat kediaman Maulana
Malik Ibrahim, sang toko utama dan pertama dari gerakan Wali
Songo yang berperan dalam pengembangan Islam dan melahirkan
para Ulama di tanah Jawa. Mayoritas ahli sejarah menyatakan
Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand atau Persia, sehingga di
gelar Syekh Maghribi. Beliau sendiri dibesarkan di Aceh dan
menikah dengan puteri Aceh yang dikenal sebagai Puteri Raja
Champa, yang melahirkan Raden Rahmat (Sunan Ampel). Maulana
Malik Ibrahim meninggal di Gresik tahun 1419 M, dan Makamnya
yang terletak dikampung Gapura di Gresik

b. Cara Berdakwah

Syekh Maulana Malik Ibrahim diperkirakan datang ke Gresik


pada tahun 1404 M, beliau berdakwah di Gresik hingga wafatnya
yaitu pada tahun 1419 M. Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di
Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih
beragama Hindu atau Budha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang

7
beragama Islam tapi banyak pula yang beragama Hindu, atau bahkan
tiddak beragama sama sekali.

Dalam berdakwah Syekh Maulana Malik Ibrahim


menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang tepat
berdasarkan ajaran Al-Qur’an.[3]

Maulana Malik Ibrahim berhasil mencetak kader mubaligh


selama 20 tahun. Wali-wali lainnya adalah murid dari Maulana Malik
Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistim pondok
pesantren. Antara Malik Ibrahim dengan para wali yang lain atau
antara para wali itu sendiri selain diikat oleh hubungan pendidikan
juga diikat oleh hubungan kekeluargaan, yaitu dengan cara menjadi
besan, menantu atau ipar. Sistem seperti ini juga pernah dilakukan
oleh Nabi Muhammad.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa kedatangannya disertai


beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa
Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan
Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan
Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang
dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka
warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari
dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga
menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai
tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang
berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih
kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru
bercocok tanam. Beliau merangkul masyarakat bawah -kasta yang
disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu
mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah
dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan
menata pondokan tempat belajar agama di Leran.

8
2. Sunan Ampel
a. Riwayat Hidup

Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad


Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal
dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi.
Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia
lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang
kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke


pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang
adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di
Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh
ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya,
seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting
salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri
Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban.


Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri.
Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan
Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan
kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani
lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk
muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit,
untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Sunan Ampel mewarisi pondok pesantren ayahnya yaitu


Malik Ibrahim. Sunan Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban
bernama Ario Tejo. Disini dapat disimpulkan adanya hubungan yang
mesra antara ulama dengan umara. Hubungan itu dijalin dengan
dakwah. Selain daripada itu Ario Tejo membutuhkan bantuan

9
R.Rahmat yang besar wibawanya yang dapat mengamankan daerah
Tuban, Gresik dan Surabaya. Sebagai daerah kunci kemakmuran
negara. Diantara murid Sunan Ampel ialah R.Fatah putera raja
Majapahit terakhir. Sunan Ampel ikut mensponsori dan mendesign
berdirinya kerajaan islam yang pertama di Demak.[4]

b. Cara Berdakwah

Di Ampel Denta Raden rahmat berhasil menjadikan daerah


yang semula berair, berlumpur, dan berawa-rawa menjadi daerah
yang makur yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun
mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah
Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian
disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada


para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang
mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi,
tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotik, dan tidak berzina”.

Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden


Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi
pekerti yang mulia, maka ketika Raden rahmat kemudian
mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya
tidak jadi marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama
Islam ia tidak mau. Ia ingin menjadi Raja Budha yang terakhir di
Majapahit.

10
Raden rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di
Wilayah Surabaya bahkan diseluruh wilayah Majapahit, dengan
catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden Rahmat pun
memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.

3. Sunan Bonang
a. Riwayat Hidup

Menurut legenda tentang para wali di Jawa, anggota dinasti


raja Tuban sungguh banyak sumbanganya dalam penyebaran agama
Islam di Jawa Timur. Seorang adipati, yaitu adipati wilakta (mungkin
yang mendahuluhi pate vira, yang disebut Tomé Pires), memberikan
seorang putrinya sebagai istri kedua kepada Raden Rahmat dari
Surabaya. Yang kelak terkenal sebagai sunan katib Ngampel Denta.
Dari perkawinan ini lahirlah wali yang sangat luar biasa, dengan
nama Sunan Wadad (yang hidup membujang) dari Bonang,
bermukim dan giat di banyak tempat di daerah-daerah pesisir sebelah
timur. Antara lain ia dikabarkkan menjadi penghulu di masjid suci
Demak. Makamnya di Tuban menjadi tempat ziarah.

Sunan Bonang diperkirakan lahir pada tahun 1465 M, serta


meninggal dunia pada tahun 1525 M. Sunan Bonang atau Raden
Maulana Makdum Ibrahim, kemudian masyarakat Jawa lebih
mengenal dengan sebutan Sunan Bonang, ia adalah seorang putera
dari Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati. Ada yang mengatakan
bahwa Dewi Condrowati itu adalah putra Prabu Kertabumi. Dengan
demikian Raden Makdum adalah salah seorang pangeran Majapahit.

Sunan Bonang menaruh perhatian yang besar pada bidang


kebudayaan dan kesenian. Daerah operasinya ialah antara Surabaya
dan Rembang. Beliau mengarang lagu-lagu gending Jawa yang berisi
tentang Keislaman, antara lain tembang Mocopat.

11
b. Cara Berdakwah

Sunan Bonang mendapat pendidikan agamanya pada ayahnya


sendiri yaitu Sunan Ampel. Daerah tugas dakwah-Islamisasi semasa
hidupnya adalah terutama di wilayah Tuban dan sekitarnya (Jawa
Timur), dan ia dikenal seorang ulama semasa hidupnya yang gigih
dan giat sekali menyebarkan agama Islam. Sunan Bonang juga
mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban, di pasantren ini pula
ia mendidik serta menggembleng kader-kader muda Islam yang
kemudian merekalah yang akan ikut juga menyiarkan agama Islam ke
seluruh tanah Jawa. konon beliaulah yang menciptakan gending
Dharma serta berusaha mengganti nama-nama hari nahas (hari sial)
menurut kepercayaan Hindu, serta Sunan Bonang mengantikan juga
nama-nama dewa Hindu dengan nama-nama malaikat dan nama nabi-
nabi.

Sunan Bonang menyiarkan Islam di daerah Tuban, Pati,


Madura, dan Pulau Bawean. Daerah tempat beliau tinggal adalah
Bonang. Sunan Bonang sebagaimana para wali lainnya, membuat
gending-gending jawa untuk berdakwah. Beliau menciptakan
tembang dan gending berisikan ajaran-ajaran Islam, dan gending-
gending itu sangat disenangi takyat.

Bila beliau membunyikan bonang, masyarakat sekeliling yang


mendengarnya tertarik dan datanglah mereka ke masjid. Di depan
masjid dibuat kolam, sehingga setiap pengunjung yang datang sudah
dengan sendirinya mereka membersihkan kakinya. Bila mereka
berkumpul, Sunan Bonang mengajar tembang. Tembang tersebut
berisikan ajaran Islam sehingga tanpa sengaja mereka telah diberi
pelajaran agama Islam.

Raden Makdum Ibrahim san Raden Paku sewaktu masih


remaja meneruskan ajaran agama Islam hingga ke Negeri Seberang

12
yaitu di Pasai. Mereka belajar pada Syekh Awwalul Islam atau ayah
kandung Raden Paku. Selain itu, mereka juga belajar pada ulama
besar yang banyak menetap di Pasai. Seperti Ulama ahli tasawuf yang
berasal dari Baghdad, Mesir, Arab dan Iran. Setelah mereka belajar di
Pasai, Raden Makdum diperintahkan Sunan ampel untuk berdakwah
di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.

4. Sunan Giri
a. Riwayat Hidup

Menurut berita-berita Cina, Gresik didirikan sebagai kota


pelabuhan pada paruh abad XIV di sebidang tanah pantai yang
terlantar. Penduduk pertama adalah pelaut dan pedagang Cina. Pada
abad XV perkampungan baru itu menjadi makmur; pada 1411
seorang penguasa Cina disitu mengirim utusan yang membawa surat-
surat dan upeti ke Keraton Cina.

Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442


M. Maulana Malik Ibrahim memiliki seorang saudara yang terkenal
sebagai ulama besar di Pasai, bernama Maulana Saiyid Ishaq.
Maulana Saiyid Ishaq inilah sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden
Paku).

Menurut cerita tutur Jawa, seorang ahli agama berkebangsaan


Arab berasal dari Jeddah, bernama Wali Lanang (Maulana Saiyid
Ishaq), telah memperistri seorang putri raja kafir Blambangan (yang
telah disembuhkannya dari suatu penyakit), ia mendapat seorang laki-
laki dari perkawinan itu. Wali Lanang meninggalkan Blambangan
karena tidak berhasil mengislamkan rajanya. Bayi itu dimasukkan ke
dalam peti dan dilempar ke laut dan kemudian diselamatkan oleh
nahkoda perahu milik Nyai Gede Pinatih dari Gresik, janda pati
samboja.

13
b. Cara Berdakwah

Sunan Giri mendapat pendidikannya pada Raden Rahmat


(Sunan Ampel). Dalam masa pendidikan itulah Raden Paku bertemu
dengan Maulana Makdum Ibrahim, putera-puteranya Sunan Ampel
yang bergelar Sunan Bonang. Suatu ketika, Sunan Ampel
memerintahkan kepada Maulana Makdum Ibrahim dan Raden Paku
untuk pergi menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Dalam perjalanan
menuju ke tanah Suci itu, mereka singgah terlebih dahulu di Pasai-
Aceh untuk menuntut ilmu pada para ulama di tempat tersebut. Raden
Paku yang kemudian bergelar Syekh Ainul Yaqin. mengadakan
tempat berkumpul di pondok pesantrennya di Giri, itu sebabnya ia
dijuluki Sunan Giri. Menurut cerita, Maulana Saiyid Ishaq di Malaka
memberikan tugas-tugas berbeda tetapi senada kepada kedua
muridnya: santri Bonang pada dasarnya harus menyebarkan agama
Islam di Jawa Timur, tetapi Raden Paku harus menetap di Giri.

Sunan Giri Setelah Ngelmu kepada Sunan Ampel mendirikan


pendidikan islam di Giri. Dengan semakin banyaknya lembaga
pendidikan islam pesantren didirikan agama islam semakin tersebar
sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini merupakan
anak panah penyebaran islam di Jawa. Ada yang beranggapan bahwa
Raden Paku di karuniai Ilmu laduni yaitu ilmu yang langsung berasal
dari Tuhan. Sehingga kecerdasan otaknya seolah tiada bandingnya.

Murid-murid Raden Paku terdiri pada orang-orang kecil


(rakyat jelata). Kontribusinya dalam hal bidang lain misalnya, ia
adalah ulama yang mengirim utusan (muridnya) ke beberapa wilayah
ke luar Jawa. murid-muridnya itu didelegasikan misalnya ke Bawean,
Kagean, Ternate, Haruku kepulauan Maluku, dan Madura. Amatlah
besar kontribusinya itu jika kita melihat dari kegiatan yang ia
lakukan.

14
5. Sunan Drajat
a. Riwayat Hidup

Sunan Drajad atau Syarifuddin lahir pada tahun 1470 M


adalah seorang putera dari Sunan Ampel dan merupakan adik dari
Raden Makdum Ibrahim atau sunan Bonang. Nama Sunan Drajad
ketika kecil yaitu Raden Qosim, Sunan Drajat juga adalah ikut pula
mendirikan kerajaan Islam di Demak dan menjadi penyokongnya
yang setia, daerah dakwahnya di Jawa Timur dan ia terkenal seorang
waliyullah yang berjiwa sosial. Dalam pengajaran tauhid dan akidah,
Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak
mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya
mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria.

b. Cara Berdakwah

Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin


oleh Sunan Giri, yaitu menyebarkan agama Islam dengan lurus dan
benar sesuai dengan ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur dengan adat
dan kepercayaan lama. Meskipun demikian beliau juga menggunakan
kesenian rakyat sebagai media dakwah. Karena di museum Sunan
drajad terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa.

Raden Qosim adalah wali yang hidup bersahaja, walaupun


beliau juga rajin mencari rizeki. Hal itu disebabkan sikap beliau yang
sangat dermawan dan suka menolong rakyat jelata yang menderita.

6. Sunan Muria
a. Riwayat Hidup

Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau


Raden Said. Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan
Kalijaga yang menikah dengan Dewi Soejinah, putri Sunan Ngudung.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung

15
(Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa
Tengah, tempat dia dimakamkan.

b. Cara Berdakwah

Sunan Muria, dalam menyebarkan Islam di Jawa,


menggunakan pendekatan seperti yang dilakukan oleh Sunan
Kalijaga. Tradisi yang ada bukan di hilangkan, melainkan diberi
warna islam. Hal ini terlihat antara lain dalam upacara selamatan
yang dilaksanakan oleh orang Jawa pada waktu itu tetap dipelihara.

Menurut Solichim Salam, sasaran dakwah beliau adalah para


pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat jelata. Beliaulah satu-satunya
wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebagai alat dakwah untuk menyampaikan islam. Beliau pula yang
menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.

Dalam berdakwah Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah


sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama
Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan
keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut
adalah kesukaannya. Sunan Muria menyebarkan Islam pada daerah-
daerah Jepara, Tayu, Juana dan sekitar Kudus. Dalam berdakwah
beliau menggunakan metode yang tidak melawan budaya yang ada,
malah mewarnai budaya dengan ajaran Islam.

Para wali telah mengubah beberapa lakon pewayangan yang


isinya membawa pesan Islam. Antara lain cerita Dewa Ruci, Jimat
Kalimasada, Petruk Dadi Ratu, dll. Dalam bidang politik, Sunan
Muria menyongkong kerajaan Demak yang pada saat Raden Patah
wafat pada tahun 1518 terjadi konflik internal.

16
7. Sunan Kudus
a. Riwayat Hidup

Sunan Kudus memiliki nama kecil Jaffar Shadiq. Dia adalah


putra dari pasangan Sunan Ngudung (Sayyid Utsman Haji) dengan
Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang. Lahir pada 9 September
1400M/ 808 Hijriah. Bapaknya yaitu Sunan Ngudung adalah putra
Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja
Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan
sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi
Panglima Perang.

Sunan Kudus sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi


Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak,
di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati
Jipang, Arya Penangsang.

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga.


Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah
seperti Sragen, hingga Gunung Kidul. Pada tahun 1550 M Sunan
Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam sholat Subuh di Masjid
Menara Kudus, dalam posisi sujud. kemudian dimakamkan di
lingkungan Masjid Menara Kudus.

b. Cara Berdakwah
1) Strategi Pendekatan dengan Masyarakat

Sunan kudus termasuk mendukung sunan kalijaga dan sunan


bonong menerapkan strategi dakwah antara lain :

a) Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang


sukar dirubah.
b) Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran islam tetapi
mudah dirubah maka segera dihilangkan.

17
c) Tut wuri handayani dan menerapkan prinsip tut wuri
hangiseni.
d) Menghindarkan konfrontasi, didalam menyiarkan islam.
e) Pada akhirnya boleh merubah adat dan kepercayaan
masyarakat yang tridak sesuai dengan ajaran islam tetapi
dengan prinsip tidak menghalau masyarakat dari umat islam.
2) Merangkul Masyarakat Hindu – Budha

Cara beliau mendekati masyarakat Kudus yaitu dengan


memanfaatkan simbol-simbol Hindu – Budha. Hal itu terlihat
dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan
pancuran / padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan
Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, Ia memancing masyarakat untuk pergi ke


masjid mendengarkan Tabliqh-nya. Untuk itu, ia sengaja
menambatkan sapinya yang diberi nama kebo Gumarang di
halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagumi sapi
menjadi simpatik. Apalagi setelah mereka mendengarkan
penjelasan Sunan Kudus tentang Surat Al-Baqarah yang berarti
“Sapi Betina”. Sampai sekarang sebahagian masayarakat
tradisional Kudus, masih menolak menyembelih sapi.

3) Selamatan Mitoni

Dalam cerita tutur disebutkan bahwa sunan kudus ketika


gagal mengumpulkan rakyat yang masih berpegang teguh pada
adat istiadat lama. Seperti mitoni Sembari minta kepada Dewa
bahwa bila anakmya lahir supaya tampan seperti Arjuna, jika
anaknya perempuan seperti Dewi Ratih cantiknya.

Adat istiadat tersebut tidak ditentang secara keras oleh


Sunan kudus. Melainkan diarahkan ke bentuk islami. Acara
selamatan tetap ada tetapi niatnya bukan kirim sesaji kepara para

18
dewa , melainkan bersedekah kepada penduduk setempat dan
sesaji yang dihidangkan boleh dibawa pulang. Sedang
permintaannya langsung kepada Allah dengan harapan lahir laki-
laki seperti Nabi Yusuf tampannya. Dan bila perempuan seperti
Siti Mariam cantiknya. Untuk itu sang ayah dan ibu harus sering-
sering membaca surat Yusuf dan Mariam.

8. Sunan Kalijaga
a. Riwayat Hidup

Nama asli Sunan kalijaga adalah Raden Said. Beliau memiliki


saudara perempuan bernama Dewi Rasawulan. Ayahnya adalah
adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta yang sering disebut
Raden Sahur, jadi beliau termasuk keturunan Ranggalawe yang
beragama Hindu tapi Raden Sahur sendiri sudah masuk agama islam.

Sejak kecil Raden Said sudah dikenalkan dengan agama islam


oleh guru agama kadipaten tuban. Beliau memiliki suara yang sangat
merdu. Setiap malam selalu membaca Ayat Suci Al-Qur’an di
kamarnya, tetapi karena melihat keadaan lingkungan sekitarnya yang
kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata diluar sana, maka jiwa
muda Raden Said berontak. Beliau tidak tega melihat kesengsaraan
yang dialami oleh rakyat jelata akibat kemiskinan namun tetap ada
penarikan pajak yang dilakukan oleh oknum pejabat Kadipaten
Tuban.

Raden Said berniat untuk membantu mengurangi penderitaan


rakyat jelata. Awalnya beliau menyampaikan niatan itu kepada
Ayahandanya, karena tidak ada tindakan yang membantu, maka
beliau memutuskan untuk bertindak dengan caranya sendiri, yaitu
dengan mengambil sebagian hasil bumi yang akan disetorkan ke
Majapahit lalu dibagikan kepada rakyat Tuban yang membutuhkan.
Hingga pada khirnya tindakan Raden Said diketahui oleh penjaga

19
gudang. Akibat perbuatannya beliau dihukum dengan 200 cambukan
di tangan dan disekap beberapa hari.

Setelah lepas dari hukuman, Raden Said keluar dari


lingkungan istana. Beliau meneruskan perjuangannya dengan menjadi
perampok bertopeng yang mengambil harta orang-orang kaya yang
rakus lalu membagikannya pada rakyat miskin. Hingga akhirnya
Raden said bertemu dengan Sunan Bonang dan berguru padanya.
Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota
Demak (Bintara).

b. Cara Berdakwah

Raden Said tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya


sebagai Adipati Tuban. Beliau memilih kembali mengembara untuk
melanjutkan dakwah dan penyebaran agama Islam di Jawa Tengah
hingga ke Jawa Barat. Beliau sangat arif dan bijaksana dalam
berdakwah sehingga dapat diterima dan dianggap sebagai Guru Suci
se Tanah Jawa, mulai dari golongan petani hingga bangsawan dan
Raja-raja dapat menerima ajaran Sunan Kalijaga yang berciri khas
Jawa namun tetap islami.

Dalam berdakwah Sunan Kalijaga dikenal sebagai :

1) Muballigh

Caranya berdakwah sangat luwes, rakyat jawa yang saat


itu banyak menganut kepercayaan lama tidak ditentang adat
istiadatnya, beliau mendekati rakyat itu dengan cara halus,
bahkan dalam berpakaian beliau tidak memakai jubah melainkan
memakai pakaian adat jawa yang disalin dan disempurnakan
sendiri secara islami sehingga rakyat tidak merasa angker dan
mau menerimanya dengan senang hati. Cara berdakwah tersebut
sangat efektif, sebagian besar adipati di Jawa memeluk agama
islam melalui Sunan Kalijaga. Diantaranya adipati Padanaran,

20
Kartasura, Kabumen, Banyumas, serta Pajang ( sekarang
Kotagede - Yogya).

2) Ahli Budayawan

Gelar tersebut tidak berlebihan karena beliaulah yang


pertama kali menciptakan seni pakaian, seni suara, seni ukir, seni
gamelan, wayang kulit, beduk di masjid, grebek maulud, seni tata
kota, dan lain-lain.

9. Sunan Gunung Jati


a. Riwayat Hidup

Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan


Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami
perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah
SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman.
(Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat


masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah
Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa.
Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda,
pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

b. Cara Dakwah

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14


tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara.
Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu
kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga
dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya


“wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati

21
memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau
Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah


yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun
infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati


juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk
Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut
yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari


jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu
diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan
Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon).
Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15
kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan Islam pada abad ke 15-16 diselenggarakan oleh Wali


Songo yang terdiri dari Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Kudus,
Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati. Pada awalnya pedidikan islam
yang diberikan kepada masyarakat jawa melalui dakwah-dakwah itu
dilaksanaksanakan di tempat yang disebut pesantren atau mandala.

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan keagamaan di jawa,


tempat anak-anak muda bisa belajar dan memperoleh pengetahuan
keagamaan yang tingkatnya lebih tinggi. Alasan pokok munculnya
pesantren ini adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional, karena
disitulah anak-anak muda akan mengkaji lebih dalam kitab-kitab klasik
berbahasa arab yang ditulis berabad-abad yang lalu.

Walisongo melakukan dakwahnya dengan cara masuk ke dalam


budaya masyarakat jawa yang pada saat itu masih memeluk agama hindu-
budha. Mereka lebih memilih langkah halus agar mudah diterima oleh
masyarakat. Metode yang dilakukan yaitu dengan memasukkan nilai-nilai
islam ke dalam kesenian yang digemari oleh masyarakat atau langsung
bersinggungan dengan kegiatan keseharian masyarakat seperti bertani.

Ilmu yang diajarkan oleh para wali bukan hanya bersifat


keagamaan, mereka juga mengajarkan tentang ilmu hitung, pertanian,
perkebunan, kesehatan, dan kenegaraan. Namun ajaran paling inti yang
ingin mereka salurkan adalah masalah Tauhid.

23
B. Saran

Semoga makalah ini bisa menjadi refrensi untuk para pembaca


untuk mengembangkan lagi karena makalah ini belum sempurna semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

24
DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, 1999. Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Logos


Wacana Ilmu.
Rahimsyah. 2011. Kisah Perjuangan Walisongo. Surabaya : Dua Media
De Graaf & Pigeaud. 1985. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: PT
Pustaka Utama Grafiti.
Mulyati, Sri. 2006. Tasawuf Nusantara. Jakarta : Prenada Media Group
Djamal, Murni. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta
http://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/sejarah-pendidikan-di-
jawa.html (01 Mei 2013)
http://nofalliata.wordpress.com/agama-islam-dan-sekte-sektenya/islam-
aceh-dan-walisongo-2/ (02 Mei 2013)
http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-
wali9 (03 Mei 2013)
[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu, 1999), 5145
[2] Lihat : http://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/sejarah-
pendidikan-di-jawa.html (03 Mei 2013)
[3] Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, (Jakarta : Prenada Media Group,
2006), 12-13.
[4] Murni Djamal, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : 1985), 137
[5] Lihat : http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-
walisongo-wali9 (03 Mei 2015)
[6] Rahimsyah, Kisah Perjuangan Walisongo, (Surabaya :Dua Media,
2011), 18.
[7] Murni Djamal, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : 1985), hal. 137
[8] De Graaf & Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, ( Jakarta: PT
Pustaka Utama Grafiti,1985), 158.
[9] Lihat :http://nofalliata.wordpress.com/agama-islam-dan-sekte-
sektenya/islam-aceh-dan-walisongo-2/ (03 Mei 2013)

iii

Anda mungkin juga menyukai