ANGKATAN LXXX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
MARET 2015
DAFTAR ISI
2.1 Sw
amedikasi / Pengobatan Sendiri (Self Medication)
……………… 3
2.2 Pe
nggunaan Obat Rasional……………………………………….…
4
2.3 Metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA)
……………………………6
4.1.1..............................................................Questioner
4.1.2..............................................Pretest dan Post Test
4.1.3.............................................Lembar Catatan Obat
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR TABEL
2
DAFTAR GAMBAR
3
Gambar 5. Vitamin C IPI® Tablet (lengkap dengan kemasan)
………………… 22
Gambar 6. Cerebrovit® Kapsul (lengkap dengan kemasan)…………..
…….… 22
Gambar 7. Vicks® Formula 44 Sirup (lengkap dengan kemasan)
……………… 23
Gambar 8. Komix® Sirup (lengkap dengan kemasan)……………..
…………… 23
Gambar 9. Questioner (Halaman 1) Kegiatan CBIA Puskesmas
Kelurahan
Meruya Selatan 2………………………………………….…….
…… 24
Gambar 10. Questioner (Halaman 2) Kegiatan CBIA Puskesmas
Kelurahan
Meruya Selatan 2………………………………………….…….
…… 25
Gambar 11. Pretest dan Post Test (Halaman 1) Kegiatan CBIA
Puskesmas
Kelurahan Meruya Selatan 2………………………………..…..
…… 26
Gambar 12. Pretest dan Post Test (Halaman 2) Kegiatan CBIA
Puskesmas
Kelurahan Meruya Selatan 2………………………………..…..
…… 27
Gambar 13. Lembar Catatan Obat Kegiatan CBIA Puskesmas
Kelurahan
Meruya Selatan 2…………………………………………………..
… 28
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Aktif (CBIA) yang sekarang lebih dikenal dengan Cara Belajar Insan Aktif. Definisi
Ibu dalam singkatan CBIA pada awalnya dimaksudkan bahwa seorang ibu
merupakan personil kunci dalam memilih obat di rumah tangga. Seiring dengan
berjalannya waktu, CBIA juga digunakann untuk berbagai kalangan, tingkat
pendidikan, usia, gender, maupun sosial ekonomi, dan tidak terbatas dikalangan para
ibu saja. Oleh karena itu, Yayasan Kanker Indonesia Cabang Yogyakarta
menyarankan agar kepanjangan CBIA diganti menjadi Cara Belajar Insan Aktif
(Suryawati Sri, 2012).
Metode CBIA ini merupakan konsep sederhana dalam memperkenalkan
masyarakat untuk mengetahui informasi obat dari kemasan maupun brosur obat yang
terdapat di dalamnya. Sumber informasi yang dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin adalah sumber informasi pada kemasan dan brosur obat atau package insert
obat (Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 2012). Salah satu hal penting yang
dapat dihindari jika masyarakat mengetahui informasi obat yang digunakan adalah
terjadinya duplikasi dalam pemberian obat. Oleh karena itu, CBIA perlu dilaksanakan
utnuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang obat khususnya obat-obat yang
sering digunakan untuk pengobatan swamedikasi (bebas dan bebas terbatas).
Pada kesempatan ini, CBIA dilakukan di Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan
2. Peneliti menyediakan obat peraga sebagai alat bantu dari golongan analgetik /
antipiretik, obat gangguan lambung, vitamin, dan obat batuk masing-masing dua
macam obat dengan nama dagang yang berbeda dilengkapi dengan lembar catatan
obat, questioner, pretest, dan post test.
1.2 Tujuan
Metode CBIA bertujuan untuk mengetahui kemampuan
masyarakat dalam mengidentifikasi informasi obat pada kemasan
maupun pada brosur yang terdapat dalam kemasan, serta seberapa
besar persentase masyarakat yang melakukan swamedikasi dan
mengetahui seberapa besar peran tenaga kesehatan dalam
swamedikasi khususnya apoteker.
6
Selain itu, penerapan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dilakukan
untuk meningkatkan pemahaman Ibu-Ibu Kader Puskesmas
Kelurahan Meruya Selatan 2 dalam memilih serta penggunaan obat
yang rasional untuk tujuan swamedikasi. Dengan adanya pretest
dan post test pada program CBIA, diharapkan bahwa tingkat
pemahaman Ibu-Ibu Kader Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 2
dapat terukur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
3. Menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama
pemakaian) dan mengetahu batas kapan mereka harus
menghentikan self-medication yang kemudian segera minta
pertolongan petugas kesehatan
4. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat
memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian
merupakan suatu penyakit baru atau efek samping obat
5. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat
tersebut, terkait dengan kondisi seseorang.
8
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus
tepat. Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi
menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
a) Tepat jumlah
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.
b) Tepat cara pemberian
Cara pemberian obat yang tepat adalah obat Antasida
seharusnya dikunyah dahulu baru ditelan. Demikian pula
dengan antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena
akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya.
c) Tepat interval waktu pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin
dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering
frekuensi pemberian obat perhari (misalnya empat kali
sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat
yang harus diminum tiga kali sehari harus diartikan bahwa
obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
9
6. Waspada terhadap efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis
terapi, sepperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain
sebagainya.
7. Efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga
terjangkau
Untuk mencapai kriteria ini, obat dibeli melalui jalur resmi.
8. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut
konsultasikan ke dokter.
9. Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan
pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang di bawa apotek
atau tempat penyerahan obat di Puskesmas akan dipersiapkan
obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang
tepat.
10. Pasien patu terhadap perintah pengobatan yang diberikan
Ketidakpatuhan minum obat terjadi pada keadaan berikut :
a) Jenis sediaan obat beragam
b) Jumlah obat terlalu banyak
c) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
d) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e) Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai
cara penggunaan obat
f) Timbulnya efek samping.
10
Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) merupakan salah satu
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan untuk
swamedikasi. Metode ini merupakan metode pembelajaran untuk
para ibu rumah tangga agar lebih aktif dalam mencari informasi
mengenai obat yang digunakan oleh keluarga. Informasi tersebut
berguna bagi para ibu antara lain agar mampu mempertimbangkan
promosi iklan obat dipasaran dan mengelola obat dirumah tangga
secara benar mengingat hasil survey mengatakan bahwa ibu rumah
tangga adalah “key person” dalam penggunaan obat. Selain itu
juga agar tujuan self-medication dapat tercapai secara optimal
(Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 2012).
Seiring dengan berjalannya waktu, CBIA juga digunakann untuk berbagai
kalangan, tingkat pendidikan, usia, gender, maupun sosial ekonomi, dan tidak terbatas
dikalangan para ibu saja. Oleh karena itu, Yayasan Kanker Indonesia Cabang
Yogyakarta menyarankan agar kepanjangan CBIA diganti menjadi Cara Belajar Insan
Aktif (Suryawati Sri, 2012). Metode CBIA ini, dapat digunakan sebagai cara untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memilih obat.
Penyelenggaraan metode CBIA ini berawal dari pengobatan sendiri (self-
medication) yang banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan atau
gejala penyakit sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke saranan
pelayanan kesehatan maupun petugas kesehatan. Masyarakat juga membutuhkan
informasi yang benar, jelas, dan dapat dipercaya agar penentuan kebutuhan, jenis, dan
jumlah obat berdasarkan kerasionalan. Masyarakat dapat memperoleh informasi obat
yang berasal dari media cetak maupun elektronik, akan tetapi sumber informasi yang
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin adalah sumber informasi pada kemasan
obat dan brosur obat atau package insert, dimana jenis sumber informasi ini relatif
dapat dipercaya (Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, 2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
11
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan CBIA ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Meruya
Selatan 2 pada tanggal 17 Maret 2015.
12
Kegiatan CBIA ini disisipkan sebagai salah satu rangkaian acara
kegiatan arisan Ibu-Ibu Kader yang rutin diadakan di Puskesmas
Kelurahan Meruya Selatan 2, tujuannya untuk mempermudah
proses pengumpulan responden. Data diperoleh dengan
membagikan questioner, pretest dan post test kepada Ibu-Ibu Kader
yang berjumlah 21 orang.
Sebelum pemberian materi oleh fasilitator, masing-masing
kader dibagikan lembar catatan obat serta obat peraga sebagai alat
bantu. Oleh karena jumlah obat peraga yang terbatas dan Ibu-Ibu
Kader tidak dibagi menjadi beberapa kelompok akibat keterbatasan
ruangan, maka obat peraga diamati secara bergantian. Responden
diminta untuk mengamati dan mencari informasi obat yang
terdapat di kemasan obat untuk dapat dituliskan di lembar catatan
obat, meliputi :
1. Nama dagang
2. Nama bahan aktif
3. Indikasi / untuk mengobati apa ?
4. Aturan pemakaian dewasa dan anak-anak
5. Efek samping
6. Kontraindikasi / Siapa yang tidak boleh memakan ?
7. Tanggal kadaluarsa
Selama Ibu-Ibu Kader mengamati kemasan obat,
fasilitator memberikan pengarahan mengenai istilah informasi
obat yang tertera pada kemasan menjadi bahasa yang lebih
mudah dipahami yaitu sesuai dengan lembar catatan obat
yang telah dibagikan. Tujuannya agar Ibu-Ibu Kader dapat
memahami informasi apa saja yang ada dan harus
diperhatikan pada kemasan obat. Selama fasilitator
memberikan pengarahan, peneliti membantu Ibu-Ibu Kader
13
yang mengalami kesulitan dalam menemukan informasi obat
tersebut pada kemasan.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelaksanaan
metode CBIA yaitu terjadi peningkatan pemahaman Ibu-Ibu
Kader. Peningkatan pemahaman dapat di ukur dengan
membandingkan nilai pretest dengan nilai post test kader /
responden.
4.1.1 Questioner
Peneliti telah membagikan questioner sebanyak 21 lembar dan
diisi oleh Ibu-Ibu Kader Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 2.
Tiap-tiap questioner terdiri dari 15 pertanyaan yang terdiri dari 3
topik, yaitu swamedikasi (pertanyaan no. 1 – 4), pemahaman
informasi (pertanyaan no. 5, 6, 12, dan 13), serta peran tenaga
kesehatan dalam swamedikasi (pertanyaan no. 7 – 11, 14, dan 15).
Hasil dari pengisian questioner dapat dilihat pada tabel 1.
14
Berdasarkan hasil pada tabel 1. dapat dilihat bahwa
masyarakat memiliki kecendrungan untuk memilih tenaga
kesehatan untuk mengobati penyakit yang cukup tinggi yaitu
sebesar 81 %, serta memilih ke dokter sebanyak 5 %. Disamping
itu, masyarakat yang memilih melakukan pengobatan sendiri atau
swamedikasi juga berpotensi cukup banyak yaitu sebesar 14 %. Hal
ini menunjukkan masih adanyanya masyarakat yang mampu dan
mau meningkatkan kemampuan diri dalam menggali informasi obat
untuk penanganan pertama penyakit yang dialaminya maupun
keluarganya tanpa harus ke tenaga kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, klinik, maupun dokter. Kemungkinan, besarnya angka
masyarakat yang memilih penanganan penyakitnya ke tenaga
medis seperti puskesmas, rumah sakit, klinik, atau dokter
berhubungan dengan adanya program pemerintah yaitu BPJS dalam
mensubsidi biaya kesehatan masyarakat yang tidak mampu serta
sudah murahnya biaya kesehatan di puskesmas. Kemungkinan lain
yaitu, masyarakat belum atau tidak mau bahkan malas untuk
mengembangkan pemahaman diri dalam pengobatan swamedikasi
sebelum ke tenaga medis.
Berdasarkan pertanyaan questioner nomor satu, responden
yang menjawab pertanyaan dengan melakukan pengobatan sendiri
dapat melanjutkan ke pertanyaan nomor dua hingga empat dan
selain yang menjawab demikian itu dapat langsung ke pertanyaan
nomor lima. Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa masyarakat
yang melakukan swamedikasi tanpa ke tenaga medis lebih memilih
mengobati penyakitnya dengan sesuatu yang alami dan diracik
sendiri serta resep pengobatan tersebut berasal dari nenek moyang
sebanyak 67 %, sedangkan 33 % lainnya memilih untuk
menggunakan obat yang ada di rumah, atau pernah dibeli di apotek
15
dan pernah diresepkan oleh dokter sebelumnya saat mengalami
penyakit yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
masih mempercayai pengobatan yang di lakukan secara turun-
temurun serta melakukan pengobatan berdasarkan informasi dan
pengalaman penyakit yang mereka atau orang sekitarnya pernah
alami.
Mayoritas responden mendapatkan obat dari tempat yang
terpercaya, seperti rumah sakit / puskesmas yaitu sebanyak 38 %
serta penunjang kesehatan lain seperti dokter sebanyak 24 % dan
apotek sebanyak 14 %. Masyarakat masih sangat membutuhkan
informasi obat dari tenaga ahli yang mereka anggap sudah pasti
lebih paham mengenai obat dan lebih tahu cara pengobatan yang
tepat, mereka lebih tidak mau mengambil risiko jika menderita
suatu penyakit dengan mengobati sendiri. Dari jumlah tersebut
sebanyak 90 % mendapatkan informasi yang jelas mengenai cara
penggunaan obatnya, akan tetapi sayangnya sebesar 62 % dati
total yang mendapatkan informasi tersebut berasal dari dokter dan
apoteker hanya berperan sebanyak 19 %. Angka ini menunjukkan
masih sangat minimnya peran apoteker di mata masyarakat,
terlebih lagi berdasarkan pengalaman peneliti selama PKPA di
apotek puskesmas kecamatan kembangan, banyak masyarakat
yang menganggap tenaga medis yang berada di apotek itu adalah
dokter atau perawat sehingga berdasarkan hasil tersebut peneliti
menduga bahwa masyarakat belum dapat membedakan tenaga
medis sesuai bidangnya khususnya farmasis atau apoteker.
Saat menerima obat, sebanyak 95 % responden membaca
terlebih dahulu aturan pakai obat tersebut dan sebanyak 5 %
responden yang langsung menggunakan obat tanpa membaca
terlebih dahulu aturan pakainya. Hal tersebut menunjukkan
16
besarnya tingkat kesadaran masyarakat dalam memperoleh
informasi obat, selain itu informasi obat yang diperhatikan oleh
responden seperti kegunaan / indikasi / cara kerja (48 %), dosis (5
%), peringatan dan perhatian (14 %), efek samping (5 %), tanggal
kadaluwarsa (24 %), kontraindikasi (5 %) sebagian besar telah
menjadi informasi yang dicari responden sebelum meminum obat,
hanya saja kesadaran masyarakat mengenai pentingnya akan
informasi obat terutama untuk pengobatan swamedikasi perlu
ditingkatkan lagi agar tercapai tujuan pengobatan yang rasional.
17
baiknya pemahaman warga mengenai golongan obat, informasi
pada kemasan dan brosur, cara pemilihan dan mendapatkan obat,
benntuk sediaan, peringatan dan perhatian pada kemasan obat,
dosis obat, cara penggunaan obat, efek samping obat, cara
penyimpanan obat, mengetahui obat rusak dan kadaluarsa, cara
pembuangan obat, serta penjelasan mengenai obat yang ada
disekitar masyarakat yaitu dalam kehidupan sehari-hari khususnya
obat-obat swamedikasi (self-medication).
Setelah dilakukan pretest, responden diminta untuk
mendengarkan materi yaitu dengan membahas pertanyaan soal
serta ditambah dengan interaksi peserta yang mengajukan
pertanyaan. Setelah pembahasan soal, peneliti kembali meminta
responden untuk mengisi soal post test.Soal post test dibuat sama
agar dapat mengukur kemampuan Ibu-Ibu kader apakah ada
perubahan yang signifikan dengan terjadi peningkatan pemahaman
setelah pemberian materi oleh tutor. Hasil nilai post test dapat
dilihat pada tabel 3.
Sebanyak 90 % responden dapat dinyatakan paham dan 10 %
sisanya cukup paham. Hal tersebut menunjukkan peningkatan
signifikan jika dibandingkan dengan nilai pretest, dimana pada post
test sudah tidak ada responden yang masuk ke dalam katagori
tidak paham. Secara nyata, perubahan nilai pretest dan post test
individu responden dapat dilihat pada tabel 4.
Terjadi peningkatan nilai pretest dan post test pada 81 %
responden, 14 % stabil atau tidak terjadi peningkatan nilai, dan 5 %
mengalami penurunan. Penurunan nilai tidak mengubah katagori
pemahaman, responden tetap masih masuk ke dalam kategori
paham. Dengan begitu, dapat dinyatakan CBIA berhasil
meningkatkan pemahaman sebesar 81 % responden.
18
4.1.3 Lembar Catatan Obat
Pada kegiatan CBIA yang telah dilakukan, pembagian
lembar catatan obat ditujukan sebagai lembar latihan Ibu-Ibu
Kader dalam mengidentifikasi informasi obat yang terdapat
pada kemasan maupun brosur produk yaitu meliputi nama
dagang, nama bahan aktif, indikasi / untuk mengobati apa,
aturan pemakaian, efek samping, siapa yang tidak boleh
memakai / kontraindikasi, serta tanggal kadaluarsa. Masing-
masing kader mendapatkan satu lembar catatan obat, serta
secara bergantian mengidentifikasi obat yang dibagikan
sebagai obat peraga.
Karena keterbatasan waktu, pengisian lembar catatan
obat dilakukan bersama-sama dengan panduan dari tutor dan
jika ada kader yang bingung maka akan dibantu oleh peneliti.
Tutor akan mendikte apa-apa saja yang dimaksud dengan
informasi yang ada pada kemasan maupun brosur obat.
Responden diajak untuk berdiskusi dan berinteraksi
memaparkan hasil identifikasi masing-masing obat peraga.
Dari hasil pengamatan, berdasarkan hasil pemaparan dan
hasil tertulis yang telah dikumpulkan dari 17 responden, Ibu-
Ibu Kader Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 2 telah
mengerti apa yang dimaksud dengan nama dagang,
kandungan nama bahan aktif, indikasi, aturan pemakaian baik
dewasa maupun anak, efek samping, kontraindikasi, serta
tanggal kadaluarsa. Dari total keseluruhan, responden sudah
mampu mengidentifikasi keterangan informasi obat tersebut
yang terdapat pada kemasan maupun brosur obat dalam
kemasan dengan baik. Dengan begitu, responden diharapkan
19
dapat mengimplementasikan hasil belajar kegiatan CBIA ini
untuk mengidentifikasi obat-obat lainnya yang nantinya akan
digunakan baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun kerabat
dekat lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan dan hasil tertulis lembar catatan
obat yang telah dikumpulkan dari 17 responden, Ibu-Ibu Kader
Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan 2 telah mengerti apa yang
20
dimaksud dengan nama dagang, kandungan nama bahan aktif,
indikasi, aturan pemakaian baik dewasa maupun anak, efek
samping, kontraindikasi, serta tanggal kadaluarsa. Dari total
keseluruhan, responden sudah mampu mengidentifikasi keterangan
informasi obat tersebut yang terdapat pada kemasan maupun
brosur obat dalam kemasan dengan baik.
Berdasarkan pengumpulan questioner, dapat disimpulkan
bahwa masyarakat memiliki kecendrungan untuk memilih tenaga
kesehatan untuk mengobati penyakit yang cukup tinggi yaitu
sebesar 81 %, serta memilih ke dokter sebanyak 5 %. Disamping
itu, masyarakat yang memilih melakukan pengobatan sendiri atau
swamedikasi juga berpotensi cukup banyak yaitu sebesar 14 %.
Sebesar 62 % total responden mendapatkan informasi obat dari
dokter dan apoteker hanya berperan sebanyak 19 %.
Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, terjadi
peningkatan nilai pretest dan post test pada 81 % responden, 14 %
stabil atau tidak terjadi peningkatan nilai, dan 5 % mengalami
penurunan. Penurunan nilai tidak mengubah katagori pemahaman,
responden tetap masih masuk ke dalam kategori paham. Dengan
begitu, dapat dinyatakan CBIA berhasil meningkatkan pemahaman
sebesar 81 % responden.
5.2 Saran
Apoteker harus lebih menunjukkan perannya dalam
swamedikasi masyarakat, jangan malu untuk mengatakan
perkenalkan saya apoteker atau jika disapa masyarakat sebagai
suster / dokter katakan maaf, saya apoteker bukan dokter / perawat
agar masyarakat lebih mengenal ada profesi apoteker.
21
DAFTAR PUSTAKA
Sruyawati Sri (2012). Kearifan Budaya Indonesia untuk Solusi Masalah Global
Penggunaan Obat. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Kedokteran Gadjah Mada, Yogyakarta.
www. depkes.go.id, 2014. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 19.45.
22
23
LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil Questioner CBIA Puskesmas Meruya Selatan 2
No Jumla
Pilihan %
. h
1. Membiarkannya sampai sembuh 0 0
2. Pergi ke dukun / paranormal 0 0
1. 3. Mengobati sendiri 3 14
4. Pergi ke puskesmas / rumah sakit / klinik 17 81
5.Pergi ke dokter 1 5
1. Warung 2 10
2. Toko obat 3 14
5. 3. Dokter 5 24
4. Rumah sakit / puskesmas 8 38
5. Apotek 3 14
7. 1. Selalu 20 95
2. Sering 0 0
3. Kadang-kadang 1 5
4. Jarang 0 0
No Jumla
Pilihan %
. h
5. Tidak pernah 0 0
1. Nama obatnya 7 33
2. Kegunaan / indikasi / cara kerja 10 48
3. Takaran pengobatan (dosis) 1 5
8.
4. Efek samping 0 0
5. Peringatan dan perhatian 3 14
6. Lainnya, sebutkan………………….. 0 0
1. Selalu 18 86
2. Sering 0 0
9. 3. Kadang – kadang 2 9
4. Jarang 1 5
5. Tidak pernah 0 0
1. Langsung memakannya 1 5
2. Membaca aturan pakainya 20 95
3. Melihat kemasan dan membacanya 0 0
11.
4. Langsung disimpan 0 0
5. Langsung dibuang 0 0
6. Lainnya, sebutkan …………………… 0 0