Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN PERAWAT (EDUKATOR) DENGAN PENINGKATAN

ANGKA PATUH PADA PASIEN TB PARU DI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2020

Disusun oleh :

EKI LUSIANA

142012016012

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMPUNG

2020

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada tahun 2015-2019 memfokuskan pada

penguatan upaya kesehatan dasar yang berkualitas. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar

dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan. Tujuan

pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud peningkatan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya .

WHO (World Health Organistion) mengemukakan TB Paru merupakan

penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai usaha

pengendalian yang dilakukan, insiden kematian akibat TB Paru telah

menurun, namun TB Paru diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada

tahun 2012, dimana 1,1 juta orang diantaranya adalah pasien TB positif.

Namun masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta

kematian pada tahun 2014. Indonesia merupakan negara dengan penderita

TB Paru terbanyak ketiga di dunia yaitu 10 % dari seluruh penderita di

dunia .

Kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukkan bahwa TB membunuh

sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Terdapat sekitar 40% dari kasus TB di dunia

berada di kawasan Asia Tenggara. Ada enam negara dengan angka


kesakitan akibat TBC yaitu India, Cina, Nigeria, Pakistan, Indonesia dan

Afrika Selatan .

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB

tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar

660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun.

Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga

kesehatan tahun 2013 adalah 0,4% .

Terdapat lima provinsi dengan kasus TB tertinggi diantaranya Jawa Barat,

Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten dan Papua Barat. Dari lima provinsi

dengan TB paru tertinggi salah satunya adalah Banten dengan angka

prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala yaitu (0.4%)

Direktur jendral pengendalian dan penegahan penyakit kementrian

kesehatan RI mengatakan, prevalensi penyakit TB paru di Indonesia sekitar

142 per 100.000 penduduk . Sementara itu menurut data , Provinsi Banten

menjadi prevalensi angka kejadian terbesar TB yaitu 0,8 sementara Provinsi

Lampung mengalami kenaikan dari 0,1 pada tahun 2013 dan 0,3 pada tahun

2018. Sedangkan untuk kabupaten pringsewu termasuk dalam 5 besar

dengan kasus TB Paru tertinggi yaitu 50,1%.

TB (Tuberculosis) merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi

masalah kesehatan yang ditakuti oleh masyarakat karena takut tertular.


Proses penularan TB dari penderita ke orang lain melalui droplet atau

percikan renik dan dahak penderita yang terhirup melalui udara. Perlunya

pengawasan terhadap pengobatan penting untuk dilakukan, karena ketidak

patuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan

penderita TB Paru dan menyebabkan makin banyak di temukan penderita

TB Paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan .

Dampak yang terjadi ketika perawat tidak memberikan pengajaran dalam

perencanaan pulang yang merupakan sistem perawatan berkelanjutan

(discharge planning), hal ini dapat menyebabkan meningkatnya angka

kekambuhan pasien, menimbulkan komplikasi bahkan kematian setelah

berada di rumah, dikarenakan pasien dan keluarga belum mampu untuk

melakukan perawatan secara mandiri. Perawat perlu melaksanakan peran

educator dan memahami pentingnya kepatuhan pasien untuk control

sehingga perawat dapat mengevaluasi kondisi pasien dan angka

kekambuhan pasien dapat dicegah .

Sebagai educator, perawat memiliki tugas untuk meningkatkan pengetahuan

pasien TB Paru mengenai penyebab, gejala dan juga program pengobatan

yang harus dilakukan dan juga menjelaskan mengenai tujuan alasan

mengapa pengobatan tersebut harus dilakukan secara teratur . Dalam

penelitiannya membahas tentang pengetahuan pasien tuberculosis

berimplikasi terhadap kepatuhan berobat, menyatakan bahwa, tingkat

kepatuhan pasien TB Paru di pengaruhi peran perawat sebagai educator.


Kurangnya informasi baik dari petugas medis maupun perawat yang

melayani pengobatan TB Paru.

Sedikitnya informasi yang diterima oleh penderita TB Paru mengenai

penyakitnya akan mengakibatkan penderita TB Paru akan mengembangkan

pemahaman dan harapan dari sudut pandang mereka sendiri. Penderita akan

menjadi tidak patuh dalam pengobatan dan harapan mereka mengenai

pengobatan TB Paru tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran sebagai educator atau

pendidik. Sebagai seorang pendidik, perawat membantu klien mengenal

kesehatan dan prosedur asuhan keperawatan yang perlu mereka lakukan

guna memulihkan atau memelihara kesehatan untuk menyelesaikan

permasalahan penyakit yang di derita oleh pasien . Pelaksananaan peran

perawat sebagai edukator sangat dibutuhkan. Hal ini terjadi karena

kegiatan yang berupa promotif dan preventif lebih diutamakan daripada

kuratif dan rehabilitative .

Hasil studi menurut , ditemukan bahwa di provinsi Lampung angka kejadian

TB Paru tertinggi di kabupaten Way Kanan dengan 76,4%, Sedangkan di

kabupaten Pringsewu termasuk dalam 5 besar kabupaten dengan kasus TB

Paru tertinggi yaitu 50,1%.


Menurut penelitian , di Puskesmas Delanggu Kabupaten Klaten

menunjukkan adanya hubungan kepatuhan minum obat dengan kesembuhan

pasien tuberkulosis paru BTA positif. Menurut Penelitian Hannan (2013

dalam , peran keluarga sangat penting sebagai motivator, edukator,

fasilitator, inisiator, pemberi perawatan, koordinator dan mediator terhadap

anggota keluarganya yang menderita TB Paru. Secara klinis, motivasi

diperlukan untuk mendapatkan kekuatan pada penderita TB Paru yang menjalani

pengobatan supaya bisa patuh dan sembuh. Berdasarkan uraian diatas peneliti

tertarik untuk meneliti “Hubungan Peran Perawat (Edukasi) Dengan

Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru”.

B. Rumusan Masalah

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi masalah

kesehatan yang ditakuti oleh masyarakat karena takut tertular. Sebagai

perawat edukator salah satu tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam

pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis, dampak yang terjadi

ketika perawat tidak memberikan pengajaran dalam perencanaan pulang hal

ini dapat menyebabkan meningkatnya angka kekambuhan pasien,

menimbulkan komplikasi bahkan kematian setelah berada di rumah,

dikarenakan pasien dan keluarga belum mampu untuk melakukan perawatan

secara mandiri. Pengetahuan pasien tuberculosis berimplikasi terhadap

kepatuhan berobat, menyatakan bahwa, tingkat kepatuhan pasien TB Paru di

pengaruhi peran perawat sebagai educator. Kurangnya informasi baik dari

petugas medis maupun perawat yang melayani pengobatan TB Paru. Maka


dari itu peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Perawat (Edukator)

Dengan Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan Perawat (Edukator) Dengan Peningkatan

Angka patuh pada pasien TB Paru di RSUD Pringsewu ”.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, jenis

kelamin & tingkat pendidikan.

b. Untuk mengetahui distribusi peran perawat sebagai educator di RSUD

Pringsewu.

c. Untuk mengetahui distribusi responden frekuensi kepatuhan kejadian

TB Paru di RSUD Pringsewu.

d. Untuk mengetahui Hubungan Perawat (Edukator) Dengan

Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru di RSUD Pringsewu

Tahun 2020”.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Lingkup masalah

Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru

2. Lingkup tempat
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu

2. Objek penelitian

a. Variabel Dependen

Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru

b. Variabel Independen

Perawat edukator

c. Lingkup Waktu

Bulan April- Mei 2020

d. Subjek Penelitian

Perawat di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.

E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Penelitian ini memberikan wawasan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dibidang kesehatan. Dapat juga digunakan sebagai dasar

pendidikan dalam memberikan ilmu pada pasien dan keluarga, dan

perbandingan bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian yang

lebih luas.

b. Bagi Rumah Sakit

Memberikan informasi tentang pentingnya peran perawat sebagai edukator

dalam memberikan pendidikan dan informasi guna untuk meningkatakan

angka patuh pada pasien TB paru untuk melakukan pengobatan, hal ini

untuk mencapai tingkat kesehatan pasien yang optimal.

b. Bagi Perawat
Memotivasi teman sejawat untuk melakukan perannya sebagai edukator

dalam memberikan asuhan keperawatan, agar pasien atau keluarganya

tahu tindakan apa yang harus dilakukan di rumah sakit maupun di rumah.

c. Bagi Peneliti Selanjuitnya

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bahan informasi tambahan,

bagi yang meneliti “ Hubungan peran perawat (edukator) dengan

peningkatan angka patuh minum obat pada pasien TB paru”.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tuberculosis

1. Pengertian
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang di

sebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian besar

kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ

tubuh lainnya. Tuberculosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

Mycrobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang pada bagian orhan

tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang,

persendia, selaput otak, usus serta ginjal yang sering di sebut dengan

ekstrapulmonal TBC .

Tuberculosis dapat menular bila penyakit TB adakah pasien TB BTA

(Basil Tahan Asam) positif. Apabila seorang telah terinfeksi kuman TB

namun belum menjadi sakit maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke

orang lain. Kuman ditularkan oleh penderita TB BTA positif melalui

batuk, bersin, atau saat berbicara lewat percikan droplet yang keluar .

Kelompok bakteri mycrobacterium selain mycribacterium tuberculosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai

MOTT (Mycrobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa

mengganggu penegakan diagnosis dan TBC .

2. Etiologi

Mycrobacterium Tuberculosis merupakan penyebab dari tuberculosis yang

dapat menyerang berbagai organ dan dapat ditularkan dari individu satu ke

individu lainnya, bakteri tersebut memiliki ukuran panjang 0,5 – 4 mikron

dan tebal 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak

bengkok bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai


lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat) dan

digolongkan dalam asam basil tahan asam (BTA) .

Mycrobacterium Tuberculosis bersifat dormant, sehingga bakteri ini dapat

tertidur selama bertahun-tahun sehingga kemudian menjadi aktif kembali.

Mycrobacterium Tuberculosis dapat menyebar dari orang ke orang melalui

udara, ketika orang yang menderita TB paru batuk, bersin, dan meludah,

mereka mendorong kuman TB ke udara .

Ada dua macam mikrobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe

bovin, basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastritis

tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di

udara yang berasal dari penderita tuberkulosis. Bakteri tuberkulosis ini

mati pada pemanasan 1000 C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 600

C selama 30 menit dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik.

Bakteri ini tahan selama 1 – 2 jam di udara terutama di tempat yang

lembab dan gelap (bisa berbulan – bulan), namun tidak tahan terhadap

sinar matahari .

3. Gejala Tuberculosis

Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,

demam meriang lebih satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk
sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk

tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih .

4. Klasifikasi Tuberkulosis

Penentuan klasisfikasi penyakit dan tpe pasien TB memerlukan suatu

definisi kasus yang meliputi empat hal menurut yaitu :

a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);

b. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara microskopis

(BTA positif atau BTA Negatif );

c. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat)

d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati)

Manfaat dan tujuan ditentukannya klasifikasi penyakit serta tipe penderita

ini selain untuk menentukan paduan pengobatan TB BTA positif yang

sesuai juga untuk registrasi kasus secara benar. Manfaat serta tujuan

lainnya dari penentuan klasifikasi penyakit juga tipe penderita ini adalah

untuk mengurangi efek samping pengobatan. Terdapat dua klasifikasi

penyakit untuk TB berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis yaitu

a) TB paru BTA positif yang penegakkan diagnosisnya berdasarkan hasil :

1) Setidaknya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB

2) spesimen dahak SPS dan biarkan kuman TB hasilnya positif


3) 1 atau lebih spesimen dahak pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

BTA negative menjadi positif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

b) TB paru BTA negatif yaitu yang memenuhi devinisi pada TB paru BTA

positif, dan penegakan diagnosisnya berdasarkan hasil :

1) Paling tidak 3 spesimen dahal SPS hasilnya BTA negatif

2) Foto toraks abnormal menggambarkan penyakit TB

3) Jika tidak ada perubahan setelah pemberian antibiotika non OAT

maka akan dipertimbangkan untuk diberi pengobatan oleh dokter.

Selain klasifikasi yang didapatkan dari hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, klasifikasi TB paru juga bisa berdasarkan tingkat keparahan

penyakit yaitu TB paru BTA negatif, foto thoraks positif yang di bagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, berat atau ringan.

5. Tipe Penderita Tuberculosis

Menurut , penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis

secara standar penting untuk penentuan regimen OAT. Klasifikasi TB

berdasar definisi kasus meliputi empat hal sebagai berikut :

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : TB paru atau ekstraparu.

2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) TB

dengan BTA positif atau BTA negatif.

3) Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien TB paru atau sudah

pernah diobati

4) Status HIV pasien, TB ko-infeksi HIV


B. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Dalam konteks psikologi kesehatan kepatuhan mengacu pada situasi ketika

prilaku seseorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau

nasehat yang diusulkan oleh seseorang praktisis kesehatan atau informasi

yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang

diberiakan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu kampanye

media masa. Kepatuhan terhadap pengobatan adalah kesetiaan mengikuti

program atau arahan yang direkomendasikan sepanjang pengobatan, serta

patuh dan keteraturan untuk mencapai kesembuhan bagi penderita .

Kepatuhan terhadap pengobatan TB adalah faktor utama keberhasilan

pengobatan TB, mengurangi resiko terjadinya TB dan merupakan alasan

utama mengembangkan strategi DOTS. Kepatuhan adalah sejauh mana

perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet dan melaksanakan

perubahan gaya hidup guna mempercepat kesembuhan, serta mengikuti

rekomendasi perawatan kesehatan yang disepakati .

2. Factor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

a. Internal

Factor internal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB Paru

adalah karakteristik diri dan persepsi pasien TB terhadap kepatuhan

pengobatan TB. Apabila keinginan pasien untuk sembuh berkurang

maka persepsi pasien tentang pengobatan TB akan berespon negative


sehingga kepatuhan pasien TB menjadi tidak teratur dalam

menyelesaikan pengobatannya .

b. Eksternal

Factor eksernal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB paru

adalah dukungan dan informasi dari petugas kesehatan tentang

keteraturan minum obat. Petugas kesehatan yang faham tentang

perannya sebagai educator akan memotivasi pasien untuk

menyelesaikan pengobatannya. Sementara dukungan keluarga yang

minimal, penginformasian pengobatan yang salah dapat mengubah

kepatuhan pengobatan. Khirnya, pasien menjadi drop out (putus

berobat) dalam pengobatan sehingga tidak sembuh .

3. Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuahan dilakuakn dengan mengumpulkan data yang

diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah terpilih.

Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung

mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui tolak ukur atau

ambang batas yang digunakan sebagai standar drajat kepatuhan. Salah satu

indikator kepatuhan penderita TB adalah datang atau tidaknya penderita

setelah mendapat anjuran kembali untuk control .

C. Perawat

1. Peran Perawat

a. Care provider (pemberi asuhan)


Peran pemberi asuhan keperawatan bertugas untuk memberikan

pelayanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien,

keluarga maupun komunitas sesuai dengan kewenangannya. Peran

sebagai penemu kasus dapat dilakukan dengan jalan mencari langsung

ke masyarakat (active case finding) dan dapat pula didapat tidak

langsung yaitu kunjungan pasien ke Puskesmas (Passive Case Finding).

Pelayanan nyata kepada klien agar klien mendapatkan kepuasan, Ini

merupakan langkah promosi yang sangat efektif dan murah dalam

upaya membentuk citra perawat yang baik. Stigma-stigma negatif

tentang perawat dapat hilang dengan pembuktian nyata berupa layanan

keperawatan yang profesional kepada klien .

b. Change Agent atau agen pengubah

Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan

atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya

kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola

piker pasien, keluarga, maupun masyarakat untuk mengatasi masalah

sehingga hidupyang sehat dapat tercapai .

c. Educator (pendidik)

Sebagai educator (pendidik), perawat berperan membantu klien dalam

meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang

terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga

klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang

diketahuinya. Sebagai eduator perawat juga dapat memberikan


pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi,

kader kesehatan dan lain sebagainya .

d. Advocate (pembela)

Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat klien adalah member

informasi dan bantuan kepada klien atas keputusan apapun yang dibuat

klien, member informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan

yang sesuai yang dibutuhkan klien, member bantuan mengandung dua

peran, yaitu peran aksi dan non aksi .

e. Researcher (peneliti)

Dengan berbagai kompetensi dan kemampuan intelektualnya perawat

diharapkan juga mampu melakukan penelitian sederhana dibidang

keperawatan dengan cara menumbuhkan ide dan rasa ingin tahu serta

mencari jawaban terhadap fenomena yang terjadi pada klien

dikomunitas maupun klinis. Dengan harapan dapat menerapkan hasil

kajian dalam rangka membantu mewujudkan evidence based nursing

practice (EBNP) .

f. Consultant (konsultan)

Perawat sebagai tempat konsutasi bagi pasien, keluarga dan masyarakat

dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien. Peran ini

dilakukan atas permintaan klien itu sendiri .

g. Collaborator (berkolaborasi)
Peran perawat sebagai collaborator yaitu perawat bekerja sama dengan

anggota tim kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada

klien

2. Peran perawat (educator)

Pendidikan kesehatan bagi pasien telah menjadi satu dari peran

yang paling penting bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien. Pasien dan anggota keluarga memiliki hak untuk

mendapatkan pendidikan kesehatan. Peran perawat sebagai educator yaitu

memberi informasi, pengajaran, pelatihan, arahan dan bimbingan kepada

pasien maupun keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga

diharapkan pasien menjadi tahu dan paham .

Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan

pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien,

keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehata. Perawat sebagai pendidik berperan

untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok,

masyarakat, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan tanggungjawabnya.

Perawat sebagai pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau

penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi yang dapat

meningkatkan pembelajaran .

3. Faktor yang menghambat peran educator perawat

Faktor yang menghambat kemampuan perawat untuk menjalankan

perannya sebagai pendidik/educator menurut antara lain :


a. kesiapan perawat dalam memberikan pengajaran.

Banyak perawat juga tenaga perawatan kesehatan lain yang tidak

siap untuk memberikan pengajaran. Banyak perawat mengaku

tidak siap dan tidak yakin dengan keterampilan mengajarnya. Pada

sebuah penelitian didapatkan hasil bahwa pendidikan pasien pada

dasarnya merupakan tanggung jawab perawat, tetapi hasil penelitian

menemukan bahwa aktivitas pendidikan yang dilakukan secara

keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Temuan pada studi riset ini

menunjukkan bahwa peran perawat sebagai pendidik perlu diperkuat.

b. Kebudayaan dan bahasa

Perbedaan dalam budaya dan bahasa yang digunakan oleh klien dalam

kehidupan sehari-hari dan kesiapan klien/keluarga klien dalam

menerima pengajaran dari perawat. Pasien terkadang tidak dapat

memahami bahasa yang disampaikan oleh perawat sehingga hal ini

dapat menghambat pembelajaran.

c. Kurangnya waktu pengajaran

Kurangnya waktu pengajaran merupakan halangan utama yang selalu

ada, pasien yang parah hanya dirawat dalam waktu yang singkat

dimana terjadi pertemuan yang singkat antara pasien dan perawat di

lingkungan gawat darurat, saat rawat jalan, atau d i l ingkungan r awat

jalan lain. Perawat harus tahu cara menggunakan pendekatan yang

singkat, efisien, dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staf

dengan memakai metode dan peralatan instruksional saat

pemulangan. Perencanaan pulang memainkan peranan yang lebih


penting untuk memastikan kesinambungan perawatan di semua

lingkungan.

d. Media yang digunakan

Suatu media dapat membantu dalam pengajaran dan penyampaian pesan

kepada pasien. Poster merupakan perpaduan dari gambar dan tulisan yang

berisis informasi, ajakan, seruan, saran, peringatan dan ide-ide lain.

Kelebihan poster adalah memiliki sifat persuasive yang tinggi karena

menampilkan suatu persoalan yang menimbulkan perasaan yang kuat

terhadap public dan terdapat illustrator yang mengembangkan dramatisasi

gambar dan kreasi yang menarik. Namun kurangnya persiapan media

seperti poster tersebut dalam melakukan kegiatan pengajaran menjadi

salah satu factor kurang tersampaikannya pesan yang dimaksud oleh

perawat kepada klien.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang di gunakan

untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti, yang berkaitan

dengan konteks ilmu pengetahuan yang di gunakan untuk mengembangkan

kerangka konsep penelitian . Pada penelitian ini variabel-variabel yang akan

digunakan yaitu: Kerangka teori dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1

Factor penghambat peran


Peran perawat (educator) perawat sebagai educator :
Syarat yang harus dimiliki oleh
educator : 1. Kesiapan perawat dalam
pengajaran
1. Wawasan ilmu pengetahuan
2. Kebudayaan & bahasa
2. Komunikasi
3. Kurangnya waktu pengajaran
3. Pemahaman psiokologi
4. Media yang digunakan
4. Menjadi model/contoh
Peningkatan angka patuh pada
pasien TB

Sumber : , , , , .
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah uraian, kaitan atau visualisasi hubungan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang

satu dengan yang lain sesuai variabel yang di teliti . Dalam kerangka konsep

yang dilakukan variabel independen adalah Peran Perawat (Edukasi) dan

variabel dependennya Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru.

Kerangka konsep dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2

Peran Perawat (edukator) Patuh

F. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antara

variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil

penelitian . Hipotesis dari penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan Peran Perawat (Edukator) Dengan Peningkatan Angka

patuh pada pasien TB Paru di RSUD Pringsewu Tahun 2020.

Ho : Tidak ada hubungan Peran Perawat (Edukator) Dengan Peningkatan

Angka patuh pada pasien TB Paru di RSUD Pringsewu Tahun 2020.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian bersifat analitik dengan menggunakan rancangan

Crosectional.pada penelitian ini peneliti menekankan dimana pengambilan

data terhadap variabel penelitian (variabel dependen dan variabel independen)

dilakukan pada satu waktu. Pada jenis ini peneliti tidak melihat hubungan

antara variabel berdasarkan dengan tingkat perjalanan waktu. Yang dimaksud

adalah peneliti hanya diobservasi pada waktu yang sama. Jadi, baik variabel

dependen maupun independen hanya diambil satu kali penilaian .

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan karakteristik yang melekat pada populasi,

memiliki variasi antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam satu

penelitian . Dalam penelitian ini peneliti memiliki dua variabel, yaitu variabel

independen dan dependen.

1. Variabel independen

Merupakan variabel yang menjadi sebab berubahnya variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah peran perawat (educator).

2. Variabel dependen atau bebas

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya

variabel dependen. Pada penelitian ini variabel dependen adalah patuh.

C. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek

atau fenomena . Definisi Operasional dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1
Definisi Operasional

DEFINISI
NO VARIABEL ALAT CARA HASIL SKALA
OPERSIONAL UKUR UKUR UKUR UKUR
VARIABEL INDEPENDEN

1 Peran Perawat Kuesioner Wawan 0 = baik jika Ordinal


perawat memberikan cara skor 63-100
(educator) informasi, 1= kurang
berupa baik jika
pendidikan skor 25-62
beserta arahan
kepada pasien
TB maupun
keluarga dalam
melakukan
pengobatan

VARIABEL DEPENDEN

2 Patuh Kehadiran klien Data Peneliti 0 = Patuh Ordinal


untuk control di rekam melihat sesuai
poli Puskesmas medis data dengan
Wates sekund dianjurkan
Kabupaten er oleh perawat
Pringsewu berupa 1=tidak
sesuai anjuran data patuh sesuai
perawat. rekame dengan
dis anjuran
pasien perawat
TB

D. Populasi dan Sample

1. Populasi
Populasi dalam penelitian merupakan subjek yang memenuhi kriteria

yang sudah ditetapkan . Pada penelitian ini populasi yang digunakan

adalah perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dengan jumlah

189 perawat.

2. Sampel

Sample adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

dianggap mewakili seluruh populasi . Sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah perawat di RSUD Pringsewu yaitu ada 28 perawat

sebagai (educator) pada penderita TB yang berada di wilayah RSUD

Pringsewu. Adapun penelitian ini menggunakan sampel minimum dengan

rumus lameshow sebagai Berikut :

n = (Ζ1α/2 +Ζ1_ß√P1(1-P1) + P2(1-P2) )2

(P1-P2)²

Keterangan :

n = Besar sempel

P1 = Proporsi pajanan katagori baik 0,68 .

P2 = Propossi pajanan katagori kurang baik 0,31 .

P = Rata rata P1 dan P2 (P1+P2)/2 = 0,49

Z1α/2 =Nilai Z pada deraja (1,96)

Z1_ =Nilai Z pada kekuatan uji power 0,84

n : (1,96 √2(0,49) (1-0,49) + 0,84 √0,68(1-0,68) + 0,31(1-0,31) )2


(0,68 - 0,31)2

n : (1,96 √0,98 (0,51) + 0,84 √0,21 + 0,21)2

(0,68 – 0,31)2

n : (1,96 x 0,7) + (0,84 x 0,64)2

(0,68 - 0,31)2

n : (1,37 + 0,52)2

(0,68 – 0,31)2

n : 3,61

0,13

n : 27,769, maka dibulatkan menjadi 28

Berdasarkan penghitungan diatas maka besar sampel minimal yang

digunakan dalam penelitian ini 28 responden, untuk mencegah terjadinya

drop out maka ditambah 20% jadi jumlah responden menjadi 30

responden.

Berdasarkan keterangan diatas untuk menentukan sampel terdapat dua

kriteria:

1. Kriteria inklusi

Kriteria ini merupakan ciri yang perlu dipenuhi dari setiap anggota

populasi yang dapat diambil sebagai sampel . Kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah :

a) Perawat sebagai (edukator) pada pasien TB

b) Perawat yang sudah bekerja di ruang TB minimal 1 tahun

c) Perawat yang sudah menyelesaikan pendidikan baik DIII

maupun S1.
d) Perawat yang pernah mengikuti pelatihan sebagai edukator

pasien TB

2. Kriteria eksklusi

Kriteria ini merupakan ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel . Kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah :

a) Perawat yang cuti saat penelitian

b) Perawat yang mendadak sakit, memungkinkan perawat tidak

dapat menjadi responden

c) Perawat baru

3. Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel menggunakan probability sampling dalam

pengambilan sampel memberikan kesempatan/peluang yang sama kepada

setiap individu dalam populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple

random sampling yaitu metode pengambilan sampel secara acak

sederhana dengan asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh

populasi tidak dipertimbangkan dalam penelitian, setiap individu dapat

dijadikan sampel tanpa mempertimbangkan karakteristik atau stratifikasi

yang dimiliki individu tersebut .

E. Tempat dan Waktu penelitian


a. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu Lampung.

b. Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan April - Mei tahun

2020

F. Etika Penelitian

Penelitian kesehatan yang dilakukan mengguanakan manusia menjadi objek

yang diteliti pada satu sisi. Hal ini merupakan adanya timbal balik antara

peneliti dan orang yang diteliti. Maka sebab itu sesuai dengan prinsip etika,

maka dalam pelaksanaan penelitian harus diperhatikan terhadap kedua pihak

secara etika.Status hubungan antara penelitian dan diteliti masing-masing

memiliki hak dan kewajibannya dan harus diakui oleh pihak tersebut.

Seorang responden, memiliki hak penuh terhadap apapun informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti, oleh karena itu responden memiliki hak sepenuhnya

yang harus didahulukan. Sebagai perwujudannya maka sebelum proses

wawancara peneliti diperlukan untuk meminta persetujuannya (inform

concent).

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for

humandinity)

Penelitian dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia.Subjek memiliki hak asasi serta kebebasan untuk menentukan

untuk berhenti menjadi responden (autonomiy).Subjek dalam penelitian

juga berhak untuk mendapatkan informasi yang terbuka dan lengkap

tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan penelitian, manfaat


penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang

mungkin didapat dan kerahasiaan informasi

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap subjek penelitian kemudian

menentukan apakah akanikut serta atau menolak sebagai subjek penelitian

prinsip ini tertuangdalam pelaksanaan informed concent yaitu persetujuan

untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatka

penjelasan yang lengkap dan terbuka dari penelitian tentang keseluruhan

pelaksanaan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan (The Right to Privacy)

Peneliti menjaga kerahasiaan informasi atau data yang diberikan

responden, termasuk menjaga privacy responden. Kerahasiaan dapat

dijaga dengantanpa menyebutkan nama (Anonimity), peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

(kuesioner) yang di isi oleh responden tetapi hanya diberi kode.

Kerahasiaan identitas subjek dalam penelitian ini sangat diutamakan

sehingga peneliti tidak mencantumkan nama hanya memberikan kode pada

setiap lembar persetujuan dan menuliskan nama inisial.

3. Keadilan dan keterbukaan (respect for justice on inclusiveness)

Pinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntunga yang sama tanpa membedakan gender, agama,

etnis dan sebagainya. Sedangkan prionsip keterbukaan dalam penelitian ini

mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat,

cermat, hati hati dan dilakukan secara profesional


4. Memperhitungkan manfaat dan kerugiana (balancing harms and

benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat serta bagi subjek penelitian.Peneliti berusaha untuk

meminimalisir dampak/resiko yang dapat merugikan subjek agar terhindar

dari sesuatu yang membahayakan subjek penelitian.

G. Instrumen Penelitian

1. Instrumen

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan oleh peneliti

untuk mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang

diperoleh dari suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagi

bukti (evidence) dari suatu penelitian . Alat pengumpulan data peran

perawat bentuknya berupa kuesioner. Kuesioner adalah suatu cara

mengumpulkan data yang dilakukan dengan membagikan sejumlah

pertanyaan atau pernyataan kepada responden. Kuesioner yang digunakan

yaitu kuesioner Peran perawat edukator ada 12 Pernyataan, Setiap

pernyataan dinilai dengan memberikan tanda checklist di bagian kolom

(ya) atau (tidak).

Skala pengukuran yang digunakan dalam pengukuran instrumen ini adalah

skal guitman, untuk pernyataan peran perawat edukator pada penderita TB

cara penilaian untuk pernyataan bila responden menjawab (ya) nilainya 2

dan menjawab (tidak) nilainya 1.


Alat pengumpulan data tingkat kepatuhan pasien untuk kontrol dengan

menggunakan data rekam medis. Data rekam medis termasuk data

sekunder yang diperoleh dari badan atau instansi atau lembaga yang secara

rutin mengumpulkan data. Responden dikatakan patuh untuk kontrol, jika

responden datang sesuai anjuran yang diberikan petugas kesehatan dan

dikatakan tidak patuh untuk kontrol, jika pasien tidak datang untuk kontrol

atau terlambat untuk kontrol sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh

petugas kesehatan.

2. Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan

dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun didesain dengan tepat,

namun tidak akan memperoleh hasil penelitian akurat jika menggunakan

alat ukur yang tidak valid . Untuk mengetahui validitas suatu instrument

perlu dilakukan uji antara skors tiap-tiap pertanyaan dengan skors total

kuesioner tersebut. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi

product moment dengan hasil valid apabila nilai korelasi dari pertanyaan

dalam kuesioner tersebut memenuhi taraf signifikan di atas r tabel. Bila r

hitung > r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel valid, bila r hitung < r

tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid .

Pada penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner, maka akan

dilakukan Uji validitas di Rumah Sakit Wismarini Pringsewu, pada uji

validitas akan dibagikan kuesioner kepada 20 responden dengan 12

pernyataan tentang peran perawat edukator pada penderita TB.

3. Reliabilitas
Realiabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Hal ini berarti

menujukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap

asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama .

Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r hasil

dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai r hasil adalah nilai “alpha”.

Ketentuannya bila r alpha > r tabel, maka pernyataan tersebut reliable.

Dari hasil uji reliabilitas untuk pernyataan tentang peran perawat sebagai

edukator pada penderita TB.

H. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian .

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh dari responden berupa jenis kelamin, usia,

riwayat pendidikan dan peran perawat sebagai edukator setelah mengisi

kuesioner yang diberikan peneliti.

2. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh melalui instansi kesehatan seperti dinas

kesehatan Pringsewu dan di RSUD Pringsewu dengan data kejadian TB di

RSUD Pringsewu

I. Metode Pengolahan Data

Pengelolaan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini

disebabkan karna data yang diperoleh langsung dari peneliti masih mentah,

belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk disajikan. Untuk

memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang

baik, diperlukan pengelolaan data . Langkah-langkah yang digunakan dalam

pengelolaan data adalah :

1. Editing

Peneliti sebelumnya melakukan kegiatan pengecekan dan perbaikan

pada kuesioner yang sudah dibagikan, apakah lengkap, relevan, jelas

dan konsisten

2. Coding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pengisisan dilakukan

berdasarkan kode yang dibuat, pada variabel independen yaitu variabel

peran perawat (educator) kode 0 = baik apabila skor 63-100, 1 =

kurang baik apabila skor 25-62. Pada variabel dependen yaitu angka

tidak patuh kode 1 = dikatakan tidak patuh jika pasien tidak datang

untuk kontrol sesuai dengan anjuran perawat, kode 0 = patuh, jika

pasien datang sesuai dengan waktu yang dianjurkan (terlambat) atau

pasien tidak datang.

3. Procesing
setelah semua isian kuesioner terisis dengan benar dan juga telah

melewati pengkodingan serta pemberian skor terhadap item-item yang

perlu diberi skor, selanjutnya adalah memproses data yang sudah

dientri dapat dianalisis, pemprosesan dapat dilakukan dengan

mengentri data dari kuesioner kepaket program komputer. Kemudian

menghitung atau mencatat data yang telah terkumpul, selanjutnya

diolah dengan menggunakan tabel frekuensi.

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahn saat

meng-entry kekomputer.

J. Anlisis data

1. Analisis univariat

Analisi univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian . Analisis ini digunakan untuk

memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan presentase dari semua

variabel penelitian yang meliputi variabel peran perawat (educator)

(variabel independen) serta angka patuh (variabel dependen), karakteristik

reponden meliputi umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin.

2. Analisis bivariat

Analisi bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkolerasi . Analisi bivariat penelitian ini

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara peran

perawat (educator) dengan angka patuh dengan menggunakan Chi-Square.


Keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak dapat

dilihat dari nilai P value dengan ketentuan

a. Bila P value lebih < dari 0,05 maka ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen

b. Bila P value lebih > dari 0,05 maka tidak ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

K. Jalannya penelitian

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian

1. Langkah persiapan

a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

pendidikan Universitas Muhammadiyah Pringsewu fakultas kesehatan

Program Studi S1 Keperawatan.

b. Menyerahkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian di

puskesmas Wates

2. Langkah pelaksanaan

a. Menyerahkan surat izin dan tanggal penelitian

b. Memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi lalu menjelaskan

tujuan penelitian

c. Memberikan lembar persetujuan menjadi responden

d. Memberikan kuesioner kepada masing-masing responden

e. Peneliti meneliti kembali apakah sudah memenuhi persyaratan

pengisisan
f. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dan

analisis data, hasil pengolahan dan analisis data dirumuskan

kesimpulan penelitian, kemudian data disajikan dalam bentuk variable

g. Terakhir merumuskan kesimpulan dan saran penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Dharma, K., K,. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan, Pedoman

Melaksanakan dan Menerapakan Hasil Penelitian: CV, Trans Info Media.

Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi Peneltian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis

(4 ed.). Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D: Alfabeta.

Umasugi, T., M. (2018). Peran Perawat dalam Menangani Pasien TB Paru di

Ruang IGD RSUD Tulehu Provinsi Maluku. Global Health Science, Vol

3, No 3, 241-244.

Anda mungkin juga menyukai