Anda di halaman 1dari 3

Nama : Alviyani Putri Ramulpa

Kelas : AK-61
Npm : 1923210501

1. Karena tax havens sebagai suatu negara atau wilayah yang mengenakan pajak rendah
atau sama sekali tidak mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang aman bagi
simpanan untuk menarik modal masuk. Dengan demikian dalam perpajakan
internasional, kerap digunakan tiga istilah yang bisa dipertukarkan satu sama lain yaitu:
Preferential Tax Regime’s (PTRs), Offshore Financial Centers (OFCs), dan tax havens.
Penggunaan tax heaven memiliki risiko berbahaya antara lain money laundering,
penyalahgunaan perusahaan cangkang (shell companies), pendanaan yang keliru,
penggelapan pajak, dan ancaman pada stabilitas sistem keuangan, dengan adanya tingkat
bahaya dan risiko yang tinggi maka tax heaven sangat di perhatikan sekali pada
perpajakan internasional karena penggunaan tax havens mengakibatkan hilangnya
pendapatan pajak untuk negara-negara yang bukan tax havens.

2. Penghentian Penyidikan Pajak

Penyidikan dihentikan dalam hal:

1) tidak terdapat cukup bukti ;


2) peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan;
3) peristiwanya telah daluwarsa;
4) tersangkanya meninggal dunia;
5) untuk kepentingan penerimaan negara. Atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa
Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dengan
syarat Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang di bayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar
empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
3. Transfer pricing dianggap sebagai tax avoidance karena Kegiatan transfer pricing  yaitu
mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang
tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih
rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin
capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif
pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%.
Contohnya :
Sebuah perusahaan X Corp berkedudukan di Negara X memiliki anak perusahaan di Indonesia,
yaitu PT A, yang bergerak di bidang industri pakaian. Misalkan X corp tidak bertransaksi
langsung dengan anak perusahaan di Indonesia, tetapi menjual dulu kepada anak perusahaan yang
berkedudukan di Thailand. Lalu, dari Thailand barang tersebut dijual ke perusahaan yang ada di
Malaysia, baru setelah itu perusahaan di Malaysia melakukan transaksi dengan perusahaan di
Indonesia. Sehingga ketika sampai di Indonesia, harganya sudah naik berkali-kali lipat. Dengan
begitu, jalas PT A yang berkedudukan di Indonesia akan menderita kerugian karena ia harus
membayar bahan baku dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga wajar. Sehingga
potensi pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT A ke Negara menjadi hilang karena PT A
mencatat kerugian atau keuntungnnya mengecil karena praktik transfer pricing.

4. Penyelesaian :
 Jika PT Karisma ingin agar PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- tersebut juga bisa
dibiayakan, maka PT Karisma dapat memberikan Tunjangan PPh Pasal 21. Dengan
demikian, total biaya usaha menjadi:
Rp 375.000.000,- (Rp 350.000.000,- + Rp 25.000.000,-) = Rp 125.000.000,-.
dan laba neto usaha turun menjadi Rp 125.000.000,-. Sehingga PPh Badan yang
harus dibayar adalah :
Rp 125.000.000,- x 25% = Rp 31.250.000,-.
 Akan tetapi, karena memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- maka
atas Tunjangan PPh Pasal 21 tersebut juga harus diperhitungkan dan disetorkan PPh Pasal
21.
 Dengan asumsi bahwa atas Rp 25.000.000,- dikenakan tarif rata-rata 5%, maka tambahan
PPh Pasal 21 yang harus disetor adalah:
5% x Rp 25.000.000,- = Rp 1.250.000,-.
 Dengan demikian, total pajak yang harus dibayar oleh PT Karisma adalah = PPh Badan
Rp 31.250.000 + 25.000.000 + 1.250.000= Rp57.500.000
Apabila PT Karisma memilih tidak memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 (artinya
PPh Pasal 21 yang semula Rp 25.000.000,- ditanggung sendiri tanpa memberikan
tunjangan pajak), maka PPh Badan menjadi =
Rp 500.000.000 - Rp 350.000.000,- = 150.000.000
150.000.000 x 25% = Rp 37.500.000
Sedangkan PPh Pasal 21 yang harus disetor tetap sebesar Rp 25.000.000,- sehingga
total pajak yang harus dibayar PT Karisma ke Kas Negara adalah Rp 37500.000,- (+)
Rp 25.000.000,- = Rp 62.500.000,-.

Anda mungkin juga menyukai