Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya
kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung
tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Gagal jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti
sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan
masalah utama dalam negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini
didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan penurunan
kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan
Mohaved, 2000). Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek
pada kontraksi miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot
jantung seperti pada kasus kardiomiopati atau viral karditis (Kasper et al.,
2004).
Gagal jantung karena disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan
sirkulasi untuk mensuplai kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini
biasanya diikuti kerusakan miokard bila mekanisme kompensasi gagal.
Penyebab kerusakan pada miokard antara lain infark miokard, stress
kardiovaskular (hipertensi, penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol),
infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford,
2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, congenital,
kelainan katub, hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan terjadi
peningkatan beban melebihi kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur
katub aorta dan pada endokarditis dengan masif emboli pada paru. Dapat
pula terjadi dengan fungsi sistolik yang normal, biasanya pada kondisi
kronik, misal mitral stenosis tanpa disertai kelainan miokard (Kasper et al.,
2004).
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini
juga disertai dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2000). Di Amerika
Serikat 1 juta pasien rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan

1
kontribusi 50.000 kematian tiap tahunnya (Kasper et al., 2004) dan angka
kunjungan ke rumah sakit sebanyak 6,5 juta akibat gagal jantung (Hunt et
al.,2005) Dari tahun 1990- 1999 didapatkan peningkatan rawat inap karena
gagal jantung dari 810 ribu menjadi lebih dari 1 juta dengan diagnosis
primer, dan dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang didiagnosis gagal jantung
primer atau sekunder. Tahun 2001 didapatkan angka kematian sebesar 53
ribu dengan gagal jantung sebagai penyebab primer. Didapatkan pula
kecenderungan peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua,
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45
tahun 1/1000, meningkat menjadi 10/1000 pada usia > 65 tahun, dan
menjadi 30/1000 (3%) pada usia >85. Didapatkan peningkatan secara
eksponenstial sesuai dengan peningkatan usia, 0,1 % range antara 50-55
tahun dan menjadi 10% pada usia >80 tahun. Di Amerika didapatkan
prevalensi sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan usia > 65 tahun.
Insiden dan prevalensi gagal jantung didapatkan lebih tinggi pada wanita,
didapatkan perbandingan ½, hal ini diperkirakan karena angka harapan
hidup pada wanita lebih lama (Saunders, 2000). Walaupun dengan terapi
yang adequate namun angka kematian akibat Gagal jantung cenderung
tetap (Hunt et al., 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Congestive Heart Failure (CHF)?
2. Apa etiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)?
3. Bagaimana patofisiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)?
4. Apa saja tanda dan gejala dari Congestive Heart Failure (CHF)?
5. Apa saja terapi yang dapat digunakan untuk Congestive Heart Failure
(CHF)?
6. Bagaimana pathway dari Congestive Heart Failure (CHF)?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Congestive Heart Failure (CHF)?

2
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui definisi dari Congestive Heart Failure (CHF)
2. Mengetahui etiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)
3. Mengetahui patofisiologi dari Congestive Heart Failure (CHF)
4. Mengetahui tanda dan gejala dari Congestive Heart Failure (CHF)
5. Mengetahui apa saja terapi yang dapat digunakan untuk Congestive
Heart Failure (CHF)
6. Mengetahui pathway dari Congestive Heart Failure (CHF)
7. Mengetahui asuhan keperawatan untuk Congestive Heart Failure
(CHF)

D. Manfaat Penulisan Makalah


1. Sebagai bahan ajar mata kuliah patologi
2. Sebagai acuan untuk penulisan makalah selanjutnya
3. Sebagai bahan referensi penelitian/pembuatan karya ilmiah

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait
dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang
berlebihan (Haji dan Mohaved, 2000).
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare,
2001).
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang
disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015).

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung

4
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi


dalam 4 kelainan fungsional :

1. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat


2. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

5
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya
diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya
fungsi yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis
kronis yang menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume
overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan
kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang
menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.

Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat


berupa :
1. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat
septum ventrikel.
2. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi
sistemik.
3. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard,
ataupun kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa
penyakit lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
penanganannya dan seharusnya dilakukan dengan penuh
pertimbangan.

C. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi
yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
1. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau
kemoreseptor.
2. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan
terhadap peningkatan volume.
3. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin.

6
4. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi
terhadap cairan.

Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya


volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan
resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung
memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria.
Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke
miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan
peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi)
terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan
kegagalan mekanisme pemompaan.

Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian


yaitu :

1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)


a. Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan
baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari
jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan
mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013).
Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular
pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg)
melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan
menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam
interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
b. Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan
disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari
kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah
terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang

7
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung
sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan
cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah
(Acton, 2013).
2. Mekanisme Neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana
neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul
yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan
salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai
respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem
syaraf simpatik.
3. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan
mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati
dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II. Angiotensin II
berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi
pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu,
angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk
mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah yang dapat
meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam
tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema
cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012).
4. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara
klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung
setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan
molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).

8
D. Tanda dan Gejala
1. Meningkatnya volume intravaskuler
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi
klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi Ortopnoe. Beberapa
pasien dapat mengalami Ortopnoe pada malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah, terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme
d. Karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas
dan insomnia yang terjadi karena distress pernapasan dan batuk
e. Kegelisahan atau kecemasan, terjadi karena akibat gangguan
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
3. Gagal jantung Kanan
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting penambahan BB.
c. Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepas.
d. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena dalam rongga abdomen.
e. Nokturia

9
f. Kelemahan

E. Terapi
1. Terapi Pertama
Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai
keabnormalan yang terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF,
misalkan iskemia dapat dikontrol dengan terapi medis atau
pembedahan, hipertensi harus selalu terkontrol, dan kelainan pada
katup jantung dapat ditangani dengan perbaikan pada katup tersebut
(National Clinical Guideline Centre, 2010).
2. Terapi Non Farmakologis
Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan,
diet rendah garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga
(National Clinical Guideline Centre, 2010).
3. Terapi Farmakologis
a. Diuretics
b. Vasodilator Drugs
1) Nitrate (isosorbide)
2) Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen
digoxin dan terapi diuretic).
3) Ace inhibitors (captopril, enalapril) : obat ini bekerja dengan
menghambat conversi angiotensin 1 menjadi angiotensin 2
melalui angiotensin- converting enzyme (ACE).
4) ACE2 reseptor blocker (losartan) : obat ini mengeblok reseptor
A2, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat proliferasi dari
sel otot. Obat ini biasanya digunakan pada pasien yang
intolerance terhadap ACE inhibitor, akibat efek samping yang
dapat ditimbulkan yaitu batuk. (National Clinical Guideline
Centre, 2010).
c. Inotropic Drugs Digitalis glycosides (digoxin)
d. Beta blockers

10
Obat ini memiliki fungsi untuk memperbaiki fungsi ventrikel kiri,
gejala, dan functional class, serta memperpanjang survival dari
pasien CHF.beta blocker juga memiliki peranan dalam
memodifikasi cytokine (interleukin-10, tumor necrosis alpha
(TNF-alpha) dan soluble TNF reseptor (sTNF-R-1 dan R2) pada
pasien dengan kardiomiopati (Shigeyama et al., 2005).
Indikasi pemakaian beta blocker:
1) Pasien yang tergolong dalam klas II dan III , klasifikasi NYHA.
2) Hindari terapi ini pada pasien dengan NYHA klas I atau IV.
3) Sebelum menambahkan beta blocker, pastikan bahwa pasien
stabil dan dalam terapi standard gagal jantung.
4) Mulai pemakaian terapi beta- blocker dengan memakai dosis
rendah (carvedilol 3.125 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 12.5
mg PO qd; bisoprolol, 1.25 mg PO qd)
5) tingkatkan dosis dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu
(carvedilol, 25-50 mg PO bid; metoprolol CR/XL, 200 mg PO
qd; bisoprolol, 10 mg PO qd) Kontraindikasi pemakaian beta
blocker terapi pada CHF:
a) Peningkatan berat badan
b) Peningkatan dosis diuretic
c) Kebutuhan untuk diuretik intravena ataupun obat inotropik
d) Didapatkan keadaan yang kian memburuk dari CHF
e) Bronchial asma atau emphysema
f) Bradycardi
g) Hipotensi
h) Blok jantung derajat pertama dan ketiga
e. Aldosterone antagonis
Contoh spironolactone sebaiknya dipertimbangkan pada
pasien dengan gagal jantung berat dan tidak ada kecurigaan adanya
renal insufficiency atau hiperkalemia.
f. Antiarrhythmic Therapy

11
g. Anticoagulant Therapy (untuk mengurangi resiko terjadinya
emboli pada pasien dengan atrial fibrilasi, tapi tidak diindikasikan
pada pasien yang aktif dan tidak punya riwayat emboli).
4. Terapi Infasif
a. Coronary Reperfusion, terutama pada akut gagal jantung berulang
dihubungkan dengan edema pulmonary.
b. Valvular Heart Disease.
c. Reduction ventriculoplasty meliputi eksisi pada bagian dari otot
ventrikel kiri yang diskinetik. Hal ini biasanya dilakukan pada
gagal jantung klas akhir.
d. Transmyocardial laser revascularization
e. Prosedur operasi perbaikan fungsi jantung
1) intra-aortic balloon pump
2) permanent implantable balloon pump
3) total artificial heart
f. Transplantasi jantung (terapi paling efektif pada keadaan gagal
jantung berat)

12
F. Pathways

13
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CONGESTIVE HEART
FAILURE (CHF)

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer:
a. Airway :
Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
b. Breathing :
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal

c. Circulation :
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub
jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi
jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop,
nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi
juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau
sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau
ronchi, oedema.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/ istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda
vital berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
c. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih
pada malam hari, diare / konstipasi.
d. Makanan/ cairan

14
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll.
e. Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
g. Nyeri/ kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah.
h. Interaksi sosial
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus
atau emboli.
a. Ditandai:
1) Daerah perifer dingin, nyeri dada.
2) EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead
tertentu.
3) HR 100x/menit, RR lebih dari 24x/menit.
4) Kapiler refill lebih dari 3 detik.
5) Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan
kengestif paru.
6) Tekanan darah 80 mmHg.< 45 mmHg dan saturasi > 80
mmHg, pa CO2 < 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 >
HR lebih dari 100x/menit.
7) Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST,
LDL/HDL.

15
b. Tujuan
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan. Kriteria: Daerah perifer hangat, tidak
sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan perluasan infark, RR 16-
24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-
100X/mnt, TD 120/80 mmHg.

c. Rencana tindakan
1) Monitor frekuensi dan irama jantung.
2) Observasi perubahan status mental.
3) Observasi warna dan suhu kulit/ membran mukosa.
4) Ukur keluaran urin dan catat berat jenisnya.
5) Kolaborasi; berikan cairan IV sesuai indikasi.
6) Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Misal EKG,
elektrolit, GDA (pa O2, pa CO2 dan saturasi O2) dan
pemeriksaan oksigen.
2. Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
a. Tujuan
Jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS.
b. Kriteria hasil
Tidak sesak napas, RR normal (16-24 x/menit), tidak ada sekret,
suara napas normal.
c. Intervensi
1) Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan
otot bantu pernapasan.
2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/ tidak
adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan misal
krakles, romchi, dll.
3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan
jalan napas misal batuk efektif, penghisapan lendir, dll.

16
4) Tinggikan kepala/ tempat tidur sesuai kebutuhan/
toleransi pasien.
5) Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/
kelelahan selama kerja.
3. Resiko penumpukan cairan ekstraseluler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan retensi natrium/ retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstisial/ jaringan).
a. Tujuan
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama
dilakukan tindakan keperawatan selama di rawat di RS.
b. Kriteria
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh
tekanan darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena
perifer/vena dan oedema 10%)dependen, paru bersih dan BB
ideal (BB ideal = TB – 100 ).
c. Intervensi
1) Ukur masukan/keluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya edema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
5) Kolaborasi: pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.
6) Pantau CVP dan tekanan darah.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomegali.
a. Ditandai:
Perubahan kedalaman dan kecepatan pernapasan, gangguan
pengembangan dada, GDA tidak normal.
b. Tujuan

17
Pola napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS, RR normal, tidak ada bunyi napas tambahan dan
penggunaan otot bantu pernapasan dan GDA normal.
c. Intervensi:
1) Monitor kedalaman pernapasan, frekuensi dan ekspansi dada.
2) Catat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu
napas.
3) Auskultasi bunyi napas dan catat bila ada bunyi napas
tambahan.
4) Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapai posisi yang
senyaman mungkin.
5) Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miokard.
a. Ditandai:
Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas,
terjadinya disritmia dan kelemahan umum.
b. Tujuan
Terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada klien setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan.
c. Kriteria
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg.
d. Intervensi:
1) Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama
dan sesudah aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (ditempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas
sensori yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak nyeri, ambulasi dan
istirahat selama 1 jam setelah makan.

18
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)
merupakan kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah yang
dibutuhkan tubuh. Hal ini dikarenakan terjadi kelainan pada otot-
otot jantung sehingga jantung tidak bisa bekerja secara normal.
B. Saran
Melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan hal-hal yang
perlu diperhatikan bagi pembaca :

1. Menerapkan pola hidup sehat (tidak merokok, minum-minuman


keras, narkoba, dll.)
2. Menjaga kesehatan jantung dengan rajin berolahraga dan
mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC,
1999.
2. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta,
EGC: 1997.
3. Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4,
Jakarta: EGC, 1999.
Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart,
Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

20

Anda mungkin juga menyukai