Definisi
endometrium yang normal. Proliferasi kelenjar tersebut sangat bervariasi baik ukuran
maupun bentuk dan dapat berupa hiperplasia atipik yang bisa berkembang menjadi atau
Etiologi
pemaparan estrogen tersebut pada sebagian kasus tergantung dari waktu dan dosis
pemaparan, tetapi tidak semua kasus berlaku demikian. Pada kasus lainnya juga dipengaruhi
Klasifikasi
Berdasarkan kedua hal tersebut diatas WHO membuat klasifikasi Hiperplasia Endometrium
sebagai berikut :
• Simple hyperplasia with atypia : hiperplasia simpel dengan adanya sitologi atipik.
• Complex hyperplasia with atypia: hiperplasia kompleks dengan sitologi atipik.
endometrioid terutama berhubungan dengan ada tidaknya sitologi atipia dan kepadatan corak
arsitektur hiperplasia endometrium. Penelitian Kurman dkk. menemukan lesi hiperplasia pada
endometrium dengan berbagai tingkat kompleksitas keberadaan sel-sel atipik, jika tidak
complex hyperplasia sekitar 3%, untuk simple atypical hyperplasia sekitar 8%, dan complex
atypical hyperplasia sek itar 29% ( dikutip dari Chiang ). Penelitian Horn dkk ( 2004 )
Gambar 1. Simple hyperplasia. Kelenjar dan stroma keduanya aktif, distribusi kelenjar iregular, dan
beberapa diantaranya mengalami dilatasi kistik. Pembuluh darah stroma terdistribusi seragam.
Gambar 2. Complex hyperplasia. Kelenjar padat dengan arsitektur iregular.
sitoplasma eosinofilik dan membesar, nukleus yang bulat dengan nukleoli yang menonjol.11
Gambar 4. Atypical simple hyperplasia. Epitel dengan kelenjar atipik ( kiri ) hiperplasia
dengan sedikit kelenjar atipik ( kanan ).11 Universitas Sumatera Utara Meskipun klasifikasi
hiperplasia endometrium oleh WHO tahun 1994 tersebut diatas telah digunakan secara luas,
namun klasifikasi tersebut gagal dalam hal membedakan kasus-kasus berdasarkan gambaran
histopatologi dan resiko untuk terjadinya kanker secara optimal. Pembedaan kasus-kasus
tersebut penting untuk menentukan terapi yang tepat.12 Pada penelitian molekular
belakangan ini menyatakan bahwa istilah hiperplasia sesuai untuk beberapa lesi namun tidak
untuk semuanya. Sehingga digunakan istilah hiperplasia jinak untuk kasus akibat pengaruh
unopposed estrogen dan istilah endometrial intraepithelial neoplasia ( EIN ) untuk kasus lesi
pra kanker.12 Hiperplasia endometrium yang jinak tidak hanya memiliki satu gambaran
histopatologi, namun menunjukkan gambaran yang dapat berubah – ubah dalam bentuk
kombinasi dan keparahannya yang mencerminkan durasi dan kuantitas pemaparan terhadap
unopposed estrogen. Gambaran histologinya memiliki karakteristik berupa remodelling
kelenjar yang iregular, dapat dijumpai trombi vaskular, peluruhan stroma ( stromal
Neoplasia ( EIN ) merupakan gambaran histopatologi dimana terjadi proliferasi klonal secara
arsitektur dan sitologi yang mengubah kelenjar endometrium premalignan menjadi lebih
( endometrioid ). Lesi EIN dapat berubah menjadi neoplasma secara genetik yang muncul
secara fokal. Kriteria diagnostik EIN ditegakkan berdasarkan hubungan histopatologi dengan
gambaran klinis, perubahan molekular dan pemeriksaan histomorfometri. Lesi ini memiliki
hormonal, simptomatik Endometrial Epithelial Neoplasia (EIN) Fokal yang dapat progres
menjadi difus Pre kanker Hormonal atau operasi Adenokarsinoma Endometrium tipe
endometrioid, diferensiasi baik Fokal yang dapat progres menjadi difus Kanker Surgical
staging II.4 Diagnostik Hiperplasia endometrium merupakan diagnosis histologi oleh karena
Biopsi endometrium harus dilakukan pada setiap wanita dengan perdarahan uterus abnormal
glandular atipik Ditemukannya sel glandular atipik pada sitologi serviks harus dilakukan
endometrium sebagai penyebabnya.8 3. Adanya sel endometrial Wanita dengan gambaran sel
endometrial dari hasil sitologi serviks yang asimptomatik harus dilakukan biopsi
keluarga menderita kanker ovarium, kanker payudara, kanker kolon atau kanker
endometrium; pemakaian tamoxifen; anovulasi kronik; obesitas; terapi estrogen dan riwayat
diinsersikan ke dalam fundus uteri. (B) Saat kateter berada dalam kavum uteri, piston ditarik
keluar. (C)Sambil diputer 3600 , kateter ditarik keluar dari fundus uteri dan OUI.13 Pada
kasus-kasus berikut ini perlu dilakukan evaluasi diagnostik lebih lanjut untuk memastikan
ada atau tidaknya kanker endometrium : 1. Hiperplasia endometrium dengan sel-sel atipik
Jika dijumpai hiperplasia endometrium dengan sel-sel atipik dari hasil sampel biopsi
tersebut. Untuk menyingkirkan kanker endometrium, dapat dilakukan dilatasi dan kuretase
Universitas Sumatera Utara dan atau biopsi dengan histeroskopi. Adanya resiko sebesar 35%
hingga 43% untuk menjadi kanker endometrium pada pasien ini, tindakan histerektomi dapat
menginginkan anak lagi.8 2. Perdarahan uterus yang persisten Ada atau tidaknya hiperplasia
maupun kanker endometrium harus disingkirkan jika ditemukan perdarahan uterus yang
persisten setelah adanya hasil biopsi endometrium yang jinak atau setelah dilakukan terapi
atas indikasi patologi pada endometrium. Adapun yang termasuk hasil histologi endometrium
yang jinak adalah : endometrium atropi ( akibat tidak adanya pengaruh hormonal ),
endometrium yang iregular sekunder akibat unopposed estrogen ) , dan endometritis. Pada
kasus-kasus ini dapat dilakukan ultrasonografi transvaginal dengan atau tanpa biopsi dengan
tidak obesitas dan atau tidak menggunakan terapi hormon pengganti, perlu dilakukan
pemeriksaan hormon estradiol dan estron dalam serum untuk menyingkirkan ada tidaknya
tumor ovarium yang memproduksi estrogen. Apabila kadar hormon estrogen tersebut
meningkat dapat dilakukan USG, CT scan atau MRI untuk menilai kelenjar adrenal dan
ovarium.8 Universitas Sumatera Utara II.5 Penatalaksanaan Tujuan pemberian terapi pada
pasien dengan simple atau complex hyperplasia tanpa sel-sel atipik adalah untuk mengatasi
perdarahan uterus yang abnormal dan mencegah agar tidak berkembang menjadi kanker
endometrium, walaupun resikonya sangat rendah (< 1% - 3% ) dan hal ini pun masih
kontroversi. Hiperplasia endometrium dengan sel-sel atipik perlu diterapi, oleh karena
tingginya resiko menjadi kanker endometrium (17% - 53% ), dimana tindakan pembedahan
endometrium dengan sel – sel atipik.12 Pada wanita premenopause • Tanpa sel-sel atipik
Pada wanita premenopause dengan hiperplasia endometrium tanpa sel-sel atipik dapat
setiap bulan selama tiga sampai enam bulan. Dapat pula dilakukan induksi ovulasi pada
wanita muda yang menginginkan anak. Pemakaian kontrasepsi intrauterin yang mengandung
levonorgestrel juga efektif, terutama pada wanita yang menginginkan kontrasepsi jenis
tersebut. 5,8 Setelah pemberian terapi, jika siklus menstruasi belum kembali normal, dapat
diberikan terapi pencegahan seperti MPA 5 -10 mg perhari selama 12 sampai 14 hari setiap
bulan. Dan apabila dijumpai perdarahan uterus yang abnormal , dilakukan biopsi ulang.5 •
Dengan sel-sel atipik Pada hiperplasia endometrium dengan sel-sel atipik, perlu evaluasi
lebih lanjut yaitu dengan dilakukannya dilatasi dan kuretase. Bila diagnosa telah dikonfirmasi
dan tidak dijumpai koeksistensi dengan adenokarsinoma, dapat diberikan megestrol acetate
oral secara kontinu dengan dosis 40 mg dua kali sehari pada wanita yang masih
menginginkan anak, dan dosis tersebut dapat Universitas Sumatera Utara ditingkatkan hingga
empat kali sehari. Selain itu dapat pula diterapi dengan pemakaian kontrasepsi intrauterin
yang mengandung levonorgestrel atau dapat pula diberikan MPA 600 mg per hari dengan
aspirin dosis rendah.5,8 Setelah pemberian terapi selama tiga bulan, harus dilakukan biopsi
endometrium ulang. Apabila pada pemeriksaan histopatologi hasil kuret keadaan tersebut
menetap selama tujuh hingga sembilan bulan, dapat dikatakan bahwa terapi tersebut gagal,
dan dianjurkan dilakukan tindakan histerektomi.5 Bila terjadi regresi pada endometrium
setelah biopsi ulang, pemberian terapi tergantung pada keinginan pasien tentang fungsi
reproduksinya. Jika belum menginginkan anak, dapat diberikan terapi progestin seperti
megestrol acetate, MPA, pil kontrasepsi oral, depot medroxyprogesterone acetate, atau
endometrium ulang setiap enam hingga dua belas bulan.5 Tindakan histerektomi dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak menginginkan anak lagi atau pada pasien yang tidak
dapat mematuhi terapi medikal dan tidak dapat melakukan follow up sampling
ovarium/adrenal atau pemakaian terapi hormon pengganti terlebih dahulu. Jika kedua faktor
diatas tidak dijumpai, pasien dapat diberi medroxyprogesterone acetate ( MPA ) 10 mg per
hari selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, dilakukan biopsi endometrium ulang. Jika telah terjadi
regresi pada endometrium, terapi dapat dihentikan, dengan catatan dilakukan evaluasi
Universitas Sumatera Utara diagnostik ulang bila terjadi perdarahan lagi. Jika hiperplasia
menetap setelah pemberian terapi selama 3 bulan, dan perdarahan tetap berlangsung, dapat
dianjurkan histerektomi atau terapi dapat dilanjutkan dengan evaluasi tiap 6 hingga 12 bulan
lagi. 5 Apabila pada saat ditegakkan diagnosa hiperplasia endometrium pasien sedang
menggunakan terapi hormon, maka terapi hormon tersebut harus dihentikan terlebih dahulu
dan pasien diberi terapi dengan MPA. Jika terapi MPA berhasil, dan wanita tersebut tetap
progestin dosis tinggi dan jangka panjang , dan dilakukan evaluasi dengan melakukan biopsi
endometrium yang tidak berhubungan dengan tumor ovarium/adrenal maupun terapi hormon
pengganti, biasanya ditandai dengan adanya obesitas, karena itu terhadap wanita tersebut
dapat dianjurkan menurunkan berat badannya dan tetap diberi terapi MPA seperti tersebut
diatas.5 • Dengan sel-sel atipik Hiperplasia endometrium atipik diduga merupakan kondisi
premalignan, karena itu sebaiknya diterapi dengan histerektomi. 5,8 Jika pasien menolak
dilakukan histerektomi, dapat diberikan terapi dengan megestrol acetate oral secara kontinu
dengan dosis 40 mg dua hingga empat kali sehari atau MPA 10 mg per hari. Terapi tersebut
boleh diberikan jika koeksistensi kanker endometrium telah dapat disingkirkan melalui biopsi
dengan histeroskopi. Selanjutnya harus dilakukan biopsi endometrium ulang setelah tiga
bulan pemberian terapi. Jika terjadi regresi pada endometrium, terapi dapat dilanjutkan,
dengan tetap melakukan follow up biopsi endometrium tiap 6 sampai 12 bulan. Apabila
bawah ini : Dilakukan dilatasi & kuretase (D&C) untuk menyingkirkan kanker endometrium
Provera 10-20 mg/ hari selama 10-14 hari sebulan jika premenopause, atau Provera Ulangi
biopsi endometrium Hiperplasia menetap Normal atau Lanjutkan Provera 5 mg/hari selam 10
hari tiap bulan selama 12 bulan Lakukan biopsi endometrium tiap Universitas Sumatera Utara
Dapat dicoba progestin dosis tinggi ( misal Provera Hiperplasia menetap Histerektomi