Anda di halaman 1dari 13

Amenorea

Evaluasi sistem reproduksi wanita dapat disederhanakan untuk konfirmasi ovulasi

dan anatomi reproduksi perempuan normal (Strauss, 2004). Pola siklus menstruasi yang

abnormal adalah salah satu prediktor terbaik anovulasi. Amenore dapat didefinisikan sebagai

tidak adanya menstruasi pada usia 16 tahun, atau dengan usia 14 tahun jika terjadi tidak

adanya perkembangan payudara (Speroff, 2005). Pada pasien yang belum menstruasi pada

usia 16 tahun, ini sering karena kelainan genetik dan / atau anatomi. Dalam kasus tersebut,

bagaimana pun, sebuah kelainan endokrin masih menjadi kemungkinan penyebab, dan ada

atau tidaknya karakteristik seksual sekunder (misalnya, perkembangan payudara) adalah

indikator penting dalam evaluasi. Kelainan endokrin sepertinya menjadi penyebab pada

pasien yang memiliki riwayat menstruasi, tetapi yang tidak memiliki riwayat menstruasi

untuk > 3 bulan. Sebuah pendekatan bertahap untuk mengevaluasi amenore (Gambar. 1)

didasarkan pada pengukuran hCG, PRL, TSH, bebastiroksin (FT4), FSH, LH, dan androgen

tingkat dan menilai status estrogen.5

Langkah 1: hCG diukur untuk menyingkirkan penyebab paling umum dari amenorea

sekunder-kehamilan. Meskipun hasilnya > 5 mIU / mL biasanya mengindikasikan kehamilan,

hasil yang tinggi juga dapat diperoleh pada penyakit trofoblas atau tumor yang mensekresi

hCG.5

Langkah 2: PRL, TSH, dan FT4 diukur untuk menyingkirkan gangguan endokrin.

Peningkatan prolaktin disertai dengan TSH dan FT4 normal menunjukkan prolaktinoma,

yang dapat dievaluasi lebih lanjut dengan teknik pencitraan. Namun, hiperprolaktinemia,

dapat juga disebabkan oleh hipotiroidisme primer, yang ditunjukkan oleh TSH tinggi dan

FT4 rendah. mekanisme amenorea yang disebabkan prolaktin yang meningkat sama seperti

amenore postpartum pada wanita dan hipogonadisme laki-laki. TSH rendah dan FT4
mengindikasikan hipotiroidisme sekunder, pada pasien yang dievaluasi sebagai

panhipohipofisesme (kekurangan dari semua hormon hipofisis anterior). Hipertiroidisme

(peningkatan FT4) juga dapat dikaitkan dengan amenorea.5

Langkah 3: Jika hCG, PRL, TSH, dan FT4 semua normal, kemudian status endogen estrogen

dievaluasi dengan progestine withdrawal test. Progestin diberikan secara oral selama 5-7 hari

atau dalam satu injeksi intramuskular (progestin terlarut dalam minyak). Adanya

pendarahan dalam waktu 7 hari setelah pengobatan menunjukkan (1) bahwa saluran

keluarnya utuh, dan (2) estrogen cukup untuk merangsang pertumbuhan endometrium. Jika

tidak ada pendarahan, saluran kelamin harus dievaluasi menggunakan teknik pencitraan.5

Langkah 4: Kadar serum FSH dan LH harus ditentukan. Peningkatan FSH dan LH

menunjukkan kegagalan ovarium primer, sedangkan kadar FSH dan LH rendah atau

mendekati normal menunjukkan kegagalan ovarium sekunder. Terakhir, gangguan yang

berasal dari hipotalamus-hipofisis dapat mengakibatkan berbagai gangguan klinis, termasuk

sindrom Sheehan, gangguan makan, penurunan berat badan, dan stres. Jika terjadi

pendarahan, maka dilanjutkan ke langkah 5.

Langkah 5: Kelebihan androgen harus dievaluasi. Peningkatan testosteron (> 150 ng / mL)

menunjukkan tumor ovarium atau sindrom ovarium polikistik. PCOS adalah manifestasi

klinis yang sering dikaitkan dengan pembesaran ovarium dan infertilitas, serta amenore.

Peningkatan DHEA menunjukkan tumor adrenal. 17-OH progesteron adalah prekursor

androgen dan peningkatan kadar serum dapat menunjukkan kongenital atau hiperplasia

adrenal dewasa-onset karena kekurangan 21-hidroksilase. Kelainan ini dapat disertai dengan

hirsutisme.
Gambar 1. Algoritma diagnostik amenorea

Dismenorea

Pemeriksaan laboratorium berikut dapat dilakukan untuk mengidentifikasi atau

menyingkirkan penyebab dari dismenore sekunder:6

- Pemeriksaan darah lengkap (CBC) untuk mencari bukti infeksi atau proses

neoplastik.

- Kultur Gonokokkus dan Chlamydia, enzim immunoassay (EIA), dan tes DNA probe

untuk menyingkirkan infeksi menular seksual (IMS) dan penyakit radang panggul

(PID)

- Pengukuran jumlah hCG (human chorionic gonadotropin) untuk menyingkirkan

diagnosis kehamilan ektopik.


- ESR (Erythrocyte sedimentation rate) untuk subakut salpingitis.

- Urinalisis untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih.

- Stool guaiac test untuk menyingkirkan perdarahan GI.

- antigen kanker 125 (CA-125) assay - Tes ini memiliki nilai prediktif negatif yang

relatif rendah dan kegunaan klinis terbatas untuk mengevaluasi dismenore pada

wanita.

Tes ini dapat berguna dalam pemeriksaan dismenore, pemeriksaan ini seringkali

menunjukkan hasil yang tidak tepat. Misalnya, CBC mungkin menunjukkan sel darah putih

(WBC) yang normal, terhitung sebanyak 56% pasien dengan PID. Di sisi lain, jumlah WBC

meningkat dapat diindikasikan sebagai konsekuensi dari stres fisiologis.

Pada pasien dengan perdarahan vagina terkait, jumlah hematokrit bisa normal

bahkan ketika pasien yang memiliki hipovolemia (misalnya, Orthostasis positif atau

takikardia), terutama jika perdarahan mulai dalam beberapa menit ke jam. Selain itu, tes

pemeriksaan DNA untuk gonore dan chlamydia EIA dan memiliki berbagai sensitivitas,

mulai dari 86% sampai 93%.

Dengan demikian, untuk mendiagnosis dismenore dan penyebab yang

mendasarinya, pengujian laboratorium harus dipahami sebagai pemeriksaan tambahan bukan

pemeriksaan utama untuk menentukan dismenore.

Berbagai sistem klasifikasi untuk diagnosis amenore telah dikembangkan. Sistem ini

membagi penyebab amenore ke anatomi dibandingkan etiologi hormonal dengan pembagian

lebih lanjut ke gangguan genetik dibandingkan gangguan yang diperoleh. Seperti dijelaskan

di atas, menstruasi normal memerlukan produksi hormon steroid di ovarium yang memadai.

Penurunan fungsi ovarium (hipogonadisme) kemungkinan disebabkan oleh karena kurangnya

stimulasi oleh gonadotropin (hipogonadisme hipogonadisme) atau karena primary failure dari

ovarium (hipogonadisme hipergonadotropik), dapat dilihat pada tabel 1.4


Tabel 1. Kategori Amenorea berdasarkan kadar gonadotropin dan estrogen.

Jenis LH/FSH Estrogen Kelainan utama

Hipogonadisme
Hypergonadotropi Tinggi Rendah Ovarium

c
Hypogonadotropic Rendah Tinggi Hipotalamus /

Pituaitary
x x
Eugonadotropic Normal Normal Bervariasi
x
Secara umum hormon dalam rentang normal, tetapi siklusnya terganggu.4

OLIGOMENOREA

Oligomenore adalah keadaan ketika menstruasi jarang terjadi (siklus menstruasi

yang lebih lama dari enam minggu).7

Pemeriksaan Endokrin

Pemilihan tes laboratorium endokrin harus berdasarkan oleh temuan dari riwayat

penyakit pasien dan pemeriksaan fisik. Pada riwayat penyakit pasien dan pemeriksaan fisik

yang memberikan sedikit arahan, pengujian harus mengeksplorasi kemungkinan

hiperprolaktinemia dan tiroid, adrenal, dan penyakit ovarium.7

Oral progestine challenge kadang-kadang dianjurkan sebagai uji in vivo dari fungsi

ovarium dan endometrium. Tetapi tes ini dapat menghasilkan hasil positif yang palsu:

meskipun adanya pendarahan setelah Oral progestine challenge itu untuk menunjukkan

fungsi ovarium normal, hampir 50 persen wanita dengan insufisiensi ovarium prematur juga

menunjukkan pendarahan putus. Selain itu, karena hampir semua remaja hamil dengan

oligomenore yang memiliki adanya estrogen ovarium akan mengalami perdarahan putus,

penetapan diagnosis tertentu akan memerlukan pengujian laboratorium. Dengan demikian,

untuk remaja dengan oligomenore, melakukan progestine challenge hanya menunda evaluasi

laboratorium yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan untuk memilih

pengobatan yang tepat.7


Dampak terbesar yang biologi molekuler telah di bidang endokrinologi adalah untuk

meningkatkan pemahaman kita tentang mekanisme kerja hormon, reseptor dan tempat

sintesis mereka. Banyak jenis reseptor baru dan faktor pertumbuhan telah ditemukan sejak

teknik DNA rekombinan telah diterapkan dalam penelitian endokrinologi. Lokasi yang tepat

dari sintesis hormon telah ditentukan dengan menggunakan penyelidikan spesifik dan teknik

hibridisasi in situ. Hibridisasi in situ telah menjelaskan mekanisme pituary dan hipotalamus

diatur oleh hormon steroid.1

Gen untuk HCG, LH dan FSH telah isolasi, kloning dan secara berurutan.

Pengetahuan ini telah berguna dalam menentukan ekspresi hCG dan hPL dalam

mengembangkan jaringan plasenta, mola hidatidosa, dan koriokarsinoma. Studi serupa telah

mengungkapkan over-ekspresi reseptor progesteron dalam leiomioma uterus manusia. Hasil

ini dapat memberikan petunjuk-petunjuk mengenai mekanisme molekuler yang mendasari

pertumbuhan abnormal dari tumor ini dan mengidentifikasi kemungkinan strategi terapi.1

Pada pemeriksaan ginekologik selain pemeriksaan biasa, juga dilakukan pemeriksaan

laboratorium.

1. Pemeriksaan laboratorium biasa

Kadar Hb diperiksa pada wanita yang tampak pucat mengalami perdarahan,

pada wanita hamil, dan pada persangkaan kehamilan ekstrauterine terganggu. Batas

terendah normal untuk wanita tidak hamil ialah 11,5 g%. Pada perdarahan abnormal

yang berlangsung cukup lama (mioma uteri, karsinoma servisitis uteri, metropatia

hermorrhagika dan sebagainya, dan pada kehamilan ekstrauterine terganggu kadar Hb

dapat menjadi sangat rendah, bahkan dapat mencapai nilai 3-4 g%.2
Jumlah leukosit dan laju endap darah perlu diperiksa pada proses peradangan.

Ini penting pula untuk membedakan apakah suatu proses dalam pelvis disebabkan

oleh peradangan atau oleh neoplasma/ retens, dan apakah peradangan sifatnya

mendadak (akut) atau sudah menahun (kronik). Hal terakhir membawa konsekuensi

terapeutik: yang akut diobati degan anti biotika atau obat sulfa, dan yang kronik

biasanya dengan diatermi. Reaksi Wasserman atau VDRL dilakukan pada wanita

hamil.2

Air kencing diperiksa pada setiap wanita hamil (protein-uria) dan pada

persangkaan kelainan saluran kencing (sedimen). Pemeriksaan Galli Mainini atau

UCG (Urinary chorionic gonadotrophin) dilakukan pada persangkaan kehamilan

muda, yang belum dapat dipastikan dengan pemeriksaan ginekologik, dan pada

persangkaan mola hidatidosa atau koriokarsinoma (titrasi). 2 Pemeriksaan gula darah,

fungsi ginjal, fungsi hati, dan sebagainya hanya dilakukan apabila ada indikasi.

2. Pemeriksaan getah vulva dan vagina

Pemeriksaan tambahan yang sering diperlukan di poliklinik atau tempat

praktek ialah pemeriksaan getah uretra/serviks dan getah vagina, terutama pada

keluhan leukorea.Getah uretra diambil dari orifisium urethrae eksternum, dan getah

serviks dari ostium uretri eksternum dengan kapas lidi untuk pemeriksaan

gonokokkus. Dibuat sediaan usap pada kaca benda, yang dikirim ke laboratorium.

Dengan pewarnaan biru methilen atau Giemsa gonokokkus dapat dikenal dibawah

mikroskop. Kadang kadang tampak pula trikomonas vaginalis, kandida albikans, atau

spermatozoa.2
Getah vagina diambil dari kapas lidi dari forniks posterior, lalu dimasukkan ke

dalam botol kecil yang telah diiisi dengan larutan garam fisiologik. Sediaan segar

diperiksa di laboratorium untuk mencari trikomonas vaginalis dan benang benang

(miselia) kandida albikans. Larutan yang mengandung getah vagina diputar

(centrifuge) dan setets ditempatkan di kaca benda, ditutup dengan kaca penutup lalu

diperiksa dibawah mikroskop.2

Apabila hasil pemeriksaan Gonokokkus, trikomonas, dan kandida beberapa

kali tetap negatif, sedang kecurigaan akan penyakit bersangkutan masih ada, maka

dapat dilakukan pemeriksan biakan. Pada pemeriksaan bakteriologik lainnya,

termasuk pemeriksaan pembiakan, dapat dilakukan pula apabila dianngap perlu.2

3. Pemeriksaan sitologi vagina

Untuk pemeriksaan sitologik, bahan diambil dari dinding vagina atau dari

serviks (endo- atau ektoserviks) dengan spatel ayre (dari kayu atau dari plastik).

Pemeriksaan sitologik vaginal sekarang banyak dan teratur berkala (misalnya ½ - 1

tahun sekali) dilakukan untuk kepentingan diagnosis dini dari karsinoma servisitis

uteri dan karsinoma korporis uter. Karena Papanicolau dalam tahun 1928 yang

menganjurkan cara pemeriksaan ini, maka sekarang sudah lazim penggunaan istila

Pap’s Smear.2

Selain untuk diagnosis dini tumor gana, pemeriksaan sitologi vaginal dapat

dipakai juga untuk secara tidak langsung mengetahui fungsi hormonal karena

pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan perubahan-perubahan khas pada

sel-sel selaput vagina. Korelasi antara fungsi hormonal dan perubahan dinding vagina

dinyatakan dalam indeks maturasi (%sel parabasal/%sel peralihan/%sel superfisial).

Maturitas kehamilan dapat pula ditentukan dengan cara ini, walaupun hasilnya tidak
selalu memuaskan, sedang ditemukannya banyak leukosit dan limfosit menunjuk ke

arah peradangan (colpitis, cervicitis).2

Untuk deteksi tumor ganas bahan diambil dengan spatel Ayre atau dengan

kapas lidi dari dinding samping vagina dan dari serviks. Bahan dari kanalis servikalis

agak ke dalam diambil dengan kapas lidi. Untuk pemeriksaan pengaruh hormonal,

bahan cukup diambil dari dinding vagina saja. Kemudiaan dibuat sediaan apus di kaca

benda yang bersih dan segera dimasukkan ke dalam botol khusus (cuvette) berisi

etilalkohol 95%. Diisi formulir dengan keterangan – keterangan seperlunya. Setelah

kira – kira satu jam, kaca benda dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke

laboratorium sitologi bersama – sama dengan formulir tadi yang telah diisi. Di

laboratorium sediaan dipulas menurut Papanicolau atau menurut Harris-Schorr.2

Dalam diagnostik tumor ganas dari laboratorium diperoleh hasil menurut klasifikasi

Papanicolau:2

Kelas I Berarti negatif (tidak ditemukan sel – sel ganas);

Kelas II Berarti ada sel – sel atipik, akan tetapi tidak mencurigakan;

Kelas III Berarti ada sel – sel atipik, dicurigai keganasan;

Kelas IV Berarti ada kemungkinan tumor ganas;

Kelas V Berarti jelas tumor ganas.

Semua penderita dengan hasil pemeriksaan kelas III, IV, dan V perlu diperiksa

ulang. Biasanya juga dibuat biopsi atau konisasi guna pemeriksaan histologik.Dalam

diagnostik hormonal oleh laboratorium dilaporkan pengaruh estrogen dan/atau

pengaruh progesteron. Untuk mengetahui apakah ada ovulasi atau tidak dan pada

amenorea, dilakukan pemeriksaan berkala (serial smear) setiap minggu sampai 3-4

kali. Peradangan dapat mengganggu penilaian diagnostik. Dalam hal demikian,

peradangannya harus diobati lebih dahulu dan pemeriksaan sitologik diulang.2


Teratas perubahan perubahan tersebut dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh

ovarium atau placenta.

Sitologi Hormonal

Epitel vagina ternyata mengalami perubahan yang siklis dan ternyata bahwa

perubahan – perubahan tersebut dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh

ovarium atau plasenta. Dengan mempelajari perubahan – perubahan pada sel – sel

epitel vagina dapat kita peroleh kesan mengenai keadaan hormonal seorang wanita.3

Efek hormon – hormon terpenting antara lain :3

1. Estrogen

Menyebabkan pematangan (maturation) sel – sel epitel, sehingga lapisan teratas

epitel terdiri dari sel – sel epitel superfisial.

Ciri – ciri sel superfisial: Sel – sel besar berbentuk segi lima, sitoplasma bening

berwarna merah muda, inti pyknotis dan kecil.

Bila efek estrogen jelas (kadar estrogen tinggi) akan tampak pada hapusan:3

a. Mucus (lendir) sedikit

b. Leukosit jarang ada atau tidak ditemukan

c. Sel – sel jarang ada tampak pendek pada kaca

d. Bacillus Doderlein jarang.

Keadaan ini bisa kita temukan pada:

1. Stadium pra ovulasi (estrogen peak)

2. Stein-leventhal syndrome

3. Tumor ovarium yang menghasilkan estrogen


2. Progesteron

Apabila efek progesteron nyata, maka maturasi epitel tidak sempurna, terhambat

sampai lapisan intermediate. Sel intermediate mempunyai sifat – sifat sebagai

berikut:3

Sel berbentuk segi lima, dengan sitoplasma bening berwarna biru muda.

Hapusan keseluruhannya menunjukan ciri –ciri sebagai beriku:

a. Lendir lebih banyak

b. Leukosit lebih sering ditemukan

c. Sel- sel intermediate banyak, berkelompok dan pinggiran sel yang melipat, inti

besar dan bening.

Dalam sitoplasma sering ditemukan vakuol.

Bila kadar progesteron tinggi tampak sel – sel dengan pinggiran yang melipat

dalam jumlah yang banyak.

Sel –sel macam ini disebut navicular cells, misalnya pada kehamilan. Sel

navicular ini biasanya berkelompok.

Bacillus doderlein banyak dan mungkin ditemukan cytolysis (cytoplasma

hilang termakan oleh B.Vag)

Bila estrogen dan progesteron tidak ada, maka tampak gambaran “hapusan atrofis”.

Tidak tampak maturasi sel – sel, sehingga pada hapusan akan tampak sel – sel parabasal.

Tidak ditemukan sel – sel superfisial.3

Mucus, bakteria dan leukosit banyak. Keadaan ini bisa kita temukan pada:

- Wanita muda (pre-pubertas)

- Menopause (post menopause)

- Insuffiency ovarium.
Untuk menilai keadaan hormonal seorang wanita lazimnya dipakai berbagai indeks.

a. Indeks pyknotik.

Sel – sel dengan maturasi sempurna akan memiliki inti yang pyknotik (inti kecil

dan berwarna hampir hitam). Dengan menghitung jumlah sel yang menunjukan

inti yang pyknotik dapat diperkirakan estrogen.

b. Indeks eosinofil

Warna sel superfisial pada stadium maturasi sempurna ialah merah muda.

Dengan menghitung jumlah sel – sel yang merah muda dapat diperkirakan kadar

estrogen

4. Pemeriksaan khusus lain

Selain cara – cara pemeriksaan seperti diuraikan di atas, masih ada beberapa cara

khusus lain yang jarang dilakukan dalam pekerjaan sehari – hari dan mempunyai

indikasi sangat terbatas.2

Untuk keperluan diagnostik sterilitas/infertilitas, pemeriksaan ginekologik

biasa masih perlu dilengkapi dengan pemeriksaan – pemeriksaan khusus lain, seperti

analisis – sperma, pertubasi, percobaan pakis (varentest, Fern test, arborization test),

percobaan pasca koitus Sims – Huhner, percobaan Miller – Kurzrok, pengukuran suhu

basal, histeri – salpingografi, laparoskopi, kuldoskopi, dan lain sebagainya. Pertubasi,

histeri – salpingografi dan visualisasi dengan alat televisi dari jalannya bahan kontras

yang disemprotkan ke dalam uterus merupakan cara – cara pemeriksaan untuk

mengetahui patensi tuba.2


Pemeriksaan endokrin dilakukan dalam laboratorium khusus, misalnya untuk

penentuan fungsi hipofisis (FSH, LH, ACTH), ovarium (Estrogen dan Progesteron),

kelenjar gondok, dan kelenjar adrenal.2

Anda mungkin juga menyukai