Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1,2
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent dari sel
mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin,
gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari
dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas
tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
Penelitian epidemiologi selama sepuluh tahun terakhir banyak tentang asma bronkial dan
penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua
penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang
konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi
lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Serangan asma bisa dipicu oleh berbagai faktor, ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran
nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis,
Berikut akan dilaporkan kasus Asma Bronkhial pada seorang perempuan berusia 70
tahun yang dirawat di Anggrek 1 RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou Manado.
LAPORAN KASUS
Seorang perempuan, Ny. MM berusia 70 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
sesak napas. Keluhan sesak napas sejak sejak + 8 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas
juga dirasakan pasien hilang-timbul serta memberat sejak tadi malam. Keluhan lain yang
dirasakan pasien juga adanya demam dan batuk sejak + 1 minggu yang lalu. Batuk dirasakan
pasien berlendir berwarna putih. Pasien juga memiliki keluhan lain nyeri ulu hati. BAB dan BAK
normal. Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak kecil, dan mengkonsumsi obat inhaler,
asam urat. Riwayat penyakit hipertensi dan DM disangkal. Pasien memiliki riwayat pengobatan
TB pada tahun 2006 dan telah tuntas. Pada riwayat penyakit keluarga, menurut pasien, mendiang
sang ayah juga memiliki penyakit asma. Pasien tidak memiliki riwayat merokok dan minum
alkohol. Saat masih muda pasien juga bekerja di kebun dan sering terpapar dengan debu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 26 x/menit, suhu aksila
37.6°C, saturasi oksigen 88%. Pada kepala didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena jugular tidak meningkat. Lidah
tidak kotor, tonsil tidak membesar dan faring tidak hiperemis. Pemeriksaan paru didapatkan
simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, stem fremitus kiri sama dengan kanan, pada
perkusi didapatkan bunyi sonor kiri sama dengan kanan, batas paru hati pada ruang antar iga VI
kanan, suara nafas vesikuler, adanya ronkhi dan wheezing pada kedua lapang paru. Pemeriksaan
jantung, iktus kordis tidak tampak dan teraba di ruang antar iga V garis midklavikularis kiri,
batas jantung kanan di ruang antar iga IV garis sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai iktus
kordis yaitu di ruang antar iga V garis midklavikularis kiri. Suara jantung pertama dan kedua
normal, tidak terdengar bising. Pada perut tampak datar, peristaltik usus normal, lemas , hati dan
limpa tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas teraba hangat dan tidak terdapat edema pada
kedua tungkai.
Leukosit 16.000/µL, Eritrosit 48.800/µL, Hemoglobin 14.1 g/dL, Hematokrit 40.9 %, Trombosit
197.000/µL, MCH 28.9 pg, MCHC 34.5 g/dL, MCV 83.8 fL, Ureum Darah 23 mg/dL, Creatinin
Darah 0.9 mg/dL, Gula Darah Sewaktu 102 mg/dL, Chlorida Darah 100.0 mEq/L, Kalium Darah
Pada pemeriksaan foto dada dalam batas normal dan pemeriksaan elektrokardiografi
(EKG) pada tanggal 08 Januari 2020 di instalasi gawat darurat didapatkan sinus ritme (heart rate
70x/menit) normoaksis.
Asma Bronkhial. Pasien diberikan infus Nacl 0,9% 20 tpm, Dexamethasone 2x 10mg ,
Hari kedua perawatan di Anggrek 1 tanggal 8 Januari 2020, keluhan sesak napas serta
batuk masih ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu badan 37℃
saturasi oksigen 96%. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik. Pemeriksaan paru didapatkan simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, stem
fremitus kiri sama dengan kanan, pada perkusi didapatkan bunyi sonor kiri sama dengan kanan,
batas paru hati pada ruang antar iga VI kanan, suara nafas vesikuler, terdapat ronki dan
wheezing. Pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan teraba di ruang antar iga V garis
midklavikularis kiri, batas jantung kanan di ruang antar iga IV garis sternalis kanan, batas
jantung kiri sesuai iktus kordis yaitu di ruang antar iga V garis midklavikularis kiri. Suara
jantung pertama dan kedua normal, tidak terdengar bising. Pada perut tampak datar, peristaltik
usus normal, lemas, hati dan limpa tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas teraba hangat dan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosa kerja dari pasien
adalah Asma Bronkhial, Pneumonia dan hipokalemia ringan. Pasien diberikan terapi Ceftriaxone
1x2gr, Paracetamol 3x500 mg, Lanzoprazole 2x30 mg, Sucralfat 3x10cc, Azithromycin
Hari ketiga perawatan di Anggrek 1 tanggal 9 januari 2020 terdapat keluhan sesak napas,
batuk serta demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran
kompos mentis, tanda vital tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 85 x/menit, respirasi 20 x/menit,
o
suhu badan 36.7 C, saturasi oksigen 94%. Terdapat ronkhi dan wheezing disertai pada
pemeriksaan auskultasi thorax serta suara pernapasan bronkovesikuler. Diagnosa kerja dari
pasien adalah Asma Bronkhial, Pneumonia dan hipokalemia ringan. Pasien diberikan terapi
Ceftriaxone 1x2gr, Paracetamol 3x500 mg, Lanzoprazole 2x30 mg, Sucralfat 3x10cc,
Hari keempat perawatan di Anggrek 1 tanggal 10 januari 2020, keluhan sesak napas
berkurang, batuk dirasakkan kadang serta demam sudah tidak ada. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis, tanda vital tekanan darah 130/80
o
mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36 C, saturasi oksigen 98%. Ronkhi
didapatkan minimal dan wheezing sudah tidak ada serta suara pernapasan vesikuler. Diagnosa
kerja dari pasien adalah Asma Bronkhial, Pneumonia dan hipokalemia ringan. Pasien diberikan
terapi Ceftriaxone 1x2gr, Paracetamol 3x500 mg, Lanzoprazole 2x30 mg, Sucralfat 3x10cc,
serta ditambahkan Loratadine 10 mg 1-0-0. Pasien juga direncanakan pemeriksaan BTA sputum.
Hari ke lima perawatan di Anggrek 1 tanggal 11 januari 2020, keluhan sesak napas
kadang kadang, batuk pun dirasakan kadang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
sedang, kesadaran kompos mentis, tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 x/menit,
o
respirasi 20 x/menit, suhu badan 36 C, saturasi oksigen 98%. Ronkhi dan wheezing sudah tidak
ada serta suara pernapasan vesikuler. Terapi yang diberikan sama dengan hari perawatan
Kalium serta Chlorida darah dan pemeriksaan BTA sputum. Kemudian di hari yang sama
didapatkan hasil laboratorium Leukosit 6700 dan Kalium 4.3 (Hipokalemia perbaikan).
Hari ke lima perawatan di Anggrek 1 tanggal 12 januari 2020, keluhan sesak napas
kadang kadang, batuk pun dirasakan kadang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
sedang, kesadaran kompos mentis, tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90 x/menit,
o
respirasi 20 x/menit, suhu badan 36 C, saturasi oksigen 98%. Ronkhi dan wheezing sudah tidak
ada serta suara pernapasan vesikuler. Terapi yang diberikan sama dengan hari perawatan
sebelumnya.
Hari ke enam perawatan di Anggrek 1 tanggal 12 januari 2020, keluhan sesak napas dan
batuk sudah tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran
kompos mentis, tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 20 x/menit,
o
suhu badan 36 C, saturasi oksigen 98%. Ronkhi dan wheezing sudah tidak ada serta suara
Manifestasi Klinik, pasien yang menderita asma bronkhial keluhan dan gejala tergantung
dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9 Keluhan yang timbul : 6,9,10
nafas
6,9,10
berbunyi, sesak nafas, dan batuk. Tanda-tanda fisik : cemas, gelisah, panik, berkeringat,
tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi, frekuensi pernafasan meningkat, sianosis, otot-otot
bantu pernafasan hipertrofi paru, didapatkan ekspirium yang memanjang dan wheezing. Pada
kasus ini, pada pasien ditemukan batuk, sesak napas serta frekuensi pernafasan meningkat.
asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi. 12 Adapun pemeriksaan fisik pada pasien asma
tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas. Bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis
serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding
saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran
1,6
pernafasan.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronkhi kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai pada
pasien asma.12 Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcol Leyden).12 Berbagai jenis pemeriksaan penunjang dapat dilakukan ; 1). Spirometri
adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan
saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih
sesudah pemberian bronkodilator.13 2). Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis
asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif
hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari
tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen
non-spesifik seperti metakolin dan histamin.10, 113). Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi
saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
13, 14
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. Pada pasien ini dilakukan
Pada kasus ini pasien dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah Pada
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10 a). Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b). Mencegah eksaserbasi akut c).Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal
mungkin c). Mengupayakan aktivitas normal d). Menghindari efek samping obat e). Mencegah
terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) f).Mencegah kematian karena asma
pengobatan medikamentosa : 1. Pengobatan non medikamentosa 9,10 terdiri dari : a). Penyuluhan
b). Menghindari faktor pencetus c). Pengendalian emosi d). Pemakaian oksigen 2. Pengobatan
1,9,10
medikamentosa Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah
serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat
(pengontrol). A). Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan
anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara,
remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik. B).
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan
antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast. C). Metilsantin,
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.
D). Agonis beta-2 kerja lama, Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil. E). Leukotriene modifiers, Obat ini
merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain bersifat
bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi. II) Bronkodilator (pelega) A). Agonis beta 2
kerja singkat, Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal. B). Metilxantin,
termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding agonis beta
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi
dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi
yang disebabkan iritan.9.10 Pada pasien ini diberikan combivent yang mengandung salbutamol
sulfat dan ipratropium bromida, berupa obat yang berbentuk aerosol serta memiliki cara kerja
membuka saluran udara ke paru paru serta melakukan relaksasi. Kemudian diberikan juga
pulmicort obat anti inflamasi jenis kortikosteroid, untuk mencegah eksaserbasi asma. Pada
pasien diberikan terapi cairan NaCL 0.9% 20 gtt/menit, Terapi antibiotik karena adanya infeksi
sekunder diberikan Ceftriaxone 1x 2gr IV dan Azithromycin 1x 500 m. Pada pasien pula
didapatkan keluhan batuk berdahak putih maka dilakukan tatalaksana farmakologis dengan N-
perut daerah epigastrium diberikan Lansoprazole 2x 30mg dan Sucralfat 3x 10cc. Serta pada
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma
dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-
kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak
sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
4
akan mengalami serangan ulangan.
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
4
menerus angka kematiannya 9%. Pada pasien ini prognosis Dubia Ad Bonam karena cepat
dilakukan tatalaksana farmakologis dan non-farmakologis sehingga keluhan sesak bisa teratasi.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang perempuan berumur 70 tahun yang dirawat di Anggrek 1
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Penderita masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas
dan batuk sejak 2 minggu lalu serta demam sejak 1 hari lalu. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium diagnosa kerja dari pasien adalah Asma
Bronkhial. Selama perawatan di rumah sakit pasien telah diterapi secara non farmakologi dan
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin
8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga.
54-57
9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi
Indonesia 2006;1.45
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai