Disusun Oleh :
NIM : G11115506
KELAS : BTPH D
A. Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan penghasil unsur dan zat-zat makanan penting
bagi manusia. Kandungan protein dan asam amino penyusun protein kedelai dapat
menggantikan kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Tetapi pemenuhan tersebut
terkendala oleh produksi kedelai lokal yang rendah. Produksi kedelai lokal hanya mampu
memenuhi sekitar 25% dari total kebutuhan industri tempe dan tahu, sedangkan 75%
kekurangannya harus diimpor dari negara-negara penghasil kedelai (Anonim, 2008).
Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain adalah cara becocok tanam yaitu pemeliharaan kurang intensif dan adanya persaingan
terhadap gulma, bila pemeliharaannya kurang intensif maka tanaman kedelai akan bersaing
dengan gulma, akibatnya hasil panen dapat menurun. Penurunan hasil panen yang disebabkan
oleh adanya persaingan terhadap gulma bisa mencapai 60% (Moenandir, 1990).
Kendala budidaya tanaman kedelai ialah ketersediaan air yang rendah dan kompetisi
dengan gulma. Ketersedian air tanah dan kompetisi dengan gulma dipengaruhi oleh tindakan
pengolahan tanah secara intensif. Tindakan olah tanah akan menghasilkan kondisi
kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar (Rachman et al., 2004), sehingga
membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Namun,
pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif dapat menurunkan kualitas tanah karena
porositas tanah yang tinggi dan kemantapan agregrat yang menurun sehingga evaporasi
tinggi. Tanpa olah tanah populasi gulmanya lebih rendah dan menghasilkan kualitas tanah
yang lebih baik secara fisik maupun biologi (meningkatkan kadar bahan organik tanah,
kemantapan agregrat dan infiltrasi) serta hasil tanaman jagung yang relatif sama
dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif (Silawibawa, 2003).
Upaya meningkatkan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan tiga cara; (1)
peningkatan produktivitas; (2) peningkatan intensitas tanam dan (3) perluasan areal tanam
(Anonim, 2005). Upaya peningkatan produktivitas tersebut dapat ditempuh melalui perbaikan
varietas, perbaikan teknik budidaya dan menekan kehilangan hasil melalui perbaikan sistem
panen dan pasca panen. Pada kondisi luas lahan pertanian yang mulai terbatas maka
perbaikan teknik budidaya kedelai dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produksi
kedelai.
Kendala budidaya tanaman kedelai dapat dikendalikan dengan pengolahan tanah dan
penggunaan mulsa yang tepat. Pengolahan tanah akan meningkatkan populasi gulma,
menurunkan ketersediaan air tanah dan menaikkan temperatur tanah sehingga pemulsaan
diperlukan. Pemulsaan yang sesuai dapat merubah iklim mikro tanah sehingga dapat
meningkatkan kadar air tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Jerami padi dapat
dimanfaatkan sebagai mulsa, yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma dan merubah
iklim mikro tanah (Dwiyanti, 2005).
Mulsa ialah bahan atau material dihamparkan di permukaan tanah atau lahan
pertanian untuk melindungi tanah dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor luar. Peletakan
bahan tersebut dapat dilakukan dengan cara dihamparkan atau disebarkan dengan membentuk
lapisan dengan ketebalan tertentu. Daun jati sebagai bahan organik memiliki peluang besar
untuk dijadikan sebagai mulsa. Daun jati banyak tersedia/ berguguran pada musim kemarau.
Sehingga daun jati ini bisa diperoleh secara mudah dan murah untuk digunakan sebagai mulsa
pada budidaya tanaman kedelai (Priambodo et al., 2009).
Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang berfungsi menekan
pertumbuhan gulma dan merubah iklim mikro tanah. Hasil penelitian Suhartina dan
Adisarwanto (1996) melaporkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa yang
dihamparkan merata di atas permukaan tanah sebanyak 5 ton ha-1 dapat menekan
pertumbuhan gulma 37-61% dibandingkan dengan tanpa mulsa, sedangkan apabila jerami
padi dibakar maka pertumbuhan gulma hanya akan menurun 27-31%. Besar kecilnya
pengaruh yang ditimbulkan akibat pemulsaan tersebut akan bergantung pada dosis mulsa
yang digunakan, sehingga diperlukannya dosis mulsa yang tepat.
Daun jati sebagai bahan organik memiliki peluang besar untuk dijadikan sebagai
mulsa. Daun jati banyak tersedia/ berguguran pada musim kemarau, sedangkan pemanfaatan
daun jati sampai saat ini masih secara tradisional yaitu sebagai bungkus daging dan makanan.
Sehingga daun jati ini bisa diperoleh secara mudah dan murah untuk digunakan sebagai mulsa
pada budidaya kedelai.
B.Tujuan
Memberikan informasi mengenai upaya peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
(Glycine max) melalui aplikasi mulsa dengan menunjukkan beberapa data hasil penelitian
yang mengaplikasikan mulsa pada budidaya kedelai.
II. PEMBAHASAN
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Polypetales
Familia : Leguminosae
Genus : Glycine
Species: : Glycine max (L.) Merill
B. Syarat Pertumbuhan
1. Iklim
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis.
Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung.
Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman
kedelai dibandingkan iklim lembab.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-
400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan
curah hujan antara 100-200 mm/bulan.
Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum
bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 oC. Pada proses perkecambahan benih kedelai
memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC.
Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang
optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300C (Adisarwanto 2006). Curah hujan berkisar
antara 150 mm – 200 mm perbulan, dengan lama penyinaran matahari 12 jam hari, dan
kelembaban rata-rata (RH) 65%. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100 – 200 mm perbulan. Glicine max juga merupakan
tanaman musiman, warna bunga putih atau ungu, daun memiliki ragam bentuk dan ukuran
untuk karakter daun dan biji. Terdapat beberapa tipe daun pada kedelai yakni daun tunggal,
daun bertiga dan kadang-kadang ditemukan daun berlima (Sumarno et al., 2007).
Karakteristik kedelai yang dibudidayakan (Glycine max L.) di Indonesia merupakan tanaman
semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm.
2. Media Tanam
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air
tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik
ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai.
Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh.
Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh
dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik.
Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus atau
bahan organik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri rhizobium adalah 6,0 -
6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman
menjadi kerdil dan daunnya menguning. Tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan
tumbuh yang optimal. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan
tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan
yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varitas yang ditanam.
Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada
tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,
pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos
dalam jumlah cukup.
Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri
Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang panjang).
Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya,
sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Kedelai juga
membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup
dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad
renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.
Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan perbaikan
drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak tergenang air
waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organik sangat penting artinya.
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0
tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya
sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses
nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan
kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi
tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul.
3. Ketinggian Tempat
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-
300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan
ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih
dari 500 m dpl.
C. Pedoman Budidaya
1. Pembibitan
1) Persyaratan Benih
Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, maka benih yang digunakan harus yang
berkualitas baik, artinya benih mempunyai daya tumbuh yang besar dan seragam, tidak
tercemar dengan varietas-varietas lainnya, bersih dari kotoran, dan tidak terinfeksi dengan
hama penyakit. Benih yang ditanam juga harus merupakan varietas unggul yang
berproduksi tinggi, berumur genjah/pendek dan tahan terhadap serangan hama penyakit.
Beberapa varietas unggul kedelai adalah: Ainggit (137), Clark 63, Davros, Economic
Garden, Galunggung, Guntur, Lakon, Limpo Batang, Merbabu, No.27, No.29, No.452,
Orba, Peter, Raung, Rinjani, Shakti, Taichung, Tambora, Tidar, TK 5, Wilis.
2) Penyiapan Benih
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam harus dicampur
dengan legin, (suatu inokulum buatan dari bakteri atau kapang yang ditempatkan di media
biakan, tanah, kompos untuk memulai aktifitas biologinya Rhizobium japonicum). Pada
tanah yang sudah sering ditanam dengan kedelai atau kacang-kacangan lain, berarti sudah
mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini akan hidup di dalam bintil akar dan bermanfaat
sebagai pengikat unsur N dari udara. Cara pemberian legin: (1) sebanyak 5-10 gram
Rhizole (legin) dibasahi dengan air sekitar 10 cc; (2) legin dicampur dengan 1 kg benih
dan kocok hingga merata (agar seluruh kulit biji terbungkus dengan inokulum; (3) setelah
diinokulasi, benih dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih
diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam. Selain
itu, yang perlu diperhatikan dalam hal memilih benih yang baik adalah: kondisi dan lama
penyimpanan benih tersebut. Biji kedelai mudah menurun daya kecambah/daya
tumbuhnya (terutama bila kadar air dalam biji ≥ 3% dan disimpan di ruangan bersuhu ≥
25 oC, dengan kelembaban nisbi ruang ≥ 80%.
Jarak tanam pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 20-40 cm. Jarak
tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x 20 cm. Jarak tanam
hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang seragam dan mudah
disiangi. Jarak tanam kedelai tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan sifat tanaman
yang bersangkutan. Pada tanah yang subur, jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya
pada tanah tandus jarak tanam dapat dirapatkan.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Jika areal luas dan pengolahan tanah dilakukan dengan pembajakan, penanaman benih
dilakukan menurut alur bajak sedalam kira-kira 5 cm. Sedangkan jarak jarak antara alur
yang satu dengan yang lain dapat dibuat 50-60 cm, dan untuk alur ganda jarak tanam
dibuat 20 cm.
3) Cara Penanaman
Dalam sistem ini, seluruh lahan ditanami kedelai dengan tujuan memperoleh produksi
kedelai baik mutu maupun jumlahnya. Kedelai yang ditanam dengan sistem ini,
membutuhkan lahan kering namun cukup mengandung air, seperti tanah sawah bekas
ditanami padi rendeng dan tanah tegalan pada permulaan musim penghujan. Kelebihan
lainnya ialah memudahkan pemberantasan hama dan penyakit. Kelemahan sistem ini
adalah: penyebaran hama dan penyakit kedelai relatif cepat, sehingga penanaman kedelai
dengan sistem ini memerlukan perhatian khusus. Jarak tanam kedelai sebagai tanaman
tunggal adalah: 20 x 20 cm; 20 x 35 cm atau 20 x 40 cm.
b) Sistem tanaman campuran
Dengan sistem ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Umur tanaman tidak
jauh berbeda. Tanaman yang satu tidak mempunyai sifat mengalahkan tanaman yang liar.
Jenis hama dan penyakit sama atau salah satu tanaman tahan terhadap hama dan penyakit.
Kedua tanaman merupakan tanaman palawija, misalnya kedelai dengan kacang tunggak/
kacang tanah, kedelai dengan jagung, kedelai dengan ketela pohon.
4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penjarangan dan Penyulaman
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam kenyataannya tidak semua biji
yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak seragam. Untuk
menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak tumbuh sebaiknya segera
diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu
dilakukan apabila jumlah benih yang tidak tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu
penyulaman yang terbaik adalah sore hari.
2) Penyiangan
Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu. Penyiangan
ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu setelah tanam.
Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2 (pemupukan
lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mengikis gulma yang tumbuh dengan
tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan menggunakan herbisida.
Sebaiknya digunakan herbisida seperti Lasso untuk gulma berdaun sempit dengan dosis 4
liter/ha.
3) Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak
perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.
6) Pemeliharaan Lain
Kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari maka
membutuhkan tanaman pelindung. Tanaman kedelai yang terlindung akan selalu muda
sehingga proses pembentukan buah kurang baik, dan hasilnya akan sedikit, bahkan tidak
berbuah sama sekali. Tanaman kedelai akan rusak bila tertimpa cabang -cabang kering
tanaman pelindung yang jatuh
5. Panen
1). Ciri dan Umur Panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan
karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau
menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna
kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah
yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas
berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya. Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110 hari,
tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang akan
digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan
benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betulbetul sempurna dan merata.
6. Pascapanen
1). Pengumpulan dan Pengeringan
Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur. Kedelai
dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu, atau di lantai semen selama 3
hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga
bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada saat penjemuran hendaknya
dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan
pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji
masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah
cukup kering. Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji
tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen tersendiri,
kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15 %. Penjemuran benih
sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang.
D. Mulsa
Mulsa terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung),
pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan
secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup
sempurna. Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air
tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar
tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang
tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik
sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki
struktur tanah. Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu
menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa
tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan
organik dari tanaman leguminose seperti benguk,Arachis, dan sebagainya.
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga
kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat
tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Menurut Buckman dan Brandy (1969) dalam Utomo
(2007) bahwa mulsa adalah semua bahan yang digunakan pada permukaan tanah terutama
untuk menghalangi hilangnya air karena penguapan atau untuk mematikan tanaman
pengganggu. Mulsa sering juga disebut sersah. Sersah sudah terbukti efektif sekali untuk
mengurangi penguapan dan menghindari tumbuhnya tanaman pengganggu, tetapi pada
umumnya tidak dapat digunakan pada tanaman yang memerlukan pengolahan tanah susulan.
Bahan seperti jerami (serbuk gergaji, dedaunan, dsb) yg disebarkan pada permukaan tanah
untuk melindungi akar tanaman dari pengaruh air hujan (pemadatan tanah dsb); tunggul sisa
tanaman yang ditinggalkan di atas permukaan tanah untuk menutup tanah itu sebelum dan
selama persiapan pengolahan tanah.
2) Manfaat Mulsa
a. Manfaat mulsa terhadap tanaman
Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma akan sangat
terhalang. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa kompetisi dengan
gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya kompetisi dengan gulma tersebut
merupakan salah satu penyebab keuntungan yaitu meningkatnya produksi tanaman budidaya.
Pemulsaan mengubah warna tanah yang dengan sendirinya dapat mengubah albedo
tanah. Perubahan suhu tanah terjadi karena perubahan radian energy yang mencapai tanah.
Adanya mulsa akan menyebabkan panas yang mengalir kedalam tanah lebih sedikit
disbanding tanpa mulsa. Selain itu, permukaan tanah yang diberi mulsa memiliki suhu
maksimum harian lebih rendah disbanding tanpa mulsa.
Mulsa plastik putih dapat menurunkan suhu tanah. Hal ini disebabakan radiasi yang
direfleksikan kembali akan cukup besar sehingga berkurang suhu maksimum harian dari
tanah yang diberi mulsa. Sedangkan mulsa plastic hitam cenderung meningkatkan suhu tanah
karena radiasi yang direfleksikan kembali sangat kecil.
b. Kekurangannya meliputi :
Tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi hanya saat musim panen tadi. Hanya
tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga daerah yang jauh dari pusat budidaya padi
membutuhkan biya ekstra untuk transportasi
E. Data Pendukung
Tabel 1. Rerata indeks luas daun akibat interaksi perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan
jerami pada hari ke-40 (Widyasari et al., 2011)
0 4 8 12
BNT 5% 0.08
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT 5%.
Tabel 2. Rerata indeks luas daun akibat ketebalan mulsa daun jati (Priambodo et al., 2009).
15 30 45 60 75
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada p=
0,05, tn : tidak nyata.
Tabel 3. Rerata laju pertumbuhan relatif (g/g/hari) akibat ketebalan mulsa daun
jati (Priambodo et al., 2009).
BNT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) pada p=
0,05, tn : tidak nyata.
Tabel 4. Rerata laju pertumbuhan relatif (LPR) akibat perlakuan sistem olah tanah dan
pemulsaan jerami (Widyasari et al., 2011).
BNT 5% tn tn tn tn
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam;
tn = tidak berbeda nyata.
Tabel 5. Rerata bobot 100 biji akibat perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan jerami
(Widyasari et al., 2011).
BNT 5% tn
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam; tn = tidak berbeda
nyata.
Tabel 6. Rerata hasil biji ton ha-1 akibat interaksi perlakuan sistem olah tanah dan pemulsaan
jerami (Widyasari et al., 2011).
0 4 8 12
BNT 5% 0.05
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT 5%
Tabel 7. Rerata hasil biji tanaman kedelai akibat perlakuan beberapa ketebalan mulsa
daun jati (Priambodo et al., 2009).
Perlakuan Rata-rata
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada p=
0,05.
Menurut Sitompul dan Guritno (1995), bahwa LPR dapat digunakan untuk
mengukurproduktifitas biomasa awal tanaman, yang berfungsi sebagai modal dalam
menghasilkan bahan baru tanaman. Menurut Lingga dan Marsono (2007) bahwa angin
yang bertiup kencang mengakibatkan penguapan meningkat dan menyebabkan tekanan
turgor berkurang. Tekanan turgor yang rendah akan membuat stomata menutup dan me-
nyebabkan larutan unsur hara tidak dapat diserap.
Mulsa daun jati hanya efektif menahan laju pertumbuhan gulma hingga umur 30
hst. Mulsa daun jati dengan ketebalan dua lembar mulai melapuk dan hancur pada umur
30 hst sedangkan mulsa daun jati dengan ketebalan satu lembar mulai hancur pada mur 15
hst, sehingga gulma yang tadinya tertahan mulsa daun jati kembali tumbuh seperti
biasanya. Sedangkan periode kritis tanaman kedelai terjadi hingga umur 41 hst, seperti di
ungkapkan oleh Radjit dan Purwaningrahayu (1997) bahwa periode kritis tanaman
kedelai terjadi pada umur 1/4 atau 1/3 sampai ½ umur tanaman. Oleh karena itulah
pertumbuhan tanaman kedelai mengalami persaingan dengan gulma setelah umur 30 hst
yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas dan kuantitas polong dan biji kedelai.
Moenandir (1990) mengemukakan bahwa gulma yang tumbuh pada peride kritis
akan berpengaruh terhadap hasil akhir ntanaman budidaya. Hasil analisis vegetasi yang
dilakukan oleh Priambodo et al. (2009) menunjukkan bahwa, petak perlakuan yang tidak
ditambahkan mulsa daun jati memperlihatkan persaingan yang tinggi antara tanaman
budidaya dengan gulma dibandingkan dengan perlakuan yang diberi mulsa, hal ini
dikarenakan ragam spesies gulma yang tumbuh pada petak yang tidak ditambahkan mulsa
daun jati lebih besar bila dibandingkan dengan petak yang ditambahkan mulsa.
Moenandir (1990) menjelaskan apabila pada fase vegetatif tanaman tumbuh bersama
dengan gulma, maka akan terjadi suatu interaksi yang negatif dalam memperebutkan
unsur hara, pertumbuhan akan terhambat oleh karena keberadaan gulma.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Widyasari et al. (2011) adanya
pengolahan tanah dan pemulsaan pada tanaman kedelai telah memberikan pengaruh yang
berbeda pada komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dibandingkan tanpa
pemulsaan. Komponen pertumbuhan yang diamati ialah luas daun, indeks luas daun
(ILD), bobot kering total tanaman dan laju pertumbuhan relatif (LPR) tanaman.
Sedangkan komponen hasil meliputi bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan hasil biji ton
ha-1. Hasil percobaan oleh Widyasari et al. (2011) menunjukkan bahwa luas daun dan
indeks luas daun lebih tinggi dihasilkan oleh perlakuan sistem olah tanah maksimal yang
dikombinasikan dengan pemulsaan 12 ton ha-1, sedangkan yang lebih rendah dihasilkan
oleh kombinasi perlakuan sistem tanpa olah tanah tanpa pemulsaan. Hal ini terjadi karena
olah tanah maksimal membentuk kelas tekstur lempung yang memiliki tekstur sedang
dengan kemantapan agregrat dan porositas yang cenderung meningkat (analisis tanah).
Tanah yang memiliki agregrat yang mantap yang tidak mudah pecah karena pengaruh
dari luar menyebabkan keberadaan ruang pori juga mantap sehingga menjamin
kelancaran sirkulasi udara dan air. Hal ini sesuai Rachman et al. (2004), bahwa olah tanah
akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar,
sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah.
Struktur dan aerasi yang baik akan memberikan ruang gerak akar yang lebih mudah dan
leluasa sehingga kemampuan akar menyerap unsur hara, air dan oksigen lebih besar serta
proses fotosintesis dapat berlangsung lancar.
III. KESIMPULAN
1. Tanaman kedelai (Glycine max) merupakan tanaman budidaya yang perlu
diperhatikan sebagai tanaman pokok.
2. Aplikasi penggunaan mulsa organik (jerami dan daun jati) dapat menurunkan
pertumbuhan gulma dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
(Glycine max).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kedelai Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan. Tim Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 2 November 2012.
Anonymousa. 2011. Volume impor kedelai turun 20% di 2010 http://www.detikfinance.com.
Diakses pada 2 November 2012.
Dianasari, J. 2007. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan macam mulsa organik pada
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays L.). Skripsi. FP UB. Malang.
Dwiyanti, S. 2005. Respon pengaturan ketebalan mulsa jerami padi dan jumlah pemberian air
pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Skripsi. FP UB. Malang. Pp. 59.
Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Radja Grafindo Persada. Jakarta. pp.
132.
Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.
87.
Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan
air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.
p. 90-95.
Moenandir, J. 1990. Pengantar Ilmu Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma Buku I). Rajawali
Press. Jakarta. p.122.
Priambodo, A., B. Guritno dan A. Nugroho. 2009. Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan
Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa Daun Jati Dan Pupuk
Organik Cair Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Rachman, A., A. Ai dan E. Husen. 2004. Teknologi konservasi tanah pada lahan kering
berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. p. 183 -
204
Rosmarkam, A dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. pp. 40-42
Suhartina, T. dan Adisarwanto. 1996. Manfaat jerami padi pada budidaya kedelai di lahan
sawah. Balitkabi. Malang. p : 41-44
Sutejo, M. M. 2002. Pupuk dan cara pemupukan. Rineke cipta. Jakarta. pp. 177
Widyasari, L., T. Sumarni, dan Arifin. 2011. Pengaruh sistem olah tanah dan mulsa jerami
padi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (glycine max (l.) Merr.)
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
LAMPIRAN