Anda di halaman 1dari 25

KESEHATAN PEREMPUAN DAN PERENCANAAN KELUARGA

PROGRAM KESEHATAN BAYI BARU LAHIR (BBL), KELUARGA


BERENCANA (KB) DAN KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. ENDAH AYU WULANDARI P0 0340218016


2. GITA NELVA MARTHATILA P0 0340218017
3. HESI TRI SAPITRI P0 0340218018
4. IMELDA ADELA RIZKI P0 0340218019
5. JULIA NURHANIFAH P0 0340218020
6. LUSI LASTARI P0 0340218021
7. MEGA SASHABILLA P0 0340218022
8. MELATI AYU RATNASARI P0 0340218023

DOSEN PENGAMPU : LIDYA FEBRINA, M.Tr,Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI

DIPLOMA III CURUP

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,atas segala kebesaran
dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah berjudul “Program Kesehatan Bayi Baru Lahir (BBL), Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (Kespro)”.

Sehubungan dengan hal ini,kami mengucapkan terima kasih kepada Bunda


Lidya Febrina selaku dosen mata kuliah Kesehatan Perempuan dan Perencaaan
Keluarga yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
juga berterima kasih kepda semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, kami menyadari


pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik
dan bermanfaat.

Curup, Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global


sejak dibahas dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan (International Conference onPopulation and Development, ICPD),
di Kairo, Mesir, pada tahun 1994.Hal penting dalam konferensi tersebut adalah
disepakatinyaperubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan
dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas
menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya
pemenuhan hak-hak reproduksi.

Definisi kesehatan reproduksi menurut ICPD Kairo (1994) yaitu suatu


keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Dengan adanya definisi tersebut maka
setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh
penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih
cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan
pelayanan bagi anak, dan kesehatan remaja perlu dijamin.

Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi dapat diketahui dengan masih


tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Bawah Lima Tahun (AKBalita). Masalah kesehatan reproduksi
perempuan, termasuk perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman secara
medis juga harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya kaum perempuan saja
karena hal ini akan berdampak luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan
yang menjadi tolok ukur dalam pelayanan kesehatan. 

A. RUMUSAN MASALAH
B. TUJUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN

Definisi pelayanan kesehatan yaitu suatu konsep yang dipakai dalam


pemberian layanan kesehatan terhadap masyarakat. Pelayanan kesehatan juga
diartikan sebagai konsep yang diterapkan untuk memberikan layanan dengan
jangka waktu lama dan terus dilakukan kepada publik dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan menurut Depkes RI adalah upaya untuk


menyelenggarakan perorangan atau bersama-sama dalam organisasi untuk
mencegah dan meningkatkan kesehatan, memelihara serta menyembuhkan
penyakit dan juga memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga dan
ataupun publik masyarakat.

Menurut Levey dan Loomba (1973), pelayanan kesehatan adalah sebuah


bagian dari sistem pelayanan kessehatan yan tujuan utamanya adalah pelayanan
preventif (pencegahan) dan promotif(peningkatan kesehatan memiliki sasaran
yaitu publik dan masyarakat.

Lalu, pengertian program kesehatan adalah kumpulan dari proyek-proyek


di bidang kesehatan baik yang berjangka pendek maupun jangka panjang. Tidak
sedikit pihak yang merancukan antara proyek dan program. Namun berdasarkan
sumber dari PMI (Project Management Institute), proyek merupakan bagian dari
program yang dilaksanakan oleh lembaga bisnis atau pemerintah atau lembaga
non-profit. 

B. PROGRAM KESEHATAN BAYI BARU LAHIR (BBL)


1) Pengertian

Program kesehatan Bayi Baru Lahir (BBL) merupakan salah satu


kegiatan dari penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan,
yang dimulai sejak bayi dilahirkan ke dunia. Program tersebut bertujuan
untuk menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan
meningkatkan kesehatan BBL sesuai tumbuh kembangnya, dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup BBL yang akan menjadi sumber daya
pembangunan bangsa di masa mendatang.
Bayi baru lahir memerlukan asuhan yang segera, cepat, tepat, aman
dan bersih. Hal tersebut merupakan bagian esensial bayi baru lahir.
Sebagian besar proses persalinan terfokus pada ibu, tetapi penatalaksanaan
persalinan baru dikatakan berhasil jika ibu dan bayinya dalam kondisi
keadaan sehat optimal. Fasilitas kesehatan primer merupakan sarana
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berperan sebagai tonggak
pelayanan primer, terutama di era jaminan kesehatan nasional saat ini.
Bidan di fasilitas kesehatan primer diberi tanggung jawab penuh
terhadap keselamatan ibu dan bayi pada persalinan normal dan beberapa
saat sesudah selesainya persalinan. Bidan harus mengetahui dengan segera
timbulnya perubahan pada bayi dan bila perlu memberikan pertolongan
pertama seperti menghentikan perdarahan, membersihkan jalan napas,
memberikan oksigen, dan melakukan pernapasan buatan sampai bayi
tersebut mendapat perawatan yang memiliki perlengkapan yang lengkap
serta perawatan yang baik, sampai pengawasan dan pengobatan yang
dilakukan sebaik-baiknya
2) Program Kesehatan Bayi Baru Lahir
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
53 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial pasal 4
ayat 2 tentang pelayanan neonatal esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam
meliputi:
A. Menjaga bayi tetap hangat;
B. Inisiasi menyusu dini;
C. Pemotongan dan perawatan tali pusat;
D. Pemberian suntikan vitamin k1;
E. Pemberian salep mata antibiotik;
F. Pemberian imunisasi hepatitis b0;
G. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir;
H. Pemantauan tanda bahaya;
I. Penanganan asfiksia bayi baru lahir;
J. Pemberian tanda identitas diri;
K. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil,
cepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
3) Bentuk Esensial Program Kesehatan Bayi Baru Lahir (BBL)
a) Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak
dengan mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera
setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera
setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi
melekat pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam
sampai bayi menyusui sendiri.
Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang
menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom
dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan
bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di
kamar bersalin.
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa
menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi
ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu.
Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan
biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali
perilaku bayi sebelum menyusu.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal
selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1
jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1
jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu,
dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30
menit.

b) Pelaksanaan Penimbangan, Penyuntikan vitamin K, Salep Mata


dan Imunisasi Hb-0
Dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah
lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau
perawat.
1) Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1
(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk
mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang
dapat dialami oleh sebagian BBL.
2) Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata
(Oxytetrasiklin1%).
3) Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah
penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah
penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat
menimbulkan kerusakan hati.

c) Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir


Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan
sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24
jam pertama. Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan
yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika
pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat
mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.

Waktu pemeriksaan fisik Bayi Baru Lahir

Bayi Lahir di Fasilitas Kesehatan Bayi Lahir di Rumah


Baru lahir sebelum usia 6 jam Baru lahir sebelum usia 6 jam
Usia 6-48 jam Usia 6-48 jam
Usia 3-7 hari Usia 3-7 hari
Minggu ke 2 pasca lahir Minggu ke 2 pasca lahir

d) Rawat Gabung Bayi


Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, berada dalam
jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan hanya ASI saja tanpa minuman
atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak diberi dot atau
kempeng.

e) Pencegahan infeksi

Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2


menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU
intramuskular kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika
di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar
tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering.

f) Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi

Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi


terpapar langsung dengan suhu lingkungan

g) Kunjungan Neonatal
Pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu:

1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam


setelah lahir
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8-28 hari
C. PROGRAM KESEHATAN KELUARGA BERENCANA (KB)
1) Pengertian

Keluarga Berencana adalah upaya mengaturkelahiran anak, jarak


dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi,perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hakreproduksi untuk
mewujudkan keluarga yangberkualitas(Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2009TentangPerkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga).

2) Tujuan

Menurut Arum dan Sujiyatini (2009), tujuan utama program KB


Nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan
KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat
atau angka kematian ibu-bayi, dan anak-anak serta penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil
berkualitas,sedangkan tujuan program Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) adalah untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan
perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna
meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya, untuk mempersiapkan
kehidupan dalam mendukung upaya meningkatkan kualitas generasi
mendatang.

3) Sasaran

Menurut BKKBN (2020), sasaranstrategis BKKBN 2020-2024


yang tertera pada Renstra BKKBN2015-2019 dalam upaya untuk
mencapai tujuan utama, sebagai berikut:
a. Menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
b. Menurunnya Angka kelahiran total (TFR) per WUS (15 - 49
tahun)
c. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR)
d. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet
need)
e. Menurunnya Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun
(ASFR15– 19 tahun)
f. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari Wanita
Usia Subur (15–49tahun)
4) Program Keluarga Berencana
Menurut Renstra BKKBN tahun 2020-2024, adapun program keluarga
berencana yang akan dilakukan adalah :

a) Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan


reproduksi yang merata dan berkualitas.
b) Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan
obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas kesehatan KB dan
jejaring pelayanan, serta pendayagunaan fasilitas kesehatan untuk
pelayanan KB.
c) Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan MKJP untuk
mengurangi resiko drop-out maupun penggunaan non MKJP dengan
memberikan informasi secara berkesinambungan untuk
keberlangsungan kesertaan ber-KB serta pemberian pelayanan KB
lanjutan dengan mempertimbangkan prinsip Rasional, Efektif dan
Efisien (REE).
d) Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan KB dan
tenaga kesehatan pelayanan KB, serta penguatan lembaga di tingkat
masyarakat untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan KB.
e) Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan
pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan, serta promosi
dan penggerakan kepada masyarakat dalam penggunaan alat dan obat
kontrasepsi KB.
f) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi
remaja melalui pendidikan, sosialisasi mengenai pentingnya Wajib
Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan, dan
peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna
mencegah kelahiran di usia remaja.
g) Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga melalui kelompok
kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kesertaan ber-KB
dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber-
KB.
h) Penguatan tata kelola pembangunan kependudukan dan KB melalui
penguatan landasan hukum, kelembagaan, serta data dan informasi
kependudukan dan KB.
i) Penguatan Bidang KKB melalui penyediaan informasi dari hasil
penelitian/kajian Kependudukan, Keluarga Berencana dan Ketahanan
Keluarga serta peningkatan kerjasama penelitian dengan universitas
terkait pengembangan Program KKBPK

5) Penerapan Progran Keluarga Berencana


a) Meningkatkan akses dan pelayanan KB yang merata dan
berkualitas di dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional, yang
dilakukan melalui strategi:

1. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB yang merata


dan berkualitas, baik antar - sektor maupun antara pusat dan
daerah, terutama dalam sistem jaminan kesehatan nasional
dengan menata fasilitas pelayanan KB (ketersediaan dan
persebaran klinik pelayanan KB di setiap wilayah, serta
manajemen penjaminan ketersediaan dan distribusi logistik
alokon);
2. Penyediaan sarana dan prasarana serta alat kontrasepsi yang
memadai di setiap faskes KB;
3. Peningkatan intensitas pelayanan KB secara statis di wilayah
perkotaan, dan pelayanan KB secara mobile di wilayah sulit;
4. Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan
KB (PLKB) dan tenaga medis pelayanan KB (dokter bidan),
serta penguatan lembaga di tingkat masyarakat untuk
mendukung penggerakan dan penyuluhan KB;
5. Penguatan konsep kemandirian ber-KB melalui peningkatan
kualitas alat dan obat kontrasepsi produksi dalam negeri untuk
meningkatkan kemandirian, pengembangan Advokasi dan KIE
KB Mandiri serta pengembangan dalam kemandirian mengikuti
SJSN Kesehatan.

b) Meningkatkan pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi


dan penyiapan kehidupan berkeluarga, yang dilakukan melalui
strategi :
1. Peningkatan kebijakan dan strategi yang komprehensif dan
terpadu, antar sektor dan antara pusat - daerah, tentang KIE dan
konseling kesehatan reproduksi remaja dengan melibatkan
orang tua, teman sebaya, toga/toma, sekolah dengan
memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan
pemahaman nilai - nilai pernikahan dan penanganan kehamilan
yang tidak diinginkan pada remaja untuk mengurangi aborsi;
2. Peningkatan fungsi dan peran, serta kualitas dan kuantitas
kegiatan kelompok remaja (PIK KRR) dengan mendorong
remaja untuk mempunyai kegiatan yang positif dengan
meningkatkan status kesehatan, memperoleh pendidikan, dan
meningkatkan jiwa kepemimpinan;
3. Pengembangan dan peningkatan fungsi dan peran kegiatan
kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) sebagai wahana untuk
meningkatkan kepedulian keluarga dan pengasuhan kepada
anak - anak remaja mereka;
4. Peningkatan jumlah dan kompetensi/kapasitas SDM
kader/penyuluh dalam memberikan KIE dan konseling kepada
remaja dan orangtua, serta penguatan lembaga dengan
mengembangkan intervensi bersifat lintas sektor (forum
koordinasi antara pemerintah dan LSM).
c) Menguatkan advokasi dan KIE tentang KB dan Kesehatan
reproduksi di seluruh wilayah, yang dilakukan melalui strategi:
1. Penguatan kebijakan dan pengembangan strategi advokasi -
KIE tentang KB dan kespro yang sinergi antar sektor dan
antara pusat dan daerah yang lebih efektif dan efisien dalam
rangka mendukung SJSN Kesehatan (materi dan tools melalui
pemahaman dan perubahan sikap dan perilaku dalam ber-KB
yang disesuaikan dengan isu KKB di masing - masing
wilayah).
2. Peningkatan sosialisasi dan penyuluhan tentang KB dan Kespro
oleh aparatur dengan melibatkan masyarakat dan keluarga,
serta penguatan kapasitas tenaga lapangan KB dan bidan
dengan memperhatikan sasaran target masyarakat sesuai
dengan karakteristik sosial, budaya, dan ekonomi;
3. Peningkatan komitmen lintas sektor dan pimpinan daerah
tentang pemahaman pentingnya KB dan kesehatan reproduksi;
4. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya KB
dalam peningkatan kesejahteraan keluarga.

d) Meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam pengasuhan anak


dan perawatan lanjut usia, yang dilakukan melalui strategi:
1. Mengharmonisasikan dan mengusulkan amandemen peraturan
perundangan agar lebih mendukung pelaksanaan program KB
(Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 agar selaras dengan Undang
- undang Nomor 52 Tahun 2009; Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan);
2. Penguatan dan pelibatan sektor terkait dalam rangka
penyusunan rancangan peraturan pemerintah dari Undang -
undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
3. Peningkatan kapasitas SDM SKPD KB dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi (monev) KB, serta
peningkatan kapasitas SDM pelaksana KB (tenaga lapangan,
kader, tenaga medis) secara berkala dan menyeluruh dalam hal
advokasi, KIE, serta konseling KB dan kespro;
4. Melakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga KB di daerah
serta pengembangan kemitraan operasional KB didukung
dengan panduan teknis yang jelas.

e) Menyerasikan landasan hukum dan kebijakan kependudukan dan


keluarga berencana, yang dilakukan melalui strategi:
1. Penyerasian dan peninjauan kembali landasan hukum/peraturan
perundang -undangan kependudukan dan keluarga
berencana;koordinasi terpadu lintas - kementerian/lembaga
terkait perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi pembangunan KKB;
2. Perumusan kebijakan kependudukan yang sinergis antara aspek
kuantitas, kualitas dan mobilitas;
3. Advokasi, sosialisasi dan fasilitasi penyusunan kebijakan
Program KKBPK kepada seluruh pemangku kebijakan dan
masyarakat.

f) Menata dan menguatkan serta meningkatkan kapasitas


kelembagaan kependudukan dan keluarga berencana di pusat dan
daerah, yang dilakukan melalui strategi:
1. Peningkatan koordinasi seluruh instansi terkait pembangunan
kependudukan yang holistik;
2. Advokasi dan fasilitasi kepada pemerintah daerah tentang
pembangunan kependudukan dan keluarga berencana;
3. Literasi dinamika penduduk bagi pengambil kebijakan dan para
perencana pembangunan;
4. Evaluasi tentang efektivitas kelembagaan kependudukan dan
keluarga berencana setelah pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah, serta setelah ditetapkannya Undang - undang
Nomor 52 Tahun 2009;
5. Penguatan kebijakan dan pengembangan strategi dan materi
yang relevan tentang pemahaman orangtua mengenai
pentingnya keluarga dan pengasuhan tumbuh kembang anak,
melalui: pendidikan, penyuluhan, pelayanan tentang perawatan,
pengasuhan dan perkembangan anak dengan melibatkan tenaga
lapangan, kader, dan masyarakat;
6. Penyuluhan tentang pemahaman keluarga/orangtua mengenai
pentingnya keluarga dalam peran dan fungsi tribina (BKB,
BKR, BKL), serta penguatan 8 (delapan) fungsi keluarga
(agama, sosial, cinta kasih, perlindungan, reproduksi,
pendidikan, ekonomi dan lingkungan);
7. Peningkatan kapasitas tenaga lapangan dan kader serta
kelembagaan pembinaan keluarga dalam hal penyuluhan
tentang pemahaman fungsi keluarga dan peningkatan
kerjasama lintas sektor dalam upaya meningkatkan fungsi dan
peran keluarga.

g) Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi


kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu, yang
dilakukan melalui strategi:
1. Penyediaan data kependudukan yang akurat dan tepat waktu;
2. Peningkatan cakupan registrasi vital dan pengembangan
registrasi vital terpadu;
3. Peningkatan diseminasi, aksesibilitas dan pemanfaatan data dan
informasi kependudukan terutama sensus dan survei bagi
seluruh pihak, termasuk swasta dan akademisi;
4. Peningkatan diseminasi, aksesibilitas dan pemanfaatan data dan
informasi kependudukan yang bersumber dari registrasi
penduduk;
5. Peningkatan koordinasi, termasuk fasilitasi seluruh instansi
dalam pemanfaatan data dan informasi kependudukan untuk
perencanaan dan evaluasi kebijakan pembangunan;
6. Peningkatan kapasitas SDM data dan informasi kependudukan.

h) Memperkuat penelitian dan pengembangan Bidang KKB yang


dilakukan melalui strategi:
1. Penguatan penelitian/kajian Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Ketahanan Keluarga;
2. Penyediaan hasil penelitian/kajian Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Ketahanan Keluarga;
3. Peningkatan kerjasama penelitian dengan universitas terkait
pengembangan Program KKBPK, pendidikan dan pelatihan
SDM Aparatur Kependudukan dan KB;
4. Pengembangan pendidikan dan pelatihan Bidang KKB;
5. Penguatan kerjasama internasional di Bidang KKB.

D. PROGRAM KESEHATAN KESEHATAN REPRODUKSI


(KESPRO)
1) Pengertian

Definisi kesehatan reproduksi telah diatur dalam Undang-Undang


RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu merupakan keadaan
sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Keseriusan pemerintah
dalam memberi perhatian akan penanganan permasalahan kesehatan
reproduksi, dituangkan juga melalui kebijakan lain, seperti Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang
menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi setiap orang, dan
menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar melahirkan generasi
yang sehat dan berkualitas, serta mengurangi angka kematian ibu.
Di samping itu, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97
Tahun 2014, Pemerintah juga menjamin kesehatan ibu, mengurangi angka
kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lagir, menjamin
tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi, dan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lagi yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masalah kesehatan reproduksi terjadi pada berbagai tahapan


kehidupan, dan banyak terjadi pada kaum perempuan. Kondisi ini pun
sering dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya dalam masyarakat, yang
disebut dengan gender, konstruksi sosial atau peran yang melekat dan
terbentuk di masyarakat ini ikut andil menentukan besaran masalah
kesehatan reproduksi. Adanya kompleksitas masalah kesehatan reproduksi
ini sangat memerlukan penanganan yang multidisplin.

Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan reproduksi, pelayanan


kesehatan reproduksi perlu dilaksanakan secara terpadu. Hal ini
dimaksudkan untuk dapat menghilangkan hambatan dan missed
opportunity klien untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu

2) Tujuan
a) Tujuan Umum

Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan reproduksi


terpadu dalam rangka pencapaian akses universal kesehatan
reproduksi.

b) Tujuan Khusus
1. Menyediakan acuan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu di
pelayanan kesehatan dasar dengan memperhatian keadilan dan
kesetaraan gender.
2. Meningkatnya penyelenggaraan kesehatan reproduksi terpadu
di tingkat pelayanan kesehatan dasar.
3. Meningkatnya capaian indikator pelayanan program dalam
lingkup kesehatan reproduksi.
3) Sasaran

Pemangku kebijakan, penanggung jawab program, pengelola


program dan pelaksana program di fasilitas pelayanan kesehatan dasar di
se􀀬ap tingkatan.

4) Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi terpadu melipu


komponen:

a) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


b) Keluarga Berencana (KB)
c) Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
d) Infeksi Menular Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus
and Acquired Immuno Deficieny Syndrom (HIV dan AIDS)
e) Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia (Kespro Lansia)
f) Kesehatan Reproduksi lainnya seper􀀬: kanker payudara dan kanker
leher rahim (kanker serviks),pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap perempuan dan anak (PP-KtP/A), aborsi,
infer􀀬litas, fistula vesiko-vaginal, prolapsus uteri, kanker prostat
dan benign prostac hyperplasia.

5) Program Kesehatan Reproduksi (Kespro)

Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan program


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (PKRT), yang merupakan
kegiatan pelayanan kesehatan yang mengintegrasikan semua pelayanan
kesehatan dalam lingkup kesehatan reproduksi yang meliputi kesehatan
ibu dan anak, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja,
pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual termasuk
penanggulangan HIV dan AIDS, serta pelayanan kesehatan reproduksi
lainnya.

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu diatur melalui Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 yang dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan pada tiap tahapan siklus kehidupan yang dimulai dari
tahap konsepsi, bayi dan anak, remaja, usia subur dan usia lanjut.
Pelayanan ini dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, yang ditujukan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan reproduksi melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.

Konsep PKRT bukan merupakan pelayanan yang baru dan berdiri


sendiri, melainkan kombinasi dari berbagai pelayanan dalam ruang
lingkup kesehatan reproduksi yang selama ini diselenggarakan di
Puskesmas. Dalam pelaksanaannya, sangat penting mengutamakan klien
dengan memperhatikan hak reproduksi, keadilan, dan kesetaraan gender
melalui pendekatan siklus hidup. Pendekatan ini akan dapat memperluas
jangkauan pelayanan secara proaktif dan meningkatkan kualitas hidup.

Prinsip pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yakni holistik,


keterpaduan dalam pelayanan, dan fleksibel. Holistik yaitu pelayanan yang
diberikan memandang klien sebagai manusia yang utuh, maksudnya
pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan klien, namun petugas
kesehatan dapat menawarkan dan memberikan pelayanan lain yang
dibutuhkan klien dan diidentifikasi melalui proses anamnesis. Pelayanan
kesehatan reproduksi dapat diberikan oleh 1 (satu) orang atau beberapa
orang dalam 1 (satu) institusi melalui adanya integrasi (keterpaduan)
pelayanan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam 1 (satu) kali
kunjungan/pelayanan (one stop services). Fleksibel bermakna bahwa
pelayanan kesehatan reproduksi yang terpadu diberikan sesuai dengan
kesiapan program, ketersediaan layanan kesehatan, dan Sumber Daya
Manusia (SDM) kesehatan.

Konsep PKRT yang memandang bahwa setiap individu sebagai


manusia yang utuh sehingga pelayanan harus diberikan secara holistik dan
komprehensif, sejalan dengan konsep pendekatan keluarga dalam Program
Indonesia Sehat. Keluarga dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh,
sehingga pendekatan terhadap satuan (unit) terkecil di masyarakat ini
dinilai akan memberikan dampak yang positif dalam mengatasi berbagai
persoalan kesehatan di masyarakat, karena derajat kesehatan rumah tangga
atau keluarga dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Pendekatan
keluarga melalui pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas
dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat ini akan dapat
meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan komprehensif,
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Melalui pelaksanaan PKRT diharapkan dapat memenuhi hak


reproduksi perorangan sepanjang siklus hidupnya, agar tersedia pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas, dapat meningkatkan cakupan
pelayanan/program kesehatan reproduksi yang pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja, dan dapat terpenuhi kesetaraan dan keadilan gender
dalam pelayanan kesehatan reproduksi.

6) Penerapan Kesehatan Reproduksi Terpadu

Agar pelayanan kesehatan reproduksi bersifat responsif terhadap


kebutuhan klien, maka se􀀬ap pelayanan yang diberikan perlu
diterpadukan. Dengan demikian pelayanan kesehatan reproduksi yang
dibutuhkan seorang klien perlu menampung aspek pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya yang relevan dengan tetap mengikuti standar pelayanan
yang berlaku bagi masing masing jenis pelayanan.
Beberapa contoh keterpaduan PKRT dimana masing-masing
komponen pelayanan memasukkan unsur pelayanan lainnya sebagai
berikut:

a) Pelayanan KIA
1. Pada pelayanan antenatal terpadu, persalinan dan nifas
memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanganan
IMS serta melakukan motivasi klien untuk pelayanan KB dan
memberikan pelayanan KB pasca persalinan. Dalam
pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu
memperhatikan kewaspadaan standar terhadap pencegahan
infeksi.
2. Asuhan Pasca Keguguran (APK) memasukkan unsure
pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS serta
konseling/pelayanan KB pasca persalinan.
b) Pelayanan KB
1. Pada pelayanan K B memasukan unsur pelayanan pencegahan
dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
2. Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda-usia
paritas-rendah (mupar) yang lebih mengarah kepada
kepentingan pengendalian populasi; juga diarahkan untuk
sasaran dengan “4 terlalu”.
c) Pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV dan AIDS.

Pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk


HIV dan AIDS dimasukan ke dalam se􀀬ap komponen pelayanan
kesehatan reproduksi seper􀀬 pada pelayanan antenatal terpadu melalui
program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), pada
saat pelayanan KB, serta pada saat pemberian KIE terhadap perilaku
seksual berisiko pada remaja.

1. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang bersifat promotif dan


preventif terfokus pada pelayanan KIP/K, yang memasukkan
materi-materi Family Life Education dan Life Skill Education.
2. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek
fisik, termasuk kesehatan dan gizi, agar remaja-khususnya remaja
putri dapat dipersiapkan menjadi calon ibu yang sehat.
3. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara khusus bagi remaja
bermasalah diberikan sesuai dengan kebutuhan dan masalahnya,
misalnya kehamilan di luar nikah, kehamilan remaja, remaja
dengan ketergantungan narkotik, psikotropik dan zat adik􀀬f
lainnya (napza), dan lain-lain.

d) Kesehatan reproduksi lanjut usia dan kesehatan reproduksi lainnya


1. Pelayanan kesehatan reproduksi lanjut usia lebih ditekankan
untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Selain
upaya promotif dan preventif, pengembangan upaya kesehatan
reproduksi lanjut usia juga ditujukan untuk mengatasi masalah
yang sering ditemukan pada lanjut usia, misalnya masalah
menopause/andropause dan pencegahan osteoporosis serta
penyakit degenerative lainnya.
2. Pada pelayanan kesehatan reproduksi lainnya diberikan sesuai
dengan kebutuhan, misalnya pada kasus keguguran diberikan
pelayanan asuhan pasca keguguran untuk mencegah terjadinya
perdarahan dan infeksi kemudian diberikan pelayanan KB
pasca keguguran.

7) Penerapan Kegiatan Pendukung PKRT

Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi


masalah yang berkaitan dengan program dan pelayanan kesehatan
reproduksi.
a. Penanganan masalah sosial yang berkaitan erat dengan
kesehatan reproduksi antara lain:
1. Keadilan dan kesetaraan gender
2. Kekerasan terhadap perempuan dan anak

Kegiatan untuk mengatasi masalah ini dilaksanakan secara lintas


program dan lintas sektor. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh sektor
kesehatan antara lain:

1. Meningkatkan pemahaman petugas di tiap tingkatan tentang


keadilan dan kesetaraan gender serta berbagai bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan anak, serta akibatnya terhadap
kesehatan.
2. Meningkatkan keterampilan pengelola program dalam
melakukan analisis gender serta pengarusutamaan gender
dalam kebijakan program kesehatan.
3. Meningkatkan peran serta laki-laki dalam kesehatan
reproduksi.
4. Menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,
baik dalam aspek medis maupun KIP/K dalam mengatasi
masalah klien, dan menghubungkan klien untuk mendapatkan
pelayanan lain.

b. Advokasi dan mobilisasi sosial

Kegiatan advokasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk


pemantapan dan perluasan komitmen dan dukungan politis dalam
upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi. Pelaksanaan
kegiatan dapat bekerjasama dengan program dan sektor lain.

c. Koordinasi lintas sektor

Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi


diperlukan koordinasi lintas sektor dan program. Untuk itu di
tingkat nasional perlu diadakan forum koordinasi yang bersifat
fungsional.

Anda mungkin juga menyukai