Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus pada umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan penghasilan
rutin yang diterima sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, penghasilan tersebut di atas
merupakan objek pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut akan dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat Final dengan menerapan tarif progresif yang lebih rendah dari ketentuan
umum tarif Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar
dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, dan kepastian hukum.
II. Pembahasan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus, dikenai
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. PPh Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat
dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang dibayarkan
sekaligus. Berikut ini pembahasan mengenai aspek pemotongan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT.
Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada Reno Purnomo (Ber-NPWP)
secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :
a. 01 Rp 240.000.000
b. Januari Rp 120.000.000
c. 2014 Rp 120.000.000
d. 07 JuniRp 120.000.000
2015
25 Juli
2015
01
Januari
2016
Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai berikut:
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana
Pesangon Tenaga Kerja
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja,
Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT
Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:
Untuk tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang
berlaku mulai 16 November 2009, ditentukan sebagai berikut :
Lapisan Rp 0 s.d 0%
1 Rp
50.000.000
Lapisan >Rp 5%
2 500.000.000
Tarif PPh Pasal 21 diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang
dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari Dana
Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles meminta pembayaran sekaligus atas manfaat pensiun sebesar
20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana
pensiun PT. Ortax Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus
sebesar 20% x Rp 600.000.000 = Rp 120.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara
sekaligus :
0% x Rp = Rp 0
50.000.000
= Rp 3.500.000 (+)
5% x Rp
70.000.000 = Rp 3.500.000
Jumlah
Sedangkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat pensiun
yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara
Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, maka :
Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang
dibayarkan secara sekaligus.
Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
Pensiun membeli anuitas seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
Pemotongan PPh Pasal 21 atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga
Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai,
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender
Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun
berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak
pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka
tarif pemotongan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai
yang dapat menunjukkan NPWP.
Kewajiban Pemotong
Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21
yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT untuk setiap Masa
Pajak.
PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke
Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa
Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang
terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua poin diatas
tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali
pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu)
Masa Pajak.
III. Penutup
Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenankan pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal
sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
kalender. Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan
tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang
atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. PPh
Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak
pendahuluan atau kredit pajak.
IV. Referensi