Anda di halaman 1dari 6

Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang

Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/JHT


I.    Pendahuluan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seringkali


dihubungkan dengan kondisi negatif yang terjadi
akibat adanya tindakan pelanggaran berat dari
sisi pekerja atau karena penurunan produktifitas
dan kemampuan finansial Perusahaan sehingga
Perusahaan mengambil kebijakan untuk
melakukan rasionalisasi. PHK juga dapat
disebabkan karena pekerja mengundurkan diri,
habis masa kontrak, memasuki usia pensiun
atau karena pekerja meninggal dunia. Selain itu
PHK juga dapat terjadi karena Perusahaan
melakukan peleburan, penggabungan dan atau perubahan status. Dalam praktek PHK juga dapat
terjadi karena faktor-faktor lain diluar koridor hukum yang menyebabkan timbulnya perselisihan antara
pekerja dan perusahaan.

Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang Ketenagakerjaan


mewajibkan Perusahaan untuk membayarkan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Penghitungan uang pesangon, uang
penghargaan dan uang penggantian hak diatur secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan. Apabila
Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada program pensiun/ Jaminan Hari Tua, pekerja juga berhak
atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun/Tunjangan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT).

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus pada umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan penghasilan
rutin yang diterima sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, penghasilan tersebut di atas
merupakan objek pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut akan dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat Final dengan menerapan tarif progresif yang lebih rendah dari ketentuan
umum tarif Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar
dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, dan kepastian hukum.

II.    Pembahasan

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus, dikenai
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. PPh Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat
dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang dibayarkan
sekaligus. Berikut ini pembahasan mengenai aspek pemotongan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT.

Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Pesangon

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/THT, dianggap dibayarkan


sekaligusdalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun kalender.
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon yang berlaku mulai 16
November 2009:

Lapisan Lapisan Penghasilan Bruto Tarif PPh 21 Atas


Pesangon

Lapisan 1 Rp 0                    s.d   Rp 50.000.000 0%

Lapisan 2 >Rp 50.000.000    s.d   Rp 100.000.000 5%

Lapisan 3 >Rp 100.000.000  s.d   Rp 500.000.000 15 %

Lapisan 4 >Rp 500.000.000 25 %

Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Pesangon :

PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada Reno Purnomo (Ber-NPWP)
secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :

a. 01 Rp 240.000.000
b. Januari Rp 120.000.000
c. 2014 Rp 120.000.000
d. 07 JuniRp 120.000.000
2015
25 Juli
2015
01
Januari
2016

Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai berikut:

a. Pada Tanggal 01 Januari 2014 : 


  0%   x Rp  =    Rp 0
50.000.000 =    Rp  2.500.000
5%   x Rp  =    Rp
50.000.000 21.000.000(+)
15% x Rp=    Rp 23.500.000
140.000.000
     
b. Pada Tanggal 07 Juni 2015 :
  15% x Rp=    Rp 18.000.000
120.000.000
     
c. Pada Tanggal 25 Juli 2015 :
  15% x Rp=    Rp 18.000.000
120.000.000
     
d. Pada Tanggal 01 Januari 2016 :  
Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21
untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2016 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf
a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan PPh 21 pada bulan Januari 2016 tidak
bersifat Final.

Berikut ini Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2016 :

5%   x=        Rp  


Rp 2.500.000
50.000.0 =        Rp
00 10.500.000 (+)
15% x=          Rp
Rp 13.000.000
70.000.0
00
Jumlah

Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana 
Pesangon Tenaga Kerja

1. Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon.


2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui
pembayaran secara sekaligus, terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
3. PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong oleh pemberi kerja.
4. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja, 

1. Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.


2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui
pembayaran secara bertahap atau berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
3. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada
Pegawai, dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon
Tenaga Kerja.

Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT

Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:

a. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara


sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia
b. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
c. pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Untuk tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang
berlaku mulai 16 November 2009, ditentukan sebagai berikut :

Lapisa Lapisan Tarif PPh


n Penghasila 21 Atas
n Bruto Pesango
n

Lapisan Rp 0  s.d   0%
1 Rp
50.000.000

Lapisan >Rp 5%
2 500.000.000

Tarif PPh Pasal 21  diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang
dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Manfaat Pensiun :

Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari Dana
Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles meminta pembayaran sekaligus atas manfaat pensiun sebesar
20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana
pensiun PT. Ortax Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus
sebesar 20% x Rp 600.000.000 = Rp 120.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara
sekaligus :

0%  x Rp  = Rp 0
50.000.000
= Rp 3.500.000 (+)
5%  x Rp  
70.000.000 = Rp 3.500.000

Jumlah 

Sedangkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat pensiun
yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara
Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, maka :
 Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang
dibayarkan secara sekaligus.
 Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana
Pensiun membeli anuitas seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
 Pemotongan PPh Pasal 21  atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga
Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
 Pada saat perusahaan asuransi jiwa  membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai,
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

      
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender

Jika terdapat bagian penghasilan  yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun
berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 yang dipotong  tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak
pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka
tarif pemotongan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai
yang dapat menunjukkan NPWP.

Kewajiban Pemotong

 Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21
yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT untuk setiap Masa
Pajak.
 PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke
Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
 Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa
Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
 Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
 Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan  PPh Pasal 21 yang
terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua poin diatas
tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
 Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali
pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu)
Masa Pajak.

III.    Penutup

Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenankan pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal
sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
kalender. Jika terdapat bagian penghasilan  yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan
tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang
atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. PPh
Pasal 21 yang dipotong  tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak
pendahuluan atau kredit pajak.

IV.    Referensi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat


atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh
Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, Dan THT
Yang Dibayarkan Sekaligus

Anda mungkin juga menyukai