Anda di halaman 1dari 13

https://www.teraslampung.

com/radin
-inten-ii-pemuda-jenius-yang-
ditakuti-penjajah-belanda/
Perjuangan Radin Inten II Melawan
Penjajah Belanda (1)
Patung Radin Inten II di Kompleks Permakaman Radin Inten II
Zainal Asikin |Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN–Radin Inten II dengan Gelar Kesuma Ratu  lahir pada


tahun 1834. Ia terkenal sebagai pemuda yang tangguh, cerdas, dan gagah
berani menentang penjajah Belanda di tanah Lampung. Radin Inten II yang
merupakan putra tunggal Radin Imba II yang dilahirkan dan dibesarkan oleh
Ibunya, Ratu Mas,  dan keluarganya di tengah hutan.

Ihwal ini belum banyak terungkap ke publik.  Banyak warga Lampung yang
tidak tahu bahwa masa kecil dan remaja Radin Inten II penuh dengan
rahasia. Mengapa harus dirahasiakan? Kisahnya teramat panjang. Dan itu
berkaitan dengan perjuangan Radin Imba II dan keluarga besarnya di
Keratuan Darah Putih melawan Belanda.

Pada usianya yang masih sangat muda (22 tahun) Radin Intan II gugur di
tangan tentara Belanda. Hingga akhir hayatnya, pemuda gagah berani yang
tidak sudi takluk kepada Belanda itu belum (tidak) menikah.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (2)

Radin Intan II merupakan putra tunggal dari Raden Imba II yang dilahirkan
dan dibesarkan oleh Ibunya, Ratu Mas dan keluarganya ditengah hutan dan
dengan penuh kerahasiaan. Sedangkan Raden Imba II adalah putra Radin
Inten I.

Berdasarkan silsilah, Radin Intan I adalah keturunan dari dari Ratu Darah
Putih, Minak Gejala Ratu atau Muhammad Aji Saka putra dari Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di
Keratuan Pugung, Lampung Timur sekitar abad 15.

Dari sini diketahui bahwa Radin Inten II masih keturunan langsung Sultan
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang menjadi penyebar agama
Islam di Tanah Jawa. Sunan Gunung Jati dan delapan wali lain terkenal
dengan sebutan Wali Songo (Sembilan Wali).

Meneruskan Perjuangan Ayah

Salah satu senjata Radin Inten II (Foto: Teraslampung/Zainal Asikin)


Radin Inten II meneruskan kepemimpinan ayahandanya, Radinm Imba II, di
Keratuan Ratu Darah Putih. Ia pun melanjutkan perlawanan mengusir
penjajah Belanda di tanah Lampung.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (3)

Kepada Teraslampung.com, belum lama ini, Budiman Yaqub gelar Khadin


Kusuma Yuda, anak keturunan Radin Inten yang juga seorang budayawan
dan sejarawan Lampung Selatan, berkisah panjang lebar tentang Keratuan
Darah Putih dan perjuangan melawan penjajah Belanda.
Sembari duduk santai di kursi ruang tengah Lamban Balak atau rumah
peninggalan sejarah Keratuan Ratu Darah Putih, Budiman Yaqub megisahkan
bahwa Radin Inten II dilahirkan ibunya di tengah hutan pada tahun 1834
saat Benteng Raja Gepeh jatuh ke pemerintahan Belanda.

Semasa kecil, Radin Inten II diliputi suasana perang melawan Belanda dan
sekutu-sekutunya. Pada saat itu, Keratuan Darah Putih di bawah Perwalian
Dalom Mangku Bumi dan sedang melakukan perlawanan terhadap penjajah
Belanda.

Pada tahun 1850, saat Radin Inten II berusia 15 tahun, Radin Inten II


dinobatkan sebagai penerus Radin Imba II. Radin Inten II dipercaya
meneruskan tahta kepemimpinan dengan dinobatkan sebagai Ratu (Raja) di
Keratuan Darah Putih atau Negara Ratu. Penobatannya dilakukan oleh
seorang ulama dari Banten bernama H. Wakhia, disaksikan oleh para
pengikut dan rakyat Lampung.

Sejak saat itulah Radin Inten II mulai menyusun segala sarana dan
prasarana yang telah rusak akibat perlawanan kakek dan ayahnya melawan
penjajah Belanda.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (4)

“Radin Inten II memperbaiki benteng-benteng yang rusak akibat perang dan


membangun kembali benteng yang baru, seperti benteng Galah Tanoh,
Pematang Sentok, Kahuripan dan Salaitahunan. Semua benteng tersebut,
dilengkapi dengan parit yang dalam dan terowongan rahasia. Sedangkan
untuk mengenai persenjataan, masih sangat sederhana seperti keris, badik,
pedang, meriam kecil dan besar,”ujarnya kepada teraslampung.com.

Selain itu juga, Radin Inten II membentuk pasukan yang mana pasukan-
pasukan tersebut dibagi menjadi beberapa unit-unit kecil yang terdiri dari 40
orang yang dipimpin oleh seorang komandan prajurit. Sarana lain yang
dipersiapkan seperti dapur umum atau pejunjungan, yakni untuk menopang
pasukan yang berjuang melawan penjajah Belanda.

Lalu pemerintahan disusun dengan menetapkan empat Marga Ratu dan


pemerintahannya dibagi menjadi empat Paksi, yang dikepalai oleh seorang
berpangkat Kario. Masing-masing Paksi tersebut, dibagi menjadi empat
Pekon dan masing-masing Pekon dipimpin seorang Temenggung.

Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah


Belanda  (2)
Zainal Asikin | Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN — Menurut budayawan yang juga keturunan Keratuan


Darah Putih, Budiman Yaqub, pada zaman itu Belanda menggap Radin Inten
II sebagai pemuda yang jenius dan berani melakukan perlawanan terhadap
Belanda.

Hal itu karna pada usia yang masih muda (16 tahun), Radin Inten II bisa
membentuk  pasukan. Dari paling kecil yang berpangkat Ngebihi membawahi
10 kepala keluarga. Lalu level di atasnya, yakni pasukan berkekuatan 44
prajurit yang dipimpin komandan berpangkat Temenggung, Temenggung
membawahi para Ngebihi.

“Di atas Temenggung adalah kepala pasukan berpangkat Karya membawahi


empat Temenggung. Di atasnya lagi adalah seorang Pangeran membawahi
empat Karya,” kata Budiman.

Pusat pertahanan yang dibangun oleh Radin Inten II kala itu adalah di
Gunung Rajabasa. Gunung itu letaknya sangatl strategis. Bisa
dijadikan tempat menyusun strategi menghadapi Belanda. Kala itu Gunung
Rajabasa dikelilingi oleh benteng-benteng pertahanan, seperti sebelah Barat
dan Utara, terdapat Benteng Merambung, Galah Tanoh, Pematang Sentok,
Katimbang dan Salai Tabuhan.

Sedangkan di sebelah Timur terdapat Benteng Bendulu dan Hawi Berak dan
dikaki gunung terdapat Benteng Raja Gepeh Cempaka dan Kahuripan Lama.

Sepak terjang Radin Inten II sama seperti ayahnya, Radin Imba II, yakni
menggalang persahabatan dengan beberapa tokoh penting seperti Wak Maas
dari Sulawesi, Khaja Makalam, Pangeran Singabrata serta rakyat dari Marga
Ratu dan Dantaran.

Hal itu dilakukan untuk menggalang pasukan dan meningkatkan kekuatan


untuk melawan Belanda. Bagi penjajah Belanda, sepak terjang yang
dilakukan Radin Inten II dianggap membahayakan. Mulai saat itulah, Belanda
mengambil tindakan dengan berupaya membujuk Radin Inten II untuk
dilakukan diplomasi.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (1)

“Karena keahlian dan kecerdasannya itu, membuat Belanda sangat khawatir


dan takut menghadapi Radin Inten II meski masih berusia remaja 16 tahun.
Belanda berusaha membujuk Radin Inten II agar tidak menentang perintah
Belanda dengan imbalan akan diberikan pengampunan, lalu ditawari biaya
pendidikan, diberikan pulau dan lainnya. Tapi semua tawaran dan bujukan
Belanda itu, ditolak mentah-mentah oleh Radin Inten II,”ungkapnya.

Stempek Keratuan Darah Putih (Foto: Teraslampung.com/Zainal Asikin)


Karena tawarannya itu ditolak, kata Budiman, pada tahun 1851 Belanda
mengirimkan 400 pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tuch. Pasukan Belanda
menyerang Benteng Merambung. Radin Inten II dan pasukannya
menghadapi serangan tersebut dengan gagah berani. Alhasil, Belanda kalah
total.

Seusai menelan kekalahan, dua tahun kemudian (1853), Belanda kembali


mengajukan perdamaian. Isi perdamaian itu adalah: Radin Inten II diminta
menghentikan penyerangan. Usulan perdamaian itu diterima Radin Inten II
dan perang pun dihentikan.

Namun suasana tenang itu hanya berlangsung selama dua tahun yakni tahun
1855.Sebab, pada 1856 Radin Inten II kembali menyerang Belanda. Karena
kewalahan menghadapi serangan pasukan Radin Inten II, Belanda pun
meminta bala bantuan tentara dari Batavia. Pasukan Belanda yang datang
dari Batavia itu di bawah pimpinan Kolonel Welleson dibantu oleh Mayor
Nauta, Mayor Van Costade,dan Mayor AWP Weitzel.

Tidak tanggung-tanggung, pasukan Belanda dari Batavia diangkut dengan


sembilan kapal perang. Itu masih ditambah tiga kapal pengangkut peralatan,
serta puluhan perahu mayung dan hujung yang mengangkut 1.000 serdadu
Belanda, 350 perwira, ditambah pasukan Gurka dari Afrika, 12 meriam besar
dan 30 satuan zeni. Kapal-kapal tersebut melakukan pendaratan di Pulau
Sikepal yang berada di daerah Teluk, Tanjung Tua.

Dua hari kemudian yakni pada tanggal 10 Agustus 1856, pimpinan pasukan
Belanda mengeluarkan ultimatum: dalam tempo lima hari Radin Inten II
beserta pasukannya harus  menyerahkan diri.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (3)

Ultimatum Belanda tersebut tidak diindahkan oleh Radin Inten II dan


pasukannya yang hanya berjumlah sekitar 300 orang. Bahkan, mereka
meningkatkan pertahanannya, di benteng-benteng pertahanannya yang
berada di sekitar Gunung Rajabasa. Antara lain di  Benteng Bendulu,
Benteng Galah Tanoh, Benteng Pematang Sentok, dan Benteng Selai Tabuan
Kahuripan Lama.
“Benteng Bendulu yang berhasil direbut oleh Kolonel Welleson dan
pasukannya, dijadikan sebagai pangkalan (markas) pasukan Belanda dalam
penyerbuan ke beberapa Benteng pertahananan Radin Inten II lainnya,” kata
Budiman.

Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah


Belanda  (3)
Zainal Asikin | Teraslampung.COM 

LAMPUNG SELATAN –– Selanjutnya, pada tanggal 13 Agustus 1896,


Belanda melakukan penyerbuan di pagi hari dari Pulau Sikepal. Pada tanggal
16 agustus 1856, pasukan Belanda yang dipimpin Kolonel Welleson, bersiap
melakukan penyerangan terhadap Radin Inten II dengan menyerang Benteng
Bendulu melalui daerah Ujau dan Kenali dan Belanda berhasil menguasai
Benteng tersebut.

Sekitar pukul 08.00 WIB pada tanggal 18 Agustus 1856, pasukan Belanda
bergerak menuju Benteng Hawi Berak. Ternyata pada saat bersamaan,
Benteng Bendulu dapat direbut kembali oleh Radin Inten II dan Pasukannya.
Mendapat kabar tersebut, Kolonel Welleson dan pasukannya kembali berbalik
arah menuju ke Benteng Bendulu dan berhasil merebut Benteng Bendulu.

Saat melakukan peyerangan ke Benteng Katimbang, Kolonel Welleson


memecah kekuatan pasukannnya menjadi tiga kelompok yang bergerak
melalui tiga arah berbeda. Pasukan pertama yang dipimpin dengan Kolonel
Welleson bergerak dari arah Pesisir Selatan melingkar melalui lereng timur
Gunung Rajabasa menuju kearah Utara.

Lalu pasukan kedua yang dipimpin Mayor Van Costade, beregrak dari Pesisir
Selatan (Pulau Palubu, kalianda dan Way Urang) dengan melingkar melalui
lereng sebelah Barat dan Utara menunju Kelau dan Kunyaian untuk merebut
Benteng Merambung dan menuju Benteng Katimbang. Pasukan ketiga yang
dipimpin Mayor Nauta, bergerak dari arah Penengahan melalui hutan untuk
merebut Benteng Selai tahunan dan menuju Benteng Katimbang.
Pada tanggal 19 Agustus 1856, pasukan Kolonel Walleson berhasil merebut
Benteng Hawi Berak dan membakar Benteng tersebut. Karena  cuaca buruk,
Kolonel Walleson dan pasukannya harus kembali ke Benteng Bendulu
bergabung dengan pasukan Mayor Van Costade yang bergerak melalui lereng
barat Gunung Rajabasa. Pasukan Belanda yang dipimpin Kolonel Walleson
dan Mayor Van Costade, berhasil merebut Benteng Merambung, Galah Tanoh
dan Pematang sentok pada tanggal 27 Agustus 1856.

“Benteng Merambung direbut Belanda pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB,
saat Belanda berupaya merebut Benteng Galah Tanoh mendapat perlawanan
cukup sengit dengan pasukan Radin Inten II yang mempertahankan Benteng
itu dengan senjata meriam dan ranjau darat. Sekitar pukul 09.00 WIB,
pasukan Belanda akhirnya berhasil merebut Benteng tersebut,”paparnya.

Sedangkan pasukan Belanda dibawah pimpinan Mayor Nauta, lanjut Budiman


dengan penuh semangat menceritakan kisah tersebut, bahwa dengan susah
payah Mayor Nauta mendapat perlawanan sengit dari pasukan Radin Inten II
akhirnya dapat merebut Benteng Selai Tahunan.

Dengan didudukinya Benteng Galah Tanoh dan Selai Tahunan, maka


terbukalah jalan Belanda menuju kearah Benteng Katimbang. Pada tanggal
28 Agustus 1856, Benteng Katimbang yang terletak di ketinggian 3.500 kaki
diatas Gunung Rajabasa diserang Belanda sekitar pukul 12.00 WIB.

“Benteng Katimbang ini diserang, karena memiliki persedian logistik cukup


besar yang dipertahankan Radin Inten II dan pasukannya. Karena dari segi
persenjataan yang tidak seimbang, Benteng Katimbang berhasil direbut
belanda yakni pada subuh sekitar pukul 05.00 WIB. Hingga pada akhirnya
semua Benteng dapat dikuasai oleh Belanda, Radin Inten II bersama Hi.
Wakhia, Wak Maas dan dan Singa Brata berhasil meloloskan diri,”terangnya.

Untuk melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, Radin Inten II


melakukan perlawanan dengan cara bergerilnya menggunakan senjata yang
tidak seimbang. Karena merasa terusik dengan pergerakan radin Inten II,
Belanda berusaha mencari dan menangkap Radin Inten II di beberapa
tempat persembunyiannya.
Berbagai cara dilakukan Belanda, agar dapat menangkap pemuda yang
tangguh dan cerdas tersebut. Merasa kesulitan menangkap Radin Inten II,
Belanda membabi buta melakukan cara-cara yang tidak pada tempatnya.
Pasukan Belanda menangkap saudara dan orang-orang terdekat Radin Inten
II, baik itu istri, lalu anak dan menantu serta saudara-saudara teman
seperjuangannya.

Pada tanggal 9 September 1856, Hi. Wakhia, Hi. Isnail bersama putra-
putranya serta dua orang putra Singa Berata tertangkap dan dihukum mati.
Pada tanggal 17 September 1856, Wak Maas pun akhirnya tewas setelah
diserang oleh pasukan Belanda.

Radin Inten II Ditangkap Belanda


karena Pengkhianatan Pamannya
Sendiri
By

 Teras Lampung

 -

 7 February 2018 

2411

SHARE 

Facebook

 
Twitter



Patung Radin Inten II di Kompleks Permakaman Radin Inten II

Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah


Belanda  (4)
Zainal Asikin | Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN — Radin Inten II akhirnya melakukan perjuangan


melawan Belanda sendirian, tapi Belanda masih tetap kesulitan menangkap
pemuda tangguh dan cerdas tersebut. Karena merasa kesulitan, akhirnya
Belanda melakukan tipu muslihatnya dengan memanfaatkan orang lampung
sendiri.

“Dengan kelicikannya itu, Belanda berhasil membujuk Radin Ngerapat yang


merupakan masih kelamanya (paman) dari Radin Inten II sendiri,”ujarnya.
Radin Ngerapat merasa sakit hati karena pernah mendapat hukuman oleh
Radin Inten II, sehingga mau menuruti dan melakukan perintah Belanda
untuk menjebak Radin Inten II. Sementara Radin Inten II menegakkan
hukum seadil-adilnya dan tidak pandang bulu, baik itu kepada siapapun yang
berbuat salah harus dihukum sekalipun itu adalah saudara atau kerabatnya
sendiri.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (1)

Selanjutnya, Radin Ngerapat mengundang Radin Inten II untuk diajak makan


bersama. Saat itu Radin Intan II tidak menaruh curiga atau prasangka buruk
sedikitpun atas ajakan Radin Ngerapat yang merupakan masih pamannya
(kelama) tersebut, karena selama ini Radin ngerapat dipercaya oleh Radin
Inten II sebagai Kepala Kampung di wilayah Tetaan Udik. Radin Intan II pun
pergi memenuhi undangan makan tersebut, dengan ditemani saudara
sepupunya bernama Iton Mas.

“Radin Inten II diajak oleh Radin Ngerapat disebuah areal perkebunan antara
Desa Tetaan dengan Desa Gayam tepatnya di Lapai Khatu. Di tempat itulah,
Radin Inten II menyantap nasi yang dicampur dengan potongan daging
kerbau bule, sementara Inton Mas tidak ikut makan karena melakukan
penjagaan. Ternyata nasi yang dimakan Radin Inten II itu, oleh Radin
Ngerapat dimasak dengan dibubuhi racun tuba,”ungkapnya.

Pada saat itulah, lanjut Budiman, Radin Inten II merasa kesakitan setelah
menyabtap nasi yang sudah bercampur racun tersebut. Pasukan Belanda
langsung datang menyerangnya.

Meski dalam kondisi sakit akibat diracuni dengan pamannya, dengan


kegagahan dan keberaniannya mengusir penjajah Belanda dari tanah
Lampung, Radin Inten II memberikan perlawanan sengit terhadap Belanda
meski tidak seimbang.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (2)

Radin Inten II dapat ditangkap setelah diberondong peluru oleh Belanda,


begitu juga dengan sepupunya, Iton Mas berhasil ditangkap Belanda.
“Meski terluka parah diberondong peluru pasukan Belanda, Radin Inten II
melakukan perlawan dan berusaha lari hingga berjarak sekitar 2 km hingga
akhirnya dapat ditangkap oleh pasukan Belanda. Radin Inten II gugur
setelah duhujani peluru lagi dan dihukum pancung dan oleh Belanda, pada
tanggal 5 Oktober1856 malam sekitar pukul 23.00 WIB didekat Kunyayan,
Gedongharta yakni tepatnya didekat Benteng Cempaka yang menjadi tempat
pemakamannya sekarang ini,”terangnya.

Dengan gugurnya Radin Inten II diusinya 22 tahun, perlawanan terhadap


Belanda hanya bersifat kecil dan mudah bagi Belanda untuk
mengalahkannya. Sedangkan saudara sepupunya, Iton Mas diasingkan oleh
Belanda ke daerah Sulawesi.

“Sekitar tahun 1869, Iton Mas bisa pulang dan kembali lagi ke tanah
Lampung lalu dia diangkat dan mendapatkan gelar Pangeran,”tandasnya.

Dikatakannya ada beberapa benda-benda sejarah peninggalan Radin Intan


II, diantaranya adalah satu buah Al-Quran kuno tulis tangan, kawai (baju)
besi, dua buah celana sirwal, satu buah kawai (baju), perjanjian Lampung
Banten, undang-undang adat kuntara raja niti jugul muda, pedang kemala
bumi, selendang (benting) panjang, stempel Keratuan Ratu Darah Putih dan
stempel jual beli, keris, tombak, skin (pisau) dan beberapa peninggalan
sejarah lainnya yang ditemukan di areal dekat pemakaman Radin Inten II.

“Semua benda peninggalan sejarah Radin Inten II tersebut, disimpan di


rumah tua (Lamban Balak) Keratuan Ratu Darah Putih di Desa Kuripan,
Penengahan, Lampung selatan,”pungkasnya.

Setelah Indonesia merdeka dan untuk mengenang atas jasa dan


pengorbanannya, pemerintah Indonesia menganugerahi Radin Inten II
sebagai Pahlawan Nasional dan dibuatlah monumen di sekitar lokasi
pemakamannya di Benteng Cempaka Desa Kahuripan, Penengahan,
Lampung Selatan.

BACA: Perjuangan Radin Inten II Melawan Penjajah Belanda (3)

Penganugerahan pahlawan nasional tersebut tertuang dalam Keputusan


Presiden Republik Indonesia kedua, Hi. M Suharto di Jakarta tanggal 23
Oktober 1986, dengan surat keputusan No. 082/TK/Tahun 1986, Tentang
“Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional”.

Nama Radin Inten II juga diabadikan menjadi bandar udara di Branti,


Lampung Selatan; perguruan tinggi (IAIN Raden Intan, kemudian berubah
menjadi UIN Raden Intan); dan jalan-jalan utama di Provinsi Lampung.

Anda mungkin juga menyukai