Anda di halaman 1dari 10

Nama : Annisa Savira

Nmp : 20217855

Kelas : 1EB06

Tugas : Perekonomian Indonesia (Sejarah Perekonomian


Indonesia Era Orde lama,Baru dan Reformasi)

Dosen : Muhammad Hamiddun Asri

Sejarah Perekonomian Indonesia Era Orde


lama,Baru dan Reformasi

ORDE LAMA

Keadaan ekonomi dan keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk,
antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi yang dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali.
Ada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.

Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh
Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara


lain :

 Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir.


Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
 Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan
kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade
Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
 Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi
yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
 Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
 Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan,
diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor
pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.
Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret


1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi
serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai
Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha
cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program
ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial,
politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan
ekonomi Indonesia, antara lain :

1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang


sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk
menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena


pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga
salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang
bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
ekonomi, maupun bidang-bidang lain

ORDE BARU

Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950-1965 dalam keadaan


kritis. Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi
unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program
pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun
1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi
penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah.

Secara garis besar, upaya pemulihan struktur perekonomian dan


pembangunan pada masa orde baru, pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak
terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Tujuan Pembangunan nasional adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur
yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap
yaitu :

a. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun


b. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima
Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang
sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde
Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur
Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi
semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembangunan adalah : Pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
 Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
 Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu Pelita I (1 April 1969
hingga 31 Maret 1974)
 Menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang
mendukung sektor pertanian.
 Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya dengan sasaran dalam bidang Pangan, Sandang,
Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani

 Pelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979.)


Menitik beratkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan
insdutri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
 Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas
kesempatan kerja.
 pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal
pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir
Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun
keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
 Pelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984.)
Menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi
barang jadi.
 Pelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.)
• Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin
industri sendiri.
 Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan
ekonomi dapat dipertahankan.

Era Reformasi

Banyak kalangan yang berpandangan bahwa Orde Reformasi dimulai pada saat
jatuhnya Soeharto, 21 Mei 1998. Jika patokan ini diikuti, maka dalam tempo hanya
sekitar tiga tahun Indonesia telah dipimpin oleh tiga pemerintahan, yaitu
Pemerintahan Habibie (dengan Presiden Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie) yang
menggantikan Soeharto (Mei 1998), lalu terpilihnya K.H Abdurrahman Wahid
(Gusdur) sebagai presiden RI 1999-2004, dibulan Oktober 1999, namun kemudian
ia digantikan oleh Megawati Soekarno Putri pada Agustus 2001. Dan sejak 2004
Presiden RI adalah Susilo Bambang Yudhoyono.

1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi
belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
2. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan
yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan.
Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya
mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

3. Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)

Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang


harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-
kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara
lain :

a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun

b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di


dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun
kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual
ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan
menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi,
hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai
asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)

Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu

a. Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi
BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang
mendukung kesejahteraan masyarakat.

b.Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,


yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.

c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong


pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor
dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang
salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan

d. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan


pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal
jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan
Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN
sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan
banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara
besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.

e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan

f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena
harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis

g. Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International
Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana
untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan
bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang
dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin
membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri
ini.

Sumber : https://yusufprabu.wordpress.com/2014/03/30/sejarah-perekonomian-
indonesia-era-orde-lamabaru-dan-reformasi/

https://id.linkedin.com/pulse/sejarah-perekonomian-indonesia-ahmad-
noormuhammad\

https://yuniariani37.wordpress.com/2014/07/07/sejarah-ekonomi-indonesia-sejak-
orde-lama-hingga-era-reformasi/

http://dwianggraini2416.blogspot.com/2012/03/kondisi-perekonomian-indonesia-
sejak.html

Anda mungkin juga menyukai