Anda di halaman 1dari 2

NAMA : GIFFARI MARTHA ABDI

NIM : B11.2018.04895
KELAS : B11.4.2 (JUM’AT, 07.00-08.40)

Di era digital seperti saat ini memang melahirkan banyak perusahaan rintisan (Startup),
seiring berjalannya waktu perusahaan rintisan ini terus berkembang dan semakin banyak.
Untuk menarik perhatian konsumen banyak start up yang melakukan strategi bakar uang. bakar
uang ini memang lazim terdengar di dunia perusahaan rintisan, istilah ini diartikan sebagai
sebuah kegiatan menghabiskan uang yang banyak untuk sebuah proses bisnis tertentu,
umumnya lebih ditekankan kepada proses pengembangan bisnis seperti marketing dan akuisisi
pasar. Kegiatan bakar uang ini umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan
memberikan diskon yang besar (marketing), tujuannya agar konsumen tertarik untuk
menggunakan layanannya.  

Seperti yang dilakukan oleh Gojek lewat layanan pembayaran digitalnya yaitu gopay dan
Grab lewat layanan pembayarannya yaitu OVO, tujuan kedua startup ini adalah untuk
meningkatkan jumlah penggunanya dengan menawarkan berbagai promo, baik berupa diskon
maupun cashback. Startup yang terus melakukan kegiatan bakar uang  memiliki peluang
kegagalan yang cukup besar dan berpotensi menimbulkan gelembung (bubble) ekonomi.
Seperti dikutip dari Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Aviliani menyatakan pertumbuhan perusahaan rintisan alias startup harus diwaspadai. 
Karena jika tidak hati-hati melesatnya pertumbuhan startup dapat berdampak pada krisis
ekonomi. "Perusahaan-perusahaan rintisan ini nilai valuasinya bisa mencapai triliunan, tapi
keuangannya merah, Ia mencontohkan, startup ride sharing atau e-commerce yang nilai
valuasinya besar, namun asetnya berasal dari mitra atau pihak ketiga, bukan milik perusahaan. 

  manfaat berupa keuntungan dari bakar uang tak bisa dirasakan secara langsung.
Manfaat itu baru terasa dalam waktu 10 tahun yang akan datang. Bukan hanya di Indonesia, hal
itu terjadi pula di Amerika Serikat, China, dan Eropa. Jadi setelah mereka bakar uang di 2010,
mereka akan mendapatkan keuntungan di 2020. Namun, startup yang akhirnya bangkrut
setelah melakukan bakar uang besar-besaran. contohnya startup berbagi ruang kantor (co-
working space) kelas dunia asal Amerika Serikat, WeWork, yang punya valuasi sebesar US$47
miliar, baru-baru ini mengalami kerugian hingga US$2 miliar. Hal ini menjadi semacam alarm
untuk founder CEO startup-startup di Indonesia. Startup harus punya kesiapan dalam
mengelola kucuran dana dari investor dengan baik, sehingga dana itu tak menjadi jebakan yang
akan membuat perusahaannya bangkrut. Meski diakui bakar uang tetap efektif, tetapi risikonya
cukup besar. bakar uang yang digunakan untuk mematikan pesaingnya justru dalam jangka
panjang bisa jadi memonopoli sebuah industri. Di mana dampaknya dapat menimbulkan
persaingan yang tidak sehat

Anda mungkin juga menyukai