Anda di halaman 1dari 4

Ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat menagarah pada

obstruksi jalan napas atas dan depresi pernapasan. Hemotoraks, pneumotoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest
dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar.

5. Efusi pleura, hematoraks dan pneumotoraks: Merupakan kondisi yang menggangu


ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedara dan dapat
menyebabkan gagal nafas.

6. Penyakit akut paru: Penumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi
atau pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, atelectasis, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa konsisi lain yang menyebabkan gagal napas.

2.5 Klasifikasi

a. Gagal napas akut


Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil Analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan
kadar PaCo2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan paru nya normal
secara structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronchitis kronik dan emfisema. Pasien akan
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara
bertahap.

2.6 Patofisiologi

Gagal naps ada dua macam yaitu gagal napas akut dan gagal napas kronik dimana
masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal napas akut adalah gagal napas
yang timbul pada pasien yang paru nya normal secara structural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit muncul. Sedangkan gagal napas kronik adalah terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik, emfisia dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal napas akut biasanya paru-paru
kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal napas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.

Indicator gagal napas telah frekuensi penapasan dan kapasitas vital. Frekuensi
pernapasan normal adalah 16-29x /menit. Bila lebih dari 20x / menit tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga
timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal napas penyebab terpenting adalah ventilasi tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan napas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor, toak, ensefaitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperative dengan anestesi bissa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik oplood. Pneumonia atau dengan penyakit paru-paru
dapat mengarah keg agal napa akut.

2.7 Manfaat Klinis (kapita selekta penyakit, 2011)

1. Pernafasan cepat
2. Gelisah
3. Anestesi
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

2.8 Pemenriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)

1. Pemeriksaan gas-gas ddarah ateri


Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen artrial
3. Kadar haemoglobin serum dan hematokrit menunjukan penurunan kapasitas
mengangkut oksigen.
4. Elektrolit menunjukan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hoperventilasi konpensasi yang merupakan upaya
tubuh untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya tejadi alkalosis metabolic. Pemeriksaan kultur darah dapat
menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmonar atau
kardiovaskuler pada gagal napas akut dan memantau tekanan hemodinamik.

2.9 Penatalaksaan

1. Non Farmakologis

a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan intubasi
dan ventilasi mekanis, cara ini dilakukan untuk membantu memelihara potensi
jalan napas.

b. Aktivitas sesuai kemaampuan.

c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi

a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.

b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika


perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan membalikkan keadaan
asidosis.

c. Napas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli.

d. Pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi.

e. Pemberian bronkodiator untuk mempertahankan potensi jalan napas.

f. Pemberian kortiokseteroid untuk mengurangi inflamasi.

g. Pembatasan cairan pada kor pulmonal untuk mengurangi volume dan beban kera
jantung.

h. Pemberian preparat inotropic positif untuk meningkatkan curah jantung.


i. Pemberian vasopressor untuk mempertahakan tekanan darah.

j. Pemberian diuretic untuk mengurangi edema dan kelebihan makanan.

2.10 Komplikasi

1. Hipoksia jaringan.

2. Asidosis respirator kronis : kondisi medis dimanan pru-paru tidak dapat mengeluarkan
semua karbondioksida yang menghasilkan dalam tubu. Hal ini mengakibatkan
gangguan kesemibangan asam-basa dan membuat cairan tubuh lebih asam, terutama
darah.

3. Henti napas.

4. Henti jantung.

Anda mungkin juga menyukai