Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh unsur-unsur paduan terhadap bahan

berbasis besi (ferro)
Paduan besi-karbon, setelah proses-proses metalurgi yang membentuknya, selain unsur
karbon sebagai paduan utama, masih mengandung berbagai unsur yang masing-masing
memiliki pengaruh terhadap struktur mikronya, Pengaruh-pengaruh tersebut dapat saling
menguatkan maupun melemahkan.

Secara umum unsur-unsur tersebut adalah Silikon (Si), Mangan (Mn), Fosfor (P), Sulfur (S),
Nitrogen (N2), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chrom (Cr), Oksigen (O 2), Aluminium (Al), Hidrogen
(H2) dan unsur lainnya dalam jumlah sangat sedikit  serta senyawa-senyawa bukan logam
lainnya baik berwujud sulfida, oksida maupun silikat.

Unsur-unsur tersebut baru akan memberikan manfaat terhadap kualitas paduan besi-
karbon bila terpadu dalam suatu komposisi yang harmonis serta penyebaran yang merata.
Unsur-unsur inilah yang bertanggung jawab atas perbedaan kualitas paduan besi-karbon
yang sama namun melalui proses yang berbeda, misalnya pengecoran, hot/cold working
proses, heattreatment dan sebagainya.

Berikut ini akan disampaikan pengaruh masing-masing unsur tersebut terhadap paduan
besi-karbon baik secara sendiri-sendiri ataupun sebagai senyawa dengan unsur lainnya,
sehingga akan diperoleh suatu gambaran umum tentang bahan berbasis besi (paduan besi-
karbon) baik dalam lingkup baja baupun besi cor.

 Pengaruh Silikon (Si)

 Pengaruh Belerang (S)

 Pengaruh Phospor (P)

 Pengaruh Mangan (Mn)

 Pengaruh Silikon (Si)


 Pada proses peleburan baja, Silikon (Si) biasanya berasal dari lining tanur, terutama
tanur asam dan terak sebagai hasil reduksi SiO 2 yang terkandung didalamnya.
Namun demikian Si dalam bentuk Ferosilikon (FeSi) digunakan pula sebagai media
deoksidasi dan reduksi besi oksida (FeO) kembali menjadi Fe dan sisanya terak SiO 2.
 Kandungan Si sebesar 0,2 – 0,5% berguna sebagai unsur paduan yang
mengakibatkan peleburan baja menjadi tenang (tidak bergejolak). Sedangkan
kandungan Si = 0,1% akan menyebabkan proses peleburan baja masih cukup
bergejolak. Proses peleburan baja akan sangat bergejolak bila kandungan Si dibawah
0,02%, kecuali kedalamnya dipadukan unsur lain yang juga berfungsi sebagai
deoksidator seperti Aluminium ataupun Titanium.
 Kemampuan besi α (ferit) dalam melarutkan Si sangat tinggi dan pada temperatur
kamar masih sebesar 14%. Oleh karena itulah pada struktur baja karbon polos
dengan kandungan Si dibawah 0,5% tidak ditemukan fasa-fasa selain yang
terkandung dalam baja pada umumnya. Si dalam jumlah kecil akan larut sempurna
didalam kristal campuran α-silikon (silikoferit).
 Pada baja karbon sebagian dari Si juga akan membentuk karbida (silikonkarbid),
sehingga secara umum bila dibandingkan dengan unsur karbon, Si hampir tidak
memiliki pengaruh terhadap perubahan struktur baja.
 Si memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap O 2. Reaksi-reaksi yang terjadi
selama proses peleburan menjadi senyawa SiO 2 akan bereaksi dengan oksida-oksida
lain menjadi berbagai jenis silikat, seperti (FeO) 2.SiO2, (MnO)2.SiO2, MnO.SiO2,
(MnO)2.FeO.SiO2 dan 3Al2O3.2SiO2. Senyawa-senyawa silikat inilah yang
menyebabkan baja dengan kandungan silikon tinggi akan berserabut ketika
mengalami deformasi plastis.
 Si akan menurunkan titik lebur baja secara drastis dengan temperatur interfal
liquidus – solidus sangat kecil sehingga segregasi Si tidak sempat terjadi. Namun
demikian pada kandungan 2%, Si akan menyebabkan terjadinya zona peralihan
kristal (transkristalisationszona) pada coran masif.
 Si termasuk dalam golongan unsur yang mengecilkan daerah γ (austenint)  pada
sistim besi-karbon sedemikian rupa sehingga pada kandungan Si lebih dari 3,5%
akan memiliki struktur feritik sejak mulai beku hingga temperatur kamar. Pengecilan
daerah γ ini juga akan menaikkan temperatur transformasinya dimana untuk setiap
1% Si akan menaikkan temperatur transformasi γ sebesar 50 oC, hal mana akan
berakibat terhadap pertumbuhan butiran yang kasar pada proses anil, rekristalisasi
dan pengerasan.
 Pada baja dengan kandungan Si tinggi, atom-atom yang menyusun unit sel akan
tertata secara merata dan membentuk struktur jenuh yang memiliki karakteristik
seragam. Tatanan ini akan meningkatkan sifat hantar listrik serta sekaligus juga
tingkat kerapuhan bahan sehingga proses pengerjaan dingin hanya mungkin
dilakukan terhadap baja dengan kandungan Si maksimum 3%, bahkan pada
kandungan Si lebih dari 7%, proses pengerjaan panaspun hanya dapat dilakukan
dengan hasil yang buruk. Pada kandungan Si diatas 10%, paduan sudah kehilangan
kemampuan bentuknya.
 Pengaruh umum dari unsur Si terhadap paduan besi karbon dapat dilihat pada
gambar. Dengan adanya Si ini maka baik titik eutektoid maupun eutektik akan
bergeser kearah kandungan C yang lebih rendah.

 Pembentukan struktur baja akibat pengaruh unsur Si.
 Si merupakan unsur yang akan menurunkan kelarutan C didalam ferit serta
mengurangi tingkat stabilitas dari sementit sehingga pada proses anil akan mudah
terurai menjadi Fe dan C dalam bentuk grafit, khususnya pada kandungan Si yang
cukup tinggi. Sebagai contoh, baja dengan kandungan C=0,8% dan Si=2% sudah
akan menampakan struktur patahan berwarna kehitaman. Mudahnya penguraian C
ini juga akan berdampak terhadap kecenderungan dekarburisasi pada permukaan
produk.
 Terhadap kekuatan tarik dan batas pemuluran, setiap 1% Si akan mampu
meningkatkan hingga 100 N/mm2 tanpa pengaruh berarti terhadap kekerasan dan
elongasinya. Elongasi baru akan berkurang cukup banyak pada kandungan Si lebih
besar dari 2,2%. Sedangkan kekerasan dan ketahanan gesek yang lebih baik baru
akan tampak setelah melalui proses pengerasan.
 Pengaruh teknis penting lainnya dari unsur ini adalah meningkatnya sifat tahanan
listrik spesifik. Dibandingkan dengan baja biasa yang memiliki tahanan listrik
spesifik 0,1 W mm2 m-1, dengan penambahan Si sebesar 4% akan meningkat menjadi
0,6 W mm2 m-1. Sehingga sebagai bahan dasar pada trafo, kerugian enerji akibat
arus putar dapat dikurangi secara signifikan.

 Pengaruh Belerang (S)


 Besi (Fe) dan Belerang (S) akan membentuk senyawa FeS (besisulfida). Antara besi
dengan besisulfit terbentuk eutektikum pada kandungan S 30,5% serta temperatur
985 oC. Besi δ pada temperatur 1365 o
C, mampu melarutkan S sebesar 0,17%,
sedangkan besi γ sebesar 0,07%. Masih dipertanyakan apakah besi α juga mampu
melarutkan unsur S ini. Yang pasti adalah bahwa besi α memiliki kemampuan yang
sangat rendah dalam melarutkan S.
 Gamb
ar 1. Diagram Biner Fe – S.
 Namun demikian, berbeda dengan unsur-unsur pendamping besi lainnya, walaupun
S pada kandungan yang sangat sedikit justru akan membetuk fasa-fasa dengan
karakteristik tertentu dalam ikiatannya dengan unsur Si, Mn dan P disamping
senyawa FeS. Fasa-fasa ini berupa bercak-bercak kotoran non logam yang telah
dapat dikenali pada sampel poles yang belum dietsa.
 Berdasarkan diagram biner Fe–S seharusnya pada kandungan S yang rendah,
eutektikum Fe + FeS yang memiliki titik cair rendah sudah akan ditemukan pada
batas-batas butiran kristal besi. Namun, karena terjadi penguraian eutektikum, hal
tersebut tidak terjadi. Besi yang terdapat didalam eutektikum terkristalisasi pada
kristal-kristal besi primer, sedangkan besi sulfida yang tertinggal kemudian
terbentuk sebagai lapisan-lapisan yang agak tebal pada batas-batas butiran.

 Gambar 2. Besisulfida pada batas


butiran kristal besi. (Non etsa)
 Gambar 3. Mangansulfida (MnS) pada
baja cor
 Hal ini mengakibatkan besi pada temperatur tempa menjadi rapuh, sehingga
menurun kemampuan tempanya. Hal ini disebabkan karena fasa yang memiliki titik
lebur rendah dan terdapat pada batas-batas butiran akan segera mencair, sehingga
antara setiap butiran kristal tidak terdapat lagi kristal-kristal padat yang menjadi
media ikatannya.
 Sebagian besar baja hanya memiliki kandungan S sangat rendah. Maksimum sampai
0,06%. Walaupun pada temperatur 985 oC belum terdapat eutektikum (Fe–FeS) cair,
namun bahaya terjadinya kerapuhan tetap harus diwaspadai, terutama bila baja
hanya mengandung unsur Mn yang sangat rendah.
 Unsur Mn dalam baja dapat mengurangi risiko terjadinya perapuhan panas, karena
Mn akan bersenyawa dengan S menjadi mangansulfida (MnS) yang memiliki titik
lebur 1610 oC dan terbentuk primer bahkan pada baja cair. Dibawah mikroskop MnS
tampak sebagai pulau-pulau berwarna biru kelabu (gambar 15) diantara matriks
baja. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan bentuk khas dari kristal-kristal yang
terbentuk secara primer, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh tegangan
permukaan cairan. MnS ini tersebar didalam struktur baja dan juga besi cor tanpa
memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat mekaniknya.
 Berbeda dengan pada umumnya pengotor non logam didalam baja, seperti silikat
dan alumina, maka sulfida baik pada waktu dingin maupun panas, memiliki
plastisitas yang baik. Sulfida-sulfida ini tidak menjadi hancur akibat deformasi
plastis terhadap material, namun akan menjadi pipih dan memanjang serta akan
kembeli kebentuk-bentuk bulat setelah baja mengalami proses pemanasan yang
disertai pendinginan sangat lambat.
 Belerang (S) sebagaimana fosfor (P) memiliki kecenderungan untuk segregasi sebagai
segregasi blok maupun gas. Hal ini akan terjadi terutama apabila proses peleburan
khususnya baja dilakukan secara tidak cermat serta terjadi banyak sekali gejolak.
Dengan demikian unsur ini juga dimasukan dalam golongan unsur yang tidak
dikehendaki. Mn (0,5% – 0,9%) merupakan unsur yang ditambahkan untuk mencegah
efek buruk yang disebabkan oleh S
Pengaruh Fosfor (P)
Besi dengan fosfor akan membentuk senyawa fosfid Fe 3P dan Fe2P. Antara Fe3P dengan besi
a akan membentuk eutektikum pada temperatur 1050 oC dan  kandungan P 10,5%. Paduan
Besi – Fosfor membeku secara stabil walaupun pendinginan dilakukan dengan cepat. Pada
pendinginan yang lambat (sekitar 50 K/menit) akan terbentuk Fe 2P yang tidak stabil dan
membentuk eutektikum pada temperatur 945 oC dan kandungan P = 12,5%.

Gambar 1. Diagram biner Fe – P.


P termasuk dalam golongan unsur paduan yang mempersempit daerah γ paduan besi-
fosfor. Pada kandungan P = 0,6%, struktur paduan besi-fosfor yang bebas karbon sudah
akan feritis penuh.

Pada paduan baja-karbon, kandungan P umumnya adalah 0,06%. Hanya pada beberapa baja
khusus saja yang memiliki kandungan P sampai 0,3%. Karena pada temperatur kamar P
dapat larut sampai 0,6% didalam besi α, maka sampai dengan kandungan ini tidak akan
menghasilkan fasa-fasa khusus didalam baja. Terutama karena Fe 3P tidak terbentuk didalam
baja (tidak seperti pada besi cor).

Perlu diperhatikan, bahwa karena perbedaan temperatur yang besar antara likuidus dan
solidus, juga karena lambatnya kecepatan difusi P kedalam besi, maka kristal campuran γ
(austenit) akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk terjadinya segregasi kristal.

Dendrit-dendrit γ yang terbentuk pada awal proses kristalisasi akan memiliki kandungan P
jauh lebih sedikit dari kristal γ yang terbentuk dari sisa cairan, dimana disini terjadi
pengayaan kandungan P. Perbedaan kandungan P pada struktur kristal ini tidak dapat
diubah dengan mudah baik pada proses pengerjaan panas maupun pada saat perlakuan
panas biasa terhadap baja. Segregasi P ini baru dapat dihomogenkan melalui suatu proses
pemanasan yang lama dan mahal pada temperatur yang sangat sedikit dibawah temperatur
solidusnya (diffusions heattreatment). Untuk mencegah segregasi ini, maka stu-satunya
cara yang dianjurkan adalah dengan mengendalikan kandungan P didalam baja serendah-
rendahnya.

Disamping segregasi P secara primer tersebut diatas, terdapat kemungkinan terjadinya


segregasi P secara sekunder, dimana pada saat pendinginan, ferrit yang terbentuk dari
austenit memiliki kemampuan melarutkan P lebih tinggi dari austenit. Sehubungan dengan
kecepatan larut P yang sangat rendah dan temperatur pembentukan α yang juga lebih
rendah, maka segregasi P ini tidak dapat dihindari. Maka pada struktur, kristal-kristal α
akan memiliki kandungan P yang berbeda-beda.

Segregasi P primer juga akan berpengaruh terhadap pembentukan struktur perlit-ferit.


Kelarutan C didalam austenit akan menurun akibat adanya P. Apabila segregasi P ini terjadi
pada kristal campuran γ (austenit), maka atom-atom C akan terdesak dan menumpuk pada
bagian kristal yang miskin P, sehingga sudah sejak fasa austenit dan pada temperatur tinggi
dapat terjadi pembentukan struktur karbon.

Pada proses pendinginan, kristal α (ferit) akan terbentuk pada struktur yang miskin C yang
notabene kaya akan P. Pada saat yang sama perlit terbentuk pula pada bagian struktur yang
kaya dengan unsur C yang miskin P. Akibatnya akan terjadi inhomogenitas struktur perlit-
ferrit yang hanya dapat dihilangkan melalui peningkatan temperatur proses normalisasi.

Hal lain yang sangat perlu diperhatikan adalah kemungkinan akan terjadinya segregasi
rongga gas pada produk baja. Proses pendinginan baja cair akan selalu terjadi pelepasan
gas dalam bentuk rongga-rongga yang mengapung kepermukaan atas. Pergerakan rongga
gas ini semakin melambat bersama  dengan turunnya temperatur cairan sehingga lambat-
laun akan tinggal diam didalam cairan yang semakin kental. Pada saat ini, tekanan udara
didalam rongga-rongga gas juka akan ikut menurun dan bergerak kearah sisa cairan yang
kaya dengan kandungan P (dan S) serta berkumpul menjadi koloni rongga-rongga gas
didaerah ini.

Gambar 2. Rongga gas didalam produk bantalan dari bahan baja.

Atas: Tanpa etsa. Dengan metode Oberhoffer. Segregasi P terlihat berwarna terang.

Gambar 3. Segregasi gas pada produk tempa dari baja 40Mn5.

Etsa: Oberhoffer.

Segregasi P pada baja-baja teknik sangat dihindari mengingat inhomogenitas struktur yang
disebabkannya, dimana hal ini juga akan mengakibatkan perbedaan kekerasan, kekuatan
maupun keuletan. Perbedaan kekuatan dan keuletan pada struktur mikro akan menimbulkan
tegangan dalam yang besar yang akhirnya mengakibatkan terjadinya keretakan.
Gambar 4. Retakan pada bagian produk baja tempa 37MnSi5

dengan segregasi P luas.

P juga menjadi penyebab perapuhan baja pada keadaan dingin yang ditunjukkan dengan
peningkatan kekuatan namun dengan demikian menurunkan mampu takiknya sebagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut:

Baja dengan σs [N/mm2] σs [N/mm2] HB d [%] Impack [J/cm2]


0% P 280 340 100 30 340
0,2% P 360 410 125 30 200
0,4% P 440 480 155 25 0

Tabel 1. Penurunan harga impak akibat pengaruh kandungan P pada baja.

Kandungan P tinggi (sampai dengan 0,6%) didalam baja hanya dilakukan pada kasus-kasus
tertentu saja khususnya pada produk-produk tipis, sebab P meningkatkan fluiditas cairan
sehingga mampu alirnya meningkat cukup tinggi

Pengaruh Mangan (Mn)


Baja karbon polos dapat mengandung unsur mangan (Mn) sampai dengan 0,8%, yang
sengaja dibubuhkan kedalam cairan untuk tujuan deoksidasi dan khususnya sebagai
pengikat unsur belerang (S).

Pada temperatur kamar, besi α mampu melarutkan unsur Mn sampai dengan 10%, dengan
demikan kandungan Mn yang kecil tidak akan memunculkan fasa-fasa yang khusus pada
struktur mikro baja karbon polos, kecuali mangansulfida (MnS). Oleh karenanya, kandungan
mangan pada baja karbon polos tidak dapat diperkirakan jumlahnya melalui gambar
struktur mikronya.
Sebagian dari mangan akan bersenyawa dengan sementit dan membentuk karbida
besimangan (Fe, Mn)3C yang pada proses pemanasan akan sangat cepat terurai kedalam
austenit (γ) sehingga kristal campuran γ akan memuai tanpa dapat dicegah. Baja dengan
kandungan Mn lebih tinggi akan sangat sensitip terhadap perlakuan pemanasan serta
cenderung memiliki butiran-butiran yang kasar.

Suatu karakter khas dari baja paduan Mn tinggi adalah strukturnya yang berserat.
Perbandingan hasil uji takik antara potongan memanjang dengan melintang dapat sampai
5 : 1. Serat-serat ini terjadi karena Mn memiliki kemampuan reaksi yang tinggi dengan
berbagai unsur nonmetalik menjadi MnO, MnS, MnO.SiO2 dan (MnO)2.SiO2 yang terbentuk
sebagai serat-serat memanjang.

Juga akibat dari persenyawaannya dengan unsur belerang (S) menjadi mangansulfid (MnS)
yang memiliki temperatur lebur tinggi, baja dengan kandungan Mn tinggi tidak mudah
patah pada temperatur tinggi. Perbandingan kandungan Mn dengan S yang ideal menurut
Pigott adalah sebagai berikut:

CMn = 0,3 + 1,72 . CS

Dimana:

CMn = Kandungan mangan.

CS = Kandungan belerang.

Contoh adalah, suatu baja dengan kandungan S = 0,06%, bila didalamnya terdapat pula Mn
= 0,4%, maka bahan tersebut memiliki ketahanan cukup terhadap takikan panas.

Anda mungkin juga menyukai