berbasis besi (ferro)
Paduan besi-karbon, setelah proses-proses metalurgi yang membentuknya, selain unsur
karbon sebagai paduan utama, masih mengandung berbagai unsur yang masing-masing
memiliki pengaruh terhadap struktur mikronya, Pengaruh-pengaruh tersebut dapat saling
menguatkan maupun melemahkan.
Secara umum unsur-unsur tersebut adalah Silikon (Si), Mangan (Mn), Fosfor (P), Sulfur (S),
Nitrogen (N2), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chrom (Cr), Oksigen (O 2), Aluminium (Al), Hidrogen
(H2) dan unsur lainnya dalam jumlah sangat sedikit serta senyawa-senyawa bukan logam
lainnya baik berwujud sulfida, oksida maupun silikat.
Unsur-unsur tersebut baru akan memberikan manfaat terhadap kualitas paduan besi-
karbon bila terpadu dalam suatu komposisi yang harmonis serta penyebaran yang merata.
Unsur-unsur inilah yang bertanggung jawab atas perbedaan kualitas paduan besi-karbon
yang sama namun melalui proses yang berbeda, misalnya pengecoran, hot/cold working
proses, heattreatment dan sebagainya.
Berikut ini akan disampaikan pengaruh masing-masing unsur tersebut terhadap paduan
besi-karbon baik secara sendiri-sendiri ataupun sebagai senyawa dengan unsur lainnya,
sehingga akan diperoleh suatu gambaran umum tentang bahan berbasis besi (paduan besi-
karbon) baik dalam lingkup baja baupun besi cor.
Pada paduan baja-karbon, kandungan P umumnya adalah 0,06%. Hanya pada beberapa baja
khusus saja yang memiliki kandungan P sampai 0,3%. Karena pada temperatur kamar P
dapat larut sampai 0,6% didalam besi α, maka sampai dengan kandungan ini tidak akan
menghasilkan fasa-fasa khusus didalam baja. Terutama karena Fe 3P tidak terbentuk didalam
baja (tidak seperti pada besi cor).
Perlu diperhatikan, bahwa karena perbedaan temperatur yang besar antara likuidus dan
solidus, juga karena lambatnya kecepatan difusi P kedalam besi, maka kristal campuran γ
(austenit) akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk terjadinya segregasi kristal.
Dendrit-dendrit γ yang terbentuk pada awal proses kristalisasi akan memiliki kandungan P
jauh lebih sedikit dari kristal γ yang terbentuk dari sisa cairan, dimana disini terjadi
pengayaan kandungan P. Perbedaan kandungan P pada struktur kristal ini tidak dapat
diubah dengan mudah baik pada proses pengerjaan panas maupun pada saat perlakuan
panas biasa terhadap baja. Segregasi P ini baru dapat dihomogenkan melalui suatu proses
pemanasan yang lama dan mahal pada temperatur yang sangat sedikit dibawah temperatur
solidusnya (diffusions heattreatment). Untuk mencegah segregasi ini, maka stu-satunya
cara yang dianjurkan adalah dengan mengendalikan kandungan P didalam baja serendah-
rendahnya.
Pada proses pendinginan, kristal α (ferit) akan terbentuk pada struktur yang miskin C yang
notabene kaya akan P. Pada saat yang sama perlit terbentuk pula pada bagian struktur yang
kaya dengan unsur C yang miskin P. Akibatnya akan terjadi inhomogenitas struktur perlit-
ferrit yang hanya dapat dihilangkan melalui peningkatan temperatur proses normalisasi.
Hal lain yang sangat perlu diperhatikan adalah kemungkinan akan terjadinya segregasi
rongga gas pada produk baja. Proses pendinginan baja cair akan selalu terjadi pelepasan
gas dalam bentuk rongga-rongga yang mengapung kepermukaan atas. Pergerakan rongga
gas ini semakin melambat bersama dengan turunnya temperatur cairan sehingga lambat-
laun akan tinggal diam didalam cairan yang semakin kental. Pada saat ini, tekanan udara
didalam rongga-rongga gas juka akan ikut menurun dan bergerak kearah sisa cairan yang
kaya dengan kandungan P (dan S) serta berkumpul menjadi koloni rongga-rongga gas
didaerah ini.
Atas: Tanpa etsa. Dengan metode Oberhoffer. Segregasi P terlihat berwarna terang.
Etsa: Oberhoffer.
Segregasi P pada baja-baja teknik sangat dihindari mengingat inhomogenitas struktur yang
disebabkannya, dimana hal ini juga akan mengakibatkan perbedaan kekerasan, kekuatan
maupun keuletan. Perbedaan kekuatan dan keuletan pada struktur mikro akan menimbulkan
tegangan dalam yang besar yang akhirnya mengakibatkan terjadinya keretakan.
Gambar 4. Retakan pada bagian produk baja tempa 37MnSi5
P juga menjadi penyebab perapuhan baja pada keadaan dingin yang ditunjukkan dengan
peningkatan kekuatan namun dengan demikian menurunkan mampu takiknya sebagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut:
Kandungan P tinggi (sampai dengan 0,6%) didalam baja hanya dilakukan pada kasus-kasus
tertentu saja khususnya pada produk-produk tipis, sebab P meningkatkan fluiditas cairan
sehingga mampu alirnya meningkat cukup tinggi
Pada temperatur kamar, besi α mampu melarutkan unsur Mn sampai dengan 10%, dengan
demikan kandungan Mn yang kecil tidak akan memunculkan fasa-fasa yang khusus pada
struktur mikro baja karbon polos, kecuali mangansulfida (MnS). Oleh karenanya, kandungan
mangan pada baja karbon polos tidak dapat diperkirakan jumlahnya melalui gambar
struktur mikronya.
Sebagian dari mangan akan bersenyawa dengan sementit dan membentuk karbida
besimangan (Fe, Mn)3C yang pada proses pemanasan akan sangat cepat terurai kedalam
austenit (γ) sehingga kristal campuran γ akan memuai tanpa dapat dicegah. Baja dengan
kandungan Mn lebih tinggi akan sangat sensitip terhadap perlakuan pemanasan serta
cenderung memiliki butiran-butiran yang kasar.
Suatu karakter khas dari baja paduan Mn tinggi adalah strukturnya yang berserat.
Perbandingan hasil uji takik antara potongan memanjang dengan melintang dapat sampai
5 : 1. Serat-serat ini terjadi karena Mn memiliki kemampuan reaksi yang tinggi dengan
berbagai unsur nonmetalik menjadi MnO, MnS, MnO.SiO2 dan (MnO)2.SiO2 yang terbentuk
sebagai serat-serat memanjang.
Juga akibat dari persenyawaannya dengan unsur belerang (S) menjadi mangansulfid (MnS)
yang memiliki temperatur lebur tinggi, baja dengan kandungan Mn tinggi tidak mudah
patah pada temperatur tinggi. Perbandingan kandungan Mn dengan S yang ideal menurut
Pigott adalah sebagai berikut:
Dimana:
CS = Kandungan belerang.
Contoh adalah, suatu baja dengan kandungan S = 0,06%, bila didalamnya terdapat pula Mn
= 0,4%, maka bahan tersebut memiliki ketahanan cukup terhadap takikan panas.