0
http://catatanabimanyu.wordpress.com/2011/05/07/pengaruh-beberapa-unsur-paduan-dalam-
baja/
Secara umum unsur-unsur tersebut adalah Silikon (Si), Mangan (Mn), Fosfor (P), Sulfur (S),
Nitrogen (N2), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chrom (Cr), Oksigen (O2), Aluminium (Al),
Hidrogen (H2) dan unsur lainnya dalam jumlah sangat sedikit serta senyawa-senyawa bukan
logam lainnya baik berwujud sulfida, oksida maupun silikat.
Unsur-unsur tersebut baru akan memberikan manfaat terhadap kualitas paduan besi-karbon
bila terpadu dalam suatu komposisi yang harmonis serta penyebaran yang merata. Unsur-
unsur inilah yang bertanggung jawab atas perbedaan kualitas paduan besi-karbon yang sama
namun melalui proses yang berbeda, misalnya pengecoran, hot/cold working proses,
heattreatment dan sebagainya.
Berikut ini akan disampaikan pengaruh masing-masing unsur tersebut terhadap paduan besi-
karbon baik secara sendiri-sendiri ataupun sebagai senyawa dengan unsur lainnya, sehingga
akan diperoleh suatu gambaran umum tentang bahan berbasis besi (paduan besi-karbon) baik
dalam lingkup baja baupun besi cor.
Pengaruh Silikon (Si)
Pada proses peleburan baja, Silikon (Si) biasanya berasal dari lining tanur, terutama tanur
asam dan terak sebagai hasil reduksi SiO2 yang terkandung didalamnya. Namun demikian Si
dalam bentuk Ferosilikon (FeSi) digunakan pula sebagai media deoksidasi dan reduksi besi
oksida (FeO) kembali menjadi Fe dan sisanya terak SiO2.
Kandungan Si sebesar 0,2 – 0,5% berguna sebagai unsur paduan yang mengakibatkan
peleburan baja menjadi tenang (tidak bergejolak). Sedangkan kandungan Si = 0,1% akan
menyebabkan proses peleburan baja masih cukup bergejolak. Proses peleburan baja akan
sangat bergejolak bila kandungan Si dibawah 0,02%, kecuali kedalamnya dipadukan unsur
lain yang juga berfungsi sebagai deoksidator seperti Aluminium ataupun Titanium.
Kemampuan besi α (ferit) dalam melarutkan Si sangat tinggi dan pada temperatur kamar
masih sebesar 14%. Oleh karena itulah pada struktur baja karbon polos dengan kandungan Si
dibawah 0,5% tidak ditemukan fasa-fasa selain yang terkandung dalam baja pada umumnya.
Si dalam jumlah kecil akan larut sempurna didalam kristal campuran α-silikon (silikoferit).
Pada baja karbon sebagian dari Si juga akan membentuk karbida (silikonkarbid), sehingga
secara umum bila dibandingkan dengan unsur karbon, Si hampir tidak memiliki pengaruh
terhadap perubahan struktur baja.
Si memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap O2. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses
peleburan menjadi senyawa SiO2 akan bereaksi dengan oksida-oksida lain menjadi berbagai
jenis silikat, seperti (FeO)2.SiO2, (MnO)2.SiO2, MnO.SiO2, (MnO)2.FeO.SiO2 dan
3Al2O3.2SiO2. Senyawa-senyawa silikat inilah yang menyebabkan baja dengan kandungan
silikon tinggi akan berserabut ketika mengalami deformasi plastis.
Si akan menurunkan titik lebur baja secara drastis dengan temperatur interfal liquidus –
solidus sangat kecil sehingga segregasi Si tidak sempat terjadi. Namun demikian pada
kandungan 2%, Si akan menyebabkan terjadinya zona peralihan kristal
(transkristalisationszona) pada coran masif.
Si termasuk dalam golongan unsur yang mengecilkan daerah γ (austenint) pada sistim besi-
karbon sedemikian rupa sehingga pada kandungan Si lebih dari 3,5% akan memiliki struktur
feritik sejak mulai beku hingga temperatur kamar. Pengecilan daerah γ ini juga akan
menaikkan temperatur transformasinya dimana untuk setiap 1% Si akan menaikkan
temperatur transformasi γ sebesar 50 oC, hal mana akan berakibat terhadap pertumbuhan
butiran yang kasar pada proses anil, rekristalisasi dan pengerasan.
Pada baja dengan kandungan Si tinggi, atom-atom yang menyusun unit sel akan tertata secara
merata dan membentuk struktur jenuh yang memiliki karakteristik seragam. Tatanan ini akan
meningkatkan sifat hantar listrik serta sekaligus juga tingkat kerapuhan bahan sehingga
proses pengerjaan dingin hanya mungkin dilakukan terhadap baja dengan kandungan Si
maksimum 3%, bahkan pada kandungan Si lebih dari 7%, proses pengerjaan panaspun hanya
dapat dilakukan dengan hasil yang buruk. Pada kandungan Si diatas 10%, paduan sudah
kehilangan kemampuan bentuknya.
Pengaruh umum dari unsur Si terhadap paduan besi karbon dapat dilihat pada gambar.
Dengan adanya Si ini maka baik titik eutektoid maupun eutektik akan bergeser kearah
kandungan C yang lebih rendah.
Si merupakan unsur yang akan menurunkan kelarutan C didalam ferit serta mengurangi
tingkat stabilitas dari sementit sehingga pada proses anil akan mudah terurai menjadi Fe dan
C dalam bentuk grafit, khususnya pada kandungan Si yang cukup tinggi. Sebagai contoh, baja
dengan kandungan C=0,8% dan Si=2% sudah akan menampakan struktur patahan berwarna
kehitaman. Mudahnya penguraian C ini juga akan berdampak terhadap kecenderungan
dekarburisasi pada permukaan produk.
Terhadap kekuatan tarik dan batas pemuluran, setiap 1% Si akan mampu meningkatkan
hingga 100 N/mm2 tanpa pengaruh berarti terhadap kekerasan dan elongasinya. Elongasi baru
akan berkurang cukup banyak pada kandungan Si lebih besar dari 2,2%. Sedangkan
kekerasan dan ketahanan gesek yang lebih baik baru akan tampak setelah melalui proses
pengerasan.
Pengaruh teknis penting lainnya dari unsur ini adalah meningkatnya sifat tahanan listrik
spesifik. Dibandingkan dengan baja biasa yang memiliki tahanan listrik spesifik 0,1 W mm2
m-1, dengan penambahan Si sebesar 4% akan meningkat menjadi 0,6 W mm2 m-1. Sehingga
sebagai bahan dasar pada trafo, kerugian enerji akibat arus putar dapat dikurangi secara
signifikan.
Pengaruh Belerang (S)
Besi (Fe) dan Belerang (S) akan membentuk senyawa FeS (besisulfida). Antara besi dengan
besisulfit terbentuk eutektikum pada kandungan S 30,5% serta temperatur 985 oC. Besi δ
pada temperatur 1365 oC, mampu melarutkan S sebesar 0,17%, sedangkan besi γ sebesar
0,07%. Masih dipertanyakan apakah besi α juga mampu melarutkan unsur S ini. Yang pasti
adalah bahwa besi α memiliki kemampuan yang sangat rendah dalam melarutkan S.
Namun demikian, berbeda dengan unsur-unsur pendamping besi lainnya, walaupun S pada
kandungan yang sangat sedikit justru akan membetuk fasa-fasa dengan karakteristik tertentu
dalam ikiatannya dengan unsur Si, Mn dan P disamping senyawa FeS. Fasa-fasa ini berupa
bercak-bercak kotoran non logam yang telah dapat dikenali pada sampel poles yang belum
dietsa.
Berdasarkan diagram biner Fe–S seharusnya pada kandungan S yang rendah, eutektikum Fe
+ FeS yang memiliki titik cair rendah sudah akan ditemukan pada batas-batas butiran kristal
besi. Namun, karena terjadi penguraian eutektikum, hal tersebut tidak terjadi. Besi yang
terdapat didalam eutektikum terkristalisasi pada kristal-kristal besi primer, sedangkan besi
sulfida yang tertinggal kemudian terbentuk sebagai lapisan-lapisan yang agak tebal pada
batas-batas butiran.
Hal ini mengakibatkan besi pada temperatur tempa menjadi rapuh, sehingga menurun
kemampuan tempanya. Hal ini disebabkan karena fasa yang memiliki titik lebur rendah dan
terdapat pada batas-batas butiran akan segera mencair, sehingga antara setiap butiran kristal
tidak terdapat lagi kristal-kristal padat yang menjadi media ikatannya.
Sebagian besar baja hanya memiliki kandungan S sangat rendah. Maksimum sampai 0,06%.
Walaupun pada temperatur 985 oC belum terdapat eutektikum (Fe–FeS) cair, namun bahaya
terjadinya kerapuhan tetap harus diwaspadai, terutama bila baja hanya mengandung unsur Mn
yang sangat rendah.
Unsur Mn dalam baja dapat mengurangi risiko terjadinya perapuhan panas, karena Mn akan
bersenyawa dengan S menjadi mangansulfida (MnS) yang memiliki titik lebur 1610 oC dan
terbentuk primer bahkan pada baja cair. Dibawah mikroskop MnS tampak sebagai pulau-
pulau berwarna biru kelabu (gambar 15) diantara matriks baja. Bentuk-bentuk seperti ini
merupakan bentuk khas dari kristal-kristal yang terbentuk secara primer, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh tegangan permukaan cairan. MnS ini tersebar didalam
struktur baja dan juga besi cor tanpa memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat mekaniknya.
Berbeda dengan pada umumnya pengotor non logam didalam baja, seperti silikat dan
alumina, maka sulfida baik pada waktu dingin maupun panas, memiliki plastisitas yang baik.
Sulfida-sulfida ini tidak menjadi hancur akibat deformasi plastis terhadap material, namun
akan menjadi pipih dan memanjang serta akan kembeli kebentuk-bentuk bulat setelah baja
mengalami proses pemanasan yang disertai pendinginan sangat lambat.
Belerang (S) sebagaimana fosfor (P) memiliki kecenderungan untuk segregasi sebagai
segregasi blok maupun gas. Hal ini akan terjadi terutama apabila proses peleburan khususnya
baja dilakukan secara tidak cermat serta terjadi banyak sekali gejolak. Dengan demikian
unsur ini juga dimasukan dalam golongan unsur yang tidak dikehendaki. Mn (0,5% – 0,9%)
merupakan unsur yang ditambahkan untuk mencegah efek buruk yang disebabkan oleh S.
Pengaruh Fosfor (P)
Besi dengan fosfor akan membentuk senyawa fosfid Fe3P dan Fe2P. Antara Fe3P dengan besi
a akan membentuk eutektikum pada temperatur 1050 oC dan kandungan P 10,5%. Paduan
Besi – Fosfor membeku secara stabil walaupun pendinginan dilakukan dengan cepat. Pada
pendinginan yang lambat (sekitar 50 K/menit) akan terbentuk Fe2P yang tidak stabil dan
membentuk eutektikum pada temperatur 945 oC dan kandungan P = 12,5%.
P termasuk dalam golongan unsur paduan yang mempersempit daerah γ paduan besi-fosfor.
Pada kandungan P = 0,6%, struktur paduan besi-fosfor yang bebas karbon sudah akan feritis
penuh.
Pada paduan baja-karbon, kandungan P umumnya adalah 0,06%. Hanya pada beberapa baja
khusus saja yang memiliki kandungan P sampai 0,3%. Karena pada temperatur kamar P dapat
larut sampai 0,6% didalam besi α, maka sampai dengan kandungan ini tidak akan
menghasilkan fasa-fasa khusus didalam baja. Terutama karena Fe3P tidak terbentuk didalam
baja (tidak seperti pada besi cor).
Perlu diperhatikan, bahwa karena perbedaan temperatur yang besar antara likuidus dan
solidus, juga karena lambatnya kecepatan difusi P kedalam besi, maka kristal campuran γ
(austenit) akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk terjadinya segregasi kristal.
Dendrit-dendrit γ yang terbentuk pada awal proses kristalisasi akan memiliki kandungan P
jauh lebih sedikit dari kristal γ yang terbentuk dari sisa cairan, dimana disini terjadi
pengayaan kandungan P. Perbedaan kandungan P pada struktur kristal ini tidak dapat diubah
dengan mudah baik pada proses pengerjaan panas maupun pada saat perlakuan panas biasa
terhadap baja. Segregasi P ini baru dapat dihomogenkan melalui suatu proses pemanasan
yang lama dan mahal pada temperatur yang sangat sedikit dibawah temperatur solidusnya
(diffusions heattreatment). Untuk mencegah segregasi ini, maka stu-satunya cara yang
dianjurkan adalah dengan mengendalikan kandungan P didalam baja serendah-rendahnya.
Pada proses pendinginan, kristal α (ferit) akan terbentuk pada struktur yang miskin C yang
notabene kaya akan P. Pada saat yang sama perlit terbentuk pula pada bagian struktur yang
kaya dengan unsur C yang miskin P. Akibatnya akan terjadi inhomogenitas struktur perlit-
ferrit yang hanya dapat dihilangkan melalui peningkatan temperatur proses normalisasi.
Hal lain yang sangat perlu diperhatikan adalah kemungkinan akan terjadinya segregasi
rongga gas pada produk baja. Proses pendinginan baja cair akan selalu terjadi pelepasan gas
dalam bentuk rongga-rongga yang mengapung kepermukaan atas. Pergerakan rongga gas ini
semakin melambat bersama dengan turunnya temperatur cairan sehingga lambat-laun akan
tinggal diam didalam cairan yang semakin kental. Pada saat ini, tekanan udara didalam
rongga-rongga gas juka akan ikut menurun dan bergerak kearah sisa cairan yang kaya dengan
kandungan P (dan S) serta berkumpul menjadi koloni rongga-rongga gas didaerah ini.
Atas: Tanpa etsa. Dengan metode Oberhoffer. Segregasi P terlihat berwarna terang.
Etsa: Oberhoffer.
Segregasi P pada baja-baja teknik sangat dihindari mengingat inhomogenitas struktur yang
disebabkannya, dimana hal ini juga akan mengakibatkan perbedaan kekerasan, kekuatan
maupun keuletan. Perbedaan kekuatan dan keuletan pada struktur mikro akan menimbulkan
tegangan dalam yang besar yang akhirnya mengakibatkan terjadinya keretakan.
P juga menjadi penyebab perapuhan baja pada keadaan dingin yang ditunjukkan dengan
peningkatan kekuatan namun dengan demikian menurunkan mampu takiknya sebagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut:
Kandungan P tinggi (sampai dengan 0,6%) didalam baja hanya dilakukan pada kasus-kasus
tertentu saja khususnya pada produk-produk tipis, sebab P meningkatkan fluiditas cairan
sehingga mampu alirnya meningkat cukup tinggi.
Pengaruh Mangan (Mn)
Baja karbon polos dapat mengandung unsur mangan (Mn) sampai dengan 0,8%, yang sengaja
dibubuhkan kedalam cairan untuk tujuan deoksidasi dan khususnya sebagai pengikat unsur
belerang (S).
Pada temperatur kamar, besi α mampu melarutkan unsur Mn sampai dengan 10%, dengan
demikan kandungan Mn yang kecil tidak akan memunculkan fasa-fasa yang khusus pada
struktur mikro baja karbon polos, kecuali mangansulfida (MnS). Oleh karenanya, kandungan
mangan pada baja karbon polos tidak dapat diperkirakan jumlahnya melalui gambar struktur
mikronya.
Sebagian dari mangan akan bersenyawa dengan sementit dan membentuk karbida
besimangan (Fe, Mn)3C yang pada proses pemanasan akan sangat cepat terurai kedalam
austenit (γ) sehingga kristal campuran γ akan memuai tanpa dapat dicegah. Baja dengan
kandungan Mn lebih tinggi akan sangat sensitip terhadap perlakuan pemanasan serta
cenderung memiliki butiran-butiran yang kasar.
Suatu karakter khas dari baja paduan Mn tinggi adalah strukturnya yang berserat.
Perbandingan hasil uji takik antara potongan memanjang dengan melintang dapat sampai 5 :
1. Serat-serat ini terjadi karena Mn memiliki kemampuan reaksi yang tinggi dengan berbagai
unsur nonmetalik menjadi MnO, MnS, MnO.SiO2 dan (MnO)2.SiO2 yang terbentuk sebagai
serat-serat memanjang.
Juga akibat dari persenyawaannya dengan unsur belerang (S) menjadi mangansulfid (MnS)
yang memiliki temperatur lebur tinggi, baja dengan kandungan Mn tinggi tidak mudah patah
pada temperatur tinggi. Perbandingan kandungan Mn dengan S yang ideal menurut Pigott
adalah sebagai berikut:
Dimana:
CS = Kandungan belerang.
Contoh adalah, suatu baja dengan kandungan S = 0,06%, bila didalamnya terdapat pula Mn =
0,4%, maka bahan tersebut memiliki ketahanan cukup terhadap takikan panas.
2. # Nikel (Ni) —> Baja dengan paduan ini dapat dimagnetasikan. (magnet permanen : 15-28%
Ni)
1. # Molibdenum (Mo)—> Biasanya dipadu dengan baja dalam ikatan bersama-sama Cr, Ni
dan V.
2. # Vanadium (V) —> Mempunyai dampak mirip Mo dalam baja, namun tanpa mengurangi
regangan
- Menurunkan : Kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada
perlakuan panas
3. # Wolfram (W) —> titik lebur tinggi sehingga digunakan untuk kawat pijar
5. # Titanium ( Ti )
- Tahan sampai suhu 400° C, oleh karena itu digunakan untuk paduan kawat las
- Sangat tahan karat ( hanya diserang oleh asam flour). Baja krom anti karat
menjadi dapat dilas baik dengan Ta. Titik lebur 3150°C
abrasi (HOT-Shortness)
Jika Ni banyak maka austenit akan stabil hingga mencapai temperatur kamar.
Molibden (Mo) Meningkatkan kadar kekerasan,ketangguhan,
embritment.
Wolfram (Wo) Senyawa ini akan membentuk senyawa Carbidda di dalam
material.
kekuatan dan kekerasan pada tmperatur tinggi seta meningkatkan batas mulur
juga.
Baja tahan karat dapat diartikan sebagai material yang sebagian besar
mengandung
besi dan sedikitnya mengandung 11% kromium. [3] Penambahan kromium ini
bertujuan untuk membentuk lapisan krom oksida yang berfungsi sebagai lapisan
pasif
unsur paduan lain yang sering ditambahkan adalah nikel, molibdenum, mangan,
presipitasi
Stainless Steel)
°C (1200 °F)
[3]
(<>
work hardening.
temperatur rendah.
Unsur yang paling penting dalam kelompok ini adalah Cr, Si, Mo, W
dan Al. Rentang stabilitas ferit dalam paduan besi-kromium
ditunjukkan pada Gambar 2. Fe-Cr paduan dalam keadaan padat berisi
lebih dari 13% Cr adalah feritik sama sekali baru jadi suhu hingga
meleleh. Feritik contoh lain dari baja adalah salah satu yang
digunakan sebagai bahan lembar trafo. This is a low-carbon steel
containing about 3% Si . Ini adalah baja karbon rendah mengandung
sekitar 3% Si.
Gambar 2. Cr-Fe diagram kesetimbangan
Multi-paduan baja
Carbide stabilizer